Tuesday, September 6, 2016

RAHASIA DI ATAS SEGALA RAHASIA.


MEWARISI KITAB SIRRUL ASRAR MENGUAK TABIR HIJAB WAHDATUL WUJUD.
Setelah berlalunya masa keemasan Rasulullah saw. yang menurunkan, mengajarkan dan menyebarkan Islam yang tertuang dalam ‘Kalam Illahi’, masa keemasan tidak berhenti begitu saja, melainkan berlanjut kepada masa ‘Shahabat’, kemudian para ‘Tabi’in’ lalu kepada Tabi’it Tabi’in’. Dan seterusnya kepada penafsir-penafsir (al-mufa'ssirin), ahli hikmat (hukama'), ulama shufi atau para Ulama-ulama salaf’ yang sebagian kemudian menjadi Para Imam Fiqh, Para Aulia Allah, para Anbia. Masing-masing para alim itu mewariskan ilmunya dengan menuliskanya dalam kitab-kitab yang kemudian dikenal dan menyebar keseluruh pelosok dunia, yang semakin menajamkan akan keagungan KalamNya yang termaktub dalam Al-Qur’an.

Ilmu-ilmu ke-Islam-an itu kemudian dikenal sebagai Ilmu Kalam, Ilmu Hadist, Fiqh, Tasawuf dan lain-lain. Semua ilmu-ilmu itu kemudian dijabarkan dalam kehidupan mereka sehari-hari, sehingga semakin mengentalkan dan membentuk kehidupan agamis. Tentu saja kondisi seperti ini hendaknya terus dipelihara dan ditumbuh kembangkan dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah Subhanahu Wata’ala.

Maka upaya menumbuh suburkan ilmu dan iman serta Ruhul Islam, telah diwariskan tulisan hasil salah satu karya Wali Sufi, Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani yang telah mencapai ‘Al-Gauts Al-A’zham’, yaitu Kitab “Sirrul Asrar” (dalam bahasa Sunda: Rasaning Rasa). Kitab ini berisi terapi Iman, Islam dan Ikhsan, dalam rangka taqarrub kepada Al-Khaliq, dan penjelasan bagaimana seharusnya jika seseorang ingin mencapai orang yang sempurna ilmu dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Memang teramat mulia dan dalam konsep petuah yang disampaikan oleh Sultan Aulia Al-Gauts Al-A’zham Syeikh Muhyidin Abdul Qodir Al-Jailani Qaddasallahu Sirrahu melalui Kitab Sirrul Asrar ini. Oleh karena itu dalam membaca dan memahaminya diperlukan ketelitian, pemikiran yang jernih dan tajam, daya serap yang kuat dan wawasan yang luas, serta yang terpenting disertai hati yang ikhlas dan lillahi ta’ala.

Bagi kedua Dewa itu yang sudah mewarisi Kalam-kalam Illahi dalam wujud Al-Qur’an, Kitab-kitab dari beberapa alim shufi, Kitab Penyingkap Kegaiban dari Sultan Aulia Syeikh Muhyidin Abdul Qodir Al-Jailani Qaddasallahu Sirrahu sendiri, tentu tidak terlalu sukar menerima, menyerap dan menghayatinya. Tahap-tahap pemahaman yang dilakukan Semar dan Togog untuk menyerap Kitab-kitab gaib itu termasuk Kitab Kalamullah Al-Qur’an. Yaitu, dimulai pada asal perkataan, kemudian pengagungan, kemudian kehadiran hati, kemudian pengertian, kemudian pemahaman, kemudian penyingkiran dari segala pencegah paham, kemudian pengkhususan, kemudian pembekasan, kemudian peninggian dan kemudian pelepasan. Dengan pencapaian yang diperoleh keduanya sebagai Mahadewa, maka hasil yang didapat tentu berbeda dengan manusia biasa. Kejernihan batin dan wawasan kedalam rasa qolbu saja, mereka sudah sangat sukar terukur. Jadi tinggal satu tahap untuk mencapai penyatuan dengan penciptanya. Ayahnya SangHyang Tunggal hanya mampu sebagai perantara suara, bukan penyatuan yang hakiki, dimana untuk mencapai penyatuan itu (Ittihad – Al Hulul), diperlukan pengosongan dan pembersihan sifat-sifat manusiawinya.

Kembali kepada mereka, menyerap ‘Kalam Illahi’ yang dijabarkan kepada kitab Sirrur Asrar. Pertama kali paham akan keagungan dan ketinggian perkataan (kalam Allah), kurnia Allah SWT. dan kelemah-lembutanNya dengan makhlukNya, pada turunnya kalam itu, dan 'arsy kebesaranNya kepada derajat pengertian-pengertian makhlukNya.
Mereka memperhatikan ketika membaca Al-Qur’an dan Kitab-kitab para Ulama salaf itu, betapa lemah-lembutNya dengan makhlukNya, pada menyampaikan pengertian-pengertian kalamNya (perkataanNya), yang mana, adalah suatu sifat qadim yang berdiri  pada zatNya, kepada pengertian-pengertian makhlukNya. Dan bagaimanakah menampak bagi mereka akan sifat itu dalam lipatan huruf-huruf dan suara-suara, dimana semuanya itu adalah sifat manusia. Karena lemahlah manusia daripada sampai kepada memahami sifat-sifat Allah 'Azza wa Jalla, kecuali dengan perantaraan sifat-sifatnya sendiri. Jikalau tidaklah tertutup hakikat keagungan kalamNya dengan pakaian, yang diibaratkan huruf-huruf, niscaya tidaklah terbukti tegas, 'Arasy dan bintang Tsurayya itu, mendengar kalam Allah. Dan lenyaplah sesuatu diantara keduanya dari keagungan kekuasaan dan kesucian nurNya. Jikalau tidaklah diberikan ketetapan oleh Allah 'Azza wa Jalla kepada Musa as., niscaya tidaklah ia sanggup mendengar kalamNya, sebagaimana tidak sanggup gunung pada permulaan kenyataan (tajalli)nya, dimana dia menjadi bergoncang.

Dan tidak mungkin memahami keagungan kalam Allah, kecuali dengan contoh-contoh dalam batas pemahaman makhluk. Kerena inilah maka disebutkan oleh sebahagian 'arifin tentang kalam itu, dengan mengatakan, bahwa tiap-tiap huruf dari kalam Allah 'Azza wa Jalla pada Luh-mahfudh, adalah lebih besar dari bukit Qaf. Dan sesungguhnya para malaikat as., jikalau berkumpul pada suatu huruf untuk mengangkatkannya, niscaya mereka tiada sanggup, sehingga datanglah Israfil as. yaitu malaikat yang mengawal Luh-mahfudh, lalu mengangkatnya. Maka dapatlah diangkatkannya dengan izin dan rahmat Allah 'Azza wa Jalla. Tidak dengan kekuatan dan kesanggupannya. Tetapi Allah 'Azza wa Jalla yang menganugerahkannya kemampuan yang demikian kepadanya dan menggunakannya. Sebahagian ulama hikmah (hukuma') telah menyusun kata-kata dengan baik, secara halus, untuk menyampaikan pengertian kalam serta keagungan derajatnya, kepada pemahaman dan keyakinan manusia, serta rendahnya tingkat manusia itu. Diberi untuk itu suatu contoh, yang tidak dipendekkan padanya. Yaitu: bahwa diajak sebagian raja-raja oleh seorang ahli hikmah kepada syari'at nabi-nabi as. Lalu saja itu menanyakannya tentang beberapa perkara. Maka ahli hikmah tadi menjawab dengan cara yang dapat dipahami oleh raja  itu.

Maka berkatalah raja: "Adakah engkau lihat akan apa yang dibawa para nabi itu, apabila engkau mendakwakan, bahwa itu bukan perkataan manusia. Dan itu kalam Allah 'Azza wa Jalla. Maka bagaimanakah sanggup manusia memikulnya?".
Menjawab ahli hikmah: "Kita melihat manusia, tatkala bermaksud memberi pengertian kepada sebahagian hewan dan burung, akan apa yang mereka maksudkan, tentang maju dan mundurnya, menghadap dan membelakanginya. Dan mereka melihat hewan-hewan itu singkat pengertiannya, daripada memahami perkataan mereka yang dari nur akal pikiran mereka, yang disertakan dengan kebagusan, penghiasan dan keelokan susunannya. Lalu mereka turun kepada derajat pengertian hewan dan mereka menyampaikan maksudnya kepada batin hewan-hewan itu dengan suara yang diadakannya, yang layak dengan mereka, seperti mengetikkan jari, bersiul dan berbagai suara yang mendekati dengan suara hewan-hewan itu. Supaya sanggup memikulkannya.

Dan begitu pula, manusia itu Iemah daripada membawa kalam Allah 'Azza wa Jalla dengan hakikat dan kesempurnaan sifatNya. Maka jadilah dengan apa yang dipergunakan diantara sesama mereka, dari suara-suara yang didengar mereka akan ilmu hikmah dengan suara-suara itu, seperti suara ketikan jari dan bersiul yang didengar oleh hewan-hewan itu dari menusia. Dan tidak dilarang oleh yang demikian akan pengertian-pengertian yang tersemhunyi pada sifat-sifat itu, dari kemuliaan kalam, yakni suara-suara, adalah karena mulianya sifat-sifat itu.

Dan agungnya kalam karena pengagungan, sifat-sifat itu. Sehingga suara itu adalah tubuh dan tempat bagi hikmah dan hikmah itu adalah nyawa dan roh bagi suara. Maka sebagaimana tubuh manusia itu dimuliakan dan dihormati karena tempat roh, maka seperti itu pula suara-suara kalam, dimuliakan karena hikmah yang ada padanya.

Kalam itu diatas kedudukan yang tinggi derajat, kekuasaan yang perkasa, dan hukum yang tembus, pada yang hak dan yang batil. Dialah hakim yang adil, saksi yang disenangi, menyuruh dan melarang. Tak mampulah yang batil tegak berdiri dihadapan kalam hikmah, sebagaimana tidak mampu bayang-bayang tegak berdiri dihadapan cahaya matahari. Dan tidak mampu manusia menjalankan penyelidikan yang mendalam tentang hikmah, sebagaimana mereka tidak mampu menjalankan penyelidikan dengan mata mereka akan cahaya matahari. Tetapi mereka memperoleh dari cahaya diri matahari itu, akan apa yang dapat hidup mata mereka dan dapat membuktikan dengan itu akan segala keperluan mereka saja. Maka kalam itu adalah sebagai raja yang terdinding, yang wajahnya tidak kelihatan, tetapi perintahnya tembus keluar. Dan seperti matahari yang mulia, yang menampakkan diri, yang tersembunyi unsurnya. Dan seperti bintang-bintang yang cemerlang, yang kadang-kadang memperoleh petunjuk dengan dia, orang yang tiada mengetahui tentang perjalanan bintang-bintang itu.

Maka kalam itu, adalah anak kunci gudang-gudang yang bernilai tinggi, dan minuman kehidupan. Siapa yang minum daripadanya, niscaya tidak akan mati. Dan obat segala penyakit dan siapa yang minum daripadanya, niscaya tidak akan sakit".
Maka ini yang disebutkan oleh ahli hikmah itu, adalah sekelumit dari pemahaman arti kalam. Dan tambahan dari itu, tidaklah Iayak dengan ilmu mu'amalah. Maka seyogialah disingkatkan sehingga itu saja.

Selanjutnya pengagungan Yang Berkalam (Mutakallim). Maka seorang pembaca ketika memulai tilawah Al-Qur’an dan kitab-kitab keIslaman, seyogialah menghadirkan dalam hatinya, akan keagungan Mutakallim dan mengetahui, bahwa apa yang dibacakannya itu, tidaklah dari perkataan manusia. Dan bahwa dalam bertilawah kalam Allah 'Azza wa JaiIla itu, adalah sangat besar bahayanya.

Maka sebagaimana yang dhahir dari kulit Mash-haf dan kertasnya, dijaga dari yang dhahir kulit penyentuhnya, kecuali apabila ia telah bersuci. Maka batin pengertiannya juga, disebabkan hukum kemuliaan dan keagungannya, terhijab dari batin hati. Kecuali apabila ia telah bersuci dari segala kotoran dan bersinar dengan nur pengagungan dan penghormatan. Dan sebagaimana tidak pantas disentuh kulit Mash-haf oleh semua tangan, maka tidak pula pantas untuk bertilawah hurufnya oleh semua lidah dan untuk memperoleh pengertiannya oleh semua hati.

Maka pengagungan kalam, adalah pengagungan Mutakallim. Dan tidak akan timbul pengagungan Mutakalim selama tidak bertafakkur tentang sifat-sifat, keagungan dan af'alNya. Apabila telah hadir disanubarinya 'Arasy, Kursi, langit, bumi dan apa yang ada diantara keduanya, dari jin, manusia, hewan dan kayu dan mengetahui bahwa yang menjadikan semuanya itu, yang berkuasa dari yang memberikan rezeki kepadanya, adalah ESA. Dan semuanya didalam genggaman qudrahNya, yang berkisar diantara kurnia dan rahmatNya, diantara cobaan dan kekuasaanNya. Jika dianugerahiNya ni'mat, maka adalah dengan kurniaNya dan jika disiksakanNya, maka adalah dengan keadilanNya. Inilah pengagungan yang penghabisan dan tertinggi!. Maka dengan bertafakkur, akan timbullah pengagungan Mutakallim kemudian pengagungan Kalam. Demikianlah sikap dan adab Semar dan Togog menerima, membaca dan menelaah kalam Ilahi dalam Al-Qur’an dan semua kitab-kitab ulama-ulama salaf.

Maka setelah mewarisi Kitab Sirrul Asrar, maka kedua Maha-Dewa Semar dan Togog telah mencapai tahapan lebih di atas taraf keluhuran para malaikat Alam ‘Arasy, sudah sebagai Dewanya para Dewa, mendalami rasanya rasa qolbu, mengungkap rahasianya segala rahasia alam semesta, menyimpan segala rahasia dari rahasianya yang paling rahasia, kecintaan terhadapnya Tuhannya sudah setaraf Para Shahabat Nabi, kedekatannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla sudah meretas segala 3000 tabir hijab, dzikirnya adalah Qatam Al-Qur’an 30 juz itu sendiri. Namun sebagai makhluk dan ummat Muhammad saw., seperti halnya para malaikat, mereka mempunyai batas titik optimalnya, dimana setelah semua hijab tersingkap, yang memunculkan pengungkapan segala rahasia pengertian yang terpampang jelas di hadapan sanubarinya, maka laksana bunga kemekarannya mulai mengatup perlahan bersama berjalannya waktu. Mengatup kelopak bunga yang diartikan sebagai keduanya telah berada dalam keadaan fana, atau keduanya telah dapat menyatu larut ke dalam lautan sirrullahi Tuhannya, sehingga rujudiyahnya kekal atau al-baqa. Di dalam perpaduan itu keduanya menemukan hakikat jari dirinya sebagai makhluk yang berasal dari Tuhan. Pencapaian ini adalah perubahan suasana yang  terjadi, bukan perubahan pada sesuatu yang nyata. Di sana tiada jarak, tiada dekat atau jauh, tiada kesampaian, tiada ukuran, tiada arah dan tiada ruang. Yang ada kedamaian yang hakiki, kedamaian di atas rahasianya rahasia, di atas sinarnya sinar atau di dalam kosong dari kekosongan sejauh dari daya imajinasi dan daya pikir manusia dan para dewa sealam semesta.

Keduanya sudah merasa menyatu dengan penciptanya, Allah Azza wa Jalla, bukan penyatuan secara fisik, melainkan roh Ilahiyah mereka menyatu dengan sifat kemakhlukan Allah yang dinamakan 99 Asmaul Husnah. Penyatuan tersebut dinamakan Ittihad atau Wahdatul Wujud. Kini mereka berdua bukan lagi merasa sebagai Dewa Pelindung Alam, melainkan mareka adalah “Alam Semesta” itu sendiri, alam semesta adalah wujud fisik mereka berdua, suatu wujud sebagai alat Yang Maha Kuasa. Alam Semesta akan langgeng jika keduanya langgeng.

Kondisi mereka sudah pada yang disebut Al-Hulul secara bahasa berarti menempati. Dalam istilah tasawuf hulul adalah ajaran yang menyatakan bahwa Tuhan memilih tubuh manusia-manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaannya dihilangkan.

Bagaimana wujud kecintaan Semar dan Togog kepada kekasihnya Allah ‘Azza wa Jalla, sehingga tercipta pencapaian semacam Ittihad, Al-Hulul ataupun Wahdatul Wujud?. Wujud kecintaan mereka merupakan wujud konsep cinta dalam Tasawuf.

Konsep cinta tasawuf adalah suatu konsep cinta yang dibawa Nabi Muhammad sendiri, yang diutus oleh Allah untuk membawa misi sebagai kasih sayang bagi alam semesta (rahmah lil ‘alamin). Sedangkan tasawuf sebagai salah satu bentuk pemahaman dalam Islam telah memperkenalkan betapa ajaran cinta (mahabbah) menempati kedudukan yang tinggi. Hal itu terlihat dari bagaimana para ulama sufi, seperti al-Ghazali, menempatkan mahabbah sebagai salah satu tingkatan puncak yang harus dilalui para sufi.

Ajaran mahabbah memiliki dasar dan landasan, baik di dalam Alquran maupun Sunah Nabi saw. Hal ini juga menunjukkan bahwa ajaran tentang cinta khususnya dan tasawuf umumnya, dalam Islam tidaklah mengadopsi dari unsur-unsur kebudayaan asing atau agama lain. Dalil-dalil dalam al-Qur’an, misalnya sebagai berikut:
QS. Al-Baqarah ayat 165. “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, sangat besar cinta mereka kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)”.

QS. Al-Maidah ayat 54. “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”.

QS. Ali Imran ayat 31. “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Dalil-dalil dalam hadis Nabi Muhammad SAW, misalnya sebagai berikut:
“Tiga hal yang barang siapa mampu melakukannya, maka ia akan merasakan manisnya iman, yaitu: pertama Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya; kedua: tidak mencintai seseorang kecuali hanya karena Allah; ketiga benci kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci dilemparkan ke neraka”.  

“….Tidaklah seorang hamba-Ku senantiasa mendekati-Ku dengan ibadah-ibadah sunah kecuali Aku akan mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar; menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat; menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memukul; dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. …”

“Tidak beriman seseorang dari kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia”.

Dasar Filosofis.
Dalam mengelaborasi dasar-dasar filosofis ajaran tentang cinta (mahabbah) ini, al-Ghazali merupakan ulama tasawuf yang pernah melakukannya dengan cukup bagus. Menurut beliau, ada tiga hal yang mendasari tumbuhnya cinta dan bagaimana kualitasnya, yaitu sebagai berikut:
Pertama, cinta tidak akan terjadi tanpa proses pengenalan (ma’rifat) dan pengetahuan (idrak). Manusia hanya akan mencintai sesuatu atau seseorang yang telah ia kenal. Karena itulah, benda mati tidak memiliki rasa cinta. Dengan kata lain, cinta merupakan salah satu keistimewaan makhluk hidup. Jika sesuatu atau seseorang telah dikenal dan diketahui dengan jelas oleh seorang manusia, lantas sesuatu itu menimbulkan kenikmatan dan kebahagiaan bagi dirinya, maka akhirnya akan timbul rasa cinta. Jika sebaliknya, sesuatu atau seseorang itu menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan, maka tentu ia akan dibenci oleh manusia.
Kedua, cinta terwujud sesuai dengan tingkat pengenalan dan pengetahuan. Semakin intens pengenalan dan semakin dalam pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek, maka semakin besar peluang obyek itu untuk dicintai. Selanjutnya, jika semakin besar kenikmatan dan kebahagiaan yang diperoleh dari obyek yang dicintai, maka semakin besar pula cinta terhadap obyek yang dicintai tersebut.
Kenikmatan dan kebahagiaan itu bisa dirasakan manusia melalui pancaindranya. Kenikmatan dan kebahagiaan seperti ini juga dirasakan oleh binatang. Namun ada lagi kenikmatan dan kebahagiaan yang dirasakan bukan melalui pancaindra, namun melalui mata hati. Kenikmatan rohaniah seperti inilah yang jauh lebih kuat daripada kenikmatan lahiriah yang dirasakan oleh pancaindra. Dalam konteks inilah, cinta terhadap Tuhan terwujud. 
Ketiga, manusia tentu mencintai dirinya. Hal pertama yang dicintai oleh makhluk hidup adalah dirinya sendiri dan eksistensi dirinya. Cinta kepada diri sendiri berarti kecenderungan jiwa untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menghindari hal-hal yang bisa menghancurkan dan membinasakan kelangsungan hidupnya.

Selanjutnya al-Ghazali juga menguraikan lebih jauh tentang hal-hal yang menyebabkan tumbuhnya cinta. Pada gilirannya, sebab-sebab tersebut akan mengantarkan seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta kepada Tuhan Yang Maha Mencintai. Sebab-sebab itu adalah sebagai berikut:
Kesatu, cinta kepada diri sendiri, kekekalan, kesempurnaan, dan keberlangsungan hidup. Orang yang mengenal diri dan Tuhannya tentu ia pun mengenal bahwa sesungguhnya ia tidak memiliki diri pribadinya. Eksistensi dan kesempurnaan dirinya adalah tergantung kepada Tuhan yang menciptakannya. Jika seseorang mencintai dirinya dan kelangsungan hidupnya, kemudian menyadari bahwa diri dan hidupnya dihasilkan oleh pihak lain, maka tak pelak ia pun akan mencintai pihak lain tersebut. Saat ia mengenal bahwa pihak lain itu adalah Tuhan Yang Maha Pencipta, maka cinta kepada Tuhan pun akan tumbuh. Semakin dalam ia mengenal Tuhannya, maka semakin dalam pula cintanya kepada Tuhan.

Kedua, cinta kepada orang yang berbuat baik. Pada galibnya, setiap orang yang berbuat tentu akan disukai oleh orang lain. Hal ini merupakan watak alamiah manusia untuk menyukai kebaikan dan membenci kejahatan. Namun pada dataran manusia dan makhluk umumnya, pada hakikatnya kebaikan adalah sesuatu yang nisbi. Karena sesungguhnya, setiap kebaikan yang dilaksanakan oleh seseorang hanyalah sekedar menggerakkan motif tertentu, baik motif duniawi maupun motif ukhrawi.
Untuk motif duniawi, hal itu adalah jelas bahwa kebaikan yang dilakukan tidaklah ikhlas. Namun untuk motif ukhrawi, maka kebaikan yang dilakukan juga tidak ikhlas, karena masih mengharapkan pahala, surga, dan seterusnya. Pada hakikatnya, ketika seseorang memiliki motif ukhrawi atau agama, maka hal itu juga akan mengantarkan kepada pemahaman bahwa Allah jugalah yang berkuasa menanamkan ketaatan dan pengertian dalam diri dan hatinya untuk melakukan kebaikan sebagaimana yang Allah perintahkan. Dengan kata lain, orang yang berbuat baik tersebut pada hakikatnya juga terpaksa, bukan betul-betul mandiri, karena masih berdasarkan perintah Allah.
Ketika kesadaran bahwa semua kebaikan berujung kepada Allah, maka cinta kepada kebaikan pun berujung kepada Allah. Hanya Allah yang memberikan kebaikan kepada makhluk-Nya tanpa pamrih apapun. Allah berbuat baik kepada makhluk-Nya bukan agar Ia disembah. Allah Maha Kuasa dan Maha Suci dari berbagai pamrih. Bahkan meskipun seluruh makhluk menentang-Nya, kebaikan Allah kepada para makhluk tetap diberikan. Kebaikan-kebaikan Allah kepada makhluk-Nya itu sangat banyak dan tidak akan mampu oleh siapa pun. Karena itulah, pada gilirannya bagi orang yang betul-betul arif, akan timbul cinta kepada Allah sebagai Dzat Yang Maha Baik, yang memberikan berbagai kebaikan dan kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya.

Ketiga, mencintai diri orang yang berbuat baik meskipun kebaikannya tidak dirasakan. Mencintai kebaikan perseorangan juga merupakan watak dasar manusia. Ketika seseorang mengetahui bahwa ada orang yang berbuat baik, maka ia pun akan menyukai orang yang berbuat baik tersebut, meskipun kebaikannya tidak dirasakannya langsung.
Hal ini pun pada gilirannya akan mengantar kepada cinta terhadap Allah. Karena bagaimanapun, hanya karena kebaikan Allah tercipta alam semesta ini. Meski seseorang mungkin tidak langsung merasakannya, kebaikan Allah yang menciptakan seluruh alam semesta ini menunjukkan bahwa Allah memang pantas untuk dicintai.

Keempat, cinta kepada setiap keindahan. Segala yang indah tentu disukai, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Lagu yang indah dirasakan oleh telinga. Wajah yang cantik diserap oleh mata. Namun keindahan sifat dan perilaku serta kedalaman ilmu, juga membuat seorang Imam Syafi’i, misalnya, dicintai oleh banyak orang. Meskipun mereka tidak tahu apakah wajah dan penampilan Imam Syafi’i betul-betul menarik atau tidak. Keindahan yang terakhir inilah yang merupakan keindahan batiniah. Keindahan yang bersifat batiniah inilah yang lebih kuat daripada keindahan yang bersifat lahiriah. Keindahan fisik dan lahiriah bisa rusak dan sirna, namun keindahan batiniah relatif lebih kekal.
Pada gilirannya, segala keindahan itu pun akan berujung pada keindahan Tuhan yang sempurna. Namun keindahan Tuhan adalah keindahan rohaniah yang hanya dapat dirasakan oleh mata hati dan cahaya batin. Orang yang betul-betul menyadari betapa Tuhan Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan segala sifat kesempurnaan melekat dalam Zat-Nya, maka tak ayal ia pun akan menyadari betapa indahnya Tuhan, sehingga sangat pantas Tuhan untuk dicintai.

Kelima, kesesuaian dan keserasian. Jika sesuatu menyerupai sesuatu yang lain, maka akan timbul ketertarikan antara keduanya. Seorang anak kecil cenderung lebih bisa akrab bergaul dengan sesama anak kecil. Seorang dosen tentu akan mudah berteman dengan sesama dosen daripada dengan seorang tukang becak. Ketika dua orang sudah saling mengenal dengan baik, maka tentu terdapat kesesuaian antara keduanya. Berangkat dari kesesuaian dan keserasian inilah akhirnya muncul cinta. Sebaliknya, jika dua orang tidak saling mengenal, kemungkinan besar karena memang terdapat perbedaan dan ketidakcocokan antara keduanya. Karena ketidakcocokan dan perbedaan pula akan muncul tidak suka atau bahkan benci.
Dalam konteks kesesuaian dan keserasian inilah, cinta kepada Tuhan akan muncul. Meski demikian, kesesuaian yang dimaksud ini bukanlah bersifat lahiriah seperti yang diuraikan di atas, namun kesesuaian batiniah. Sebagian hal tentang kesesuaian batiniah ini merupakan misteri dalam dunia tasawuf yang menurut al-Ghazali tidak boleh diungkapkan secara terbuka. Sedangkan sebagian lagi boleh diungkapkan, seperti bahwa seorang hamba boleh mendekatkan diri kepada Tuhan dengan meniru sifat-sifat Tuhan yang mulia, misalnya ilmu, kebenaran, kebaikan, dan lain-lain.
Terkait dengan sebab keserasian dan kecocokan ini, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Allah tidak akan pernah ada yang mampu menandingi atau menyerupainya. Keserasian yang terdapat dalam jiwa orang-orang tertentu yang dipilih oleh Allah, sehingga ia mampu mencintai Allah dengan sepenuh hati, hanyalah dalam arti metaforis (majazi). Keserasian tersebut adalah wilayah misteri yang hanya diketahui oleh orang-orang yang betul-betul mengalami cinta ilahiah.

RABI’AH AL-ADAWIYAH, Perintis Cinta Tasawuf.
Sosok sufi perempuan ini sangat dikenal dalam dunia tasawuf. Ia hidup di abad kedua Hijriah, dan meninggal pada tahun 185 H. Meski ia hidup di Bashrah sebagai seorang hamba sahaya dari keluarga Atiq, hal itu tidak menghalanginya tumbuh menjadi seorang sufi yang disegani di zamannya, bahkan hingga di zaman modern sekarang ini.
Corak tasawuf Rabi’ah yang begitu menonjolkan cinta kepada Tuhan tanpa pamrih apapun merupakan suatu corak tasawuf yang baru di zamannya. Pada saat itu, tasawuf lebih didominasi corak kehidupan zuhud (asketisme) yang sebelumnya dikembangkan oleh Hasan al-Bashri yang mendasarkan ajarannya pada rasa takut (khauf) kepada Allah. Corak tasawuf yang dikembangkan oleh Rabi’ah tersebut kelak membuatnya begitu dikenal dan menduduki posisi penting dalam dunia tasawuf.
Sedemikian tulusnya cinta kepada Allah yang dikembangkan oleh Rabi’ah, bisa dilihat, misalnya, dalam sebuah munajat yang ia panjatkan: “Tuhanku, sekiranya aku beribadah kepada-Mu karena takut neraka-Mu, biarlah diriku terbakar api jahanam. Dan sekiranya aku beribadah kepada-Mu karena mengharap surga-Mu, jauhkan aku darinya. Tapi, sekiranya aku beribadah kepada-Mu hanya semata cinta kepada-Mu, Tuhanku, janganlah Kauhalangi aku melihat keindahan-Mu yang abadi”.
Saking besar dan tulusnya cinta Rabi’ah kepada Allah, maka seolah cintanya telah memenuhi seluruh kalbunya. Tak ada lagi tersisa ruang di hatinya untuk mencintai selain Allah, bahkan kepada Nabi Muhammad sekalipun. Pun, tak ada ruang lagi di kalbunya untuk membenci apapun, bahkan kepada setan sekalipun. Seluruh hatinya telah penuh dengan cinta kepada Tuhan semata. Hal ini juga Rabi’ah tunjukkan dengan memutuskan untuk tidak menikah sepanjang hidupnya, karena ia menganggap seluruh diri dan hidupnya hanya untuk Allah semata.

Doktrin-doktrin Mahabbah.
Pertama, Makna Cinta di Kalangan Sufi. Dalam tasawuf, konsep cinta (mahabbah) lebih dimaksudkan sebagai bentuk cinta kepada Tuhan. Meski demikian, cinta kepada Tuhan juga akan melahirkan bentuk kasih sayang kepada sesama, bahkan kepada seluruh alam semesta. Hal ini bisa dilacak pada dalil-dalil syara’, baik dalam Alquran maupun hadis yang menunjukkan tentang persoalan cinta.
Secara terminologis, sebagaimana dikatakan al-Ghazali, cinta adalah suatu kecenderungan terhadap sesuatu yang memberikan manfaat. Apabila kecenderungan itu mendalam dan menguat, maka ia dinamakan rindu. Sedangkan sebaliknya, benci adalah kecenderungan untuk menghindari sesuatu yang menyakiti. Apabila kecenderungan untuk menghindari itu mendalam dan menguat, maka ia dinamakan dendam.
Menurut Abu Yazid al-Busthami mengatakan bahwa cinta adalah menganggap sedikit milikmu yang sedikit dan menganggap banyak milik Dzat yang kau cintai. Sementara Sahl bin Abdullah al-Tustari menyatakan bahwa cinta adalah melakukan tindak-tanduk ketaatan dan menghindari tindak-tanduk kedurhakaan. Bagi al-Junaid, cinta adalah kecenderungan hati. Artinya, kecenderungan hati seseorang kepada Allah dan segala milik-Nya tanpa rasa beban.

Kedua, Cinta Sejati adalah Cinta kepada Allah. Bagi al-Ghazali, orang yang mencintai selain Allah, tapi cintanya tidak disandarkan kepada Allah, maka hal itu karena kebodohan dan kepicikan orang tersebut dalam mengenal Allah. Cinta kepada Rasulullah saw., misalnya, adalah sesuatu yang terpuji karena cinta tersebut merupakan manifestasi cinta kepada Allah. Hal itu karena Rasulullah adalah orang yang dicintai Allah. Dengan demikian, mencintai orang yang dicintai oleh Allah, berarti juga mencintai Allah itu sendiri. Begitu pula semua bentuk cinta yang ada. Semuanya berpulang kepada cinta terhadap Allah.
Jika sudah dipahami dan disadari dengan baik lima sebab timbulnya cinta yang telah diuraikan al-Ghazali sebelumnya, maka juga bisa disadari bahwa hanya Allah yang mampu mengumpulkan sekaligus kelima faktor penyebab cinta tersebut. Kelima faktor penyebab tersebut terjadi pada diri manusia hanyalah bersifat metaforis (majazi), dan bukanlah hakiki. Hanya Allah Yang Maha Sempurna. Ia tidak bergantung kepada apapun dan siapa pun. Kesempurnaan itulah yang akan mengantarkan seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta terhadap Allah.

