Thursday, September 1, 2016

PENYINGKAP KEGAIBAN


Seperti yang sudah dipesankan Nabi Adam as., bahwa Semar dan Togog harus menemui semua penerus Nabi Akhir Zaman, Nabi Muhammad SAW. untuk menuntut dan mendalami ilmu Agama Islam. Maka pada tahun 1166 masehi atau 561 H, mereka berdua menemui Raja Para Wali Sayyid Abu Muhammad Abdul Qadir Jailani QS., yaitu beberapa hari sebelum Sang Syaikh wafat pada usia 91 tahun.

Semar dan Togog menemui Tuan Syaikh dengan maksud selain bersilahturahim juga mengambil ilmu tasauf dan tharekat guna pemurnian agama Islam yang sudah mereka peluk langsung dari Nabi Suci Muhammad SAW. Disaat sore itulah Tuan Syaikh menerima mereka berdua, men-talqin (sumpah) untuk pengamal amalan Tharekat Qadariyah. Didampingi putra Tuan Syaikh, Syaikh Isa, Abu Abdul Rahman.

Tuan Syaikh sudah waspada akan kedua tamunya, manusia dengan kemampuan Malaikat, berusia abadi dengan kekuasaan hampir tidak terhingga, mengemban misi dari Nabi Adam, untuk melindungi bumi dan Alam Semesta dari rongrongan dendam Iblis Azazil laknattullah. Maka ‘talqin’ dan ‘wejangan’ untuk berdua dilakukan dengan cara luar biasa juga. Tuan Syaikh berwasiat sambil mengajak kedua tamunya ‘berjalan-jalan’ menembus ruang dan waktu, berpindah-pindah kesatu tempat ketempat lain. Putra beliau Syaikh Isa pun turut serta untuk mencatat semua wejangan ayahnya. Semua catatan wejangan Tuan Syaikh kemudian dikenal dengan judul “Penyingkap Kegaiban” atau Futhul al-Ghaib. Syaikh Isa mampu mengikuti langkah mereka karena barokah dan perkenan ayahnya. Kecuali wejangan terakhir yaitu wejangan ke 79 dan 80, yang menyampaikan saat-saat akhir hayat  Tuan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani disampaikan putra sulung beliau, Syaikh Abdul Wahab.
( catatan; semua isi wejangan Tuan Syaikh dalam ‘Delapan Puluh Wacana’ dikutip dari Kitab Penyingkap Kegaiban, penerbit Mizan, 1985).

Berikut wejangan-wejangan Tuang Syaikh kepada Semar dan Togog.
Dengan Nama Allah Yang Rahman, Yang Rahim

WACANA KESATU
Tuan Syaikh berwejang:
Tiga hal mutlak dari seorang Mukmin, dalam segala keadaan, yaitu: (1) harus menjaga perintah-perintah Allah, (2) harus menghindar dari segala yang haram, (3) harus ridha dengan takdir Yang Mahakuasa. Jadi seorang Mukmin, paling tidak, memiliki tiga hal ini. Berarti, ia  harus memutuskan untuk ini, dan berbicara dengan diri sendiri tentang hal ini, serta mengikat organ-organ tubuhnya dengan ini

WACANA KEDUA
Tuan Syaikh berwejang:
Ikutilah (Sunah Rasul) dengan penuh keimanan, jangan membuat bid’ah, patuhilah selalu (kepada Allah dan rasul-Nya), jangan melanggar; junjung tinggilah tauhid dan jangan menyekutukan Dia; sucikanlah Dia senantiasa dan janggan menisbahkan sesuatu keburukan pun kepada-Nya; pertahankan Kebenaran-Nya dan jangan ragu sedikit pun; bersabarlah selalu dan jangan menunjukan ketaksabaran; beristikamahlah; berharaplah kepada-Nya, jangan kesal, tetapi bersabarlah, bekerjasamalah dalam ketaatan dan jangan berpecah belah, saling mencintailah dan jangan saling mendendam, jauhilah kejahatan dan jangan ternoda olehnya; percantiklah dirimu dengan ketaatan kepada Tuhanmu; jangan menjauh dari pintu-pintu Tuhanmu; jangan berpaling dari-Nya; segeralah bertobat dan kembali kepada-Nya; jangan merasa jemu dalam memohon ampunan kepada khalikmu, baik siang atau pun malam; (jika kamu berlaku begini) niscaya rahmat dinampakkan kepadamu, maka kamu bahagia, terjauhkan dari api neraka; dan hidup bahagia di surga, bertemu Allah, menikmati rahmat-Nya, bersama-sama bidadari di surga dan tinggal di dalamnya untuk selamanya, mengendarai kuda-kuda putih, bersuka ria dengan hurhur bermata putih dan aneka aroma, dan melodi-melodi hamba-hamba sahaya wanita, dengan karunia-karunia lainnya; termuliakan bersama para Nabi, para shiddiq, para syahid, dan para saleh di surga yang tinggi.

WACANA KETIGA
Tuan Syaikh berwejang:
Apabila seorang hamba Allah mengalami kesulitan hidup, maka pertama-tama, ia mencoba mengatasinya dengan upayanya