Ketiga, Mahabbah: antara Maqam dan Hal
Sebagaimana diketahui, dalam terminologi tasawuf ada istilah maqam (tingkatan) dan hal (keadaan, kondisi kejiwaan). Menurut as-Sarraj ath-Thusi dalam kitabnya al-Luma’, maqam merujuk kepada tingkatan seorang hamba di depan Tuhan pada suatu tingkat yang ia ditempatkan di dalamnya, berupa ibadah, mujahadah, riyadhah, dan keterputusan (inqitha’) kepada Allah. Sedangkan hal adalah apa yang terdapat di dalam jiwa atau sesuatu keadaan yang ditempati oleh hati. Sementara menurut al-Junaid, hal adalah suatu “tempat” yang berada di dalam jiwa dan tidak statis.
Menurut al-Ghazali, cinta kepada Allah (mahabbah) merupakan tingkatan (maqam) puncak dari rangkaian tingkatan dalam tasawuf. Tak ada lagi tingkatan setelah mahabbah selain hanya sekedar efek sampingnya saja, seperti rindu (syauq), mesra (uns), rela (ridla), dan sifat-sifat lain yang serupa. Di samping itu, tidak ada satu tingkatan pun sebelum mahabbah selain hanya sekedar pendahuluan atau pengantar menuju ke arah mahabbah, seperti taubat, sabar, zuhud, dan lain-lain. Cinta sebagai maqam merupakan maqam cinta ilahi.

Keempat, Tingkatan Cinta. Dilihat dari segi orangnya, cinta kepada Tuhan terbagi menjadi tiga macam cinta. Pertama, cinta orang-orang awam. Cinta seperti ini muncul karena kebaikan dan kasih sayang Tuhan kepada mereka. Ciri-ciri cinta ini adalah ketulusan dan keteringatan (zikir) yang terus-menerus. Karena jika orang mencintai sesuatu, maka ia pun akan sering mengingat dan menyebutnya. Kedua, cinta orang-orang yang shadiq dan mutahaqqiq. Cinta mereka ini timbul karena penglihatan mata hati mereka terhadap kekayaan, keagungan, kebesaran, pengetahuan dan kekuasaan Tuhan. Ciri-ciri cinta ini adalah “terkoyaknya tabir” dan “tersingkapnya rahasia” Tuhan. Selain itu, ciri lain adalah lenyapnya kehendak serta hilangnya semua sifat (kemanusiaan dan keinginan duniawi). Ketiga, cinta orang-orang shiddiq dan arif. Cinta macam ini timbul dari penglihatan dan pengenalan mereka terhadap ke-qadim-an Cinta Tuhan tanpa sebab (illat) apapun. Sifat cinta ini adalah terputusnya cinta dari hati dan tubuh sehingga cinta tidak lagi bersemayam di dalamnya, namun yang bersemayam hanyalah segala sesuatu dengan dan untuk Allah.
    
Dengan pecapaian cintanya kepada Khaliqnya, simaklah bagaimana do’a Semar yang diucapkan bersama santri-santri Sultan Aulia Syeikh Muhyidin Abdul Qodir Al-Jailani Qaddasallahu Sirrahu, yang sudah mewariskan Kitab Sirru Asrar tersebut kepadanya: "Aku pertaruhkan Allah akan agama, amanah dan kesudahan amalan kami. Wahai Tuhanku! Engkaulah teman didalam perjalanan hidup kami dan Engkaulah pengganti keluarga, harta, anak dan sahabat-sahabat kami! Wahai Tuhanku! Kami bermohon kepada Engkau didalam perjalanan hidup kami ini, akan kebajikan dan taqwa dan daripada amalan, akan apa yang Engkau relai! Wahai Tuhanku! Bahwa kami bermohon pada Engkau, akan Engkau lipatkan bumi yang kami jalani dan Engkau mudahkan kepada kami perjalanan, memberikan rezeki didalam perjalanan kami akan keselamatan badan, agama dan harta. Engkau sampaikan akan kami kerumah Engkau dan berziarah kekuburan Nabi Engkau Muhammad saw.! Wahai Tuhanku! Bahwa kami berlindung dengan Engkau daripada kesusahan perjalanan, kedukaan berpindah dan penglihatan yang buruk pada keluarga, harta, anak dan sahabat! Wahai Tuhanku! Jadikanlah akan kami didalam pemeliharaanMu dan jangan Engkau tinggalkan akan kami dari ni'mat Engkau dan jangan Engkau robahkan apa yang ada pada kami daripada ke'afiatan Engkau.
Dengan nama Allah, kami bertawakkal kepada Allah. Tiada daya dan upaya, selain dengan Allah. Wahai Tuhanku! Kami berlindung dengan Engkau, daripada sesat atau menyesatkan, daripada hina atau menghinakan, daripada tergelincir atau menggelincirkan, daripada aniaya atau dianiayakan, daripada bodoh atau dibodohkan akan kami! Wahai Tuhanku! Sesungguhnya kami tiada keluar karena kebanggaan, tiada karena kebesaran, tiada karena ria dan tiada karena memperdengarkan kepada orang. Tetapi kami keluar karena menjaga dari kemurkaan Engkau, mengingini kerelaan Engkau, menunaikan fardlu dari Engkau, mengikuti sunnah Nabi Engkau dan rindu bertemu dengan Engkau.
Wahai Tuhanku! Dengan Engkau kami berjalan, kepada Engkau kami bertawakkal, pada Engkau, kami meminta pemeliharaan dan kepada Engkau, kami menghadapkan diri! Wahai Tuhanku! Engkaulah kepercayaan kami, Engkaulah harapan kami, maka cukupkanlah akan kami, apa yang kami cita-citakan dan apa yang tidak kami cita-citakan dan apa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada kami! Amat mulialah pemeliharaanMu, amat tinggilah pujianMu, tiada Tuhan yang disembah, selain Engkau! Wahai Tuhanku! Anugerahilah akan kami perbekalan taqwa! Ampunilah akan dosaku! Hadapkanlah akan kami kepada kebajikan, kemana saja kami hadapkan diri!.
Dengan nama Allah kami memulai perjalanan dengan kendaraan taqwa ini. Dengan pertolongan Allah, dan Allah Mahabesar, kami bertawakkal kepada Allah. Tiada daya dan upaya, selain dengan Allah yang maha-tinggi, lagi maha-besar. Apa yang dikehendaki Allah, adalah dia dan apa yang tiada dikehendakiNya, tidak adalah dia. Mahasuci Tuhan yang memudahkan bagi kami ini, sedang kami tiada kuasa padanya. Dan sesungguhnya kami kembali kepada Tuhan kami! Wahai Tuhanku! Kami hadapkan wajah kepada Engkau, kami serahkan urusan kami kepada Engkau! Engkaulah cukup bagi kami dan sebaik-baik tempat menyerahkan hal.
Segala pujian bagi Allah yang telah menunjukkan bagi kami ini dan tidak adalah kami memperoleh petunjuk, jikalau tidaklah kami diberi petunjuk oleh Allah! Wahai Tuhanku! Engkaulah yang menanggung diatas belakang kendaraan taqwa kami dan Engkaulah tempat meminta tolong diatas segala perbuatan kami.
Wahai Tuhanku, Tuhan tujuh petala langit dan apa yang dinaunginya dan Tuhan tujuh petala bumi dan apa yang didalamnya dan Tuhan bagi segala setan dan apa yang disesatkannya. Tuhan bagi segala angin dan apa yang diterbangkannya! Tuhan segala laut dan apa diberlalukannya! Kami bermohon padamu akan kebajikan tempat turun ini dan kebajikan bagi penduduknya. Kami berlindung denganMu daripada kejahatan tempat turun ini dan kejahatan segala isinya! Jauhkanlah daripada kami akan jahatnya kejahatan mereka.
Kami berlindung dengan kalimah Allah yang sempurna, yang tiada dilampaui akan dia oleh orang yang baik dan orang yang jahat, dan kejahatan segala yang dijadikanNya.
Hai bumi Tuhanku dan Tuhanmu itu Allah! Kami berlindung dengan Allah daripada kejahatanmu dan kejahatan segala yang ada padamu dan kejahatan barang yang melata-lata diatasmu! Kami berlindung dengan Allah dari kejahatan segala makhluk dan kejahatan penduduk negeri, dan kejahatan yang beranak dan yang diperanakkan. Bagi Allah segala yang diam pada malam dan siang. Dia maha-mendengar dan maha-tahu.
Dengan nama Allah, apa yang dikehendaki oleh Allah, tiada upaya melainkan dengan Allah. Memadailah Allah akan kami. Kami bertawakkal kepada Allah, apa yang dikehendaki Allah, tiada yang mendatangkan kebajikan melainkan Allah. Apa yang dikehendaki Allah, tiada yang memalingkan dari kejahatan, melainkan Allah. Memadailah Allah akan kami dan mencukupilah. Allah mendengar akan siapa yang berdo'a. Tiadalah dibelakang Allah, tempat penghabisan. Dan tiadalah selain Allah tempat menyandaran diri. Disuratkan oleh Allah didalam firmanNya, bahwa Akulah dan Rasul-rasul Akulah yang menang, bahwa Allah yang mahakuat, lagi mahamulia. Kami memohonkan pemeliharaan pada Allah yang mahabesar dan meminta pertolongan pada Yang Hidup, yang tidak mati. Wahai Tuhan kami. Peliharalah akan kami dengan MataMu yang tidak tidur dan lindungilah kami dengan kekuatanMu yang tiada putus-putusnya! Wahai Tuhanku! Anugerahilah rahmat kepada kami dengan qudratMu kepada kami maka kami tidak binasa. Engkaulah kepercayaan dan harapan kami? Wahai Tuhanku! Anugerahilah kepada kami kasih-sayang didalam hati-segala hambaMu yang pria dan yang wanita, dengan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya Engkau yang maha-pengasih dan segala yang kasih.
Mahasuci Allah yang mempunyai kerajaan yang mahakudus, Tuhan bagi segala malaikat dan roh, Engkau anugerahkan kebesaran akan tujuh petala langit dengan kemuliaan dan kebesaran". Semar mengatupkan kedua telapaknya menyembah hormat qiblat Ka’bah, setelah mengakhiri do’anya diaminkan Togog dan santri-satri Tuan Syekh.

Salam Semar kepada Rasulullah saw. kerinduannya kepadanya karena dia tidak diizinkan menembus lorong waktu kembali kemasa Rasulullah hidup, maka Semar mengekspresikannya dengan mengucapkan salam dalam do’anya: "Salam kepadamu wahai Rasulu’llah! Salam kepadamu wahai Nabi Allah! Salam kepadamu wahai kepercayaan Allah! Salam kepadamu wahai kekasih Allah! Salam kepadamu wahai yang dibersihkan Allah! Salam kepadamu wahai pilihan Allah! Salam kepadamu wahai Ahmad! Salam kepadamu wahai Muhammad! Salam kepadamu wahai ayah Al-Qasim! Salam kepadamu wahai penghapus kesalahan! Salam kepadamu wahai pengganti orang sebelumnya! Salam kepadamu wahai penghimpun! Salam kepadamu wahai pembawa kabar gembira! Salam kepadamu wahai pembawa kabar takut! Salam kepadamu wahai yang sangat bersih! Salam kepadamu wahai yang bersih! Salam kepadamu wahai yang termulia dari anak Adam! Salam kepadamu wahai penghulu dari segala rasul! Salam kepadamu wahai kesudahan segala nabi! Salam kepadamu wahai Rasul Tuhan seru sekalian alam! Salam kepadamu wahai pahlawan kebajikan! Salam kepadamu wahai pembuka kebaikan! Salam kepadanmu wahai Nabi kerahmatan! Salam kepadamu wahai penunjuk umat! Salam kepadamu wahai pahlawan yang gilang-gemilang! Salam kepadamu dan kepada kaum keluargamu yang telah dihilangkan Allah dari mereka kekotoran dan disucikan mereka dengan kebersihan! Salam kepadamu dan kepada para shahabatmu yang baik-baik dan kepada para isterimu yang suci -ibu orang-orang mu'min! Dibalasi engkau oleh Allah daripada kami, yang lebih utama daripada apa yang dibalasirrya akan seorang nabi dan kaumnya dari seorang rasul dan umatnya. Diberi rahmat oleh Allah kepadamu, tiap kali disebut akan kamu oleh orang-orang yang menyebutkan dan tiap kali dilupakan akan kamu oleh orang-orang yang melupakan. Diberi rahmat oleh Allah kepadamu dalam orang-orang yang dahulu dan orang-orang yang kemudian, seutama, sesempurna, setinggi, semulia, sebaik dan sesuci apa yang telah diberikan rahmat olehNya kepada seseorang daripada makhlukNya, sebagaimana la melepaskan kami dengan sebabmu daripada kesesatan dan la menganugerahkan kami dapat melihat dengan sebabmu, daripada kebutaan dan ditunjukiNya kami dengan sebabmu daripada kebodohan. Kami mengaku bahwa tiada Tuhan yang disembah, selain Allah yang Mahaesa, tiada sekutu bagiNya. Dan kami mengaku bahwa engkau hambaNya, RasulNya, kepercayaanNya, kebersihanNya, pilihanNya, dari makhlukNya. Kami mengaku bahwa engkau telah engkau sampaikan kerasulan (risalah), telah engkau laksanakan kepercayaan (amanah), telah engkau nasehatkan umat, telah engkau berjihad dengan musuhmu, telah engkau tunjuki umatmu dan telah engkau berbakti kepada Tuhanmu, sehingga datanglah kepadamu keyakinan. Maka diberi rahmat oleh Allah kepadamu dan kepada kaum keluargamu yang baik-baik, diberiNya kesejahteraan, kemuliaan, kedermawanan dan kebesaran".
Kemudian mundur, kira-kira sehasta, lalu memberi salam kepada Abubakar Ash-Shiddiq ra., Umar ra., kepada Al-Faruq Umar ra., dan Ali ra.

“Ya Allah Tuhanku! Sesungguhnya kami telah mendengar firmanMu, kami ta'ati perintahMu dan kami maksudkan akan NabiMu, dimana kami memohonkan syafa'at dengan sebabnya kepadamu pada segala dosa kami dan barang yang memberatkan belakang kami daripada segala dosa kami yang bertobat dan kesalahan kami, yang mengakui dengan segala kesalahan dan keteledoran kami. Maka terimalah tobat wahai Tuhanku kepada kami, berikanlah akan NabiMu ini syafa'at pada kami dan tinggikanlah akan kami disebabkan kedudukannya pada sisiMu dan haknya padamu! Ya Allah Tuhanku!  Ampunilah segala orang muhajirin dan anshar! Ampunilah kami dan segala saudara kami yang telah mendahului kami dengan beriman!".

Selesai mengucapkan do’a kepada Allah serta kepada Nabi Muhammad saw. beserta para Shahabat, dengan seketika tubuh Semar dan Togog berpendar memancarkan sinar-sinar aneh lembut dan tidak menyilaukan. Tubuh keduanya perlahan-lahan berubah transparan digantikan pemandangan alam semesta tujuh petala langit dan bumi. Keadaan sekeliling keduanyapun berubah-rubah memperlihatkan pemandangan seluruh langit dan bumi. Para santri yang turut mengaminkan do’a Semar, menjadi riuh, karena mereka merasa sudah tidak berpijak di bumi lagi. Melainkan terbang melayang ke seantero alam. Suatu pemandangan dan peristiwa yang disuguhkan Allah SWT. bagi orang-orang pilihannya. Para santri serempak bersujud memuji mengagungkan Allah ‘Azza wa Jalla.

Semar dan Togogpun amat bersyukur proses ittihad dan al-hulul tidak berlangsung lama, perlahan-lahan situasi gaib itu kembali normal. Namun kini yang berubah adalah perasaan hati keduanya. Memang keduanya sudah memiliki berbagai macam kesaktian diatas para Dewa seantero alam semesta. Namun kini perasaan lahir dan berkembang adalah perasaan lain, mereka merasa tubuh mereka bukan lagi milik mereka sepenuhnya. Sudah ada yang Maha Tinggi mengganti dan menempati wadag hingga sanubari mereka. Mereka adalah Dewa-dewa yang mempunyai kemampuan meraga sukma kepada semua jenis makhluk dan semua jenis benda, menapaki seluruh dimensi alam semesta. Tapi kini mereka dihadapkan kepada suatu ‘meraga sukma’ jenis lain oleh Pencipta Alam Semesta. Seketika Semar mengajak Togog untuk bersujud seperti yang sudah diajarkan Nabi saw. dan para ulama penerus Nabi saw.

Berikut isi Kitab Sirrur Asrar karya Sultan Aulia Al-Gauts Al-A’zham Syeikh Muhyidin Abdul Qodir Al-Jailani Qaddasallahu Sirrahu.

KITAB  SIRRUL  ASRAR.

PENGENALAN
Segala puji dan puja untuk Allah, Tuhan Yang Maha  Pengasih lagi Maha  Penyayang. Dia yang mengumpul segala pengetahuan di dalam  Zat-Nya dan Dia jugalah Pencipta  segala pengetahuan dengan keabadian. Segala kewujudan bersumberkan Wujud-Nya. Segala puji bagi Allah lantaran Dia menghantarkan Al-Qur’an yang mulia yang  mengandungi di dalamnya sebab-sebab ia diturunkan yaitu untuk memperingatkan manusia tentang Allah. Dihantarkan-Nya kepada pembimbing yang memandu manusia pada jalan yang benar dengan yang  paling Perkasa di antara  agama-agama. Selawat dan salam ke atas Nabi Muhammad saw. yang tidak diajar oleh makhluk tetapi diajar oleh-Nya sendiri. Baginda saw. adalah  nabi-Nya yang  terakhir, penyambung terakhir pada rantaian kenabian yang  diutus kepada dunia yang sedang hanyut di dalam huru-hara, yang paling mulia di kalangan nabi-nabi-Nya, dimuliakan dengan kitab  suci yang  paling  suci dan paling mulia. Keturunan baginda saw. adalah pembimbing bagi orang-orang yang mencari. Sahabat-sahabat baginda saw. adalah pilihan dari kalangan orang  yang  baik-baik dan murah hati. Semoga  kesejahteraan dan keberkatan yang  melimpah-limpah dikurniakan kepada ruh-ruh mereka.

Tentu sekali yang  paling berharga di antara  yang  berharga, paling tinggi, permata yang tidak ternilai, barang perniagaan yang paling menguntungkan manusia, adalah ilmu pengetahuan. Hanya dengan hikmah kebijaksanaan kita boleh mencapai keesaan Allah, Tuhan sekalian alam. Hanya dengan hikmah kebijaksanaan kita boleh mengikuti rasul-rasul-Nya dan nabi-nabi-Nya. Orang yang  berpengetahuan, yang bijaksana, adalah hamba-hamba Allah yang tulen yang Dia pilih untuk menerima perutusan Ilahi. Dia lebihkan  mereka  daripada yang  lain semata-mata dengan kebaikan rahmat-Nya yang  Dia curahkan kepada mereka.  Mereka  adalah  pewaris nabi- nabi, pembantu-pembantu mereka,  yang  dipilih oleh rasul-rasul-Nya untuk menjadi khalifah kepada sekalian manusia. Mereka berhubungan dengan nabi-nabi dengan perasaan yang  amat  seni dan kebijaksanaan yang  sangat  tinggi.

Allah Yang Maha  Tinggi memuji orang-orang yang  memiliki hikmah kebijaksanaan: "Kemudian Kami wariskan Kitab itu kepada mereka yang Kami pilih daripada hamba-hamba Kami, tetapi sebagian daripada mereka  menganiayai diri mereka sendiri, dan sebagian daripada mereka cermat, dan sebagian daripada mereka ke hadapan dalam kebajikan-kebajikan dengan izin Allah, yang demikian adalah  kurniaan yang  besar".  ( Surat Fatir, ayat 32).

Nabi Muhammad saw. bersabda: "Pemegang hikmah kebijaksanaan adalah  pewaris nabi-nabi. Penduduk langit mengasihi mereka  dan di atas muka  bumi  ini ikan-ikan di laut bertasbih untuk mereka hingga kepada hari kiamat".

Dalam  ayat lain Allah Yang Maha  Tinggi berfirman:
"Tidak takut  kepada Allah daripada hamba-hamba-Nya melainkan orang-orang yang  berilmu Pengetahuan" (Surat Fatir, ayat 28).
Nabi Muhammad saw. bersabda: "Pada hari pembalasan, Allah akan  mengumpulkan sekalian manusia,  kemudian mengasingkan yang  berilmu di antara  mereka dan berkata kepada mereka: ‘Wahai orang-orang yang berilmu. Aku kurniakan kepada kamu ilmu-Ku karena Aku mengenali kamu. Tidak aku kurniakan hikmah kebijaksanaan kepada kamu untuk Aku hukumkan kamu pada hari ini. Masuklah ke dalam  syurga-syurga-Ku. Aku telah ampunkan kamu' ".

Segala puji milik Allah, Tuhan sekalian alam lantaran Dia kurniakan maqam yang  tinggi kepada hamba-hamba-Nya yang taat dan memelihara mereka daripada dosa dan menyelamatkan mereka daripada disiksa. Dia berkati ahlul hikmah dengan menghampiri mereka.

Sebagian daripada murid-murid kami meminta supaya kami sediakan sebuah buku yang memadai buat mereka. Sesuai dengan permintaan dan keperluan mereka  kami siapkan buku yang ringkas ini. Semoga  ia dapat mengobati dan memuaskan mereka serta yang  lain juga. Kami namakan buku ini "Sirr al-asrar fi ma yahtaju Ilahi al-abrar" atau "rahasia dalam rahasia-rahasia yang Kebenarannya sangat  diperlukan". Dalam pekerjaan ini kenyataan di dalam  kepercayaan dan perjalanan kami dibukakan. Setiap orang  memerlukannya.
Dalam  menyampaikan hasil kerja ini kami bagikannya kepada 24 bab karena  terdapat 24 huruf di dalam  pengakuan suci "Laa ilaha illallah, Muhammadun rasulu llah" dan juga terdapat 24 jam dalam satu hari.

PERMULAAN  PENCIPTAAN
                                       
Semoga Allah SWT. memberikan kamu kejayaan di dalam amalan-amalan kamu yang disukai-Nya dan Semoga kamu memperolehi keredaan-Nya. Fikirkan, tekankan kepada pemikiran kamu dan fahamkan apa yang  aku katakan.

Allah Yang Maha Tinggi pada permulaannya menciptakan cahaya Muhammad daripada cahaya suci Keindahan-Nya. Dalam hadis Qudsi Dia berfirman: "Aku ciptakan ruh Muhammad daripada cahaya  Wajah-Ku".

Ini dinyatakan juga oleh Nabi Muhammad saw. dengan sabdanya:
"Mula-mula Allah ciptakan ruhku. Pada  permulaannya diciptakan-Nya sebagai ruh suci".
"Mula-mula Allah ciptakan qalam".
"Mula-mula Allah ciptakan akal".

Apa yang  dimaksudkan sebagai ciptaan permulaan itu ialah ciptaan hakikat kepada Nabi Muhammad saw., Kebenaran tentang Muhammad yang  tersembunyi. Dia juga diberi nama yang indah-indah. Dia dinamakan nur, cahaya suci, karena dia dipersucikan dari kegelapan yang tersembunyi di bawah sifat jalal Allah. Allah Yang Maha Tinggi berfirman: "Sesungguhnya telah datang kepada kamu dari Allah, cahaya  dan kitab yang  menerangkan". (Al-Maaidah, ayat  15).

Dia dinamakan akal yang meliputi (akal universal) karena dia telah melihat dan mengenali segala-galanya. Dia dinamakan qalam karena dia menyebarkan hikmah dan ilmu dan dia mencurahkan ilmu ke dalam  huruf-huruf.

Roh Muhammad adalah zat atau hakikat kepada segala kejadian, permulaan dan kenyataan alam maya. Baginda saw. menyatakan hal ini dengan sabdanya: "Aku daripada Allah dan sekalian yang lain daripadaku". Allah Yang Maha Tinggi menciptakan sekalian roh-roh daripada roh baginda saw. di dalam  alam kejadian yang  pertama, dalam  bentuk yang  paling baik.
'Muhammad' adalah nama kepada sekalian kemanusiaan di dalam alam arwah. Dia adalah sumber, asal usul dan kediaman bagi sesuatu dan segala-galanya.

Empat ribu tahun selepas diciptakan cahaya Muhammad, Allah ciptakan arasy daripada cahaya mata Muhammad. Dia ciptakan makhluk yang lain daripada arasy.  Kemudian Dia hantarkan roh-roh turun kepada peringkat penciptaan yang paling  rendah, kepada alam kebendaan, alam jirim dan badan.
"Kemudian Kami turunkan ia kepada peringkat yang paling rendah" .
(Surat Tin, ayat  15)
Dia hantarkan cahaya itu daripada tempat ia diciptakan, dari alam lahut, yaitu alam kenyataan bagi Zat Allah, bagi keesaan, bagi wujud mutlak, kepada alam nama-nama Ilahi, kenyataan sifat-sifat Ilahi, alam bagi  akal asbab kepunyaan roh yang  meliputi  (roh universal). Di sana Dia pakaikan roh-roh itu dengan pakaian cahaya.  Roh-roh ini dinamakan 'roh pemerintah'. Dengan berpakaian cahaya mereka turun kepada alam malaikat. Di sana mereka dinamakan 'roh rohani'. Kemudian Dia arahkan mereka turun kepada alam kebendaan, alam jirim, air dan api, tanah dan angin  dan mereka  menjadi 'roh manusia'. Kemudian daripada dunia ini Dia dptakan tubuh yang  berdaging, berdarah.
"Kemudian Kami jadikan kamu dan kepadanya kamu akan dikembalikan dan daripadanya kamu akan dibangkitkan sekali lagi". (Surat Ta Ha, ayat 55).

Selepas peringkat-peringkat ini Allah memerintahkan roh-roh supaya memasuki badan-badan dan dengan kehendak-Nya mereka  pun masuk.
"Maka  apabila  Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiup padanya roh-Ku ... ". (Surat Shad, ayat 72).

Sampai masanya roh-roh itu terikat dengan badan, dengan darah  dan daging  dan lupa kepada asal usul kejadian dan perjanjian mereka. Mereka lupa tatkala Allah ciptakan mereka pada alam arwah Dia telah bertanya kepada mereka: "Adakah aku Tuhan kamu?  Mereka  telah menjawab: Iya, bahkan!".

Mereka  lupa kepada ikrar mereka.  Mereka  lupa kepada asal usul mereka,  lupa juga kepada jalan untuk kembali kepada tempat asal mereka. Tetapi Allah Maha  Penyayang, Maha Pengampun, sumber kepada segala keselamatan dan pertolongan bagi sekalian hamba-hamba-Nya, Dia mengasihani mereka lalu Dia hantarkan kitab-kitab suci dan rasul-rasul kepada mereka untuk mengingatkan mereka  tentang asal usul mereka.

"Dan  Sesungguhnya Kami telah utuskan Musa (membawa) ayat-ayat Kami (sambil Kami mengatakan): ‘hendaklah kamu keluarkan kaum  kamu dari kegelapan kepada cahaya,  dan ingatkan mereka  kepada hari-hari Allah’ ". (Surat Ibrahim, ayat 5).
Yaitu 'ingatkan roh-roh tentang hari-hari di mana mereka tidak terpisah dengan Allah'. Ramai rasul-rasul telah datang ke dunia ini, melaksanakan tugas mereka dan kemudian meninggalkan dunia ini. Tujuan semua itu adalah membawa kepada manusia perutusan, peringatan serta menyadarkan manusia dari kelalaian  mereka.  Tetapi mereka yang mengingati-Nya, yang kembali kepada-Nya, manusia yang  ingin kembali kepada asal usul mereka, menjadi semakin berkurangan dan terus berkurangan ditelan zaman.

Nabi-nabi terus diutuskan dan perutusan suci berkelanjutan sehingga muncul roh Muhammad yang mulia, yang  terakhir di kalangan nabi-nabi, yang menyelamatkan manusia daripada kehancuran dan kelalaian. Allah Yang Maha Tinggi mengutuskannya untuk membuka mata manusia yaitu membuka mata hati yang  ketiduran. Tujuannya ialah mengejutkan manusia dari kelalaian dan ketidaksadaran dan untuk menyatukan mereka dengan keindahan yang abadi, dengan penyebab, dengan Zat Allah. Allah berfirman:
"Katakan: Inilah jalanku yang aku dan orang-orang yang  mengikuti daku kepada Allah dengan pandangan yang  jelas (basirah)".  (Surat Yusuf, ayat  108).

Ia menyatakan jalan Nabi Muhammad saw. Baginda saw. dalam menunjukkan tujuan kita telah bersabda: "Sahabat-sahabatku adalah umpama bintang di langit. Siapa saja daripada mereka yang kamu ikuti kamu akan temui jalan yang benar".

Pandangan yang jelas (basirah) datangnya daripada mata kepada roh. Mata ini terbuka di dalam jantung hati orang-orang yang  hampir dengan Allah, yang  menjadi sahabat Allah. Semua ilmu di dalam dunia ini tidak  akan  mendatangkan pandangan dalam (basirah). Seseorang itu memerlukan pengetahuan yang  datangnya daripada alam ghaib yang  tersembunyi pengetahuan yang  mengalir daripada kesadaran Ilahi.

"Dan Kami telah ajarkan kepadanya satu ilmu dari sisi Kami (ilmu laduni)". (Surat Kahfi, ayat  65). Apa yang perlu seseorang lakukan ialah mencari orang yang  mempunyai pandangan dalam (basirah) yang  mata hatinya celik, dan cetusan serta perangsang daripada orang yang seperti ini adalah perlu. Guru yang demikian, yang  dapat memupuk pengetahuan orang lain, mestilah seorang yang hampir dengan Allah dan berupaya menyaksikan alam mutlak.

Wahai anak-anak Adam, saudara-saudara dan saudari-saudari! Bangunlah dan bertaubatlah karena melalui taubat kamu akan memohon kepada Tuhan agar  dikaruniakan-Nya kepada kamu hikmah-Nya. Berusaha dan berjuanglah. Allah memerintahkan: "Dan berlumba-lumbalah kepada keampunan Tuhan kamu dan syurga  yang  lebarnya (seluas) langit dan bumi, yang  disediakan untuk orang-orang yang  berbakti. Yang menderma di waktu senang  dan susah, dan menahan marah, dan memaafkan manusia, dan Allah kasih kepada mereka yang  berbuat kebajikan".  (Surat Imraan, ayat  133 & 134).

Masuklah kepada jalan itu dan bergabunglah dengan kafilah kerohanian untuk kembali kepada Tuhan kamu. Pada satu masa nanti jalan tersebut tidak dapat  dilalui lagi dan pengembara pada jalan tersebut tidak ada lagi. Kita tidak datang ke bumi ini untuk merusakkan dunia ini. Kita dihantar ke mari bukan untuk makan, minum dan berak. Roh penghulu kita menyaksikan kita. Baginda  saw. berdukacita melihat keadaan kamu. Baginda saw. telah mengetahui apa yang akan berlaku kemudian hari apabila baginda saw. bersabda: "Dukacitaku adalah untuk umat yang  aku kasihi yang akan datang kemudian".

Apa saja yang datang kepada kamu datang dalam keadaan salah satu bentuk,  secara nyata atau tersembunyi; nyata dalam bentuk peraturan syarikat dan tersembunyi dalam bentuk hikmah kebijaksanaan atau makrifat. Allah Yang Maha  Tinggi memerintahkan kita supaya mensejahterakan zahir kita dengan mematuhi peraturan syarikat dan meletakkan batin kita dalam keadaan yang  baik dan teratur  dengan memperolehi hikmah kebijaksanaan atau makrifat. Bila zahir dan batin kita menjadi satu dan hikmah kebijaksanaan atau makrifat dengan peraturan agama (syarikat) bersatu, seseorang itu sampai kepada maqam yang sebenarnya (hakikat).

"Dia alirkan dua laut, padahal kedua-duanya bertemu. Antara dua itu ada dinding  yang  kedua- duanya tidak mampu melewatinya". (Surat Imraan, ayat  19 & 20). Kedua-duanya mesti menjadi satu. Kebenaran atau hakikat tidak akan diperoleh dengan hanya menggunakan pengetahuan melalui pancaindera dan deria-deria  tentang alam kebendaan. Dengan cara tersebut tidak mungkin mencapai matlamat, sumber, yaitu Zat. lbadat dan penyembahan memerlukan kedua-duanya yaitu peraturan syarikat dan makrifat. Allah berfirman tentang ibadat: "Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdikan diri kepada-Ku". (Surat Dzaariyat, ayat 56).

Dalam lain perkataan: “mereka diciptakan supaya mengenali Daku”.  Jika seseorang tidak mengenali-Nya bagaimana dia boleh memuji-Nya dengan sebenar-benarnya, meminta pertolongan-Nya dan berkhidmat kepada-Nya?

Makrifat yang diperlukan bagi mengenali-Nya boleh dicapai dengan menyingkap tabir hitam yang menutupi cermin hati seseorang, menyucikannya sehingga bersih dan mengkilapkannya sehingga bercahaya. Kemudian perbendaharaan keindahan yang tersembunyi akan memancar pada rahasia cermin hati.

Allah Yang Maha Tinggi telah berfirman melalui rasul-Nya:
"Aku adalah  perbendaharaan yang tersembunyi. Aku suka dikenali, lalu Aku ciptakan makhluk supaya  Aku dikenali".
Tujuan suci diciptakan manusia ialah supaya mereka mengenali Allah, memperoleh makrifat.

Ada dua peringkat makrifat yang suci. Seseorang itu perlu mengenali sifat-sifat Allah dan dalil-dalil yang menjadi kenyataan atau penzahiran bagi sifat-sifat tersebut. Satu lagi ialah mengenali Zat Allah. Di dalam  mengenali sifat-sifat Allah manusia secara zahirnya dapat menikmati kedua-duanya yaitu dunia dan akhirat. Makrifat yang  memimpin kepada Zat Allah tidak diperolehi dengan diri zahir manusia. Ia terjadi di dalam jiwa atau roh suci manusia yang  berada di dalam dirinya yang zahir ini.

"Dan  Kami telah perkuatkan dia (Isa) dengan roh kudus". (Surat Baqarah, ayat 87).
Orang yang  mengenali Zat Allah menemui kuasa  ini melalui roh kudus (suci) yang  dikurniakan kepada mereka. Kedua-dua makrifat tersebut diperolehi dengan hikmah kebijaksanaan yang mempunyai dua aspek; hikmah kebijaksanaan kerohanian yang  di dalam dan pengetahuan zahir tentang benda-benda nyata. Kedua-duanya diperlukan untuk mendapatkaan kebaikan. Nabi saw. bersabda: "Pengetahuan ada dua bagian. Satu pada  lidah yang menjadi dalil tentang kewujudan Allah, satu lagi di dalam  hati manusia. Inilah yang diperlukan bagi melaksanakan harapan kita".

Pada  peringkat permulaannya seseorang itu memerlukan pengetahuan syarikat.  Ini memerlukan pendidikan yang mengenalkan dalil-dalil luar tentang Zat Allah yang  nyata di dalam alam sifat-sifat dan nama-nama ini. Apabila bidang ini telah sempurna sampailah giliran pendidikan kerohanian tentang rahasia-rahasia, di mana  seseorang itu masuk  ke dalam bidang makrifat yang murni untuk mengetahui yang  sebenarnya (hakikat). Pada peringkat yang pertama seseorang itu mestilah  meninggalkan segala-galanya yang  tidak dipersetujui oleh syariat malah, kesilapan  di dalam melakukan perbuatan yang baik mestilah dihapuskan. Perbuatan yang  baik mestilah dilakukan dengan cara yang  betul, sebagaimana keperluan pada jalan sufi. Keadaan ini boleh dicapai dengan melatihkan diri dengan melakukan perkara-perkara yang tidak dipersetujui oleh ego diri sendiri dan melakukan amalan yang  bertentangan dengan kehendak hawa  nafsu. Berhati-hatilah  di dalam beramal agar  amalan itu dilakukan bukan untuk dipertontonkan atau diperdengarkan kepada orang  lain. Semuanya mestilah dilakukan semata-mata karena Allah, demi mencari  keredaan-Nya.

Allah berfirman: "Barangsiapa berharap menemui Tuhannya, hendaklah dia mengerjakan amal salih dan janganlah dia mempersekutukan sesuatu dengan Allah dalam  ibadatnya kepada Tuhannya". (Surat Kahfi, ayat  110).

Apa yang  diuraikan sebagai daerah makrifat itu adalah tahap penghabisan bagi  daerah kejadian yang pertama. Ia adalah permulaan dan merupakan rumah yang  setiap orang kembali ke sana. Di samalah roh suci dijadikan. Apa yang  dimaksudkan dengan roh suci adalah roh insan. Ia dijadikan dalam bentuk yang  paling baik.

Kebenaran atau hakikat tersebut telah ditanam di tengah-tengah hati sebagai  amanah Allah, diamanahkan kepada manusia agar disimpan dengan selamat. Ia bangkit dan menyatakan melalui taubat yang  sungguh-sungguh dan usaha sebenarnya mempelajari agama. Keindahannya akan memancar ke permukaan apabila seseorang itu mengingati Allah terus menerus, mengulangi kalimat "La ilaha illallah". Pada mulanya kalimat ini diucapkan dengan lidah. Bila hati sudah hidup ia diucapkan di dalam, dengan hati.

Sufi menggambarkan keadaan kerohanian yang demikian dengan menganggapnya sebagai bayi, yaitu bayi yang lahir di dalam hati, dibela dan dibesarkan di sana. Hati memainkan peranan seperti ibu, melahirkannya, menyusun, memberi makan dan memeliharanya. Jika anak-anak diajarkan kepakaran keduniaan untuk kebaikannya, bayi hati pula diajarkan makrifat rohani. Sebagaimana kanak-kanak bersih daripada dosa, bayi hati adalah tulen, bebas daripada kelalaian, ego dan ragu- ragu. Kesucian bayi biasanya menyata dalam  bentuk zahir yang cantik. Dalam mimpi, kesucian dan ketulenan bayi hati muncul dalam rupa malaikat. Manusia berharap mendapat ganjaran syurga sebagai balasan kepada perbuatan baik tetapi hadiah-hadiah yang  didatangi dari syurga didatangkan ke mari melalui tangan-tangan bayi hati.

"Dalam  kebun-kebun kenikmatan ... melayani mereka  anak-anak muda  yang  tidak berubah keadaan mereka". (Surat Waqi'ah, ayat  12-17 ).
"Melayani mereka  adalah  anak-anak muda  laksana  mutiara yang  tersimpan". (Surat Tur, ayat 24). Mereka adalah anak-anak kepada hati, menurut yang  diilhamkan kepada sufi, dipanggil anak-anak karena keelokan dan ketulenan mereka.  Keindahan dan ketulenan mereka  menyata dalam kewujudan zahir, dalam  darah daging, dalam bentuk manusia. Oleh karena keelokan dan kelembutan sifatnya ia dinamakan anak-anak hati, tetapi dia adalah manusia sejati yang  mampu mengubah bentuk kejadian atau ciptaan karena dia berhubung erat dengan Pencipta  sendiri. Dia adalah  wakil sebenar  kemanusiaan. Di dalam  kesadarannya tidak ada sesuatu malah dia tidak melihat dirinya sebagai sesuatu. Tiada hijab, tiada halangan di antara kewujudannya dengan Zat Allah.

Nabi Muhammad saw. menggambarkan suasana demikian sebagaimana sabda baginda saw.,:"Ada masa  aku dengan Allah di mana  tiada malaikat yang  hampir dan tidak juga nabi yang diutus".  Maksud 'nabi' di sini ialah kewujudan lahiriah yang  sementara bagi Rasulullah  saw. sendiri. Malaikat yang  paling hampir dengan Allah ialah cahaya suci Muhammad saw., kejadian pertama. Dalam  suasana  kerohanian itu baginda saw. sangat  hampir dengan Allah sehingga wujud zahirnya dan rohnya  tidak berkesempatan menghijabkannya dengan Allah. Baginda saw. menggambarkan lagi suasana demikian, "Ada syurga Allah yang  tidak ada mahligai dan taman-taman atau sungai madu dan susu, syurga  yang di dalamnya seseorang hanya menyaksikan Wajah Allah Yang Maha Suci". Allah SWT. berfirman:  "Beberapa muka  pada  hari itu berseri-seri. Kepada  Tuhannya dia memandang". (Surat Qiamat, ayat 22 & 23).

Pada suasana  atau maqam tersebut jika seseorang makhluk termasuklah malaikat mendekatinya kewujudan badannya akan terbakar menjadi abu. Allah SWT.berfirman melalui rasul-Nya:
"Jika Aku bukakan penutup sifat keperkasaan-Ku dengan bukaan yang  sangat sedikit saja, semua  akan  terbakar sejauh yang  dilihat oleh pandangan-Ku".

Jibrail yang  menemani Nabi Muhamamd saw. pada  malam mikraj, apabila  sampai  di Sidratul Muntaha, telah mengatakan jika dia melangkah satu langkah saja lagi dia akan  terbakar menjadi abu.

MANUSIA KEMBALI KE KAMPUNG HALAMAN, KEPADA ASAL-USUL atau PERMULAAN MEREKA

Manusia dipandang daripada dua sudut; wujud lahiriah dan wujud rohani. Dalam  segi kewujudan lahiriah keadaan kebanyakan manusia adalah berlebih kurang saja di antara satu sama lain. Oleh yang demikian peraturan kemanusiaan yang umum boleh digunakan untuk sekalian manusia bagi urusan lahiriah mereka. Dalam  sudut kewujudan rohani yang tersembunyi dibalik wujud lahiriah, setiap manusia adalah  berbeda. Jadi, peraturan yang khusus mengenai diri masing-masing diperlukan.

Manusia boleh kembali kepada asalnya dengan mengikuti peraturan umum, dengan mengambil langkah-langkah tertentu. Dia mestilah mengambil peraturan agama yang jelas dan mematuhinya. Dengan demikian dia boleh maju ke hadapan. Dia boleh meningkat dari satu peringkat kepada peringkat yang lebih tinggi sehingga dia sampai dan memasuki jalan atau peringkat kerohanian, masuk ke daerah makrifat. Peringkat ini sangat tinggi dan dipuji oleh Rasulullah saw.: “Ada suasana yang  semua dan segala-galanya berkumpul di sana dan ia adalah makrifat yang murni".

Untuk sampai ke peringkat tersebut perlulah dibuang kepura-puraan dan kepalsuan yang melakukan kebaikan karena menunjuk-nunjuk. Kemudian dia perlu menetapkan tiga matlamat. Tiga matlamat tersebut sebenarnya adalah tiga jenis syurga. Yang pertama dinamakan Ma'wa - syurga  tempat kediaman yang  aman. Ia adalah syurga duniawi. Kedua, Na'im - taman keredaan Allah dan kurniaan-Nya kepada makhluk-Nya. Ia adalah syurga di dalam alam malaikat. Ketiga dinamakan Firdaus- syurga alam tinggi. Ia adalah syurga pada alam kesatuan akal asbab,  rumah kediaman bagi roh-roh, medan bagi nama-nama dan sifat-sifat. Kesemua ini adalah balasan yang baik, keelokan Allah yang manusia berjasad akan nikmati dalam usahanya sepanjang tiga peringkat ilmu pengetahuan yang berturut-turut; usaha mematuhi peraturan syariat; usaha menghapuskan yang berbilang-bilang pada  dirinya,  melawan penyebab yang  menimbulkan suasana  berbilang-bilang itu, yaitu ego diri sendiri, bagi mencapai peringkat penyatuan dan kehampiran dengan Pencipta; akhirnya usaha untuk mencapai makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya. Peringkat pertama dinamakan syariat, kedua  tarekat dan ketiga makrifat.

Nabi Muhammad saw. menyimpulkan keadaan-keadaan tersebut dengan sabda baginda saw.: “Ada suasana  di mana  semua  dan segala-galanya dikumpulkan dan ia adalah hikmah kebijaksanaan (makrifat)". Baginda saw. juga bersabda:  "Dengannya seseorang mengetahui kebenaran (hakikat), yang berkumpul di dalamnya sebab-sebab dan semua kebaikan. Kemudian seseorang itu mesti bertindak atas kebenaran (hakikat) tersebut. Dia juga perlu mengenali kepalsuan dan bertindak ke atasnya dengan meninggalkan segala yang demikian". Baginda  saw. mendoakan: “Ya Allah, tunjukkan kepada kami yang benar dan jadikan pilihan kami mengikuti yang benar itu. Dan juga tunjukkan kepada kami yang tidak benar  dan permudahkan kami meninggalkannya". Orang yang kenal dirinya dan menentang keinginannya yang salah dengan segala kekuatannya akan sampai  kepada mengenali Tuhannya dan akan menjadi taat kepada kehendak-Nya.

Semua ini adalah peraturan umum yang mengenai diri zahir manusia. Kemudian ada pula aspek diri rohani atau diri batin manusia yang merupakan insan yang tulen, suci bersih dan murni. Maksud dan tujuan diri ini hanya satu yaitu kehampiran secara keseluruhan kepada Allah SWT. Satu cara saja untuk mencapai suasana yang  demikian, yaitu pengetahuan tentang yang sebenarnya (hakikat). Di dalam daerah  wujud penyatuan mutlak, pengetahuan ini dinamakan kesatuan atau keesaan.

Matlamat pada jalan tersebut harus diperoleh di dalam kehidupan ini. Di dalam  suasana itu tiada beda di antara tidur dengan jaga karena di dalam tidur roh berkesempatan membebaskan dirinya untuk kembali  kepada asalnya,  alam arwah, dan dari sana kembali semula ke sini dengan membawa berita-berita dari alam ghaib. Fenomena ini dinamakan mimpi. Dalam keadaan mimpi ia berlaku secara sebagian-bagian. Ia juga boleh berlaku secara menyeluruh seperti israk dan mikraj Rasulullah saw. Allah berfirman: “Allah memegang jiwa-jiwa ketika matinya dan yang tidak mati, dalam tidurnya, lalu Dia tahan yang dihukumkan mati atasnya dan Dia lepaskan yang lain". (Surat Zumaar, ayat 42).

Nabi saw. bersabda: "Tidur orang alim lebih baik daripada ibadat orang jahil".   Orang alim adalah orang yang telah memperolehi pengetahuan tentang hakikat atau yang sebenar, yang tidak berhuruf, tidak bersuara. Pengetahuan demikian diperolehi dengan terus menerus berzikir nama keesaan Yang Maha Suci dengan lidah rahasia. Orang alim adalah  orang  yang zat dirinya ditukarkan kepada cahaya suci oleh cahaya keesaan. Allah berfirman melalui rasul-Nya: "Insan adalah  rahasia-Ku  dan Aku rahasianya. Pengetahuan batin  tentang hakikat roh adalah  rahasia kepada rahasia-rahasia-Ku. Aku campakkan ke dalam  hati hamba-hamba-Ku yang  baik-baik dan tiada siapa tahu  Keadaannya melainkan Aku."

“Aku adalah sebagaimana hamba-Ku mengenali Daku. Bila dia mencari-Ku dan ingat kepada-Ku, Aku besertanya. Jika dia mencari-Ku di dalam, Aku mendapatkannya dengan Zat-Ku. Jika dia ingat dan menyebut-Ku di dalam jamaah yang  baik, Aku ingat dan menyebutnya di dalam jamaah yang  lebih baik".

Segala yang dikatakan di sini jika berhasrat mencapainya perlulah melakukan tafakur-cara mendapatkaan pengetahuan yang demikian jarang digunakan oleh orang ramai. Nabi saw. bersabda: "Satu  saat bertafakur lebih bernilai daripada satu tahun beribadat". "Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada tujuh-puluh tahun beribadat". "Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada seribu tahun beribadat".

Nilai sesuatu amalan itu tersembunyi di dalam hakikat kepada yang sebenarnya. Perbuatan bertafakur di sini nampaknya mempunyai nilai yang berbeda. Siapa saja merenungi sesuatu perkara dan mencari penyebabnya dia akan mendapati setiap bagian mempunyai bagian-bagian sendiri dan dia juga mendapati setiap satu itu menjadi penyebab kepada berbagai-bagai perkara lain. Renungan begini bemilai  satu tahun ibadat.

Siapa saja merenungi kepada pengabdiannya dan mencari penyebab dan alasan  dan dia dapat mengetahui yang  demikian, renungannya bernilai lebih daripada tujuh puluh tahun ibadat.

Siapa saja merenungkan hikmah kebijaksanaan Ilahi dan bidang makrifat dengan segala kesungguhannya untuk mengenal Allah Yang Maha Tinggi, renungannya bernilai lebih daripada seribu tahun ibadat karena ini adalah ilmu pengetahuan yang  sebenarnya.

Pengetahuan yang sebenarnya adalah suasana keesaan. Orang arif yang menyintai menyatu dengan yang dicintainya. Daripada alam kebendaan terbang dengan sayap  kerohanian meninggi hingga kepada puncak pencapaian. Bagi ahli ibadat berjalan di dalam syurga, sementara orang arif terbang kepada kedudukan berhampiran dengan Tuhannya. Para pencinta mempunyai mata pada hati mereka mereka  memandang sementara yang  lain terpejam sayap yang  mereka  miliki tanpa daging  tanpa  darah mereka terbang ke arah malaikat Tuhan jugalah yang dicari!

Penerbangan ini terjadi di dalam alam kerohanian orang arif. Para arifbillah mendapat penghormatan dipanggil insan sejati, menjadi kekasih Allah, sahabat-Nya yang akrab, pengantin-Nya. Bayazid al-Bustami berkata: "Para  Pemegang makrifat adalah pengantin Allah Yang Maha Tinggi".

Hanya pemilik-pemilik 'pengantin yang  pengasih' mengenali mereka dengan dekat  dan secara mesra . Orang-orang arif yang  menjadi sahabat akrab  Allah, walaupun sangat  cantik, tetapi ditutupi oleh keadaan luaran yang sangat sederhana, seperti manusia biasa. Allah berfirman melalui rasul-Nya: "Para  sahabat-Ku tersembunyi di bawah kubah-Ku. Tiada yang  mengenali mereka kecuali Aku".

Kubah yang  di bawahnya Allah sembunyikan sahabat-sahabat akrab-Nya adalah  keadaan mereka yang tidak terkenal, rupa yang biasa saja, sederhana dalam  segala hal. Bila melihat kepada pengantin yang ditutupi oleh tabir perkawinan, apakah yang  dapat  dilihat kecuali tabir itu?

Yahya  bin Muadh al-Razi berkata: "Para kekasih Allah adalah air wangi Allah di dalam dunia. Tetapi hanya orang-orang yang beriman yang benar dan jujur saja dapat menciumnya". Mereka mencium keharuman baunya lalu mereka mengikuti bau itu. Keharuman itu mengwujudkan kerinduan terhadap Allah dalam hati mereka.  Masing-masing dengan cara tersendiri mempercepatkan langkahnya, menambahkan usaha dan ketaatannya. Darah kerinduannya, keinginannya dan kelajuan perjalanannya bergantung kepada berapa ringan beban yang dibawanya, sejauh mana dia telah melepaskan diri kebendaan dan keduniaannya. Semakin banyak seseorang itu menanggalkan pakaian dunia yang kasar ini semakin dia merasakan kehangatan Penciptanya dan semakin hampirlah kepada permukaan akan muncul diri rohaninya. Kehampiran dengan yang sebenar (hakikat) bergantung kepada sejauh mana  seseorang  itu melepaskan kebendaan dan keduniaan yang  menipu daya.

Penanggalan aspek yang  berbilang-bilang pada diri membawa seseorang hampir dengan satu-satunya kebenaran. Orang yang akrab dengan Allah adalah orang  yang telah membawa dirinya kepada keadaan kekosongan. Hanya selepas itu barulah dia dapat melihat kewujudan yang sebenarnya (hakikat). Tidak ada lagi kehendak pada dirinya untuk dia membuat sebarang pilihan. Tiada lagi 'aku' yang  tinggal, kecuali kewujudan satu-satunya yaitu yang  sebenarnya (hakikat).
Walaupun berbagai-bagai kekeramatan yang muncul melalui dirinya sebagai membuktikan kedudukannya, dia tidak ada kena mengena dengan semua itu. Di dalam suasananya tidak ada pembukaan terhadap rahasia-rahasia karena membuka rahasia Ilahi adalah  kekufuran.

Di dalam buku yang bertajuk "Mirsad" ada dituliskan, Semua orang yang  kekeramatan zahir melalui mereka adalah ditutup daripadanya dan tidak memperdulikan keadaan tersebut. Bagi mereka masa kekeramatan muncul melalui mereka dianggap sebagai masa perempuan keluar darah haid. Wali-wali yang  hampir dengan Allah perlu mengembara sekurang-kurangnya seribu peringkat, yang  pertamanya ialah pintu kekeramatan. Hanya mereka yang dapat melepasi pintu ini tanpa dicederakan akan meningkat kepada peringkat-peringkat lain yang lebih tinggi. Jika mereka leka mereka  tidak akan sampai  ke mana-mana.

PENURUNAN MANUSIA KE PERINGKAT RENDAH YANG PALING BAWAH
Allah Yang Maha Tinggi menciptakan roh suci sebagai ciptaan yang paling  sempurna, yang pertama diciptakan, di dalam alam kewujudan mutlak bagi Zat-Nya. Kemudian Dia berkehendak menghantarkannya kepada alam rendah. Tujuan Dia berbuat demikian ialah bagi mengajar roh suci mencari jalan kembali kepada yang  sebenar  di tahap Maha Kuasa, mencari kedudukannya yang dahulu yang hampir dan akrab dengan Allah. Dihantarkan-Nya roh suci kepada perhentian utusan-utusan-Nya, wali-wali-Nya, kekasih-kekasih dan sahabat-sahabat-Nya. Dalam perjalanannya, Allah menghantarkannya mula-mula kepada kedudukan akal asbab bagi keesaan, bagi roh universal, alam nama-nama dan sifat-sifat Ilahi, alam hakikat kepada Muhammad saw. Roh suci memiliki dan membawa bersama-samanya benih kesatuan. Apabila melalui alam ini ia dipakaikan cahaya suci dan dinamakan 'roh sultan'. Apabila melalui alam malaikat yang menjadi perantaraan kepada mimpi-mimpi, ia mendapat nama 'roh perpindahan'. Bila akhirnya ia turun kepada dunia  kebendaan ini ia dibaluti dengan daging yang Allah ciptakan untuk kesesuaian makhluk-Nya. Ia dibaluti oleh jirim yang  kasar bagi menyelamatkan dunia ini karena  dunia kebendaan jika berhubung secara langsung dengan roh suci maka dunia kebendaan akan terbakar menjadi abu. Dalam hubungannya dengan dunia ini ia dikenali sebagai kehidupan, roh manusia.

Tujuan roh suci dihantar ke tempat ciptaan yang  paling rendah ini ialah supaya  ia mencari jalan kembali kepada kedudukannya yang  asal, maqam kehampiran, ketika ia masih di dalam bentuk berdaging dan bertulang ini. Ia sepatutnya datang ke alam benda yang kasar ini, dan dengan melalui hatinya yang berada di dalam mayat ini, menanamkan benih kesatuan dan menumbuhkan pokok keesaan di dalam dunia ini. Akar pokok masih berada pada tempat asalnya. Dahannya memenuhi ruang  kebahagiaan, dan di sana demi keredaan Allah, mengeluarkan buah kesatuan. Kemudian di dalam  bumi hati roh itu menanamkan benih agama dan bercita-cita  menumbuhkan pokok agama agar diperolehi buahnya, tiap satunya akan  menaikkannya kepada peringkat yang lebih hampir dengan Allah.

Allah membuatkan jasad-jasad atau tubuh-tubuh untuk dimasuki oleh roh-roh  dan bagi roh-roh ini masing-masing mempunyai nama yang berbeda-beda. Dia bena  ruang  penyesuaian di dalam tubuh. Diletakkan-Nya roh manusia, roh kehidupan di antara daging dan darah. Diletakkan-Nya roh suci di tengah-tengah hati, di mana  dibena  ruang  bagi jirim yang  sangat  seni untuk menyimpan rahasia di antara  Allah dengan hamba-Nya. Roh-roh ini berada pada  tempat yang berbeda-beda dalam  tubuh, dengan tugas yang berbeda, urusan yang  berbeda, masing-masing umpama membeli dan menjual barang yang berlainan, mendapat faedah yang  berbeda. Perniagaan mereka senantiasa membawakan kepada mereka banyak manfaat dalam bentuk nikmati dan rahmat Allah.  "Daripada apa yang  Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terang, (mereka) mengharapkan perniagaan yang  tidak  akan  rugi".  (Surat Fatir, ayat 29).

Layaklah bagi setiap manusia mengetahui urusannya di dalam alam kewujudan dirinya sendiri dan memahami tujuannya. Dia mestilah faham bahwa dia tidak boleh meminda apa yang telah dihukumkan sebagai benar untuknya dan digantungkan dilehernya. Bagi orang  yang mau meminda apa yang telah dihukumkan untuknya, yang terikat dengan cita-cita dan dunia ini Allah berkata: "Tidaklah (mau) dia ketahui  (bagaimana keadaan) apabila  dibongkarkan apa-apa yang di dalam  kubur? Dan dizahirkan apa-apa yang di dalam dada ?" (Surat 'Aadiyat, ayat 9). "Dan tiap-tiap  manusia Kami gantungkan (catatan) amalannya pada  tengkuknya ... " (Surat Bani Israil, ayat  13).

TEMPAT ROH DI BADAN
Tempat roh manusia, roh kehidupan, di dalam badan ialah dada. Tempat ini berhubung dengan pancaindera dan deria-deria.  Urusan atau bidangnya ialah agama. Pekerjaannya ialah mentaati perintah Allah. Dengan peraturan-peraturan yang ditentukan-Nya, Allah memelihara dunia nyata ini dengan teratur dan harmonis. Roh itu bertindak menurut kewajiban yang  ditentukan oleh Allah, tidak menganggap perbuatannya sebagai perbuatannya sendiri karena dia tidak berpisah dengan Allah. Perbuatannya daripada Allah, tidak ada perpisahan di antara 'aku' dengan Allah di dalam tindakan dan ketaatannya. "Barangsiapa percaya akan pertemuan Tuhannya hendaklah mengerjakan amal salih dan janganlah ia sekutukan sesuatu dalam  ibadat kepada Tuhannya". (Surat Kahfi, ayat  110).

Allah adalah esa dan Dia mencintai yang bersatu dan satu. Dia mau semua penyembahan dan semua amal kebaikan, yang Dia anggap sebagai pengabdian kepada-Nya, menjadi milik-Nya semata-mata, tidak dikongsikan dengan apa saja. Jadi, seseorang tidak memerlukan kelulusan atau halangan daripada siapa saja pun di dalam pengabdiannya kepada Tuhannya, juga amalannya bukan untuk kepentingan duniawi. Semuanya semata-mata karena Allah. Suasana yang  dihasilkan oleh petunjuk Ilahi seperti menyaksikan bukit-bukti kewujudan Allah di dalam alam nyata ini; kenyataan sifat-sifat-Nya, kesatuan di dalam yang banyak, hakikat di balik yang nyata, kehampiran dengan Pencipta, semuanya adalah  ganjaran bagi amalan kebaikan yang  benar dan ketaatan tanpa mementingkan diri sendiri. Namun, semuanya itu di dalam taklukan alam benda, daripada bumi yang di bawah tapak kaki kita sehinggalah kepada langit-langit. Termasuk juga di dalam  taklukan alam dunia ialah kekeramatan yang muncul melalui seseorang, misalnya  berjalan di atas air, terbang di udara, berjalan dengan pantas, mendengar suara  dan melihat  gambaran dari tempat yang jauh atau boleh membaca fikiran yang  tersembunyi. Sebagai ganjaran terhadap amalan yang baik manusia juga diberikan nikmati di akhirat seperti syurga, khadam-khadam, bidadari, susu, madu, arak dan lain-lain. Semuanya itu merupakan nikmati syurga tingkat pertama, syurga  dunia.

Tempat  'roh perpindahan atau roh peralihan' ialah di dalam  hati. Urusannya ialah pengetahuan tentang jalan kerohanian. Kerjanya berkait dengan empat nama-nama pertama bagi nama-nama Allah yang indah. Sebagaimana dua belas nama-nama yang  lain empat  nama tersebut tidak termasuk di dalam sempadan suara dan huruf. Jadi, ia tidak boleh disebut. Allah Yang Maha  Tinggi berfirman:
"Dan bagi Allah jugalah nama-nama yang  baik, jadi serulah Dia dengan nama-nama tersebut". (Surat A'raaf, ayat  180).

Firman Allah di atas menunjukkan tugas utama manusia adalah mengetahui nama-nama Tuhan. Ini adalah  pengetahuan batin seseorang. Jika mampu memperolehi pengetahuan yang demikian dia akan sampai kepada maqam makrifat. Di sanalah pengetahuan tentang nama keesaan sempurna.

Nabi saw. bersabda: "Allah Yang Maha Tinggi mempunyai sembilan puluh sembilan  nama, siapa mempelajarinya akan masuk syurga".  Baginda saw. juga bersabda: "Pengetahuan adalah satu. Kemudian orang arif jadikannya seribu". Ini bermakna nama kepunyaan Zat hanyalah satu. Ia memancar sebagai seribu sifat kepada orang yang  menerimanya.

Dua belas nama-nama Ilahi berada di dalam lengkungan sumber pengakuan tauhid  "La ilaha illallah". Tiap satunya adalah satu daripada dua belas huruf dalam  kalimat tersebut. Allah Yang Maha Tinggi mengurniakan nama  masing-masing bagi setiap huruf di dalam perkembangan hati. Setiap satu daripada empat alam yang dilalui oleh roh terdapat tiga nama yang berlainan. Allah Yang Maha Tinggi dengan cara ini memegang erat hati para pencinta-Nya, dalam kasih sayang-Nya. Firman-Nya: "Allah tetapkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang tetap di Penghidupan dunia  dan akhirat". (Surat Ibrahim, ayat 27).

Kemudian dikurniakan kepada mereka kehampiran-Nya. Dia sediakan pokok keesaan di dalam hati mereka, pokok yang akarnya turun kepada tujuh lapis bumi  dan dahannya meninggi kepada tujuh lapis langit, bahkan meninggi lagi hingga ke arasy dan mungkin lebih tinggi lagi. Allah berfirman: "Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Allah memisalkan, satu kalimat yang baik seperti pohon yang baik, pangkalnya tetap dan cabangnya ke langit.  (Surat Ibrahim, ayat 24).

Tempat  'roh perpindahan atau roh peralihan' adalah  di dalam  nyawa  kepada hati. Alam malaikat berkelanjutan di dalam  penyaksiannya. Ia boleh melihat syurga alam tersebut, penghuninya, cahayanya dan semua malaikat di dalamnya. Kalam 'roh peralihan' adalah bahasa alam batin, tanpa huruf tanpa suara. Perhatiannya berkelanjutan menyentuh soal-soal rahasia-rahasia mahasuci yang tersembunyi. Tempatnya di akhirat apabila kembali ialah syurga Na'im, taman kegembiraan kumiaan Allah.

Tempat  'roh sultan'  di mana  ia memerintah, adalah  di tengah-tengah hati, jantung kepada hati. Urusan roh ini ialah makrifat. Kerjanya ialah mengetahui semua pengetahuan ketuhanan yang menjadi perantaraan bagi semua ibadat yang  sebenar-benarnya diucapkan dalam  bahasa hati. Nabi saw.bersabda: "llmu ada dua bagian. Satu pada  lidah, yang  membuktikan kewujudan Allah. Satu lagi di dalam  hati. Inilah yang  perlu bagi menyadarkan tujuan seseorang".  Ilmu yang sebenar-benarnya bermanfaat berada di dalam sempadan kegiatan hati. Nabi saw. bersabda: "Al-Qur’an yang  mulia mempunyai makna zahir dan makna batin". Allah Yang Maha  Tinggi membukakan Al-Qur’an kepada sepuluh lapis makna yang tersembunyi. Setiap makna yang berikutnya lebih bermanfaat daripada yang  sebelumnya karena  ia semakin hampir dengan sumber yang sebenarnya. Dua belas nama kepunyaan Zat Allah adalah umpama dua belas mata air yang memancar dari batu apabila  Nabi Musa as. menghantamkan batu itu dengan tongkatnya.
"Dan (ingatlah) tatkala Musa mintakan air bagi kaumnya, maka Kami berkata, 'Pukullah batu  itu dengan tingkat kamu'. Lantas terpancar daripadanya dua belas mata air yang sesungguhnya setiap golongan itu mengetahui tempat minumnya". (Surat Baqarah, ayat 60) .

Pengetahuan zahir adalah umpama air hujan yang datang dan pergi sementara pengetahuan batin umpama mata air yang tidak pernah kering.  "Dan satu tanda  untuk mereka,  ialah bumi  yang  mati (lalu) Kami hidupkannya dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, lalu mereka  memakannya". (Surat Y aa Sin, ayat 33).

Allah jadikan satu bijian, sebiji benih di langit. Benih itu menjadi kekuatan kepada kehewanan di dalam  diri manusia.  Dijadikan-Nya juga sebiji benih di dalam  alam roh-roh (alam al-anfus); menjadi sumber kekuatan, makanan roh. Bijian itu dijiruskan dengan air dari sumber hikmah. Nabi saw.bersabda: "Jika seseorang menghabiskan empat puluh  hari dalam keikhlasan dan kesucian sumber hikmah akan  memancar dari hatinya kepada lidahnya".

Nikmat bagi 'roh sultan ialah kelezatan dan kecintaan yang dinikmatinya dengan menyaksikan kenyataan keelokan, kesempurnaan dan kemurahan Allah Yang Maha  Tinggi. Firman Allah: "Dia telah diajar oleh yang bersangatan kekuatannya, yang  berupa bagus, lalu ia menjelma dengan sempurnanya padahal ia di pehak atas yang  paling tinggi. Kemudian ia mendekati rapat (kepadanya), maka adalah (rapatnya) itu kadar dua busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu Ia wahyukan kepada hamba-Nya apa yang Ia mau wahyukan. Hatinya tidak mendusta apa yang dia lihat".  (Surat Najmi, ayat 5 -11).

Nabi saw.menggambarkan suasana demikian dengan cara lain: "Yang beriman (yang sejahtera) adalah cermin kepada yang beriman (yang sejahtera)".  Dalam  ayat ini yang sejahtera yang pertama ialah hati orang yang beriman yang  sempurna, sementara yang  sejahtera kedua  itu ialah yang  memancar kepada hati orang yang  beriman itu, tidak lain daripada Allah Yang Maha Tinggi sendiri. Allah menamakan Diri-Nya  di dalam  Al-Qur’an sebagai Yang Mensejahterakan. "Dia jugalah Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia ... Yang Mensejahterakan (Pemelihara iman), Pemelihara segala-galanya".   (Surat Hasyr, ayat 23).

Kediaman 'roh sultan'  di akhirat ialah syurga Firdaus, syurga yang tinggi.
Setesen di mana roh-roh berhenti adalah tempat rahasia yang Allah buatkan untuk Diri-Nya di tengah-tengah hati, di mana Dia simpankan rahasia-Nya (Sirr) untuk disimpan dengan selamat. Keadaan  roh ini diceritakan oleh Allah melalui pesuruh-Nya: "Insan adalah rahasia-Ku dan Aku rahasianya".
Urusannya ialah kebenaran (hakikat) yang diperolehi dengan mencapai keesaan; mencapai keesaan itulah tugasnya. Ia membawa yang banyak kepada kesatuan dengan cara terus menerus menyebut nama-nama keesaan di dalam bahasa rahasia yang  suci. Ia bukan bahasa yang  berbunyi di luar.
"Dan jika engkau nyaringkan perkataan, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi". (Surat Ta Ha, ayat  7)

Hanya Allah mendengar bahasa roh suci dan hanya Allah mengetahui keadaannya.
Nikmat bagi roh ini ialah penyaksian terhadap ciptaan Allah yang pertama. Apa yang  dilihatnya ialah keindahan Allah. Padanya terdapat penyaksian rahasia. Pandangan dan pendengaran menjadi satu. Tidak ada perbandingan dan tidak ada persamaan tentang apa yang disaksikanya. Dia menyaksikan sifat Allah, keperkasaan dan kekerasan-Nya sebagai esa dengan keindahan, kelembutan dan kemurahan-Nya.

ILMU PENGETAHUAN DAN PERKEMBANGAN  KEROHANIAN
Ilmu pengetahuan zahir mengenai benda-benda yang nyata dibagikan kepada dua belas bagian dan ilmu pengetahuan batin juga dibagikan kepada dua belas bagian. Bagian-bagian tersebut dibagikan di kalangan orang awam dan orang khusus, hamba-hamba Allah yang sejati, menurut kadar keupayaan dan kebolehan mereka.

Bagi tujuan yang berkaitan dengan kita pembicaraan ilmiah mengenai ini dibuat dalam empat bagian. Bagian pertama melibatkan peraturan agama, mengenai kewajipan dan larangan berhubung dengan perkara-perkara dan peraturan-peraturan di dalam dunia ini. Kedua menyentuh soal pengertian atau maksud dalaman serta tujuan kepada peraturan-peraturan tersebut dan bagian ini dinamakan bidang kerohanian yaitu pengetahuan mengenai perkara-perkara yang  tidak nyata. Ketiga mengenai hakikat kerohanian yang tersembunyi yang dinamakan kearifan. Keempat  mengenai hakikat dalaman kepada hakikat yaitu mengenai kebenaran yang sebenar-benarnya. Manusia yang sempurna perlu mempelajari semua bidang atau bagian tersebut dan mencari jalan ke arahnya.

Nabi saw. bersabda: "Agama ialah pokok, kerohanian adalah dahannya, kearifan  (makrifat) adalah daunnya, kebenaran (hakikat) adalah buahnya. Al-Qur’an dengan ulasannya, keterangannya, terjemahannya dan ibarat-ibaratnya mengandungi semuanya itu".  Di dalam buku al-Najma perkataan-perkataan tafsir, ulasan dan takwil serta terjemahan melalui ibarat dimengertikan sebagai: ulasan terhadap Al-Qur’an adalah keterangan dan perincian bagi faedah kefahaman orang awam,  sementara terjemahan melalui ibarat adalah keterangan tentang maksud yang  tersirat yang boleh diselami melalui tafakur yang mendalam serta memperolehi ilham sebagaimana yang dialami oleh orang-orang beriman yang sejati. Terjemahan yang  demikian adalah  untuk hamba- hamba Allah yang  khusus lagi teguh, berkelanjutan di dalam suasana kerohanian mereka dan teguh dengan pengetahuan yang  membolehkan mereka membuat pertimbangan yang benar. Kaki mereka teguh berpijak di atas bumi sementara hati dan fikiran mereka menjulang kepada ilmu ketuhanan. Dengan rahmat Allah keadaan berkelanjutan begini yang tidak bercampur dengan keraguan di tempatkan di tengah-tengah hati mereka.  Hati yang  teguh dalam suasana ini bersesuaian dengan bagian kalimat tauhid  "La ilaha illallah", pengakuan terakhir keesaan.

"Dia jugalah yang menurunkan Kitab kepada kamu. Sebagiannya adalah ayat-ayat yang menghukum, yaitu ibu-ibu bagi Kitab, dan (sebagian) yang lain adalah ayat-ayat yang  perlukan takwil. Adapun orang-orang yang di hati mereka ada kesesatan mencari-cari apa yang ditakwil daripadanya karena hendak membuat fitnah dan karena hendak membuat takwilnya sendiri padahal tidak mengetahui takwilnya melainkan Allah dan orang-orang yang teguh kuat di dalam ilmu berkata: 'Kami beriman kepadanya (karena) semua itu daripada Tuhan kami',  dan tidak mengerti melainkan orang-orang yang  mempunyai fikiran".  (Surat Imraan, ayat  7).
Jika pintu kepada ayat ini terbuka akan terbuka juga semua pintu-pintu kepada alam rahasia batin. Hamba Allah yang sejati berkewajipan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhkan diri daripada larangan-Nya. Dia juga perlu menentang ego dirinya dan membendung kecenderungan jasad yang tidak sehat. Asas penentangan ego terhadap agama adalah dalam bentuk khayalan dan gambaran yang  bercanggah dengan kenyataan. Pada peringkat kerohanian ego yang khianat itu menggalakkan seseorang  supaya  memperakui dan mengikuti sebab-sebab dan rangsangan yang hanya hampir dengan kebenaran (bukan  kebenaran yang  sejati), walaupun ianya  risalat nabi dan fatwa wali yang  telah diubah, juga mengikuti guru yang pendapatnya salah. Pada peringkat makrifat ego coba menggalakkan seseorang supaya  memperakui kewalian dirinya sendiri malah ego juga menyeret seseorang kepada mengakui ketuhanannya - dosa paling besar menganggapkan diri sendiri sebagai bersekutu dengan Allah. Allah berfirman: "Tidakkah engkau perhatikan orang yang mengambil hawa nafsunya sebagai  tuhan.. ". (Surat Furqaan, ayat 43).

Tetapi peringkat kebenaran sejati adalah  berbeda. Ego dan iblis tidak boleh sampai  ke sana. Malah malaikat juga tidak sampai ke sana. Siapa saja saja kecuali Allah jika sampai  ke sana pasti terbakar. Jibrail berkata kepada Nabi Muhamamd saw. pada sempadan peringkat ini:  "Jika aku maju satu langkah lagi aku akan terbakar menjadi abu".

Hamba Allah yang sejati bebas daripada perlawanan egonya dan iblis karena dia dilindungi oleh perisai keikhlasan dan kesucian.
"Ia (iblis) berkata: ‘Oleh itu demi kemuliaan-Mu, aku akan sesatkan mereka  semuanya, kecuali di antara mereka hamba-hamba-Mu yang dibersihkan’.". (Surat Shad, ayat  82 & 83).

Manusia tidak dapat mencapai hakikat kecuali dia suci murni karena sifat-sifat keduniaannya tidak akan meninggalkannya sehinggalah hakikat menyatu dalam  dirinya.  Ini adalah keikhlasan sejati. Kejahilannya hanya akan meninggalkannya bila dia menerima pengetahuan tentang Zat Allah. Ini tidak dapat dicapai dengan pelajaran; hanya Allah tanpa pengantaraan boleh mengajarnya. Bila Allah Yang Maha Tinggi sendiri yang menjadi Guru, Dia kurniakan ilmu yang daripada-Nya sebagaimana Dia lakukan kepada Khaidhir. Kemudian manusia dengan kesadaran yang diperolehnya sampai  kepada peringkat makrifat di mana dia mengenali Tuhannya dan menyembah-Nya yang  dia kenal.

Orang yang  sampai  kepada suasana ini memiliki penyaksian roh suci dan dapat  melihat  kekasih Allah, Nabi Muhamamd saw. Dia boleh bercakap dengan baginda saw. mengenai segala perkara daripada awal hingga ke akhirnya dan semua nabi-nabi yang lain memberikannya khabar gembira tentang janji penyatuan dengan yang  dikasihi. Allah menggambarkan suasana  ini: "Karena barangsiapa taat kepada Allah dan rasul-Nya, maka mereka beserta orang-orang yang diberi nikmat daripada nabi-nabi, siddiqin, syuhada dan salihin dan alangkah baiknya mereka ini sebagai  sahabat rapat".  (Surat Nisaa' ,ayat 69).

Orang yang tidak diizinkan menemui pengetahuan ini di dalam dirinya tidak akan  menjadi arif walaupun dia membaca seribu buah buku. Nikmat yang boleh diharapkan oleh orang yang mempelajari ilmu zahir ialah syurga; di sana semua yang dapat dilihat adalah kenyataan sifat-sifat Ilahi dalam bentuk cahaya. Tidak kira bagaimana sempurna pengetahuannya tentang perkara nyata yang boleh dilihat dan dipercayai, ia tidak membantu seseorang untuk masuk kepada suasana kesucian  dan mulia, yaitu kehampiran dengan Allah, karena seseorang itu perlu terbang ke tempat tersebut dan untuk terbang perlu kepada dua sayap. Hamba Allah yang  sejati adalah yang terbang ke sana dengan menggunakan dua sayap, yaitu pengetahuan zahir dan pengetahuan batin, tidak pernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa saja yang ditemui dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya: "Hamba-Ku, jika kamu ingin masuk kepada kesucian berhampiran dengan-Ku jangan pedulikan dunia  ini ataupun alam tinggi para malaikat, tidak juga yang lebih tinggi di mana kamu boleh menerima sifat-sifat-Ku yang  suci".

Dunia kebendaan ini menjadi godaan dan tipu daya syaitan kepada orang yang  berilmu. Alam malaikat menjadi rangsangan kepada orang yang bermakrifat dan suasana sifat-sifat Ilahi menjadi godaan kepada orang yang memiliki kesadaran terhadap hakikat. Siapa saja yang berpuas hati dengan salah satu daripada yang  demikian akan terhalang daripada kurniaan Allah yang membawanya hampir dengan Zat-Nya. Jika mereka tertarik dengan godaan dan rangsangan tersebut mereka  akan berhenti, mereka tidak boleh maju ke hadapan, mereka tidak boleh terbang lebih tinggi. Walaupun matlamat mereka adalah kehampiran dengan Pencipta  mereka tidak lagi boleh sampai ke sana. Mereka telah terpedaya, mereka hanya memiliki satu sayap.

Orang yang mencapai kesadaran tentang hakikat yang sebenar, menerima rahmat dan kurniaan dari Allah yang tidak pernah mata melihatnya dan tidak pernah telinga mendengarnya dan tidak pernah hati mengetahui namanya. Inilah syurga  kehampiran dan keakraban dengan Allah. Di sana tidak ada mahligai permata juga tidak ada bidadari yang cantik sebagai pasangan. Semoga manusia mengetahui nilai dirinya dan tidak berkehendak, tidak menuntut apa yang tidak layak baginya. Saidina Ali ra. berkata: "Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui harga dirinya, yang tahu menjaga diri agar berada di dalam sempadannya, yang memelihara lidahnya,  yang tidak menghabiskan masanya dan umurnya di dalam  sia-sia".

Orang yang berilmu  mestilah menyadari bahwa bayi roh yang lahir dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang sebenar, yaitu insan yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, ajarkan keesaan melalui berkelanjutan menyadari tentang keesaan - tinggalkan keduniaan kebendaan ini yang  berbilang-bilang, cari alam kerohanian, alam rahasia di mana tiada yang lain kecuali Zat Allah. Dalam  kenyataannya di sana bukan tempat, ia tidak ada permulaan dan tidak ada penghujung. Bayi hati terbang melepasi padang yang tiada berkesudahan itu, menyaksikan perkara-perkara yang tidak pernah dilihat mata sebelumnya, tiada  Siapa saja bercerita mengenainya, tiada siapa saja boleh menggambarkannya. Tempat yang  menjadi rumah kediaman bagi mereka yang meninggalkan diri mereka  dan menemui keesaan  dengan Tuhan mereka,  mereka yang memandang dengan pandangan yang sama dengan Tuhan mereka, pandangan keesaan. Bila mereka  menyaksikan keindahan dan kemuliaan Tuhan mereka tidak ada apa lagi yang  tinggal dengan mereka. Bila dia melihat matahari dia tidak dapat  melihat yang lain, dia juga tidak dapat melihat dirinya sendiri. Bila keindahan dan kemurahan Allah menjadi nyata apa lagi yang  tinggal dengan seseorang? Tidak ada apa-apa!

Nabi saw. bersabda: "Seseorang perlu dilahirkan dua kali untuk sampai kepada alam malaikat". Ia adalah kelahiran maksud daripada perbuatan dan kelahiran rohani  daripada jasad. Kemungkinan yang demikian ada dengan manusia. Ini adalah  keanehan rahasia manusia. Ia lahir daripada percampuran pengetahuan tentang agama dan kesadaran terhadap hakikat, sebagaimana bayi lahir hasil daripada percampuran dua titik air.

"Sesungguhnya Kami telah jadikan manusia daripada setitik (mani) yang  bergiliran, yang Kami berikan percobaan kepada mereka, yaitu Kami jadikan dia mendengar dan melihat".  (Surat Insaan, ayat 2).

Bila maksud menjadi nyata dalam kewujudan ia menjadi mudah untuk melepasi bagian yang dangkal dan masuk ke dalam laut penciptaan dan membenamkan dirinya ke dasar hukum-hukum peraturan Allah. Sekalian alam kebendaan ini hanyalah satu titik jika dibandingkan dengan alam kerohanian. Hanya bila semua ini difahamkan maka kuasa kerohanian dan cahaya  keajaiban yang bersifat ketuhanan, hakikat yang  sebenar-benarnya, memancar ke dalam dunia tanpa perkataan tanpa  suara.

TAUBAT DAN PENGAJARAN MELALUI PERKATAAN
Tahap-tahap dan peringkat-peringkat perubahan kerohanian telah pun disebut. Perlu ditegaskan bahwa setiap peringkat dicapai terutamanya dengan taubat. Bolehlah dipelajari cara bertaubat dengan orang yang mengetahui cara berbuat demikian dan yang telah sendirinya bertaubat. Taubat yang sebenar dan menyeluruh merupakan langkah pertama di dalam perjalanan. "(Ingatlah) tatkala orang-orang kafir itu adakan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliah. Lalu Allah turunkan ketentaraman atas rasul-Nya dan atas mukmin. Dan Dia wajibkan mereka  (ucapkan) perkataan menjaga keselamatan (taubat) karena mereka lebih berhak dengan itu, dan memang (mereka) ahlinya, dan adalah Allah mengetahui tiap sesuatu". (Surat Fath, ayat 26).

Keadaan takutkan Allah mempunyai maksud yang  sama dengan kalimat "La ilaha iliallah" - tiada Tuhan, tiada  apa-apa, kecuali Allah. Bagi orang  yang  mengetahui ini akan ada perasaan takut kehilangan-Nya, kehilangan perhatian-Nya, cinta-Nya, keampunan-Nya; dia takut dan malu melakukan kesalahan sedangkan Dia melihat, dan takutkan azab-Nya. Jika seseorang itu tidak berkeadaan demikian dia perlu mendapatkaan orang yang  takutkan Allah dan menerima keadaan takutkan Allah itu daripada orang berkenaan.

Sumber dari mana perkataan itu diterima mestilah bersih dan suci daripada segala-galanya kecuali Allah, dan siapa saja yang menerimanya mestilah ada kebolehan untuk membedakan antara perkataan orang yang suci hatinya dengan perkataan orang awam. Penerimanya mestilah sadar cara perkataan itu diucapkan, karena  perkataan yang  bunyinya sama mungkin mempunyai maksud yang  jauh berbeda. Tidak mungkin perkataan yang datangnya daripada sumber yang asli sama dengan perkataan yang datangnya daripada sumber lain.

Hatinya menjadi hidup bila dia menerima benih tauhid daripada hati yang hidup  karena benih yang  demikian sangat subur, itulah benih kehidupan. Tidak ada yang  tumbuh daripada benih yang  kering  lagi tiada kehidupan. Kalimat  suci "La ilaha iliallah"  disebut dua kali di dalam Al-Qur’an menjadi bukti. "(Karena) apabila dikata  kepada mereka  "Tiada Tuhan melainkan Allah" mereka menyombong. Dan mereka  berkata, 'Apakah kami mesti tinggalkan tuhan-tuhan kami buat (mengikut) seorang  ahli syair dan gila?". (Surat Shaaffaat. Ayat 35 & 36).

Ini adalah keadaan orang awam yang baginya rupa luar termasuk kewujudan zahirnya adalah tuhan-tuhan. "Oleh itu ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan mintalah perlindungan bagi buah amal kamu, dan bagi mukmin dan mukminat, dan Allah mengetahui tempat usaha kamu (di siang hari) dan tempat kembali kamu (pada malam  hari)".  (Surat Muhammad, ayat  19).
Firman Allah ini menjadi panduan kepada orang-orang beriman yang tulen yang  takutkan Allah. Saidina Ali ra. meminta Rasulullah saw. mengajarkan kepadanya cara yang mudah, paling bernilai, paling cepat kepada keselamatan. Baginda saw. menanti Jibrail memberikan jawabannya daripada sumber Ilahi. Jibrail datang dan mengajarkan baginda saw. mengucapkan "La ilaha" sambil memusingkan mukanya yang  diberkati ke kanan, dan mengucapkan "iliallah"  sambil memusingkan mukanya ke kiri, ke arah hati sucinya yang diberkati. Jibrail mengulanginya tiga kali; Nabi saw. mengulanginya tiga kali dan mengajarkan yang demikian kepada Saidina  Ali ra. dengan mengulanginya tiga kali juga. Kemudian baginda saw. mengajarkan yang demikian kepada sahabat-sahabat baginda. Saidina Ali ra. merupakan orang yang  pertama bertanya dan menjadi orang yang pertama diajarkan.

Kemudian satu hari selepas kembali daripada peperangan, Nabi saw. berkata kepada pengikut- pengikut baginda, "Kita baru kembali daripada peperangan yang  kecil untuk menghadapi peperangan yang besar". Baginda  saw. merujukkan kepada perjuangan dengan ego diri sendiri, keinginan yang rendah yang menjadi musuh kepada penyaksian kalimat tauhid. Baginda saw. bersabda: "Musuh kamu yang  paling besar ada di bawah rusuk  kamu ".

Cinta Ilahi tidak  akan hidup  sehinggalah musuhnya, hawa  nafsu badaniah kamu, mati dan meninggalkan kamu.
Mula-mulanya kamu mesti bebas daripada ego kamu yang  menyeret kamu kepada kejahatan. Kemudian kamu akan mula memiliki suara hati yang belum penuh, walaupun kamu masih belum bebas sepenuhnya daripada dosa. Kamu akan  memiliki perasaan mengkritik diri sendiri - tetapi ia belum  mencukupi. Kamu mesti melepasi tahap tersebut kepada peringkat di mana hakikat yang sebenarnya dibukakan kepada kamu, kebenaran tentang benar dan salah. Kemudian kamu akan berhenti melakukan kesalahan dan akan hanya melakukan kebaikan. Dengan demikian diri kamu akan menjadi bersih. Di dalam menentang hawa nafsu dan tarikan badan kamu, kamu mestilah melawan nafsu kehewanan - kerakusan, terlalu banyak tidur, pekerjaan yang  sia-sia - dan menentang sifat-sifat hewan liar di dalam  diri kamu- kekejian, marah, kasar dan berkelahi. Kemudian kamu mesti usahakan membuang perangai-perangai ego yang jahat, takabur, sombong, dengki, dendam,  tamak dan lain-lain penyakit tubuh dan hati kamu. Cuma orang yang berbuat demikian yang benar-benar bertaubat dan menjadi bersih, suci murni dan tulen. "Sesungguhnya Allah kasih kepada orang yang bertaubat dan memelihara kesuciannya". (Surat Baqarah, ayat 222).

Dalam melakukan taubat seseorang itu mestilah mengambil perhatian supaya  penyesalannya tidak samar-samar dan tidak juga secara umum agar dia tidak jatuh ke dalam ancaman Allah: "Tidak kira berapa banyak mereka bertaubat mereka tidak  sebenarnya menyesal.  Taubat  mereka  tidak diterima".

Ini ditujukan kepada mereka yang hanya mengucapkan kata-kata taubat tetapi tidak tahu sejauh mana dosa mereka, malah tidak mengambil tindakan pembaikan dan pencegahan. Itulah taubat yang biasa, taubat zahir yang tidak menusuk kepada punca dosa. Ia adalah umpama orang yang coba menghapuskan rumput dengan memotong bagian di atas tanah tetapi tidak mencabut akarnya yang di dalam bumi. Tindakan yang demikian membantu rumput untuk tumbuh dengan lebih segar. Orang yang bertaubat dengan mengetahui kesalahannya dan punca  kesalahan itu berazam tidak mengulanginya dan membebaskan dirinya daripada kesalahan itu, mencabut akar pokok yang merusakkan itu. Cangkul yang digunakan untuk menggali akarnya, punca  kepada dosa-dosa, ialah pengajaran kerohanian daripada guru yang  benar. Tanah mestilah  dibersihkan sebelum ditanam pokok orkid.

"Dan Kami bawakan perumpamaan kepada manusia supaya mereka  memikirkannya". (Surat Hasyr, ayat 21 ).

"Dia jugalah Penerima taubat hamba-hamba-Nya dan mengampunkan dosa, dan Dia mengetahui apa yang  kamu kerjakan".  (Surat Syura,  ayat 25).

"Kecuali orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan amal salih, maka  mereka itu Allah tukarkan kejahatan mereka dengan kebaikan karena adalah Allah itu Pengampun, Penyayang". (Surat Furqaan, ayat  70).

Ketahuilah  taubat yang  diterima  tandanya ialah seseorang itu tidak lagi jatuh ke dalam  dosa tersebut.
Ada dua jenis taubat, taubat orang dan taubat mukmin sejati. Orang awam berharap meninggalkan kejahatan dan masuk kepada kebaikan dengan cara mengingati Allah dan mengambil langkah usaha bersungguh-sungguh, meninggalkan hawa nafsunya dan kesenangan badannya dan menekankan egonya. Dia mesti meninggalkan keegoannya yang  ingkar terhadap peraturan Allah dan masuk kepada taat. Itulah taubatnya yang menyelamatkannya dari neraka dan memasukkannya ke dalam  syurga.

Orang mukmin sejati, hamba Allah yang  tulen, berada di dalam  suasana  yang jauh berbeda. Mereka berada pada maqam makrifat yang jauh lebih tinggi daripada maqam orang awam yang paling baik. Sebenarnya bagi mereka  tidak  ada lagi anak  tangga untuk dipanjat; mereka telah sampai kepada kehampiran dengan Allah. Mereka telah meninggalkan kesenangan dan nikmat dunia ini dan menikmati kelezatan alam kerohanian- rasa kehampiran dengan Allah, nikmat menyaksikan Zat-Nya dengan mata  keyakinan.

Perhatian orang awam tertuju kepada dunia ini dan kesenangan mereka adalah  merasai nikmat kebendaan dan kewujudan kebendaannya. Malah, jika kewujudan kebendaan manusia dan dunia merupakan satu kesilapan begitu jugalah nikmat dan kecacatan yang paling baik daripadanya. Kata-kata yang diucapkan oleh orang arif, "Kewujudan dirimu merupakan dosa, menyebabkan segala dosa menjadi kecil jika dibandingkan dengannya". Orang arif selalu mengatakan bahwa kebaikan yang  dilakukan oleh orang baik-baik tidak mencapai kehampiran dengan Allah tidak lebih daripada kesalahan orang yang hampir dengan-Nya. Jadi, bagi mengajar kita memohon keampunan terhadap kesalahan yang tersembunyi yang kita sangkakan kebaikan, Nabi saw. yang tidak pernah berdosa memohon keampunan daripada Allah sebanyak seratus kali sehari. Allah Yang Maha Tinggi mengajarkan kepada rasul-Nya: "Pintalah perlindungan bagi buah amal kamu dan bagi mukmin dan mukminat". (Surat Muhamamd, ayat  19).

Dia jadikan rasul-Nya yang suci murni sebagai teladan tentang cara bertaubat - dengan merayu kepada Allah supaya  menghilangkan ego seseorang,  sifat-sifatnya  dan dirinya, semuanya pada diri seseorang, mencabut kewujudan diri seseorang.  Inilah taubat yang  sebenarnya.

Taubat yang demikian meninggalkan segala-galanya kecuali Zat Allah, dan berazam untuk kembali kepada-Nya, kembali kepada kehampiran-Nya untuk melihat Wajah Ilahi. Nabi saw. menjelaskan taubat yang demikian dengan sabda baginda saw., "Ada sebagian hamba-hamba Allah yang tulen yang tubuh mereka berada di sini tetapi hati mereka berada di sana, di bawah arasy".  Hati mereka berada pada langit kesembilan, di bawah arasy Allah karena  penyaksian suci.

Di sini hanya kenyataan atau penzahiran sifat-sifat suci-Nya yang  dapat  disaksikan, memancar ke atas cermin yang  bersih kepunyaan hati yang suci. Saidina Umar ra. berkata: "Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku". Hati yang  suci adalah  cermin di mana keindahan, kemuliaan dan kesempurnaan Allah memancar. Nama  lain yang diberi kepada suasana ini ialah pembukaan (kasyaf), menyaksikan sifat-sifat Ilahi yang  suci.

Bagi memperolehi suasana tersebut, untuk membersihkan dan menyinarkan hati, perlulah kepada guru yang matang, yang di dalam keesaan dengan Allah, yang  disanjung dan dimuliakan oleh semua, dahulu dan sekarang. Guru berkenaan mestilah  telah sampai  kepada maqam kehampiran dengan Allah dan dihantar balik ke alam rendah oleh Allah untuk membimbing dan menyempurnakan mereka  yang  layak  tetapi masih mempunyai kecacatan.

Di dalam penurunan mereka untuk melakukan tugas tersebut wali-wali Allah mestilah berjalan sesuai dengan sunnah Rasulullah  saw. dengan mengikuti teladan  baginda saw., tetapi tugas mereka berlainan dengan tugas rasul. Rasul diutuskan untuk menyelamatkan orang  ramai dan juga orang-orang yang beriman. Guru-guru tadi pula tidak dihantar untuk mengajar semua orang tetapi hanyalah sebilangan yang dipilih saja. Rasul-rasul diberi kebebasan dalam menjalankan tugas mereka,  sementara wali-wali yang  mengambil tugas sebagai guru mesti mengikuti jalan rasul-rasul dan nabi-nabi.

Guru kerohanian yang mengaku diri mereka merdeka, menyamakan dirinya  dengan nabi, jatuh kepada kesesatan dan kekufuran. Bila Nabi saw. mengatakan sahabat-sahabat baginda yang arif adalah umpama nabi-nabi Bani Israil, baginda memaksudkan lain daripada ini - karena nabi-nabi yang datang selepas Musa as. semuanya mengikuti prinsip agama yang dibawa oleh Musa a.s. Mereka tidak membawa peraturan baru. Mereka mengikuti undang-undang yang sama. Seperti mereka juga orang-orang arif dari kalangan umat Nabi Muhammad saw.yang bertugas membimbing sebagian daripada orang-orang suci yang dipilih, mengikuti kebijaksanaan Nabi saw., tetapi menyampaikan perintah dan larangan dengan cara baru yang  berbeda,  terbuka dan jelas, menunjukkan kepada murid-murid mereka  dengan perbuatan yang mereka  kerjakan pada masa dan keadaan yang berlainan. Mereka memberi dorongan kepada murid-murid mereka dengan menunjukkan kelebihan dan keindahan prinsip-prinsip agama. Tujuan mereka ialah membantu pengikut-pengikut mereka menyucikan hati yang menjadi tapak untuk membena tugu makrifat.

Dalam  semua itu mereka mengikut teladan daripada pengikut-pengikut Rasulullah  saw.yang terkenal sebagai 'golongan yang memakai baju bulu' yang telah meninggalkan semua  aktifititas keduniaan untuk berdiri di pintu Rasulullah saw. dan berada hampir dengan baginda. Mereka menyampaikan khabar sebagaimana mereka menerimanya secara langsung daripada mulut Rasulullah saw. Dalam  kehampiran mereka dengan Rasulullah  saw. mereka telah sampai kepada peringkat di mana  mereka boleh bercakap tentang rahasia israk dan mikraj Rasulullah saw. sebelum baginda membuka rahasia tersebut kepada sahabat-sahabat baginda.

Wali-wali yang  menjadi guru memiliki kehampiran yang serupa dengan Nabi saw. dengan Tuhannya. Amanah dan penjagaan terhadap ilmu ketuhanan yang serupa  dianugerahkan kepada mereka.  Mereka merupakan Pemegang sebagian daripada kenabian, dan diri batin mereka. Tidak semua orang yang memiliki ilmu berada di dalam keadaan tersebut. Mereka yang sampai ke situ adalah yang lebih hampir kepada Rasulullah saw. daripada anak-anak dan keluarga mereka sendiri dan mereka adalah umpama anak-anak kerohanian Rasulullah saw. yang hubungannya lebih erat daripada hubungan darah. Mereka adalah pewaris sebenar kepada Nabi saw. Anak yang sejati memiliki zat dan rahasia bapaknya pada rupa zahirnya dan juga pada batinnya. Nabi saw. menjelaskan rahasia ini: "Ilmu khusus adalah  umpama khazanah rahasia yang hanya mereka yang mengenali Zat Allah boleh mendapatkannya. Namun bila rahasia itu dibukakan orang yang mempunyai kesadaran dan ikhlas tidak menafikannya".

Ilmu tersebut dimasukkan kepada Nabi saw. pada malam baginda saw. mikraj kepada Tuhannya. Rahasia itu tersembunyi di dalam diri baginda di balik tiga ribu tabir hijab. Baginda saw. tidak membuka rahasianya melainkan kepada sebagian pengikut baginda yang sangat hampir dengan baginda. Melalui penyebaran dan keberkatan rahasia inilah Islam akan  terus memerintah sehingga ke hari kiamat.

Pengetahuan batin tentang yang  tersembunyi membawa seseorang kepada rahasia tersebut. Ilmu-pengetahuan, kesenian dan kemahiran keduniaan adalah umpama kerangka kepada pengetahuan batin. Mereka yang memiliki pengetahuan kerangka itu bolehlah mengharapkan satu hari nanti mereka diberi kesempatan untuk memiliki apa yang di dalam kerangka. Sebagian daripada mereka yang berilmu memiliki apa yang patut dimiliki oleh seorang manusia secara umumnya sementara sebagian yang  lain menjadi ahli dan memelihara ilmu tersebut daripada hilang.  Ada golongan yang  menyeru kepada Allah dengan nasihat yang  baik. Sebagian daripada mereka  mengikuti sunnah Nabi saw. dan dipimpin oleh Saidina Ali ra. yang  menjadi pintu kepada gudang ilmu yang melaluinya masuklah mereka yang menerima undangan dari Allah. "Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasihat  dan bantahlah mereka dengan cara yang  lebih baik".  (Surat Nahl, ayat  125).

Maksud dan perkataan mereka adalah sama. Perbedaan pada  zahirnya hanyalah pada perkara-perkara terperinci dan cara pelaksanaannya.

Sebenarnya ada tiga makna yang  kelihatan sebagai tiga jenis ilmu yang  berbeda - dilakukan secara berbeda, tetapi menjurus kepada yang satu. Sesuai dengan sunnah Rasulullah saw. Ilmu dibagikan kepada tiga yang tidak ada seorang manusia boleh menanggung keseluruhan beban ilmu itu juga tidak berupaya mengamalkan dengan sekaliannya.

Bagian pertama ayat di atas, "Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana (hikmah)", Sesuai dengan makrifat, zat dan permulaan kepada segala sesuatu, pemiliknya mestilah sebagaimana Nabi saw. beramal Sesuai dengannya. Ia hanya dikurniakan kepada lelaki sejati yang berani, tentara kerohanian yang akan  mempertahankan kedudukannya dan menyelamatkan ilmu tersebut. Nabi saw. bersabda: "Kekuatan semangat lelaki sejati mampu menggoncang gunung". Gunung di sini menunjukkan keberatan hati sesetengah manusia. Doa lelaki sejati yang  menjadi tentara kerohanian dimakbulkan. Bila mereka menciptakan sesuatu ia berlaku, bila mereka maukan sesuatu hilang maka ia pun hilang. "Dia kurniakan hikmah kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan barangsiapa dikurniakan hikmah maka sesungguhnya dia telah diberi kebajikan yang  banyak". (Surat Baqarah, ayat 269).

Jenis kedua ialah ilmu zahir yang disebut Al-Qur’an sebagai  ‘seruan yang  baik’. Ia menjadi kulit kepada hikmah kebijaksanaan rohani. Mereka yang memilikinya menyerum kepada kebaikan, mengajar manusia berbuat baik dan meninggalkan larangan-Nya. Nabi saw. memuji mereka. Orang yang berilmu menyeru dengan lemah lembut dan baik hati, sementara yang jahil menyeru dengan kasar dan kemarahan.

Jenis ketiga ialah ilmu yang menyentuh kehidupan manusia di dalam dunia. Ia disebut sebagai ilmu agama (syariat) yang menjadi sarang kepada hikmah kebijaksanaan (makrifat). Ia adalah  ilmu yang  diperuntukkan kepada mereka  yang  menjadi pemerintah manusia; menjalankan keadilan ke atas sesama manusia;  pentadbiran manusia ke atas sesama manusia.  Bagian terakhir ayat Al-Qur’an yang  di atas tadi menceritakan tugas mereka, “dan berbincanglah dengan mereka dengan cara yang lebih baik". Mereka ini menjadi kenyataan kepada sifat Allah ‘al-Qahhar’ Yang Maha Keras.
Mereka berkewajipan menjaga peraturan di kalangan manusia selaras dengan hukum Tuhan, seumpama sabut melindungi tempurung dan tempurung melindungi isi.
Nabi saw. menasihatkan: "Biasakan dirimu berada di dalam  majlis orang-orang arif, taatlah kepada pemimpin kamu yang adil. Allah Yang Maha Tinggi menghidupkan hati dengan hikmah seperti Dia jadikan bumi yang mati hidup dengan tumbuh-tumbuhan dengan menurunkan hujan".
Baginda saw. juga bersabda: "Hikmah adalah harta yang hilang bagi orang yang  beriman, dikutipnya di mana saja ditemuinya".

Malah perkataan yang diucapkan oleh manusia biasa datangnya daripada Loh Terpelihara menurut hukum Allah terhadap segala perkara daripada awal hingga akhir. Loh itu disimpan pada alam tinggi pada akal asbab tetapi perkataan diucapkan menurut maqam seseorang. Perkataan mereka yang telah mencapai maqam makrifat adalah secara langsung daripada alam tersebut, maqam kehampiran dengan Allah. Di sana tidak  ada perantaraan.

Ketahuilah bahwa semua akan kembali kepada asal mereka. Hati, zat, mesti dikejutkan; jadikan dirinya  hidup untuk mencari jalan kembali kepada asalnya yang  suci murni. Ia mesti mendengar seruan. Seseorang mesti mencari orang yang orang  yang daripadanya seruan itu muncul, melaluinya zahir seruan. Itulah guru yang  sebenarnya. Ini merupakan kewajipan bagi kita. Nabi saw. bersabda: "Menuntut ilmu wajib bagi setiap orang Islam lelaki dan perempuan". Ilmu tersebut merupakan peringkat terakhir semua ilmu, itulah ilmu makrifat, ilmu yang akan membimbing seseorang kepada asalnya,  yang  sebenar  (hakikat). Ilmu yang  lain perlu menurut sekadar mana keperluannya. Allah menyukai mereka yang meninggalkan cita-cita dan angan-angan kepada dunia, kemuliaan dan kebesarannya, karena kepentingan duniawi ini menghalang seseorang kepada Allah. "Katakanlah: ‘ Aku tidak meminta kepadamu upah atas (menyampaikan)nya, kecuali percintaan (kepadaku) lantaran kerabat’.” (Surat Syura,  ayat 23).

KEROHANIAN  ISLAM DAN AHLI SUFI
Sufi adalah perkataan Arab - saf, yang berarti tulen. Alam batin sufi dipersucikan, menjadi tulen dan diterangi oleh cahaya makrifat, penyatuan dan keesaan.

Istilah sufi dikaitkan juga dengan bidang kerohanian mereka yang sentiasa berhubung dengan sahabat-sahabat Rasulullah saw.yang dikenali sebagai 'puak yang  memakai baju bulu'. Saf, pakaian bulu yang  kasar menggambarkan keadaan mereka yang miskin lagi hina. Kehidupan dunia di dalam kesempatan. Mereka berjimat cermat di dalam makanan, minuman dan lain-lain. Dalam buku 'al-Majm' ada dikatakan, “Apa yang terjadi kepada ahli suluk yang suci ialah pakaian dan kehidupan mereka  sangat  sederhana dan hina".  Walaupun mereka  kelihatan tidak menarik secara keduniaan tetapi hikmah kebijaksanaan (makrifat) mereka ternyata pada sifat mereka yang lemah lembut dan halus, yang  menjadikan mereka  menarik kepada siapa saja yang  mengenali mereka. Mereka  menjadi contoh kepada alam manusia. Mereka berpandukan ilmu Ilahi. Pada pandangan Tuhan mereka  berada pada  martabat pertama kemanusiaan. Dalam  pandangan mereka yang mencari  Tuhan puak sufi ini kelihatan cantik walaupun pada zahirnya buruk. Mereka mesti dikenali dan berupaya mengenali, dan mereka dengan mesti dengan cara itu yaitu satu dan semua, karena mereka semua berada pada maqam keesaan dan mesti nyata  sebagai  satu.

Dalam bahasa Arab perkataan tasawwuf, kerohanian Islam, terdiri daripada empat  huruf - 'ta', 'sin', 'wau' dan 'pa' (t,s,w,f). Huruf pertama, t, bermaksud taubat. Ini adalah langkah pertama perlu diambil pada jalan ini. Ia adalah seolah-olah dua langkah, satu zahir  dan satu batin. Taubat zahir dalam perkataan, perbuatan dan perasaan, menjaga kehidupan agar bebas daripada dosa dan kesalahan dan cenderung untuk berbuat kebaikan dan ketaatan; meninggalkan keingkaran dan penentangan, mencari kesejahteraan dan kedamaian. Taubat batin dilakukan oleh hati. Penyudan hati daripada hawa nafsu duniawi yang huru-hara dan hati bulat berazam mau mencapai alam ketuhanan. Taubat - mengawasi kesalahan dan meninggalkannya, menyadari kebenaran dan berjuang ke arahnya - membawa seseorang kepada langkah kedua.

Langkah kedua ialah keadaan aman dan sejahtera, safa. Huruf 's' adalah  simbolnya. Dalam peringkat ini juga ada dua langkah perlu diambil. Pertama ialah ke arah kesucian di dalam hati dan kedua pula ke arah pusat hati. Hati yang tenang  datang daripada hati yang bebas daripada kesusahan, keresahan yang disebabkan oleh masalah semua kebendaan ini, masalah makan, minum, tidur, perkataan yang  sia-sia. Dunia ini seumpama tenaga tarikan bumi, menarik hati ke bawah, dan untuk membebaskan hati daripada masalah tersebut menyebabkan berlaku tekankan kepada hati. Di sana ada pula ikatan-ikatan - hawa nafsu dan kehendak, pemilikan, kasihkan keluarga dan anak-anak - yang mengikat hati seni kepada bumi dan menghalangnya terbang tinggi.

Cara membebaskan hati, bagi menyucikannya, adalah dengan mengingati Allah. Pada permulaan ingatkan ini berlaku secara luaran, dengan mengulangi nama-nama Tuhan, menyebutnya kuat-kuat sehingga kamu dan orang lain boleh mendengarnya. Apabila ingatkan kepada-Nya sudah berkelanjutan ingatkan tersebut masuk ke dalam hati dan berlaku di dalam senyap. Allah berfirman: "Sesungguhnya orang  mukmin itu ialah mereka yang apabila disebut (nama) Allah, takutlah hati-hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah menambahkan lagi keimanan mereka, dan kepada Tuhan merekalah mereka  kembali". (Surat Anfaal, ayat 2).

Takutkan Allah dalam ayat tersebut bermaksud takut dan harap, hormat dan kasihkan Allah. Dengan ingatan dan ucapan nama-nama Allah hati menjadi jaga dari ketiduran dan kelalaian, menjadi suci bersih dan bersinar. Kemudian bentuk dan rupa dari alam ghaib menyata di dalam hati. Nabi saw. bersabda: “Ahli ilmu zahir mendatangi dan menerkam sesuatu dengan akal fikirannya sementara ahli ilmu batin sibuk membersihkan dan mengkilap hati mereka".

Kesejahteraan pada pusat rahasia bagi hati diperolehi dengan membersihkan hati daripada segala sesuatu dan menyediakannya untuk menerima Zat Allah semata-mata yang memenuhi ruang hati apabila hati sudah diperindahkan dengan kecintaan Allah. Alat pembersihannya ialah berkelanjutan mengingati dan menyebut di dalam  hati, dengan lidah rahasia akan  kalimat tauhid  "La ilaha iliallah". Bila hati dan pusat hati berada dalam suasana tenang dan damai maka peringkat kedua yang disimbolkan sebagai huruf  's' selesai.

Huruf ketiga 'w' bermaksud wilayah, suasana kesucian dan keaslian pencinta-pencinta Allah dan sahabat-sahabat-Nya.  Keadaan ini bergantung kepada kesucian batin. Allah menggambarkan sahabat-sahabat-Nya dengan firman-Nya: "Ketahuilah, sesungguhnya pembantu-pembantu Allah tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak mereka  berdukacita. Bagi merekalah kegembiraan di penghidupan dunia dan akhirat ... ". (Surat Yunus, ayat 62 - 64).

Seseorang yang di dalam kesucian menyadari sepenuhnya tentang Allah, mencintai-Nya dan berhubungan dengan-Nya. Hasilnya dia diperelokkan dengan peribadi, akhlak dan perangai yang terbaik. Ini merupakan hadiah suci yang dikurniakan kepada mereka. Nabi saw. bersabda: "Perhatikanlah akhlak yang mulia dan berbuatlah sesuai dengannya". Dalam peringkat ini orang yang  di dalam  kesadaran tersebut meninggalkan sifat-sifat keduniaannya yang sementara dan kelihatanlah dia diliputi oleh sifat-sifat Ilahi yang suci. Dalam  hadist Qudsi Allah berfirman:  "Bila Aku kasihkan hamba-Ku, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, percakapannya, pemegangnya dan perjalanannya".

Keluarkan segala-galanya dari hati kamu dan biarkan Allah saja yang berada di sana. "Dan katakanlah telah datang kebenaran dan telah lenyap kepalsuan karena  sesungguhnya kepalsuan itu akan lenyap". (Surat Bani Israil, ayat  81).
Bila kebenaran telah datang dan kepalsuan telah lenyap maka selesailah peringkat wilayah. Huruf  keempat 'f' bermakna fana, lenyap diri sendiri ke dalam  ketiadaan. Diri yang palsu akan hancur dan hilang apabila sifat-sifat yang suci memasuki seseorang,  dan apabila  sifat-sifat serta keperibadian yang banyak menghalang tempatnya akan diganti oleh satu saja sifat keesaan.

Dalam kenyataan hakikat sentiasa hadir. Ia tidak hilang dan tidak juga berkurangan. Apa yang berlaku adalah orang yang beriman menyadari dan menjadi satu dengan yang menciptakannya. Dalam suasana berada dengan-Nya orang yang beriman memperolehi kurniaan-Nya; manusia yang sementara menemui kewujudan yang  sebenar dengan menyadari rahasia abadi. "Semua akan binasa kecuali Wajah-Nya".  (Surat Qasas, ayat 88).

Cara untuk menyadari hakikat ini ialah melalui anugerah-Nya, dengan kehendak-Nya. Bila kamu berbuat kebaikan semata-mata karena-Nya dan bersesuaian dengan kehendak-Nya kamu akan menjadi hampir dengan hakikat-Nya, Zat-Nya. Kemudian semua akan lenyap kecuali Yang Esa yang meredai dan yang Dia diredai, bersatu. Perbuatan baik adalah ibu yang melahirkan bayi kebenaran; kehidupan dalam  kesadaran bagi manusia yang sebenar-benarnya.
"Perkataan yang baik dan perbuatan yang baik naik kepada Allah". (Surat Fatir, ayat 10). Jika seseorang berbuat sesuatu dan jika kewujudannya bukan untuk Allah saja maka dia mengadakan sekutu bagi Allah, dia meletakkan yang  lain pada  tempat Allah - dosa yang tidak diampunkan yang akan memusnahkannya, lambat atau cepat. Tetapi bila diri dan kepentingan diri fana seseorang itu mencapai peringkat bersatu dengan Allah. Allah menggambarkan maqam tersebut: "Sesungguhnya orang-orang yang  berbakti (adalah) dalam kebun-kebun dan (dekat) sungai-sungai. Di tempat duduk kebenaran, di sisi Raja Agung yang sangat berkuasa". (Surat Qamar, ayat 54 & 55).

Tempat itu ialah tempat bagi hakikat yang penting, hakikat kepada hakikat-hakikat, tempat penyatuan dan keesaan. Ia adalah tempat yang disediakan untuk nabi-nabi, untuk mereka yang dikasihi oleh Allah, untuk para sahabat-Nya. Allah beserta  orang-orang yang  benar. Bila kewujudan bersatu dengan wujud yang abadi ia tidak boleh dipandang sebagai kewujudan yang terpisah. Bila semua ikatan keduniaan ditanggalkan dan seseorang itu dalam suasana kesatuan dengan Allah, dengan kebenaran (hakikat) Ilahi, dia menerima kesucian yang  abadi, tidak akan tercemar  lagi, dan masuk ke dalam golongan: "Mereka itu ahli syurga yang kekal di dalamnya". (Surat A'raaf, ayat 42).
Mereka adalah: "Orang-orang yang beriman dan beramal salih". (Surat A'raaf, ayat 42). Bagaimanapun: "Kami tidak memberatkan satu diri melainkan sekadar  kuasanya". (Surat A'raaf, ayat 42).

Tetapi seseorang memerlukan kesabaran yang kuat: "Dan Allah beserta orang  yang  sabar". (Surat Anfaal, ayat 66).

SYARAT YANG PERLU UNTUK  MELAKUKAN ZIKIR
Salah satu syarat  menyediakan seseorang untuk berzikir ialah berada di dalam  keadaan berwudlu; basuh dan bersihkan tubuh badan dan sucikan hati. Pada  peringkat permulaan, supaya zikir itu berkesan, perlulah disebut kuat-kuat akan  perkataan dan ayat yang dijadikan zikir - kalimat tauhid, sifat-sifat Allah. Bila perkataan tersebut diucapkan usahakan agar kamu berada di dalam kesadaran (tidak lalai). Dengan cara ini hati mendengar ucapan zikir dan diterangi oleh apa yang dizikirkan. Ia menerima tenaga dan menjadi hidup - bukan saja hidup di dunia  ini bahkan juga hidup abadi di akhirat. "Mereka tidak akan merasa padanya kematian, hanya kematian pertama, dan Dia pelihara mereka daripada azab jahanam". (Surat Dukhaan, ayat 56).

Nabi saw. menceritakan bahwa keadaan orang mukmin yang  mencapai yang hak melalui zikir: "Orang mukmin tidak mati. Mereka hanya meninggalkan hidup yang  sementara ini dan pergi kepada kehidupan abadi". Dan mereka lakukan di sana apa yang mereka lakukan dalam dunia. Nabi saw. bersabda: "Nabi-nabi dan orang-orang yang hampir dengan Allah terus beribadat di dalam kubur seperti yang mereka  lakukan di dalam rumah mereka". Ibadat yang dimaksudkan itu adalah penyerahan dan merendahkan diri rohani kepada Allah bukan sembahyang yang lima waktu sehari. Tawaduk yang di dalam diri, dengan diam, adalah nilai utama yang  menunjukkan iman yang  sejati.

Makrifat tidak dicapai oleh manusia dengan usaha tetapi ia adalah anugerah dari Allah. Setelah dinaikkan kepada maqam tersebut orang arif menjadi akrab dengan rahasia-rahasia Allah. Allah membawa seseorang kepada rahasia-rahasia-Nya apabila hati orang itu hidup dan sadar dengan zikir atau ingatan kepada-Nya dan jika hati yang sadar itu bersedia menerima yang hak. Nabi saw. bersabda: "Mataku tidur tetapi hatiku jaga".

Pentingnya memperolehi makrifat dan hakikat diterangkan oleh Nabi saw.: "Jika seseorang berniat mempelajari dan beramal menurut keinginannya itu tetapi mati sebelum mencapai tujuannya, Allah melantik dua orang malaikat sebagai guru yang  mengajarnya ilmu dan makrifat sampai ke hari kiamat. Orang itu dibangkitkan dari kuburnya sebagai orang arif yang telah memperolehi hakikat".

Dua orang malaikat di sini menunjukkan roh Nabi Muhammad saw. dan cahaya  cinta yang menghubungkan insan dengan Allah. Pentingnya niat dan hajat selanjutnya diceritakan oleh Nabi saw.: "Ramai yang berniat belajar tetapi mati ketika masih di dalam kejahilan tetapi mereka bangkit daripada kubur pada hari pembalasan sebagai orang arif.Ramai ahli ilmu dibangkitkan pada hari itu dalam  keadaan rusak akhlak hilang segalanya dan jahil keseluruhannya".

Mereka adalah  orang-orang yang bermegah dengan ilmu mereka, yang menuntut ilmu karena muslihat duniawi dan berbuat dosa. Mereka diberi amaran: "Dan  (ingatkanlah mereka) hari yang akan dibawa orang-orang kafir ke neraka (dan dikata), 'Kami telah habiskan bagian kamu yang baik di dalam penghidupan dunia. Dan kamu telah bersuka-sukaan dengannya. Maka pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang keji lantaran kamu pernah berlaku sombong di dunia secara tidak benar dan lantaran kamu telah melewati batas". (Surat Ahqaaf, ayat 20).

Nabi saw. bersabda: "Setiap amal bergantung pada niat. Niat dan tujuan orang beriman lebih baik dan bernilai pada pandangan Allah daripada amalannya. Niat orang yang tidak beriman lebih buruk daripada apa yang nyata dengan amalannya". Niat adalah asas amalan. Nabi saw.: "Adalah baik membena kerja kebajikan di atas tapak yang baik, dan dosa adalah  perbuatan yang  dibina di atas tapak yang jahat". "Barangsiapa hendak ke taman akhirat Kami tambah untuknya pada ke tamannya, dan barangsiapa mau ke taman dunia Kami akan beri kepadanya sebagian daripadanya, tetapi tidak  ada baginya bagian akhirat". (Surat Syura,  ayat 20).

ZIKIR
Allah Yang Maha Tinggi menunjukkan jalan kepada para pencari supaya  mengingati-Nya: "Dan hendaklah kamu sebut Dia sebagaimana Dia pimpin  kamu”. (Surat Baqaraah, ayat  198).

Ini bermakna Pencipta kamu telah membawa kamu ke peringkat kesadaran dan keyakinan yang tertentu dan kamu hanya boleh mengingati-Nya menurut kadar keupayaan tersebut. Nabi saw. bersabda: "Ucapan zikir yang paling baik adalah  yang  aku dan sekalian nabi-nabi bawa,  itulah kalimat ‘La ilaha illallah’.".

Terdapat berbagai-bagai peringkat zikir dan masing-masing ada cara yang  berlainan. Ada yang diucap dengan lidah secara kuat  dan ada pula yang diucapkan secara senyap, dari lubuk hati. Pada peringkat permulaan seseorang perlu menyebutkan ucapan zikirnya dengan lidahnya secara berbunyi. Kemudian peringkat demi peringkat zikir mengalir ke dalam diri, turun kepada hati, naik kepada roh dan seterusnya pergi semakin jauh yaitu kepada bagian rahasia-rahasia, pergi lagi kepada yang lebih jauh yaitu bagian yang tersembunyi sehinggalah kepada yang  paling tersembunyi daripada yang tersembunyi. Sejauh mana zikir masuk ke dalam, peringkat yang dicapainya, bergantung kepada sejauh mana Allah dengan kemurahan-Nya membimbing seseorang.

Zikir yang diucapkan dengan perkataan menjadi kenyataan bahwa hati tidak Iupa kepada Allah. Zikir secara senyap di dalam hati adalah pergerakan perasaan. Zikir hati adalah dengan cara merasakan di dalam hati tentang kenyataan tentang keperkasaan dan keelokan Allah. Zikir adalah melalui pancaran cahaya suci yang  dipancarkan oleh keperkasaan dan keelokan Allah. Zikir pada tahap rahasia ialah melalui keghairahan (zauk) yang diterima daripada pemerhatian rahasia suci itu. Zikir pada bagian tersembunyi membawa seseorang kepada: "Di tempat duduk  yang  hak, di sisi Raja Agung yang sangat berkuasa". (Surat Qamar, ayat 55).

Zikir peringkat terakhir yang dipanggil khafi al-khafi - yang paling tersembunyi daripada yang tersembunyi - membawa seseorang kepada suasana fana diri sendiri dan penyatuan dengan yang hak. Dalam kenyataannya tiada siapa saja kecuali Allah yang mengetahui keadaan orang yang telah masuk ke dalam alam yang  mengandungi semua pengetahuan, kesudahan kepada semua  dan segala perkara. "Dia mengetahui rahasia dan yang  lebih tersembunyi". (Surat Ta Ha, ayat 7).

Bila seseorang telah melepasi tahap zikir-zikir tersebut suasana jiwa yang berlainan seolah-olah roh lain lahir dalam diri seseorang. Roh ini lebih tulen dan seni daripada roh-roh yang lain. Ia adalah bayi kepada hati, bayi kepada hakikat. Ketika dalam  bentuk benih bayi ini mengajak dan menarik orang lain untuk mencari dan menemui yang hak. Setelah ia lahir bayi ini menggesa orang  lain supaya  mendapatkaan Zat Allah Yang Maha Tinggi. Roh baru ini yang dinamakan bayi kepada hati dan juga benih serta keupayaannya tidak terdapat pada semua orang. Ia hanya terdapat pada orang mukmin yang tulen. "Dia jugalah yang  tinggi derajat-Nya, yang  memiliki arasy. Dia kirim roh dari perintah-Nya kepada Siapa saja yang Dia kehendaki”. (Surat Mukmin, ayat  15).

Roh khusus ini dihantar daripada maqam Yang Maha Perkasa dan diletakkan di dalam alam maya yang nyata di mana sifat-sifat Pencipta menyata pada  penciptaan, tetapi roh ini adalah kepunyaan alam yang hak. Ia tidak berminat dan tidak memperdulikan apa saja melainkan Zat Allah. Nabi saw. bersabda: "Dunia  ini tidak disukai dan tidak dihajati oleh orang yang inginkan akhirat. Akhirat pula tidak  dihajati oleh orang yang  inginkan dunia,  dan ia tidak  akan  diberi kepada mereka.  Tetapi bagi roh yang mencari Zat Allah dunia dan akhirat tidak menarik perhatiannya" .
Roh untuk yang hak. Orang yang memilikinya akan mencari, menemui dan bersama Tuhannya.

Apa saja yang kamu buat di sini zahir kamu mestilah  menurut jalan yang  lurus. Ia hanya mungkin dengan mengikuti dan mematuhi serta memelihara peraturan dan hukum agama. Untuk berbuat demikian seseorang haruslah menyadari, mengingati Allah malam dan siang, zahir dan batin, berkelanjutan. Bagi mereka yang  menyaksikan yang hak mengingati Allah adalah wajib sebagaimana perintah-Nya:  "Maka hendaklah kamu ingat kepada Allah sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil (berbaring) atas rusuk-rusuk kamu". (Surat Nisaa', ayat  103).

"Yang mengingati Allah sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil berbaring dan memikirkan tentang kejadian langit-langit dan bumi  (sambil berkata), 'Wahai Tuhan kami, Engkau tidak jadikan (semua) ini dengan sia-sia. Maha  Suci Engkau’.". (Surat Imraan, ayat  191).

PENYUCIAN DIRI
Dua jenis penyucian: Pertama zahir, ditentukan oleh peraturan agama dan dilakukan dengan membasuh tubuh badan dengan air yang  bersih. Keduanya ialah penyucian batin, diperolehi dengan menyadari kekotoran di dalam diri, menyadari dosanya dan bertaubat dengan ikhlas .

Penyucian batin memerlukan perjalanan kerohanian dan dibimbing oleh guru kerohanian.

Menurut hukum dan peraturan agama, seseorang menjadi tidak suci dan wudlu menjadi batal jika keluar sesuatu dari rongga badan. Ini perlu diperbarui dengan wudlu.  Dalam  hal keluar  mani dan darah haid mandi wajib diperlukan. Dalam hal lain, bagian tubuh yang terdedah- tangan, lengan, muka dan kaki - mesti dibasuh. Mengenai pembaruan wudlu Nabi saw. bersabda: "Pada setiap pembaruan wudlu Allah perbarui kepercayaan hamba-Nya yang cahaya iman digilap dan memancar dengan lebih bercahaya". Dan: "Mengulangi bersuci dengan wudlu adalah cahaya  di atas cahaya''.

Kesucian batin juga boleh hilang, mungkin lebih kerap daripada kesucian zahir, dengan sifat buruk, buruk perangai, perbuatan dan sifat yang merusakkan seperti sombong, takabur, menipu, mengumpat, fitnah, dengki dan marah. Perbuatan secara sadar dan tidak sadar memberi kesan kepada roh, mulut yang memakan makanan haram, bibir yang berdusta, telinga yang mendengar umpatan dan fitnah, tangan yang memukul, kaki yang membawa kepada kejahatan. Zina, yang juga satu dosa, bukan saja dilakukan di atas katil. Nabi saw. bersabda: "Mata  juga berzina".

Bila kesucian batin ditanamkan demikian dan wudlu kerohanian batal, membarui wudlu demikian adalah dengan taubat yang ikhlas, yang dilakukan dengan menyadari kesalahan sendiri, dengan penyesalan yang mendalam disertai oleh tangisan (yang menjadi air yang  membasuh kekotoran jiwa), dengan berazam tidak  akan mengulangi kesalahan tersebut, berhasrat meninggalkan semua kesalahan, dengan memohon keampunan Allah, dan dengan berdoa agar Dia mencegahnya daripada melakukan dosa lagi.

Sembahyang adalah menghadap Tuhan. Berwudlu,  berada di dalam keadaan suci, menjadi syarat untuk bersembahyang. Orang arif tahu penyucian zahir saja tidak memadai, karena Allah melihat jauh ke dalam  lubuk  hati, yang perlu diberi wudlu  dengan cara bertaubat. Firman Allah: "Inilah  apa yang  dijanjikan untuk kamu, untuk tiap-tiap orang yang bertaubat, yang menjaga (batas-batas)". (Surat Qaaf, ayat 32).

TABIR CAHAYA DAN KEGELAPAN
Allah berfirman: "Siapa saja yang buta di dunia buta juga di akhirat". (Surat Bani Israil, ayat 72). Bukan buta mata yang di kepala tetapi buta mata yang di hati yang  menghalang seseorang daripada melihat cahaya hari akhirat. Firman Allah: "Bukan matanya yang  buta tetapi hatinya yang  di dalam  dada".  (Surat Hajj, ayat 46).

Hati menjadi buta disebabkan oleh kelalaian, yang membuat seseorang lupa kepada Allah dan lupa kepada kewajipan mereka, tujuan mereka, ikrar mereka dengan Allah, ketika mereka  masih berada di dalam  dunia. Sebab utama kelalaian adalah  kejahilam terhadap hakikat (kebenaran) undang- undang dan peraturan Tuhan. Apa yang menyebabkan seseorang itu berkelanjutan di dalam kejahilan ialah kegelapan yang menyeluruh menutupi seseorang dari luar dan sepenuhnya menguasai batinnya. Sebagian daripada nilai-nilai itu yang  mendatangkan kegelapan ialah sifat- sifat angkuh, sombong, megah, dengki, bakhil, dendam, bohong, mengumpat, fitnah dan lain-lain sifat keji. Sifat-sifat yang keji itulah yang merendahkan ciptaan Tuhan yang sangat baik sehingga jatuh kepada tahap yang paling rendah.

Untuk membebaskan seseorang daripada kejahatan itu dia perlu menyucikan dan menyinarkan cermin hatinya. Penyucian ini dilakukan dengan mendapatkan pengetahuan, dengan beramal menurut pengetahuan itu, dengan usaha dan keberanian, melawan ego diri, menghapuskan yang banyak pada diri, mencapai keesaan. Perjuangan ini berkelanjutan sehingga hati menjadi hidup dengan cahaya  keesaan  - dan dengan cahaya keesaan itu mata bagi hati yang suci akan melihat hakikat sifat-sifat Allah di sekeliling dari pada  dirinya.

Hanya selepas itu baru kamu ingat akan kediaman kamu yang sebenar yang  darinya kamu datang. Kemudian kamu akan ada rasa kerinduan dan keinginan untuk kembali kepada rumah kediaman yang sebenar, dengan pertolongan Yang Maha Mengasihani roh suci pada diri kamu akan menyatu dengan-Nya.

Bila sifat-sifat kegelapan terangkat cahaya mengambil alih tempatnya dan orang  yang memiliki mata rohani akan melihat. Dia mengenali apa yang dia lihat dengan cahaya nama-nama sifat Ilahiah. Kemudian dirinya dibanjiri oleh cahaya dan bertukar menjadi cahaya. Cahaya ini masih lagi hijab menutupi cahaya suci Zat, tetapi masanya akan sampai bila ini juga akan terangkat, yang tinggal hanya cahaya  suci Zat itu sendiri.

Hati mempunyai dua mata, satu yang sempat dan satu lagi yang  luas. Dengan mata  yang sempat seseorang boleh melihat kenyataan sifat-sifat dan nama-nama Allah. Penglihatan ini berkelanjutan sepanjang perkembangan kerohaniannya. Mata yang  luas melihat hanya kepada apa yang dijadikan kelihatan oleh cahaya keesaan dan yang esa. Hanya bila seseorang sampai kepada daerah kehampiran dengan Allah dia akan melihat, di dalam alam penghabisan bagi kenyataan Zat Allah, Yang Esa dan Mutlak.

Bagi mencapai maqam-maqam ini ketika masih di dalam dunia,  di dalam  kehidupan ini kamu mestilah membersihkan diri kamu daripada sifat-sifat keduniaan, yang ego dan keegoan. Jarak yang kamu mengembara di dalam kenaikan kamu ke arah maqam-maqam tersebut bergantung kepada sejauh mana kamu mengasingkan diri daripada hawa nafsu yang rendah dan ego diri kamu.

Pencapaian kamu kepada matlamat yang kamu inginkan bukanlah seperti barang kebendaan sampai ke tempat kebendaan. Ia juga bukan ilmu yang membawa seseorang kepada sesuatu yang menjadi diketahui (daripada tidak tahu), juga bukan pertimbangan yang memperolehi apa yang difikirkan, bukan juga khayalan yang  menyatu dengan apa yang dikhayalkan. Matlamat yang kamu ingin capai ialah kesadaran tentang ketiadaan (kekosongan) kamu daripada segala sesuatu kecuali Zat Allah. Pencapaian ini adalah perubahan suasana yang  terjadi, bukan perubahan pada sesuatu yang nyata. Di sana tiada jarak, tiada dekat atau jauh, tiada kesampaian, tiada ukuran, tiada arah, tiada ruang.

Dia Maha Besar, segala puji untuk-Nya. Dia Maha Pengampun. Dia menjadi nyata  dalam apa yang Dia sembunyikan daripada kamu. Dia menyatakan Diri-Nya  sebagaimana Dia melabuhkan tirai di antara Dia dengan kamu. Pengenalan tentang Diri-Nya tersembunyi di dalam ketidak-upayaan mengenali-Nya.

PENYUCIAN INSAN SEMPURNA,  YANG TELAH MENGASINGKAN DIRINYA DAN MEMBEBASKAN DIRINYA DARI PADA SEGALA URUSAN DUNIA.
Tujuan penyucian itu ada dua jenis: Pertama untuk membolehkannya masuk  kepada alam sifat-sifat Ilahi dan kedua untuk mencapai maqam Zat.

Penyucian untuk memasuki alam sifat-sifat Ilahi memerlukan pelajaran yang  membimbing seseorang  di dalam  proses penyucian cermin hati daripada gambaran hewan manusia dengan cara rayuan, ucapan atau memikirkan dan mendoakan pada  nama-nama Ilahi. Ucapan  itu menjadi kunci, perkataan rahasia yang membuka hati. Hanya bila mata itu terbuka barulah boleh dia melihat sifat-sifat Allah yang sebenar. Kemudian mata itu melihat gambaran kemurahan Allah, nikmat, rahmat dan kebaikan-Nya di atas cermin hati yang murni itu. Nabi saw. bersabda: "Mukmin adalah cermin bagi samanya mukmin". Juga sabda baginda: "Orang berilmu  membuat gambaran sementara orang arif menggilap".  Juga sabda baginda: "Orang berilmu membuat gambaran sementara orang arif menggilap cermin hati yang  menangkap kebenaran". Bila cermin hati sudah dicuci sepenuhnya dengan digilap terus-menerus secara menzikirkan nama-nama Allah, seseorang itu mendapat jalan kepada pengetahuan dan sifat Ilahi. Penyaksian terhadap pemandangan ini hanya mungkin berlaku di dalam  hati.

Penyucian yang bertujuan mencapai Zat Ilahi adalah melalui terus-menerus mentafakurkan kalimat tauhid. Ada tiga nama keesaan, tiga yang  akhir daripada dua belas nama-nama Ilahi. Nama-nama tersebut ialah: LA ILAHA ILLA LLAH: Tiada yang  ada kecuali Allah.
ALLAH: Nama khusus bagi Tuhan,
HU: Allah yang bersifat melampaui sesuatu,
HAQ: Yang sebenarnya (Hakikat),
HAYYUN: Hidup Ilahi yang kekal abadi,
QAYYUM: Berdiri dengan sendiri yang segala kewujudan bergantung kepada-Nya,
QAHHAR: Yang Maha Memaksa, meliputi segala sesuatu,
WAHHAB: Pemberi  tanpa  batas,
WAHID: Yang Esa,
AHAD: Esa,
SAMAD: Sumber  kepada segala sesuatu.

Nama-nama ini mestilah diseru bukan dengan lidah biasa tetapi dengan lidah rahasia bagi hati. Hanya dengan itu mata hati melihat  cahaya  keesaan. Bila cahaya  suci Zat menjadi nyata semua nilai-nilai kebendaan lenyap, semua menjadi tiada apa-apa. Ini adalah suasana menghabiskan sepenuhnya segala perkara, kekosongan yang melampaui semua kekosongan. Kenyataan cahaya Ilahi memadamkan semua cahaya: "Tiap-tiap sesuatu akan binasa kecuali Zat-Nya". (Surat Qasas, ayat 88). "Allah hapuskan apa yang Dia kehendaki dan Dia tetapkan apa yang Dia kehendaki, karena pada sisi-Nya ibu kitab".  (Surat ar-Ra' d, ayat 39).

Bila semuanya lenyap  apa yang  tinggal  selamanya adalah  roh suci. Ia melihat  dengan cahaya
Allah. Ia melihat-Nya, Dia melihatnya. Di sana tiada  gambaran, tiada persamaan di dalam  melihat- Nya: "Tiada sesuatu yang  serupa  dengan-Nya. Dia mendengar dan melihat".  (Surat asy-Syura, ayat 11).

Apa yang ada hanyalah cahaya murni yang mutlak. Tidak ada apa untuk diketahui lebih dari itu. ltu adalah alam fana diri. Tiada lagi fikiran untuk memberi khabar berita. Tiada lagi siapa saja melainkan Allah yang memberi khabar berita.  Nabi saw. bersabda: “Ada ketika aku sangat hampir dengan Allah, tiada siapa, malaikat yang  hampir atau nabi yang diutus, boleh masuk antara aku dengan-Nya". Ini adalah  suasana pemisahan di mana seseorang itu telah membuang semua perkara kecuali Zat Allah. ltu adalah suasana keesaan. Allah memerintahkan melalui Rasul- Nya:  "Pisahkan diri kamu dari segala perkara dan carilah keesaan".

Pemisahan itu bergerak daripada semua yang keduniaan kepada kekosongan dan ketiadaan. Hanya dengan itu kamu memperolehi sifat-sifat Ilahi. Itulah yang  dimaksudkan oleh Nabi saw. apabila bersabda: "Sucikan diri kamu, benamkan diri kamu dalam sifat-sifat yang suci (sifat Ilahi)".
Sirrul Assrar dari Syeikh Abdul Qadir Jailani

MIMPI-MIMPI.
Mimpi yang dimimpikan di antara masa seseorang hampir lena hingga dia tidur lena adalah benar dan berfaedah. Mimpi-mimpi ini selalunya merupakan pembawa pembukaan dan perantaraan kepada yang luar biasa. Bukti kebenaran mimpi  dinyatakan oleh Allah dengan firman-Nya: "Sesungguhnya Allah akan buktikan mimpi itu benar kepada Rasul-Nya, kamu akan masuk Masjidil Haram jika dikehendaki Allah dengan aman". (Surat al-Fath, ayat 27).

Dan memang benar Nabi saw. memasuki kota Makkah yang masih dikuasai oleh musuh-musuh baginda, tahun sesudah baginda bermimpi. Contoh lain ialah mimpi  Nabi Yusuf as.: "Tatkala Yusuf berkata kepada bapanya, 'Wahai bapaku, sesungguhnya aku melihat sebelas bintang dan matahari serta bulan - aku lihat - bersujud kepadaku". (Surat Yusuf, ayat 4).

Nabi saw. bersabda: “Tidak ada nabi yang datang selepas aku tetapi boleh datang pembukaan- pembukaan yang  lain. Orang yang beriman akan melihat pembukaan itu dalam mimpi mereka atau pembukaan itu akan ditunjukkan kepada mereka  menerusi mimpi. Bagi mereka pembukaan tentang khabar baik dalam dunia ini dan di akhirat". (Surat Yunus, ayat 64).

Mimpi datangnya dari Allah tetapi kadang-kadang ada juga yang datang dari syaitan. Nabi saw. bersabda: "Siapa saja yang melihatku di dalam mimpi sesungguhnya dia benar-benar melihatku karena syaitan tidak dapat mengambil bentukku". Syaitan juga tidak dapat mengambil bentuk mereka yang mengikut iman, jalan kebenaran, makrifat, kebenaran dan cahaya Nabi saw. Orang arif mentafsirkan hadis Nabi saw. di atas dengan mengatakan syaitan bukan saja tidak dapat mengambil bentuk Nabi saw. malah syaitan juga tidak dapat berpura-pura mengakui seseorang atau sesuatu yang ada sifat kemurahan dan kebaikan atau kasih sayang dan lemah lembut dan beriman. Sesungguhnya Nabi-nabi, wali-wali, malaikat, Masjidil haram, matahari, bulan, awan putih, Al-Qur’an yang suci, merupakan kewujudan yang ke dalamnya syaitan tidak boleh masuk juga tidak dapat mengambil bentuk mereka. Ini karena  syaitan adalah tempat dan keadaan yang menzahirkan kekerasan, hukuman dan kesengsaraan. Ia hanya boleh menggambarkan kekeliruan dan keraguan. Bila seseorang  sudah memiliki di dalam dirinya kenyataan nama  Allah, Pembimbing Mutlak Kepada Kebenaran', bagaimana sifat yang membawa kekacauan itu boleh menyata dalam dirinya? Sifat-sifat yang bertentangan satu sama lain tidak boleh bertukar ternpat, seperti air dengan api. Kemurkaan tidak  dapat  mengambil tempat kemurahan, juga tidak boleh api menyerupai air. Mereka menolak sesama mereka,  mereka berjauhan, mereka kepunyaan ruang yang berlainan. Allah Pisahkan kebenaran daripada kepalsuan: "Demikianlah Allah nyatakan kebenaran dan kepalsuan ...  dengan misalan dan ibarat ... ". (Surat ar-Ra' d, ayat  17).

Tetapi syaitan boleh mengaku menjadi Allah dan menipu manusia, membawa mereka menjadi sesat. Ini hanya boleh dilakukan dengan izin Allah. Allah mempunyai banyak sifat-sifat yang kelihatan bertentangan satu sama lain. Misalnya  sifat-Nya Yang Gagah dan Keras kelihatan berlawanan dengan sifat-Nya Yang Indah dan Lemah-lembut. Syaitan dilaknati hanya boleh berpura-pura mengambil watak kemarahan dan keperkasaan karena ia secara kejadian asalnya adalah  bentuk menyatakan kekerasan Allah. Allah memiliki kedua-dua sifat, Pembimbing Mutlak kepada kebenaran dan juga Pembawa kepada kesesatan. Syaitan tidak boleh menjelma dengan watak  sifat yang  mengandungi nilai pembimbingan. Jika syaitan berpura-pura menjelmakan sebarang sifat Allah, ia lakukannya dengan kehendak dan izin Allah, bagi membimbing orang yang beriman kepada kebaikan dengan menentang kejahatan, membawanya kepada kebenaran dengan cara menentang kepalsuan. Dalam kenyataannya syaitan tidak ada sebarang kuasa  untuk merampas iman daripada seseorang yang beriman; ia hanya boleh mengambilnya jika orang yang beriman itu sendiri mencampakkan imannya.

Allah memerintahkan Nabi-Nya supaya: "Katakanlah: 'Inilah jalanku, yang aku dan orang-orang yang  mengikuti daku  menyeru (manusia) kepada Allah dengan basirah (penyaksian yang jelas). Maha Suci Allah! Dan bukanlah aku dari golongan musyrikin’.". (Surat Yusuf, ayat  108).

Dalam ayat ini 'orang yang mengikuti daku' adalah manusia sempurna, guru  kerohanian yang sebenarnya yang akan datang selepas Nabi Muhamamd saw., yang  akan mewarisi ilmu batin baginda dan kebijaksanaan baginda dan yang akan berada hampir dengan Allah. Manusia yang demikian digambarkan sebagai 'pelindung dan pembimbing sebenarnya'.  (Surat al-Kahfi, ayat 17).

Ada dua jenis mimpi; subjektif (memberi pandangan atau perasaan sendiri) dan objektif (bermatlamat), masing-masing dibahagi kepada dua jenis. Jenis pertama mimpi subjektif ialah bayangan atau gambaran suasana kerohanian yang tinggi dan hasil daripada keharmonian, dan kelihatan dalam gambar seperti matahari, bulan, bintang, pemandangan padang pasir putih bermandikan cahaya, taman syurga,  mahligai, roh yang cantik dalam bentuk malaikat dan lain-lain. Ini semua adalah  sifat-sifat hati yang murni. Jenis kedua mimpi subjektif mengandungi gambaran yang  berkaitan dengan suasana seseorang yang bebas daripada keresahan, yang mengenal diri dan menemui ketentaraman fikirannya. Gambaran-gambaran ini adalah kelezatan yang dia akan temui dalam syurga, bau-bauan dan suara di dalam  syurga. Dia akan bermimpikan beberapa jenis hewan dan burung yang menyerupai yang paling cantik yang jenisnya ada dalam dunia. Hewan yang dilihat di dalam  mimpi itu adalah hewan syurga.  Misalnya,  unta  adalah hewan syurga. Kuda dihantar sebagai hewan yang membawa tentara suci di dalam peperangan menentang orang-orang kafir di sekelilingnya dan di dalamnya. Lembu jantan kepada Nabi Adam as. bagi menenggala tanah untuk ditanam gandum. Kambing biri-biri datangnya dari madu syurga, unta diciptakan dari cahaya syurga, kuda  daripada selasih manis di dalam  syurga,  biri-biri daripada kunyit syurga.

Baghal menggambarkan suasana terendah seseorang yang menemui hati dan fikiran yang tenang. Bila dia mimpikan baghal itu tandanya dia cuai dan malas di dalam melakukan ibadat sebab hawa nafsu badannya menahan, dan usaha  kerohaniannya tidak memberi hasil. Kemudian dia harus bertaubat dan teruskan melakukan kebajikan supaya  dia akan mendapat hasil.

Keldai diciptakan dari batu syurga dan diberikan untuk berkhidmat kepada Nabi Adam as. dan keturunannya. Keldai adalah lambang jasad dan keperluan kebendaannya, ego dan pentingkan diri sendiri. Jasad adalah hewan yang  membawa beban, membawa roh. Jika seseorang menjadi hamba kepada jasad dia adalah umpama orang yang memikul keldai di atas bahunya, tetapi manusia sebenar  menunggangi keldai jasad kebendaannya. Jadi, keldai melambangkan cara atau alat dia mengarahkan urusan akhiratnya di dalam dunia ini.

Berkata-kata dengan jejaka tampan dengan wajah yang berseri-seri adalah tanda  kenyataan Ilahi sampai kepada seseorang itu karena mereka yang sudah  memperoleh makrifat kepada kenyataan Ilahi di dalam syurga akan muncul di dalam  rupa yang cantik. Nabi saw. menggambarkan orang demikian sebagai berkeadaan serba-kena,  serba-elok, lemah lembut dan mempunyai mata kehitaman yang indah. Baginda bahkan mengatakan: "Aku lihat Tuhanku dalam rupa jejaka tampan". Karena Allah tidak menyerupai sesuatu, hadis ini diartikan sebagai kenyataan sifat- sifat Allah Yang Maha Indah digambarkan di dalam cermin roh yang suci. Gambaran ini dinamakan bayi bagi hati. Rupa kebendaan, badan, adalah cermin kepada kebijaksanaan ketuhanan yang mengajarkan dan membentuk kita. Gambaran ini juga adalah  perhubungan  di antara  hamba dengan Tuhan. Saidina Ali ra. berkata: "Jika aku tidak dibentuk oleh Tuhanku aku tidak akan mengenal-Nya".

Bagi pembentukan kerohanian, seseorang itu memerlukan petunjuk, bimbingan dan teladan daripada pembimbing yang masih hidup. Guru-guru yang menjadi pembimbing adalah nab-nabi dan orang-orang yang hampir dengan Allah yang  mewarisi kebijaksanaan nabi-nabi. Melalui pengajaran mereka hati dan diri seseorang diterangi cahaya, menerangi perjalanan mereka. Murid menemui roh yang  diilhamkan di dalam  dirinya  melalui mereka  yang  menjadi guru  kerohanian tersebut. "Dia jugalah yang  tinggi derajat-Nya, yang  memiliki arasy. Dia kirimkan roh (dari perintah- Nya) kepada Siapa saja yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya buat Dia ancam  dengan hari pertemuan". (Surat Mukmin, ayat  15).

Untuk keselamatan hati kamu mestilah mendapatkan guru yang mengilhamkan kamu dengan roh itu.

Imam al-Ghazali berkata: "Tidak menjadi kesalahan bagi seseorang melihat Allah dalam mimpinya sebagai gambaran yang indah. Gambaran itu adalah symbol menurut peringkat kerohanian seseorang. Apa yang dilihat tentu sekali bukan Zat Yang Maha Suci yang tidak serupa dengan sesuatu. Begitu juga Nabi saw. tidak  dapat dilihat dalam rupa baginda yang asli, kecuali mereka yang menjadi waris kepada hikmah kebijaksanaan baginda, ilmu dan amalan baginda, dan yang  mengikuti baginda secara keseluruhan. Yang lain, bila mereka mimpikan Rasulullah  saw., mimpikan simbol menurut kemampuan dan suasana mereka, tetapi mereka  tidak sebenarnya melihat baginda".

Kata qil (kata orang bijak pandai): "Dibolehkan melihat Allah di dalam mimpi sebagai  cahaya atau rupa  manusia". Dia menyatakan Diri-Nya dalam bentuk sifat-sifat-Nya.  Kepada Nabi Musa as. Dia kelihatan sebagai api pada pokok jujube yang terbakar. Itu adalah penzahiran tentang Kalam Suci yang Nabi Musa as. dengan sebagai Belukar Terbakar, mengatakan: "Wahai Musa, apakah di tangan kamu?” (Surat Ta Ha, ayat 15).

Apa yang kelihatan kepada Musa as. sebagai api adalah cahaya Ilahi. Dia melihatnya sebagai api menurut peringkat dan hasratnya, karena dia sedang  mencari api. Bagi manusia, peringkat kewujudan terendah pada dirinya ialah tumbuh-tumbuhan, kemudian hewan. Apakah yang  ganjil jika manusia yang  telah menyucikan dirinya daripada tahap-tahap rendah itu sehingga menjadi manusia sempurna, melihat kenyataan Tuhan dizahirkan sebagai Belukar Terbakar. Bagi manusia sempurna yang lain Allah menzahirkan Kalam-Nya sebagai perkataan mereka sendiri, keluar daripada mulut mereka. Bayazid al-Bustami berkata: "Zatku adalah Yang Maha Mulia. Betapa besarnya kemuliaan daku". Kalam Suci keluar  daripada mulut Junaid al-Baghdadi: "Tiada yang lain kecuali Allah di dalam jubahku". Terdapat rahasia-rahasia besar di dalam peringkat seperti ini yang dicapai oleh manusia sempurna. Terlalu sukar untuk menerangkannya dan terlalu panjang untuk menguraikannya. Ia hanya berkaitan dengan mereka yang menghabiskan hayatnya mengejar ilmu batin.

Untuk menjadi penerima penzahiran Ilahi dan untuk berhubung dengan roh Nabi saw., seseorang mesti diajar dan dididik dan dibawa ke peringkat kerohanian tersebut. Orang yang baru memasuki perjalanan kerohanian tidak boleh berharap dapat berhubung dengan Allah dan Rasul-Nya. Di antara guru yang suci yang  hampir dengan Allah dan Rasul-Nya ada hubungan yang mengatasi zahiriah. Jika Nabi saw.masih hidup seseorang boleh mengambil ilmu secara langsung daripada baginda dan tidak perlulah kepada perantaraan. Tetapi oleh karena baginda sudah  wafat dan berpindah kepada alam baqa, baginda berpisah dengan keadaan keduniaan dan kebendaan. Jadi, seseorang tidak dapat berhubung secara langsung dengan baginda. Hal yang sama juga terjadi pada guru yang benar. Bila mereka  meninggal dunia orang ramai tidak boleh lagi belajar dengan mereka.

Kamu akan faham jika kamu mempunyai pengertian yang mendalam, jika kamu mencari  bukan untuk menjadi luar biasa. Mencari untuk memperolehi kefahaman ini dengan renungan mendalam, agar kamu melepasi kegelapan ego diri kamu dengan cahaya yang dinyalakan. Kamu perlu cahaya untuk melihat, untuk mengerti. Kamu tidak boleh melihat di dalam kegelapan. Cahaya itu hanya jatuh pada tempat yang  sesuai, yang  teratur dan suci, tempat yang mulia. Orang yang baru, dengan dirinya  sendiri, tidak dapat meletakkan dirinya dalam kesesuaian dan sebab itu memerlukan guru.

Guru yang masih hidup mestilah ada hubungan dengan Nabi saw. - yaitu jika dia benar-benar pewaris suasana Nabi saw. Dalam perjalanannya dia menerima bimbingan daripada Nabi saw. dan diajarkan untuk menjadi hamba Allah yang  sabar. Dengan bantuan ini dia menjadi alat bagi penerusan jalan batin. Selebihnya  adalah  rahasia. Hanya orang yang layak mengalaminya akan mengalaminya.
"Bagi Allah jugalah kemuliaan dan bagi Rasul-Nya dan bagi orang mukmin". (Surat Munafiquun, ayat 8).

Suasana yang  mulia ini adalah rahasia.
Latihan kerohanian bukanlah perkara mudah. Roh kebendaan berada di dalam  tubuh dan dilatih dengannya. Tempat roh kerohanian di dalam hati. Tempat roh sultan adalah pusat hati. Tempat roh kudus (roh suci) adalah rahasia. Rahasia itu adalah jalan yang menghubungkan yang hak dengan orang yang beriman. Ia adalah  juru bahasa, menterjemahkan yang hak kepada si pencari, karena rahasia itu kepunyaan Allah, adalah hampir dengan-Nya dan amanah-Nya.

Ada juga mimpi akibat kelakuan buruk. Ia menunjukkan sifat-sifat ego yang  menguasai atau kesadaran terhadap kesalahan tetapi dia tidak mampu menghentikannya.

Malah dalam suasana yang lebih baik bila seseorang diingatkan oleh Allah tentang kesalahan dan dosanya dia mimpikan hewan liar seperti harimau dan singa, serigala dan beruang, anjing dan babi jantan, dan hewan-hewan kecil - musang, amab, kucing ular, kala jengking dan hewan yang memakan daging dan juga hewan berbisa, hewan yang merusakkan.

Untuk menyatakan sebagian kecil kejahatan yang ditunjukkan oleh gambaran-gambaran itu: Harimau adalah simbol; ujub dan besar diri serta takabur yang  sampai kepada peringkat angkuh dengan Allah: "Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan tidak mau terima dia, maka tidak akan dibuka pintu-pintu langit dan tidak akan mereka masuk syurga sehingga unta boleh masuk ke lubang  jarum".  (Surat al-A'raaf, ayat 40).
Hukuman yang sama juga bagi mereka yang angkuh dengan sesama manusia. Serigala  adalah simbol kasihkan diri yang melampau dan inginkan pujian. Beruang melambangkan kemarahan dan keberangan dan kezaliman ke atas orang yang dia kuasai. Serigala melambangkan kerakusan tanpa memperdulikan haram dan halal, bersih atau kotor. Anjing melambangkan kasihkan dunia dan huru harinya. Babi melambangkan kedinginan, cita-cita tinggi, berendam dan hawa nafsu yang kuat.  Musang menunjukkan penipuan, pembohongan, menipu dalam urusan dunia.  Arnab menunjukkan kelakuan yang sama, kecuali dilakukan secara tidak sadar dan dalam  kelalaian. Harimau bintang - usaha yang digunakan tanpa pertimbangan dan menyakitkan hati, juga ingin menjadi terkenal. Kucing - kebakhilan dan memutar belit. Ular - berbohong, mengata-ngata, membuat tuduhan palsu dan menyakitkan orang lain dengan perkataannya. Kala jengking-kritik yang tidak sihat, mempersendakan orang dan tidak menerima mereka. Tebuan-bahasa kesat yang  menyakitkan hati orang.

Jika seseorang bermimpi berlawan dengan salah satu daripada hewan tersebut tetapi tidak dapat mengalahkannya dia perlu memperkuatkan lagi usaha, ibadat dan ingatan secara sadar, sehingga sekali pukul binatang itu dapat dihapuskan. Jika bermimpi membunuh binatang itu bermakna dia telah berhenti melakukan kesalahan dan menyakitkan hati orang lain. Allah berfirman: "Dia akan hapuskan daripada mereka kejahatan dan Dia akan perbaiki keadaan mereka". (Surat Muhammad, ayat 2).

Jika dia bermimpi salah satu daripada binatang itu berubah menjadi manusia itu tandanya suasananya yang salah dahulu telah diperbetulkannya dan taubatnya diterima,  karena tanda sebenar taubat diterima ialah ketidak-upayaan melakukan kesalahan yang sama. "Kecuali orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan akal salih, maka mereka itu Allah tukarkan kejahatan mereka dengan kebaikan ... " (Surat al-Furqaan, ayat  70).

KEBAHAGIAAN KARENA BERAMAL SALIH DAN KESENGSARAAN KARENA INGKAR.
Kamu patut tahu bahwa manusia akan termasuk kepada salah satu daripada dua golongan, golongan pertama ialah yang berada dalam kedamaian, keimanan, bahagia dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sementara golongan kedua  berada dalam keadaan tidak selamat, keraguan dan kerisauan dalam keingkaran terhadap peraturan Tuhan. Kedua-dua nilai, ketaatan dan keingkaran, ada di dalam  diri seseorang. Jika kesucian, kebaikan dan keikhlasan lebih menguasai, sifat-sifat mementingkan diri akan bertukar menjadi suasana  kerohanian dan bagian diri yang ingkar akan dikalahkan oleh bagian diri yang baik. Baliknya jika seseorang mengikuti hawa nafsu yang rendah dan kesenangan ego dirinya, sifat-sifat ingkar akan  menguasai bagian diri yang satu lagi untuk menjadikannya ingkar dan jahat. Jika kedua-dua sifat yang berlawanan itu sama-sama kuat diharapkan yang baik itu boleh menang, sebagaimana yang dijanjikan: "Barangsiapa kerjakan kebaikan maka  baginya (ganjaran) sepuluh kali ganda, dan barangsiapa kerjakan kejahatan maka  Tidaklah dibalas dia melainkan sebanyak (kejahatannya) itu, dan mereka tidak akan  diniayai”. (Surat An' aam, ayat  160).

Dan jika Allah kehendaki ditambah-Nya lagi ganjaran atas kebaikan. Namun orang yang kebajikan dan kejahatannya sama banyak mesti lulus perbicaraan pada hari pembalasan. Orang yang berjaya mengubah sifat mementingkan diri kepada tidak mementingkan diri, hawa nafsu yang rendah kepada cita-cita kerohanian, baginya tiada hisab, tiada catatan akan diberikan kepadanya. Dia akan memasuki syurga  tanpa melalui huru-hara hari kiamat. "Oleh sebab itu barangsiapa berat  (timbangan) kebaikannya maka  dia di dalam  kehidupan (akhirat) yang  sentosa".
(Surat Qari' ah, ayat  6 & 7).

Orang yang kejahatannya lebih berat daripada kebaikannya akan dihukum menurut kadar kejahatannya. Kemudian dia dikeluarkan daripada neraka, jika dia beriman, dan akan masuk syurga.

Taat dan ingkar bermakna baik dan jahat. Kedua-dua ini ada dalam diri seseorang manusia. Yang baik boleh berubah menjadi jahat dan yang jahat boleh berubah menjadi baik. Nabi saw. bersabda: "Orang yang kebaikan menguasainya menemui keselamatan, keimanan dan kegembiraan dan menjadi baik. Orang yang kejahatan lebih menguasai kebaikan, dia menjadi ingkar dan jahat. Orang yang menyadari kesalahannya dan bertaubat dan mengubah haluannya akan mendapati suasana  ingkar akan bertukar menjadi taat dan beribadat".

Telah menjadi ketentuan bahwa baik dan jahat, kehidupan yang diberkati bagi orang yang taat dan kesengsaraan bagi yang  ingkar, adalah keadaan yang setiap orang  dilahirkan dengannya. Kedua-duanya tersembunyi di dalam bakat atau keupayaan seseorang. Nabi saw. bersabda: "Orang yang bertuah menjadi baik adalah baik ketika di dalam kandungan ibunya, dan orang berdosa yang jahat adalah pendosa  di dalam kandungan ibunya". Begitulah  keadaannya dan tiada siapa yang berhak berbincang mengenainya. Urusan takdir  bukan untuk dibincangkan. Jika dibiarkan perbincangan demikian ia akan  membawa kepada bid’ah dan kekufuran.

Lagipun tiada siapapun boleh menjadikan takdir sebagai alasan untuk membuang segala ikhtiar, semua perbuatan baik. Seseorang itu tidak boleh mengatakan, 'Jika aku ditakdirkan menjadi baik maka aku bersusah payah membuat kebaikan sedangkan aku sudahpun diberkati'.  Atau berkata, 'Jika aku sudah ditakdirkan menjadi jahat apa gunanya aku berbuat kebaikan'. Jelas sekali pendirian demikian tidak benar. Tidak wajar mengatakan, 'Jika keadaan aku sudah ditakdirkan pada  azali apa untung atau rugi yang  aku harapkan dengan usahaku sekarang'. Contoh yang  baik diberikan kepada kita adalah perbandingan di antara Adam as. dengan iblis yang dilaknat. Iblis meletakkan kesalahan kepada takdir, yang menyebabkan dia menjadi derhaka, maka dia menjadi kafir dan dibuang jauh daripada keampunan dan kehampiran Tuhan. Adam as. mengakui kesilapannya dan memohon keampunan, menerima keampunan dari Allah dan diselamatkan.

Menjadi kewajipan bagi orang Islam yang beriman untuk tidak coba memahami sebab-sebab yang tersimpan di dalam takdir. Orang coba berbuat demikian akan  menjadi keliru dan tidak mendapat apa-apa melainkan keraguan. Bahkan dia mungkin kehilangan keyakinan. Orang yang beriman mestilah mempercayai kepada kebijaksanaan Allah yang mutlak. Segala yang manusia lihat terjadi pada dirinya di dalam dunia ini mesti ada alasan tetapi alasan itu bukan untuk difahami melalui logika manusia karena ia berdasarkan kebijaksanaan Tuhan. Di dalam kehidupan ini bila kamu temui pencacian terhadap Tuhan, kemunafikan, keingkaran, penipuan dan lain-lain yang jahat, jangan biarkan perkara-perkara tersebut menggoncangkan iman kamu. Ketahuilah Allah Yang Maha Tinggi dengan kebijaksanaan mutlak bertanggungjawab kepada semua perkara dan Dia lakukan apa yang kelihatan sebagai tidak baik sebagai menyatakan kekuasaan-Nya yang mutlak. Penzahiran kekuasaan yang  demikian mungkin menyebabkan ada orang yang  tidak tertahan dan menganggapnya sebagai tidak baik tetapi ada rahasia besar di baliknya yang  tiada makhluk yang tahu melainkan Rasulullah saw. Ada kisah orang arif berdoa  kepada Tuhannya: "Wahai Yang Maha Suci, semua telah diatur oleh Engkau. Takdirku adalah kepunyaan-Mu. Ilmu yang Engkau letakkan padaku adalah milik-Mu". Ketika itu dia mendengar jawapan tanpa suara tanpa sepatah perkataan, keluar  dari dalam dirinya mengatakan: "Wahai hamba-Ku. Segala yang engkau katakan adalah kepunyaan Yang Maha Esa dan dalam keesaan. Ia bukan milik hamba-hamba". Hamba yang  beriman itu berkata: "Wahai Tuhanku, aku telah menzalimi diriku, aku bersalah, aku berdosa". Selepas pengakuan itu sekali lagi dia mendengar dari dalam  dirinya:  "Dan Aku mempunyai keampunan terhadap dirimu. Aku telah hapuskan kesalahan-kesalahan kamu, Aku telah ampun kamu".

Biar mereka yang beriman tahu dan bersyukur yang segala kebaikan yang mereka  lakukan bukanlah dari mereka tetapi melalui mereka, kejayaan datangnya dari Pencipta. Bila mereka bersalah biar mereka tahu bahwa kesalahan mereka  datangnya dari diri mereka sendiri, kepunyaan mereka dan mereka boleh bertaubat. Kesalahan datangnya dari keegoan mereka yang batil. Jika kamu memahami ini dan mengingatinya kamu termasuk ke dalam golongan yang disebut Allah: "Dan yang  apabila telah berbuat kejelikan atau menganiayai diri-diri mereka maka mereka  ingat kepada Allah dan mereka minta diampunkan dosa-dosa mereka - bukankah tidak ada yang mengampunkan dosa-dosa melainkan Allah? Dan mereka tidak berkekalan di atas dosa yang mereka kerjakan, dan mereka tahu. Mereka itu balasannya ialah keampunan dari Tuhan mereka, syurga-syurga yang mengalir padanya sungai-sungai, mereka akan kekal padanya, dan alangkah baiknya balasan bagi orang-orang yang  beramal". (Surat Imraan, ayat  135 & 136).

Adalah baik bagi orang yang beriman mengakui yang dirinya sendirilah puncak  semua kesalahan dan dosanya. ltulah  yang  akan  menyelamatkannya. ltu lebih baik dan lebih benar daripada meletakkan kesalahan dirinya kepada Yang Maha  Perkasa,  Maha Kuasa, Pencipta semua perkara.

Bila Nabi saw. bersabda: "Telah diketahui bila seseorang itu berada di dalam  kandungan ibunya baik dia akan menjadi baik atau pendosa", baginda maksudkan 'dalam kandungan ibu' itu adalah empat  anasir yang melahirkan semua kekuatan atau tenaga dan kebolehan lahiriah. Dua daripada anasir tersebut adalah  tanah dan air yang bertanggungjawab kepada pertumbuhan keyakinan dan pengetahuan, melahirkan kehidupan dan lahir dalam hati sebagai tawaduk (kerendahan diri). Dua anasir lain ialah api dan angin yang bertentangan dengan tanah dan air-membakar, membinasa, membunuh. Kudrat  Tuhan yang  menyatukan  anasir-anasir yang berlawanan dan berbeda menjadi satu. Bagaimana air dan api boleh wujud bersama? Bagaimana cahaya dan kegelapan boleh terkandung di dalam awan? "Dia yang mengunjukkan kepada kamu kilat untuk menakutkankan dan karena harapan, dan Dia jadikan mega yang berat. Dan petir itu beribadat dengan memuji Tuhannya, dan malaikat juga, lantaran takut kepada-Nya, dan Dia kirim halilintar dan Dia kenakannya kepada Siapa saja yang Dia kehendaki. .. ". (Surat ar-Ra'd, ayat  12 & 13). Satu hari wali Allah Yahya bin Mua'adh ar-Razi ditanya,  "Bagaimana mengenali Allah?' Dia menjawab: "Melalui gabungan yang  bertentangan".

Pertentangan termasuk pada, dan sebenarnya keperluan bagi, memahami sifat-sifat Allah. Dengan menghadapkan diri kepada hakikat Ilahi seseorang menjadi cermin yang membalikkan kebenaran itu, juga sifat Yang Maha Perkasa dibalikkan. Dalam  diri manusia terkandung seluruh alam maya. Sebab itu dia dipanggil penggabung yang banyak. Allah menciptakan manusia dengan dua tangan-Nya, tangan kemurahan-Nya dan tangan keperkasaan-Nya, keperkasaan dan kekuasaan.
Jadi, manusia adalah cermin yang menunjukkan kedua-dua belah, yang kasar serta tebal dan yang halus serta indah.

Semua nama-nama Ilahi menyata pada manusia. Semua makhluk yang lain hanya sebelah saja. Allah menciptakan iblis dan keturunannya dengan sifat kekerasan-Nya. Dia ciptakan malaikat dengan sifat kemurahan-Nya. Nilai-nilai kesucian dan kebaktian yang berkelanjutan terkandung dalam kejadian malaikat, sementara iblis dan keturunannya yang diciptakan dengan sifat kekerasan-Nya, mempunyai nilai kejahatan, karena itu iblis menjadi takabur, dan bila Allah perintahkan sujud kepada Adam dia ingkar.

Oleh karena manusia mempunyai kedua-dua ciri alam tinggi dan rendah, dan Allah telah memilih utusan-utusan dan wali-wali-Nya dari kalangan manusia, mereka tidak bebas daripada kesilapan. Nabi-nabi dipelihara dari dosa-dosa besar tetapi kesilapan kecil harus berlaku pada mereka. Wali-wali pula tidak terjamin dipelihara  daripada dosa tetapi adalah dikatakan wali-wali itu hampir dengan Tuhan, mencapai maqam kesempurnaan, mereka masuk ke bawah perlindungan Tuhan daripada dosa-dosa besar.

Syaqiq al-Baqi berkata, "Terdapat lima tanda kebenaran: perangai yang lemah lembut dan lembut hati, menangis karena menyesal, mengasingkan diri dan tidak peduli tentang dunia,  tidak bercita- cita tinggi, dan memiliki rasa hati (gerak hati atau intuisi). Tanda-tanda pendosa juga lima; keras hati, mempunyai mata yang tidak pernah menangis, mencintai dunia dan kesenangannya, bercita-cita tinggi, tidak bermalu dan tidak ada rasa atau gerak hati".

Nabi saw. meletakkan empat nilai pada orang yang baik-baik: "Boleh dipercayai dan menjaga apa yang diamanahkan kepadanya dan mengembalikannya. Menepati janji. Bercakap benar, tidak berbohong. Tidak kasar dalam perbincangan dan tidak menyakitkan hati orang lain". Baginda saw. juga memberitahu empat tanda  pendosa: "Tidak boleh dipercayai dan merusakkan amanah yang diberikan kepadanya, mungkir janji, menipu, suka bertengkar, memaki apabila berbincang dan menyakitkan hati orang lain". Seterusnya pendosa tidak dapat memaafkan kawan-kawannya. Ini tanda tiada iman karena kemaafan menjadi tanda utama orang beriman. Allah memerintahkan rasul-Nya: "Berilah maaf, dan suruhlah mereka  (manusia) berbuat kebaikan, dan berpalinglah daripada orang-orang yang  bodoh".  (Surat A'raaf, ayat  199).

Perintah 'maafkanlah' bukan hanya tertuju kepada Rasulullah saw. seorang saja. Ia mengenai semua orang dan tentu saja termasuk mereka yang beriman dengan Rasulullah  saw. Perkataan 'maafkanlah' bermakna jadikan tabiat memafkan, jadikan sifat atau peribadi. Siapa saja yang ada sifat pemaaf menerima satu daripada nama-nama Allah -ar-Rauf- Yang Memaafkan. "Barangsiapa memaafkan dan membereskan maka ganjarannya (adalah) atas (tanggungan) Allah". (Surat Syura,  ayat 40).

Ketahuilah ketaatan kepada Allah bertukar menjadi ingkar, kejahatan dan dosa menjadi kebaikan, tidak berlaku dengan sendiri, tetapi dengan rangsangan, pengaruh, tindakan serta usaha diri sendiri. Nabi saw. bersabda: "Semua anak  dilahirkan muslim. Ibu bapanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi". Setiap orang ada bakat untuk menjadi baik atau jahat, boleh memiliki sifat-sifat baik dan buruk dalam masa yang sama. Jadi, adalah  salah menghukum seseorang  atau sesuatu sebagai sepenuhnya baik atau buruk. Tetapi benar jika dikatakan seseorang itu lebih banyak kebaikannya daripada kejahatannya ataupun sebaliknya.

Ini bukan bermakna manusia masuk syurga tanpa amalan baik, juga bukan dia dihantar ke neraka tanpa amalan buruk. Berfikir cara demikian bertentangan dengan prinsip Islam. Allah menjanjikan syurga kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal salih dan diancam-Nya orang-orang yang berdosa dengan azab neraka. "Barangsiapa berbuat baik maka (adalah) untuk kebaikan dirinya dan barangsiapa berbuat jahat maka untuk dirinya. Kemudian kepada Tuhan kamulah kamu akan  dikembalikan". (Surat Jaasiaah, ayat  15).

"Di hari ini dibalas setiap jiwa dengan apa yang dia telah usahakan. Tidak ada kezaliman pada hari ini. Sesungguhnya Allah cepat menghitung". (Surat Mukmin, ayat  17).

"Karena  apa juga amal yang  baik yang  kamu sediakan untuk diri kamu nanti kamu dapati (ganjaran)nya di sisi Allah". (Surat Baqaraah, ayat  110).

DARWIS (SUFI)
Ada satu golongan yang dikenali sebagai sufi. Empat tafsiran diberikan kepada istilah sufi. Ada yang melihatnya pada keadaan zahir mereka memakai baju bulu yang  kasar. Bulu dalam  bahasa Arab ialah suf. Dari perkataan ini mereka dipanggil sufi. Yang lain melihat kepada kehidupan mereka yang bebas daripada kekacauan dunia ini serta kedamaian dan ketentaraman mereka, keadaan yang sesuai dengan bahasa Arab safa. Daripada perkataan safa itu timbul istilah sufi. Yang lain pula memandang lebih mendalam, kepada hati mereka yang suci murni dan bebas daripada apa saja kecuali Zat Allah. Dalam bahasa Arab safi bererti kesucian hati dan dari perkataan itu dikatakan timbul istilah sufi. Yang lain memanggil mereka sufi karena mereka hampir dengan Allah dan akan berdiri di barisan pertama di hadapan Allah pada hari kiamat.  Safi dalam bahasa Arab bermakna barisan.

Terdapat empat alam, empat  dunia. Pertama ialah alam atau dunia jirim- tanah, air, api dan angin merupakan jirim dalam alam ini. Kedua ialah alam makhluk rohani - malaikat, jin, mimpi dan kematian, ganjaran Allah- lapan syurga dan keadilan Allah- tujuh neraka. Ketiga ialah alam huruf, nama-nama indah bagi sifat-sifat Allah, dan Loh Tersembunyi (Loh Mahfuz) yang menjadi sumber kepada perintah-perintah Allah. Keempat ialah alam Zat Allah Yang Maha Suci, alam yang tidak boleh digambarkan atau diuraikan karena pada alam ini atau tahap ini tidak ada perkataan, nama-nama, sifat-sifat atau persamaan. Tiada siapa kecuali Allah mengetahuinya.

Terdapat pula empat jenis ilmu. Pertama ilmu tentang peraturan-peraturan Allah, dan berhubung dengan aspek lahir kehidupan dunia ini. Kedua ialah ilmu kerohanian, pengetahuan batin tentang sebab dan akibat. Ketiga ialah ilmu tentang jiwa, roh, mengenal diri dan melaluinya pengetahuan tentang ketuhanan diperolehi. Akhirnya ilmu tentang kebenaran atau hakikat.

Roh juga ada empat jenis, roh kebendaan, roh yang arif, roh yang memerintah (roh sultan) dan roh kudus (roh suci).

Yang zahir, kenyataan bagi Pencipta, juga ada empat jenis. Pertama ialah kenyataan di dalam rupa, bentuk, warna, seumpama gubahan-Nya. Kedua ialah kenyataan perbuatan dan tindak balas dalam perkara yang berlaku. Ketiga ialah kenyataan dalam sifat-sifat, bakat-bakat, perangai-perangai sesuatu. Akhirnya kenyataan bagi zat-Nya.

Akal atau daya menimbang juga ada empat jenis: akal yang  menguruskan soal-soal kehidupan duniawi, akal yang menimbang dan memikirkan soal-soal akhirat, akal bagi roh yang bertugas dalam bidang makrifat dan akhirnya akal yang meliputi.

Perkara yang dibincangkan juga ada empat jenis. Empat jenis ilmu, empat  jenis roh, empat jenis penzahiran (kenyataan) dan empat  jenis akal. Ada orang yang berada pada tahap pertama ilmu, roh, kenyataan dan akal. Mereka adalah penghuni syurga  pertama yang dipanggil syurga yang menjadi tempat kembali yang  mensejahterakan, yaitu syurga keduniaan. Mereka yang berada pada tahap kedua  ilmu, roh, kenyataan dan akal tergolong  ke dalam syurga yang lebih tinggi, taman kesukaan dan kesenangan kumiaan Allah kepada makhluk-Nya, syurga di dalam  alam malaikat. Sebagian manusia yang mencapai tahap ketiga ilmu, roh, kenyataan dan akal (makrifat) berada di dalam syurga peringkat ketiga, syurga langit-langit, syurga nama-nama dan sifat-sifat Ilahi dalam alam keesaan.

Namun, mereka yang mencari dan terikat dengan ganjaran Allah, walaupun syurga,  tidak dapat melihat hakikat sebenar dalam diri mereka dan dalam benda-benda di sekeliling mereka. Mereka yang arif, yang mencari hakikat, mereka yang mencapai suasana sebenar sufi, suasana keinginan menyeluruh-tidak inginkan sesuatu apa pun kecuali Allah, berhajat kepada Allah saja - meninggalkan segala-galanya dan tidak mencari apa-apa kecuali yang hak. Mereka temui apa yang mereka cari dan masuk ke dalam alam yang hak, dan kehampiran dengan Allah, dan hidup semata-mata karena Zat Allah, tidak karena  yang  lain.

Ini sesuai dengan perintah Allah, "Carilah  keselamatan dengan Allah" dan ikut nasihat  Nabi saw.: “Kedua-dua dunia dan akhirat terlarang bagi orang yang  mencintai Allah". Nabi saw. tidak memaksudkan kedua-dua dunia dan akhirat dihukumkan haram. Apa yang  baginda maksudkan ialah orang yang berkehendak menemui Allah menyekat keinginan hawa nafsunya, egonya, kasih sayang dan cita-citanya kepada dunia dan akhirat.

Pencari yang hak memberi alasan: Dunia ini adalah ciptaan dan kita juga ciptaan. Semua yang dicipta berhajat kepada Pencipta.  Bagaimana mungkin yang berhajat meminta kepada yang berhajat juga. Apa lagi jalan bagi yang diciptakan kecuali mencari Pencipta.
Allah berfirman melalui Rasul-Nya: "Kecintaan-Ku, Wujud-Ku, adalah  kecintaan mereka  kepada- Ku".

Nabi saw. bersabda: "Keadaanku yang sangat berhajat, kemiskinanku, adalah  kemegahanku". Keadaan yang sangat berhajat dan kecintaan kepada Allah menjadi asas kepada pencarian sufi. Keadaan kemiskinan yang menjadi kebanggaan Nabi saw. bukanlah kekurangan sesuatu berbentuk keduniaan atau kebendaan. Ia adalah  pelepasan segala-galanya kecuali keinginan kepada Zat Allah. Ia adalah segala sesuatu- bukan saja yang di dalam dunia ini, malah yang dijanjikan di akhirat  juga - dan lantaran itu suasana berhajat sepenuhnya untuk dipersembahkan kepada Allah.

Inilah keadaan yang membawa seseorang kepada kekosongan atau ketiadaan diri, lenyap di dalam zat Allah. Ia adalah mengosongkan diri seseorang daripada apa saja kecuali cinta Allah. Kemudian hati menjadi bernilai atau layak untuk menerima janji Allah, “Aku tidak dapat ditanggung oleh langit dan bumi tetapi layak ditanggung oleh hati hamba-hamba-Ku yang beriman".

Hamba yang beriman adalah yang melepaskan apa saja kecuali Yang Esa dari hatinya. Bila hati sudah disucikan, Allah melapangkannya dan memuatkan Diri-Nya  ke dalamnya. Bayazid Bustami menggambarkan keluasan hatinya dengan katanya, "Jika segala yang maujud di dalam dan di sekeliling arasy, keluasan semua ciptaan  Allah, diletakkan di penjuru hati manusia sempurna dia tidak akan merasai  beratnya".

Begitulah keadaan kekasih Allah. Kasihilah mereka dan sentiasalah bersama mereka karena yang mencintai akan bersama-sama yang dicintai pada hari akhirat nanti. Tanda kecintaan itu ialah mencari kehadiran bersama-sama mereka,  berkehendak mendengar perkataan mereka, dan dengan pandangan serta perkataan mereka,  dapat  merasakan kerinduan terhadap Allah Yang Maha Tinggi.

Allah berfirman melalui Nabi-Nya: “Aku merasai kerinduan para hamba-Ku yang  beriman, yang baik-baik, hamba yang sejati, terhadap Diri-Ku dan Aku juga merindui mereka".

Kekasih Allah kelihatan berbeda daripada orang  lain, kelakuan dan tindakan mereka  juga berbeda. Pada peringkat permulaan, ketika masih baru, tindakan mereka  kelihatan seimbang antara baik dengan buruk. Bila mereka maju lagi dan sampai  kepada peringkat pertengahan, perbuatan mereka penuh dengan manfaat. Dalam semua hal kebaikan yang keluar melalui mereka bukan saja dalam ketaatan mereka  mematuhi perintah Allah dan peraturan agama,  tetapi juga dalam perbuatan yang  mengandungi puncak kebahagiaan dan bersinar dengan cahaya kepada maksud bagi yang  zahir.

Mereka seolah-olah dipakaikan dengan pakaian daripada cahaya yang berwarna warni yang memancar daripada mereka menurut maqam mereka.

Apabila mereka dapat mengalahkan ego mereka dan kejahatan nafsu yang rendah dengan berkat kalimat tauhid  "La ilaha iliallah" dan sampai kepada kewujudan yang  boleh membedakan antara yang hak dengan yang batil, yang benar dengan yang  salah, cahaya biru langit memancar keluar daripada mereka.

Bila dalam peringkat tersebut, dengan pertolongan dan ilham dari Allah, mereka  berpindah sepenuhnya ke dalam kebaikan dan meninggalkan kejahatan keseluruhannya, cahaya  merah membungkus atau membaluti mereka.

Dengan berkata nama Allah - HU - nama itu tiada yang lain kecuali yang hak dapat menceritakannya, mereka sampai kepada peringkat dipersucikan daripada segala sifat-sifat keji dan perbuatan jahat dan menemui suasana tenang dan aman, kemudian cahaya  hijau keluar daripada mereka.

Bila semua ego dan keinginan, bila semua kehendak diri sendiri dihapuskan melalui berkat HAQ, yang sebenarnya, dan bila mereka menyerahkan kehendak mereka  kepada kehendak Allah dan reda dengan apa juga yang datang daripada-Nya, warna mereka berubah menjadi cahaya putih.

Inilah gambaran orang-orang sufi daripada peringkat permulaan mereka di dalam  perjalanan sampailah kepada peringkat pertengahan. Tetapi seseorang yang  sampai kepada perbatasan peringkat ini tidak mempunyai bentuk atau warna. Dia menjadi seolah-olah sinaran cahaya matahari. Cahaya matahari tidak berwarna. Sufi yang sampai kepada maqam yang paling tinggi tidak mempunyai kewujudan untuk membalikkan cahaya atau warna. Jika ada, warnanya ialah hitam, yang menyerap semua warna. Inilah tanda  keadaan fana. Orang ramai  yang  melihat  kepadanya, keadaan yang tiada warna ini, kelihatan gelap, menjadi tabir menutupi cahaya  makrifat yang dia miliki, seperti malam menutupi sinaran matahari. Allah berfirman: "Dan Kami jadikan malam itu (sebagai) pakaian. Dan Kami jadikan siang itu tempat penghidupan". (Surat Nabaa,  ayat  10 & 11).
Bagi mereka yang sampai kepada hakikat atau intipati akal dan ilmu, ada tanda  dalam  ayat  di atas.

Mereka yang sampai kepada kebenaran (hakikat) ketika di dalam dunia ini merasakan seolah-olah di penjarakan di sini di dalam bilik kurungan di bawah tanah  yang gelap. Mereka menghabiskan hayat mereka di dalam kesusahan dan kesengsaraan. Mereka menanggung kesusahan yang besar, tekanan-tekanan keadaan, di dalam  dunia yang  gelap sepenuhnya. Nabi saw. bersabda: "Dunia  ini adalah penjara bagi orang beriman". Seperti yang baginda saw. khabarkan percobaan yang paling besar menimpa para nabi, kemudian yang hampir dengan Allah, kemudian dengan kadar menurun mengikut kadar seseorang itu mau menghampiri Allah. Jadi, adalah sesuai bagi sufi memakai pakaian hitam dan mengikat serban hitam di kepalanya, karena ia adalah pakaian orang yang  bersedia  menempuh kesusahan dan kesakitan di dalam  perjalanan ini.

Di dalam kenyataan, hitam adalah pakaian paling sesuai bagi mereka yang  berkabung karena kehilangan kemanusiaan dan kewujudan diri mereka. Ramai manusia yang kehilangan anugerah yang berharga karena kecuaian, sesuai hanya untuk kemanusiaan, bagi mereka yang sadar, bagi yang boleh melihat kebenaran, enggan itu membunuh kehidupan abadi dengan tangan mereka sendiri. Membuang kasih Ilahi yang kerinduan di dalam hati mereka, memisahkan diri mereka enggan roh suci, mereka hilang kesempatan untuk kembali kepada asal mereka, kepada penyebab. Walaupun mereka tidak mengetahuinya, merekalah yang menderita bala yang paling besar. Jika mereka sadar yang mereka sudah kehilangan segala nikmat akhirat, kehidupan abadi, mereka tentunya memakai pakaian hitam, pakaian berkabung. Janda yang kematian suami berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Ini adalah  berkabung karena  kehilangan sesuatu di dalam dunia. Orang yang  kehilangan kebaikan hidup yang abadi seharusnya berkabung secara abadi juga.

Nabi saw. bersabda: "Mereka yang tidak ikhlas sentiasa berada di tepi bahaya besar". Betapa tepat gambaran ini mengenai orang yang terpaksa berjalan berjingkit-jingkit dengan penuh kewaspadaan! Tetapi inilah suasana sufi yang  meninggalkan kewujudan dirinya dan berada di dalam alam fana. Kefakirannya terhadap dunia ini yang ditinggalkannya dan hajatnya yang penuh kepada Allah sangat besar, dan dia melepasi kemanusiaan sebagai keindahan yang bersangatan.

MAKSUD IBADAT SECARA AMALAN ZAHIR DAN IBADAT BATIN
Lima kali sehari semalam, pada masa yang telah ditentukan, sembahyang diwajibkan kepada sekalian Muslim yang baligh dan berkuasa. Ini diperintahkan oleh Allah: "Kerjakan sembahyang dengan tetap dan akan sembahyang yang terlebih penting”. (Surat al-Baqaraah, ayat 238).

Sembahyang menurut peraturan agama (rukun sembahyang) terdiri daripada berdiri, membaca Al-Qur’an, rukuk, sujud, duduk, membaca dengan kedengaran beberapa doa. Pergerakan dan perbuatan ini melibatkan bagian-bagian tubuh, pembacaan diucap dan didengar melibatkan pancaindera dan deria, adalah sembahyang diri zahir. Karena tindakan diri zahir ini dilakukan berulang-ulang, acapkali, di dalam  setiap lima waktu sehari, bagian pertama menurut perintah Allah "Dirikan sembahyang", adalah lebih dari satu. Bagian kedua perintah Allah "terutamanya sembahyang pertengahan" merujuk kepada sembahyang hati, karena  hati berada di tengah-tengah pada kejadian manusia. Tujuan sembahyang ini adalah  mendapatkan kesejahteraan pada hati. Hati berada di tengah-tengah, antara kanan dengan kiri, antara hadapan dengan belakang, antara atas dengan bawah, antara kebaikan dengan keburukan. Hati adalah pusat, titik pengimbang, penengah. Nabi saw. bersabda: "Hati anak  Adam berada di antara dua jari Yang Maha Penyayang. Dia balikkan ke arah mana yang Dia kehendaki". Dua jari Allah adalah sifat kekerasan-Nya yang  berkuasa menghukum dan sifat keindahan-Nya dan pengasih-Nya yang memberi rahmat dan nikmat.

Sembahyang sebenar adalah sembahyang hati. Jika hati lalai daripada sembahyang, sembahyang zahir tidak akan teratur. Bila ini terjadi kesejahteraan dan kedamaian diri zahir yang diharapkan diperolehi daripada sembahyang zahir itu tidak  diperolehi. Sebab itu Nabi saw. bersabda: “Amalan sembahyang mungkin dengan hati yang  diam".

Sembahyang adalah penyerahan yang dicipta kepada Pencipta. Ia adalah  pertemuan di antara hamba dengan Tuannya. Tempat  pertemuan itu ialah hati. Jika hati tertutup, lalai dan mati, begitu juga maksud sembahyang itu, tidak ada kebaikan yang sampai kepada diri zahir daripada sembahyang yang demikian, karena  hati adalah intipati atau hakikat atau zat bagi jasad, semua yang lain bergantung kepadanya. Nabi saw.bersabda: "Ada sekeping daging di dalam tubuh manusia, jika ia baik maka baiklah semua anggota tetapi jika ia jahat maka jahat pula anggota. Ketahuilah, itulah hati".

Sembahyang yang diperintahkan oleh agama (syariat) dilakukan pada waktu  tertentu, lima kali sehari semalam. Sebaiknya dilakukan di dalam masjid secara berhemah, menghadap ka'bah, mengikut imam  yang  tidak munafik dan tidak ria'.

Masa untuk bersembahyang batin tidak mengira masa dan tidak berkesudahan, bagi kehidupan ini dan juga akhirat. Masjid bagi sembahyang ini ialah hati. Jamaahnya ialah bakat-bakat kerohanian, yang mengingat dan mengucapkan nama-nama Allah Yang Esa di dalam bahasa alam batin.
Imam sembahyang ini ialah kehendak yang tidak dapat disekat, arah kiblatnya ialah keesaan Allah, yang di mana-mana, dan keabadian-Nya dan keindahan-Nya. Hati yang sejati adalah yang boleh melakukan sembahyang yang demikian. Hati yang  seperti ini tidak tidur dan tidak mati. Hati dan roh yang demikian berada di dalam  sembahyang yang berkelanjutan, dan manusia yang memiliki hati yang demikian, sama saja dia dalam jaga atau tidur, senantiasa berbuat kebaktian. Sembahyang batin yang dilakukan oleh hati adalah keseluruhan kehidupannya. Tiada lagi bunyi bacaan, berdiri, rukuk, sujud atau duduk. Pembimbingnya, imam sembahyang itu adalah Rasulullah saw. sendiri. Baginda berkata-kata dengan Allah Yang Maha  Tinggi: "Engkau yang kami sembah dan Engkau jugalah yang kami minta  pertolongan". (Surat Fatihaah, ayat 4). Ayat suci ini ditafsirkan sebagai tanda  manusia sempurna, yang melewati atau melepasi dari menjadi kosong, hilang  kepada segala kebendaan, kepada suasana keesaan. Hati yang sempurna demikian menerima rahmat yang besar daripada Ilahi. Satu daripada rahmat itu dinyatakan oleh Nabi saw.: "Nabi-nabi dan yang dikasihi Allah meneruskan ibadat mereka di dalam  kubur seperti yang mereka lakukan di dalam  rumah mereka ketika mereka  hidup di dalam dunia". Dalam lain perkataan kehidupan abadi adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt.

ZAKAT
Ada dua jenis zakat: zakat  yang  diajarkan oleh syariat  dan zakat  kerohanian yang  berlainan sifatnya. Zakat yang diajarkan oleh syariat ialah mengeluarkan daripada barang-barang dalam dunia ini. Setelah ditolak jumlah tertentu yang diperuntukkan sebagai kegunaan keluarga, satu bagian dibagikan kepada orang miskin. Zakat rohani bagaimanapun diambil daripada perolehan barangan akhirat. Ia juga diberikan kepada orang  miskin, yaitu miskin kerohanian.

Zakat adalah  memberi bantuan kepada orang miskin. Allah perintahkan:  "Sedekah-sedekah itu untuk faqir-faqir dan miskin".  (Surat at-Taubah, ayat 60).

Apa juga yang diberi untuk tujuan ini sampai kepada tangan Allah Yang Maha  Tinggi sebelum dihantar kepada yang memerlukannya. Jadi, tujuan zakat dan sedekah ini bukanlah terutamanya untuk membantu yang memerlukan, karena Allah adalah Pemberi kepada semua yang memerlukan, tetapi supaya niat baik pemberi  zakat dan sedekah itu diterima oleh Allah.

Mereka yang hampir dengan Allah menjadikan ganjaran rohani daripada perbuatan baiknya sebagai kebaktian kepada orang yang berdosa. Allah Yang Maha Tinggi menyatakan keampunan-Nya mengampunkan orang-orang yang berdosa mengikut kadar doa, permohonan, pujian, puasa, sedekah, hajji dan lain-lain kebaikan para hamba-Nya yang berhasrat mengorbankan ganjaran kerohanian yang mereka  harapkan sebagai hasil daripada ibadat dan ketaatan mereka, Allah dengan kemurahan-Nya menutup dan menyembunyikan dosa para pendosa sebagai balasan terhadap kebaktian para hamba-Nya yang baik-baik.

Kemurahan hati hamba-hamba-Nya yang  beriman hingga kepada peringkat mereka  tidak memiliki apa-apa lagi, tidak menyimpan sesuatu apa pun untuk diri mereka,  hinggakan tidak ada nama baik dari kebaikan mereka juga tidak ada harapan untuk balasan akhirat. Orang yang memasuki jalan ini kehilangan segala-galanya termasuklah kewujudan dirinya sendiri. Dia menjadi muflis sepenuhnya karena dia benar-benar murah hati. Allah mengasihi orang yang murah hati sampai kepada peringkat muflis seluruhnya pada dunia ini. Nabi saw. bersabda: "Orang yang membelanjakan semua yang dimilikinya  dan tidak berharap untuk memiliki apa-apa berada di dalam penjagaan Allah di dunia dan akhirat".

Rabiatul  Adawiyah berdoa:  "Wahai Tuhan. Berikan semua bagianku daripada dunia  ini kepada orang-orang kafir dan jika ada bagianku di akhirat bagikannya kepada hamba-hamba-Mu yang beriman. Apa yang aku inginkan dalam dunia ini ialah merindui-Mu dan yang aku inginkan di akhirat ialah bersama-Mu, karena manusia dan apa saja yang diperolehnya adalah milik- Mu''.

Allah membalas sehingga sepuluh kali ganda kepada orang yang bersedekah. "Barangsiapa kerjakan kebaikan maka baginya (ganjaran) sepuluh kali ganda". (Surat al-An' aam,  ayat  160).

Faedah  lain daripada sedekah ialah kesan penyuciannya. Ia menyucikan harta dan diri seseorang. Jika diri dibersihkan daripada sifat-sifat ego maka tujuan sedekah  atau zakat batin (kerohanian) tercapai.

Memisahkan seseorang dengan apa yang dia anggap sebagai miliknya  mendatangkan balasan yang berganda di akhirat: "Siapakah yang hendak meminjamkan kepada Allah satu pinjaman yang baik lalu Dia gandakan (ganjaran) baginya, padahal (adalah) baginya ganjaran yang mulia?". (Surat al-Hadiid, ayat  11).
"Berbahagialah orang yang  membersihkannya (jiwanya)".  (Surat asy-Syams, ayat 9).

Zakat, 'sedekah yang indah' adalah perbuatan yang baik, sebagian daripada yang  kamu terima, kebendaan dan kerohanian. Belanjakanlah karena Allah, kepada Allah. Walaupun balasan berganda dijanjikan jangan pula melakukannya karena balasan tersebut. Berikan zakat dan sedekah secara mengambil berat, dengan kasih sayang  dan kasihan belas bukan sebagai budi, mengharapkan pujian, membuat penerima merasa terhutang budi dan terikat.
"Wahai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu batalkan (pahala) sedekah  kamu dengan bangkitan dan gangguan". (Surat al-Baqarah, ayat 264).

Jangan meminta dan mengharapkan faedah  keduniaan bagi perbuatan baik kamu. Lakukannya karena Allah semata-mata. Firman Allah: "Kamu tidak akan dapat  (balasan) kebaikan kecuali kamu mendermakan sebagian daripada apa yang kamu sayangi, dan sesuatu apa yang kamu dermakan itu Allah mengetahui akan dia".  (Surat al-'Imraan, ayat 92).

MENYAKSIKAN YANG HAK MELALUI SUASANA KEDAMAIAN YANG DATANG DARIPADA PELEPASAN SEGALA KEDUNIAAN DAN MELALUI ZAUK.
Nabi saw. bersabda: "Satu ilham Ilahi yang memutuskan seseorang  daripada dunia  ini dan kurniaan atas seseorang akan kenyataan atau cermin sifat-sifat Tuhan, menampakkan kepada seseorang keesaan Ilahi, lebih baik daripada pengalaman dunia dan akhirat". Dan, "Orang yang tidak mengalami zauk (kegairahan) yang  daripadanya menerima kenyataan makrifat Ilahi dan yang hak adalah tidak hidup".

Banyak ayat-ayat dan hadis-hadis serta perkhabaran daripada wali-wali menceritakan suasana  ini. "Dan apakah orang yang Allah luaskan dadanya kepada Islam, yaitu ia berjalan atas nur dari Tuhannya (sama dengan yang beku hatinya?).  Maka kecelakaan (adalah) bagi mereka yang beku hatinya dari mengingat Allah. Mereka itu (adalah) dalam kesesatan yang nyata. Allah telah turunkan sebaik-baik perkataan, kitab yang sebagiannya menyerupai sebagiannya, yang diulang-ulangkan, yang seram lantarannya kulit-kulit badan orang yang takut kepada Tuhannya. Kemudian jadi lemas kulit-kulit mereka dan hati-hati mereka kepada mengingat Allah. Yang demikian itu pimpiman Tuhan, yang  Ia pimpin dengannya siapa yang Ia kehendaki, dan barangsiapa disesatkan oleh Allah maka tidaklah ada baginya sebarang pimpinan". (Surat az- Zummar, ayat 22 & 23).

Junaid  al-Baghdadi berkata, "Bila zauk  (kegairahan) bertemu dengan kenyataan Ilahi di dalam diri seseorang, dia itu berada di dalam keadaan baik kelezatan yang  amat sangat atau keharuman yang mendalam".

Ada dua jenis zauk: zauk  lahiriah dan zauk rohaniah. Zauk lahiriah adalah hasil daripada ego diri. Ia tidak memberi kepuasan secara rohaniah. Ia dipengaruhi oleh pancaindera. Sering kali ianya kepura-puraan, berlaku agar dilihat atau diketahui oleh orang lain. Zauk jenis ini tidak berharga sedikit pun karena ianya disengajakan, dengan kehendak atau niat: orang yang  mengalaminya masih merasakan yang dia boleh berbuat dan memilih (tidak ada fana padanya). Tidak guna menganggap penting pengalaman yang demikian.

Zauk kerohanian, bagaimanapun, keseluruhannya berbeda, suasana yang  dihasilkan oleh pengaliran tenaga kerohanian yang melimpah ruah. Secara biasa, pengaruh luar - seperti puisi yang indah yang dibaca, atau Al-Qur’an dibaca dengan suara yang  merdu, atau keghairahan yang dicetuskan oleh upacara zikir sufi- boleh mengakibatkan peningkatan kerohanian. Ini berlaku karena pada ketika itu penentangan lahiriah seseorang dihapuskan, kehendak dan kekuatan akal untuk memilih  diatasi. Bila kekuatan badan dan fikiran sudah dilemahkan suasana zauk  adalah semata-mata bersifat kerohanian. Meneruskan perjalanan dengan pengalaman yang demikian sangat besar gunanya bagi seseorang. "Dan orang  yang menjauhi berhala-hala daripada menyembahnya dan kembali kepada Allah adalah bagi mereka khabar yang menggirangkan. Oleh itu girangkanlah hamba-hamba-Ku. Yang mendengar perkataan lalu menurut yang sebaik-baiknya. Merekalah orang-orang yang dipimpin oleh Allah dan mereka itu ialah orang-orang yang mempunyai fikiran". (Surat az-Zumar, ayat 17 & 18).

Nyanyian merdu burung-burung, keluhan pencinta, adalah sebagian daripada penyebab luar yang menggerakkan tenaga kerohanian. Dalam suasana tenaga  kerohanian yang demikian syaitan dan ego tidak boleh campur tangan; iblis bertindak di dalam alam kegelapan perbuatan-perbuatan yang  muncul daripada ego diri dan tidak boleh berbuat apa-apa di dalam alam kemurahan dan keampunan yang bercahaya. Dalam alam kemurahan dan keampunan Allah, syaitan menjadi cair laksana garam di dalam air, sama seperti ia hilang apabila dibaca: "La haula  wala quwwata illa billahil 'aliyyil 'azim"  - Tiada daya dan upaya melainkan dengan Allah Yang Maha Tinggi, Maha Mulia.

Pengaruh-pengaruh yang merangsangkan zauk kerohanian diterangkan oleh hadis, "Ayat-ayat Al-Qur’an, puisi yang berhikmah dan ajaib mengenai cinta dan bunyi  serta suara kerinduan menyalakan wajah roh".

Zauk sebenar adalah hubungan cahaya dengan cahaya bila roh insan bertemu dengan cahaya Ilahi. Allah berfirman: "Yang  suci untuk yang suci pula".  (Surat an-Nuur, ayat 26).

Jika zauk datang dari rangsangan ego dan syaitan tiada cahaya di sana. Di sana hanya ada kegelapan tanpa cahaya, ragu-ragu, penafian dan kekeliruan. Kegelapan  menjadi bapak kepada kegelapan. Dalam bagian roh dan jiwa, ego tidak ada bagian. Firman Tuhan:  "Yang  tidak suci untuk yang  tidak  suci pula".  (Surat an-Nuur, ayat 26).

Penzahiran suasana zauk ada dua jenis: penzahiran zauk lahiriah yang bergantung kepada kehendak diri sendiri dan penzahiran zauk kerohanian yang di luar pilihan dan kehendak seseorang. Dalam kasus pertama yang nyata ialah disengajakan. Jika seseorang menggeletar, bergoyang dan meraung walaupun bukan di bawah pengaruh kesakitan atau gangguan dalam tubuh, ia tidak dianggap sah. Apa yang  sah ialah perubahan yang nyata pada keadaan lahiriah yang tidak disengajakan dan disebabkan oleh keadaan batin seseorang.

Penzahiran yang tidak disengajakan adalah akibat tenaga kerohanian yang tidak  dapat dikawal oleh seseorang. Rohnya yang di dalam zauk mengatasi pancaindera. Ia adalah umpama keadaan meracau orang yang demam panas, agak tidak mungkin mencegah orang yang demikian daripada terketar-ketar, bergoyang dan menjadi kaku di dalam meracau itu karena dia tidak ada kuasa terhadap penzahiran yang keluar atau berlaku kepadanya itu. Begitu juga bila tenaga kerohanian membesar sehingga mengalahkan kehendak, fikiran dan tubuh badan, zauk yang  lahir daripada yang demikian adalah benar, jujur dan bersifat kerohanian. Keadaan zauk kerohanian yang demikian, yang di masuki oleh para sahabat akrab Allah di dalam melakukan pergerakan dan pusingan pada upacara mereka, adalah cara untuk menimbulkan keghairahan dan dorongan pada hati mereka. Ini adalah  makanan bagi mereka yang mengasihi Allah; ia memberikan tenaga di dalam perjalanan mereka yang sukar dalam mencari yang hak. Nabi saw. bersabda: "Upacara keghairahan yang  dilakukan oleh para pencinta Allah, tarian dan nyanyian mereka, merupakan kewajipan bagi sebagian, dan bagi sebagian yang  lain adalah harus sementara bagi yang lain pula adalah bid’ah. Ia adalah  kewajipan bagi manusia yang sempurna, harus bagi kekasih Allah dan bagi yang  lalai adalah bid’ah". Dan: "Adalah sifat yang tidak sihat bagi orang yang tidak merasa  kelezatan berada bersama kekasih Allah: puisi orang arif yang mereka  nyanyikan, musim bunga, warna dan keharuman bunga, burung dan nyanyiannya".

PENGASINGAN DIRI DARI DUNIA DENGAN MEMASUKI KHALWAT DAN SULUK
Khalwat dan suluk harus dilihat secara zahir dan batin. Khalwat zahir ialah apabila  seseorang mengambil keputusan untuk memisahkan dirinya daripada dunia, memencilkan dirinya di dalam satu ruang yang terpisah daripada orang ramai  supaya manusia dan makhluk di dalam dunia selamat daripada kelakuan dan kewujudannya yang tidak diingini. Dia juga berharap agar dengan berbuat demikian sumber  kepada kewujudan yang  tidak diingini, egonya dan hawa nafsu badannya akan terpisah daripada bekalan hariannya dan terhenti juga segala yang  memuaskan dan mengenyangkannya. Seterusnya dia berharap pengasingan itu akan  mendidik egonya dan seleranya, memberi peluang kepada perkembangan diri rohaninya.

Bila seseorang memutuskan demikian niatnya mestilah  ikhlas. Dalam satu segi dia seumpama meletakkan dirinya di dalam kubur, dalam keadaan mati, mengharapkan semata-mata keredaan Allah, berhasrat dalam hatinya melahirkan yang asli dan beriman, yang boleh lahir daripada kewujudannya yang hina ini. Nabi saw.bersabda, "Yang beriman adalah  yang  orang lain selamat daripada tangan dan lidahnya".

Dia mengikat lidahnya dari berkata yang sia-sia karena Nabi saw. bersabda: "Keselamatan manusia datang dari lidah dan kebinasaannya juga dari lidah" . Dia menutupkan matanya daripada yang diharamkan agar pandangannya yang khianat dan menipu daya tidak jatuh ke atas apa yang dimiliki oleh orang  lain. Dia menutup telinganya dari mendengar pembohongan dan kejahatan, dan mengikat kakinya, membelenggunya dari pergi kepada dosa.

Nabi saw.bersabda menceritakan setiap anggota badan boleh melakukan dosa sendirian: "Mata boleh berzina". Bila salah satu daripada pancaindera berdosa satu makhluk hitam yang bodoh diciptakan daripadanya dan pada hari pembalasan ia menjadi saksi terhadap dosa yang kamu lakukan. Kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka.

Tuhan memuji orang yang menghindarkan dirinya daripada kesalahan karena yang  demikian merupakan penyesalan yang sebenar, taubat yang kuat. "Adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan mencegah diri daripada hawa  nafsunya, maka sesungguhnya syurga itu tempat kembalinya". (Surat an-Naazi'aat, ayat 40 & 41).

Orang yang takutkan Tuhannya dan bertaubat, mengeluarkan kewujudannya yang  hina daripada yang beriman dan mengeluarkan keburukannya daripada imannya, ditukarkan di dalam khalwatnya, sehingga jadilah ia jejaka tampan. Kewujudan yang  elok ini menjadi khadam kepada penghuni syurga.

Mengasingkan diri adalah benteng menghalang musuh bagi dosa diri sendiri dan kesalahan. Di dalamnya, sendirian, seseorang terpelihara di dalam kesucian. Firman  Allah: "Barangsiapa percaya akan pertemuan Tuhannya hendaklah ia kerjakan amal salih dan janganlah ia sekutukan seseorang juga dalam  ibadat  kepada Tuhannya". (Surat al-Kahfi, ayat  110).

Semua yang diceritakan hingga kini adalah maksud bagi suasana khalwat zahir. Maksud khalwat batin pula ialah mengeluarkan dari hati walaupun hanya memikirkan hal keduniaan, kejahatan dan ego, meninggalkan makan, minum. Harta, keluarga, isteri, anak-anak dan perhatian serta kasih sayang semuanya.

Anggapan orang lain melihat atau mendengar tentangnya jangan masuk kepada khalwat ini. Nabi saw.bersabda: "Kebesaran dan apa yang diburunya adalah bala, dan melarikan diri daripada kebesaran dan mengharapkan pujian orang dan apa yang dibawanya adalah  keselamatan." Orang yang bercadang memasuki khalwat batin mestilah menutupi hatinya daripada kemegahan, sombong,  takabur, marah, dengki, khianat dan yang seumpamanya. Jika sebarang perasaan yang demikian masuk kepadanya di dalam khalwatnya hatinya menjadi terikat. Ia tidak lagi terlepas daripada dunia dan khalwat demikian tidak berguna. Sekali kekotoran memasuki hati ia kehilangan kesuciannya dan semua kebaikan terbatal.  “Apa yang kamu bawa itu sihir, sesungguhnya Allah akan membatalkannya (karena) Allah itu tidak membaguskan amal orang- orang yang berbuat bencana".  (Surat Yunus, ayat 81).

Walaupun perbuatan seseorang itu kelihatan bagus pada pandangan orang lain, bila sifat-sifat buruk memasukinya, orang itu dianggap berlaku khianat dan menipu dirinya sendiri dan juga orang lain. Nabi saw. bersabda: "Sombong dan takabur mencemarkan iman. Fitnah dan umpatan lebih buruk dari dosa zina". Juga, "Sebagaimana api membakar kayu dendam membakar dan menghapuskan perbuatan baik seseorang". Juga, "Fitnah itu tidur, laknati ke atas siapa yang mengejutkannya".  Juga, "Orang yang bakhil tidak masuk syurga walaupun dia habiskan umurnya dengan ibadat".  Juga, "Kepura-puraan adalah  bentuk sembunyi mengadakan sekutu bagi Tuhan".  Juga, "Syurga menolak orang yang menolak  orang lain".

Banyak lagi tanda-tanda sifat buruk yang dikutuk oleh Rasulullah saw. Apa yang  dinyatakan sudah memadai untuk menunjukkan kepada kita bahwa dunia  ini adalah  tempat yang memerlukan berkelanjutan di dalam berhati-hati dan berwaspada, perlu berjalan melaluinya dengan penuh cermat dan perhatian. Matlamat pertama jalan kerohanian ialah menyucikan hati dan langkah untuk memperolehinya ialah memberantas keegoan dan keinginan hawa nafsu. Di dalam khalwat, dengan berdiam diri, bertafakur dan berzikir terus menerus, ego seseorang diperbaiki. Kemudian Allah Yang Maha Tinggi menjadikan hati seseorang itu bercahaya.

Tiada yang dilakukan di dalam khalwat secara perbuatan sendiri. Apa yang perlu ialah cinta, ikhlas dan keyakinan yang sebenar. Cara ini bukan cara orang tersebut sendiri. Dia menuruti cara para sahabat Rasulullah saw., cara orang-orang yang  mengikuti mereka dan cara orang yang mengetahui cara mereka dan mengikutinya.

Bila orang yang yakin berada pada jalan ini menurut jalan taubat, ilham dan menyucikan hatinya, Allah mencabut dari hatinya dan dirinya segala yang  merusakkan dan yang keji dan melindunginya agar dia tidak kembali kepadanya. Wajahnya akan menjadi cantik; perasaannya, baik dipendamkan atau dizahirkan, menjadi tulen. Apa saja yang dia lakukan dilakukannya dengan cara yang  terpuji karena  dia berada di dalam  kehadiran Ilahi. “Allah mendengar orang yang memuji-Nya".  Jadi, Allah menjaganya. Allah menerima doanya,  kerinduannya dan puji- pujiannya dan mengabulkan segala keinginannya. "Barangsiapa maukan kemuliaan maka bagi Allah jugalah semua kemuliaan. Kepada-Nya naik perkataan yang baik, amal yang salih itu Dia angkat".  (Surat Fatir, ayat  10).

Perkataan yang baik menyelamatkan lidah daripada perkataan yang sia-sia. Lidah adalah alat yang baik untuk memuji Tuhan, mengulangi nama-nama-Nya yang  indah, memperakui keesaan-Nya. Allah memberi amaran terhadap perkataan yang  sia-sia: "Tidak sekali-kali! Sesungguhnya yang demikian perkataan yang ia ucapkan padahal di belakang mereka satu dinding hingga hari mereka dibangkitkan (mereka tidak benar dalam perkataan mereka)". (Surat Mukminuun, ayat 100).

Allah mengurniakan keampunan-Nya, belas kasih-Nya kepada orang yang  belajar dan mengamalkannya dengan niat yang baik. Dia membawanya hampir dengan membawanya kepada derajat yang lebih tinggi. Dia reda kepadanya, Dia maafkan kesalahannya.

Bila seseorang telah dinaikkan kepada derajat itu hatinya menjadi seperti laut. Bentuk dan warna laut itu tidak berubah karena sedikit kekejaman dan penganiayaan yang orang ramai buangkan kepadanya. Nabi saw. bersabda: "Jadilah seperti laut yang tidak berubah, tetapi di dalamnya tentara gelap (ego) kamu akan lemas", seperti Firaun lemas di dalam Laut Merah. Dalam lautan itu kapal  agama timbul dengan selamat dan sejahtera, ia berlayar di dalam  lautan yang luas itu. Roh orang yang di dalam khalwat terjun ke dasarnya untuk mendapatkan mutiara kebenaran, membawa ke permukaan mutiara kebijaksanaan (makrifat) dari batu karang budi pekerti dan menyebarkannya ke tempat yang jauh. Firman  Allah:   “Keluar daripadanya mutiara dan marjan (batu karang)". (Surat ar-Rahmaan, ayat 22).

DOA DAN ZIKIR BERHUBUNG DENGAN JALAN SULUK
Siapa saja yang memilih untuk memisahkan dirinya daripada dunia supaya dia dapat  menghampiri Allah hendaklah tahu ibadat-ibadat seperti doa dan zikir yang sesuai untuk tujuan tersebut. Melakukan ibadat tersebut memerlukan suasana yang suci dan sebaik-baiknya berada di dalam keadaan berpuasa. Bilik khalwat biasanya berhampiran dengan masjid karena syarat bagi salik perlu meninggalkan bilik khalwatnya lima kali sehari bagi mengerjakan sembahyang berjamaah dan pada  ketika tersebut hendaklah menjaga dirinya agar tidak menonjol, menyembunyikan diri dan tidak berkata-kata walau sepatah perkataan pun. Siapa saja yang di dalam  suluk hendaklah mengambil langkah tegas untuk lebih menghayati dan mematuhi prinsip-prinsip, dasar-dasar dan syarat-syarat sembahyang berjamaah.

Setiap malam, ketika tengah malam, salik mestilah bangun untuk mengerjakan sembahyang tahajjud, yang bermaksud suasana jaga sepenuhnya di tengah-tengah tidur. Sembahyang tahajjud membawa symbol kebangkitan setelah mati. Bila seseorang berjaya bangun untuk melakukan sembahyang tahajjud dia adalah  Pemilik hatinya dan pemikirannya bersih. Agar suasana jaga ini tidak  rusak dia tidak  seharusnya melibatkan diri dengan kegiatan harian seperti makan dan mmum.

Sebaik saja bangun dengan menyadari dibangkitkan daripada kelalaian kepada kesadaran, ucapkan: “Alhamdulillahi ahyani ba' da ma amatani wa-ilaihin-nusyur- Segala puji bagi Allah yang membangkitkan daku setelah mengambil hidupku. Selepas mati semua akan dibangkitkan dan kembali kepada-Nya".

Kemudian bacakan sepuluh ayat terakhir Surat  al-'Imraan, yaitu ayat 190 - 200. Selepas itu mengambil wudlu dan berdoa:
"Kemenangan untuk Allah! Segala puji untuk-Mu. Tidak ada yang lain daripada-Mu yang layak menerima ibadat. Daku bertaubat dari dosaku. Ampuni  dosaku, maafkan kehadiranku, terimalah taubatku. Engkau Maha Pengampun, Engkau suka memaafkan. Wahai Tuhanku! Masukkan daku ke dalam golongan mereka yang  menyadari kesalahan mereka dan masukkan daku ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang  salih yang  memiliki kesabaran, yang  bersyukur, yang mengingati Engkau dan yang  memuji Engkau malam dan siang".

Kemudian dongakkan pandangan ke langit dan buat pengakuan:
"Aku naik saksi tiada Tuhan melainkan Allah, Esa, tiada sekutu, dan aku naik saksi Muhamamd adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Daku berlindung dengan keampunan-Mu daripada azab-Mu. Daku berlindung dengan keredaan-Mu daripada murka-Mu. Daku berlindung dengan-Mu daripada-Mu. Aku tidak mampu mengenali-Mu sebagaimana Engkau kenali Diri-Mu. Aku tidak mampu memuji-Mu selayaknya. Daku  adalah  hamba-Mu, daku  adalah  anak  kepada hamba-Mu. Dahiku  yang  di atasnya Engkau tuliskan takdir adalah dalam tangan-Mu. Perintah-Mu berlari menerusi daku. Apa yang Engkau tentukan untukku adalah baik bagiku. Daku  serahkan kepada-Mu tanganku dan kekuatan yang  Engkau letakkan padanya. Daku buka diriku di hadapan-Mu, mendedahkan semua dosaku. Tiada Tuhan kecuali Engkau, dan Engkau Maha Pengampun, aku yang zalim, aku yang berbuat kejahatan, daku menzalimi diriku. Untukku karena daku adalah hamba-Mu ampunkan dosa-dosaku. Engkau jugalah Tuhan, hanya Engkau yang boleh mengampunkan".

Kemudian menghadap ke arah kiblat dan ucapkan: "Allah Maha Besar! Segala puji untuk-Nya. Aku ingat dan membesarkan-Nya".
Kemudian ucapkan sepuluh  kali: "Segala kemenangan buat Allah".
Kemudian ucapkan sepuluh  kali: "Segala  puji dan syukur  untuk Allah".
Kemudian ucapkan sepuluh  kali:  "Tiada Tuhan melainkan Allah".
Kemudian lakukan sembahyang sepuluh rakaat, dua rakaat satu salam.
Nabi saw. bersabda: "Sembahyang malam dua, dua". Allah memuji orang yang  bersembahyang malam”. "Dan di sebagian malam hendaklah engkau sembahyang tahajjud sebagai sembahyang sunat untukmu, supaya Tuhanmu bangkitkan kamu di satu tempat yang terpuji".  (Surat Bani Israil, ayat  79).

"Renggang rusuk-rusuk mereka dari tempat tidur, dalam keadaan menyeru Tuhan mereka dengan takut dan penuh harapan, dan sebagian daripada apa yang Kami kurniakan itu mereka belanjakan".  (Surat as-Sajadah, ayat  16 & 17).

Kemudian pada  akhir malam bangun semula untuk mengerjakan sembahyang witir tiga rakaat, sembahyang yang menutup semua sembahyang-sembahyang pada  hari itu. Pada rakaat ketiga selepas al-Faatihah bacakan satu Surat dari Al-Qur’an, kemudian angkatkan tangan seperti pada permulaan sembahyang sambil ucapkan "Allahu Akbar!" dan bacakan doa qunut. Kemudian selesaikan sembahyang seperti biasa.

Setelah matahari terbit orang yang di dalam suluk perlu melakukan sembahyang isyraq, sembahyang yang menerangi, dua rakaat. Selepas itu melakukan sembahyang istihadha' dua rakaat, mencari perlindungan dan keselamatan daripada syaitan. Pada rakaat pertama selepas al- Faatihah bacakan Surat  al-Falaq. Dalam  rakaat kedua selepas al-Faatihah bacakan Surat  an-Nas.

Bagi mempersiapkan diri untuk hari itu lakukan sembahyang sunat istikharah, sembahyang meminta petunjuk Allah untuk keputusan yang benar pada hari itu. Pada tiap rakaat selepas al- Faatihah bacakan ayat  al-Kursi. Kemudian tujuh kali Surat al-Ikhlas. Kemudian pagi itu lakukan sembahyang dhuha, sembahyang kesalihan dan kedamaian hati. Lakukan enam rakaat. Bacakan Surat asy-Syams dan Surat ad-Dhuha. Sembahyang dhuha diikuti oleh dua rakaat kaffarat, sembahyang penebusan terhadap kekotoran yang mengenai seseorang tanpa  boleh dielakkan atau disadari. Tersentuh dengan kekotoran walaupun secara tidak  sengaja masih berdosa, boleh dihukum. Ini boleh berlaku walaupun di dalam suluk, misalnya  melalui keperluan tubuh badan. Nabi saw. bersabda: "Jaga-jaga dari najis - walaupun ketika kamu kencing, satu titik tidak mengenai kamu - karena ia adalah  kesiksaan di dalam kubur". Setiap rakaat, selepas membaca al- Faatihah bacakan Surat al-Kausar tujuh kali.

Satu lagi sembahyang-panjang, walaupun empat rakaat-harus dilakukan dalam  satu hari semasa khalwat atau suluk. Ini adalah sembahyang tasbih - sembahyang penyucian atau pemujaan. Jika seseorang itu mengikuti mazhab Hanafi dia melakukannya empat  rakaat satu salam. Jika dia berfahaman Syafi'e dilakukannya dua rakaat satu salam, dua kali. Ini jika dilakukan di siang hari. Jika dilakukan malam  hari Hanafi  dan Syafi'e sependapat, dua rakaat satu salam, dua kali.

Nabi saw. memberitahu mengenai sembahyang ini kepada bapak  saudara baginda, Ibnu Abbas: "Wahai bapak saudaraku yang ku kasihi. Ingatlah aku akan berikan kepada kamu satu pemberian. Perhatikanlah aku akan sampaikan kepada kamu satu yang sangat baik. Ingatlah aku akan berikan kepada kamu kehidupan dan harapan baru. Ingatlah aku akan berikan kepada kamu sesuatu yang bernilai  sepuluh daripada perbuatan-perbuatan yang baik. Jika kamu kerjakan apa yang aku beritahu dan ajarkan kepada kamu Allah akan ampunkan dosa-dosa kamu yang lalu dan yang akan datang,  yang lama dan yang baru, yang kecil dan yang besar. Lakukan secara diketahui atau tidak diketahui, secara tersembunyi atau terbuka".
"Engkau kerjakan sembahyang empat rakaat. Pada tiap-tiap rakaat selepas al-Faatihah kamu bacakan satu Surat  dari Al-Qur’an. Ketika kamu berdiri bacakan lima belas kali: Subhanallahi il-hamdu lillahi la ilaha illallahu wa-llahu akbar, wa-la hawla wa-la quwwata illa billahil l-'Ali I-'Azim. Bila kamu rukuk, tangan di atas lutut, bacakan sepuluh kali. Ketika berdiri ulanginya sepuluh kali lagi. Ketika kamu sujud bacakan sepuluh kali. Bila kamu bangun dari sujud bacakan sepuluh kali. Ketika duduk bacakan sepuluh kali. Sujud semula bacakan sepuluh kali. Duduk semula bacakan sepuluh kali. Kemudian bangun untuk rakaat kedua.  Lakukan serupa untuk  rakaat yang lain sehingga empat rakaat". "Jika kamu mampu lakukan sembahyang ini setiap hari. Jika tidak lakukan sekali sebulan. Jika tidak mampu juga lakukan sekali setahun. Jika masih tidak mampu lakukan sekali seumur hidup".

Jadi, empat rakaat itu tasbih diucapkan sebanyak tiga ratus kali. Sebagaimana Nabi saw. ajarkan kepada bapak  saudara baginda Ibnu Abbas, dianjurkan juga kepada orang yang  bersuluk melakukan sembahyang tersebut.

Selain daripada tugas tersebut orang yang di dalam suluk juga dianjurkan membaca Al-Qur’an sekurang-kurangnya sebanyak 200 ayat sehari. Dia juga hendaklah mengingati Allah secara terus menerus dan menurut suasana rohani, baik menyebut nama-nama-Nya yang indah secara kuat atau senyap di dalam hati. Ingatan di dalam hati secara senyap hanya bermula bila hati kembali jaga dan hidup. Bahasa zikir ini adalah perkataan rahasia yang  tersembunyi.

Setiap orang  mengingati Allah menurut keupayaan masing-masing. Allah berfirman: "Hendaklah kamu sebut Dia sebagaimana Dia pimpin kamu". (Surat al-Baqarah, ayat 198).

Ingatlah kepada-Nya menurut kemampuan kamu. Pada setiap tahap kerohanian ingatan itu berbeda-beda. Ia mempunyai satu nama lagi, ia mempunyai satu sifat lagi, satu cara lagi. Hanya orang yang ditahap itu tahu zikir yang sesuai.

Orang yang di dalam suluk juga dianjurkan membaca Surat al-Ikhlas seratus kali sehari. Perlu juga membaca Selawat seratus kali sehari. Dia juga perlu membaca doa ini sebanyak seratus kali:
“Astaghfirullah al-'Azim, la ilaha illa Huwal-Hayy ul-Qayyum - mimma qaddamtu wa-ma akhkhartu wa-ma 'alantu wa-ma  asrartu wa-ma anta a'lamu bihi minni. Anta l-Muqaddimu wa- antal Muakhkhiru wa-anta 'ala kulli syai in Qadir".

PENGIKUT-PENGIKUT JALAN KEROHANIAN
Orang-orang yang mengikuti jalan kerohanian terbagi kepada dua bagian atau golongan. Golongan pertama ialah yang termasuk ke dalam kumpulan Sunnis; mereka yang mengikuti peraturan Al-Qur’an dan amalan serta peraturan yang  berasal daripada kelakuan dan perbuatan Rasulullah  saw. Mereka ikuti peraturan ini dalam perkataan, perbuatan, pemikiran dan perasaan, dan mereka mengikuti maksud batin agama - yaitu mereka mengerti bukan ikut secara taklid buta. Mereka beramal dan hidup menurut peraturan agama, merasainya dan menikmatinya, bukan semata-mata menanggung sesuatu yang dipaksakan ke atas mereka. Inilah jalan kerohanian yang mereka ikut. Inilah persaudaraan hamba-hamba Allah yang  berkasih sayang. Sebagian daripada mereka dijanjikan syurga tanpa hisab, yang  lain akan menderita sedikit azab hari kiamat dan kemudian masuk syurga. Namun ada juga sebagian yang memasuki neraka beberapa ketika yang singkat untuk menyucikannya daripada dosa sebelum masuk syurga. Tiada yang akan kekal di dalam  neraka. Yang akan kekal di dalam neraka ialah orang kafir dan munafik.

Golongan  kedua  terdiri daripada kumpulan-kumpulan yang  bid’ah. Nabi saw. telah memberi peringatan: “Kamu, seperti Bani Israil sebelum kamu, seperti umat Isa anak  Maryam, akan dibagikan dan dipisahkan di antara satu sama lain. Sebagaimana mereka mereka-reka dan mengubah-ubah, kamu juga akan mengadakan bid’ah. Dengan masa berlalu dalam bid’ah, tentangan dan dosa, kamu akan jadi seperti mereka dan berbuat yang sama. Jika mereka masuk ke dalam lubang ular yang  berbisa kamu juga akan mengikuti mereka. Kamu patut  tahu Bani Israil berpecah kepada tujuh puluh satu kumpulan. Kesemuanya dalam  kesesatan kecuali satu. Dan orang Nasrani berpecah kepada tujuh puluh dua kumpulan, dan semuanya sesat kecuali satu. Aku bimbang umatku akan dipecahkan kepada tujuh puluh tiga kumpulan. Ini terjadi karena mereka mengubah yang benar  kepada yang salah dan yang haram kepada yang halal menurut pertimbangan mereka sendiri, untuk muslihat dan keuntungan mereka, kecuali satu, semua kumpulan itu akan ke neraka,  dan kumpulan yang satu itu akan selamat." Bila ditanya siapakah yang satu diselamatkan itu baginda bersabda: "Mereka yang mengikuti kepercayaan dan perbuatanku serta para  sahabatku".

Di bawah ini dinyatakan sebagian daripada jalan bid’ah yang  dipegang dan diikuti oleh orang- orang  yang  mengakui diri mereka  orang  kerohanian:
Hululiyya - percaya kepada penjelmaan dalam bentuk makhluk atau manusia,  mendakwa halal melihat tubuh dan wajah yang cantik, baik perempuan atau lelaki, siapa saja baik isteri- isteri atau suami-suami, anak-anak perempuan atau saudara-saudara perempuan orang lain. Mereka juga bercampur dan menari bersama-sama. Ini jelas bertentangan dengan peraturan Islam dan menjaga kesucian  dan kehormatan di dalam  peraturan tersebut.

Haliyya  - mencari  kerasukan zauk  dengan cara menari, menyanyi, menjerit dan bertepuk tangan. Mereka mendakwa syeikh mereka berada dalam  suasana yang mengatasi batasan hukum agama. Jelas sekali mereka  terpasung jauh daripada perjalanan Nabi saw.yang dalam tindak tanduk mematuhi hukum agama.

Awliya'iyya - mendakwa mereka berada dalam  kehampiran dengan Allah dan mengatakan bila hamba hampir dengan Tuhan semua kewajipan agama terangkat daripada mereka.  Seterusnya mereka mendakwa seorang wali, orang yang hampir dengan Allah, menjadi sahabat akrab-Nya, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada nabi. Mereka  mengatakan ilmu sampai kepada Rasulullah saw. melalui Jibrail sementara wali menerima ilmu secara langsung dari Tuhan. Pandangan salah tentang suasana mereka dan apa yang  mereka sifatkan kepada diri mereka adalah dosa mereka  yang  paling besar yang  membawa mereka  kepada bid’ah dan kekufuran.

Syamuraniyya - percaya dunia ini kekal abadi, dan Siapa saja yang  mengucapkan perkataan abadi akan terlepas daripada tuntutan agama,  lagi mereka tidak ada hukum halal dan haram. Mereka menggunakan alat musik  dalam upacara ibadat mereka. Mereka tidak memisahkan lelaki dengan perempuan. Mereka tidak membedakan dua jantina itu. Mereka adalah  kumpulan kafir yang  tidak boleh diperbetulkan lagi.

Hubiyya - mengatakan bila manusia sampai ke peringkat cinta mereka bebas  daripada semua kewajipan agama. Mereka tidak menutup kemaluan mereka.

Huriyya - seperti Haliyya, enggan menjerit, menyanyi, menari dan bertepuk tangan, mereka menjadi kerasukan dan di dalam suasana kerasukan itu mereka mendakwa mengadakan hubungan jenis dengan bidadari, bila keluar  dari kerasukan mereka mandi junub. Mereka dimusnahkan oleh pembohongan mereka  sendiri.

Ibahiyya - enggan mengajak kepada kebaikan dan melarang kemungkaran. Mereka menghukumkan haram sebagai halal. Mereka memahatkan pendapat ini kepada kaum perempuan. Bagi mereka semua perempuan halal bagi semua lelaki.

Mutakasiliyya - menjadikan prinsip kemalasan dan meminta sedekah dari rumah ke rumah sebagai cara mendapatkan keperluan harian mereka.  Mereka mendakwa telah meninggalkan segala hal ihwal dunia. Mereka gagal  dan terus gagal di dalam kemalasan mereka.

Mutajahiliyya - berpura-pura jahil dan dengan sengaja berpakaian tidak  sopan, coba menunjukkan dan berkelakuan seperti orang kafir, sedangkan Allah berfirman, "Jangan cenderung kepada yang berbuat dosa".  (Surat Hud, ayat  113). Nabi saw. bersabda: "Siapa saja yang coba berlagak seperti satu kaum dia dianggap salah seorang dari mereka".


Wafiqiyya - mendakwa hanya Allah yang boleh kenal Allah. Jadi, mereka  membuang jalan kebenaran. Kejahilan yang  disengajakan membawa mereka  kepada kemusnahan. 

                                                            ** & **

(Berikut, SEBARIS  PUISI  ILLAHI  MENGGORES  INTI  QOLBU).






1 comment:

  1. Amin...Terima kasih, semoga membawa kebaikan terus menerus. semogasejah tera dan sukses selalu buatkita semua

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, semoga semua hari-hari anda sejahtera dan sukses selalu, diberi petunjuk oleh-Nya, amin.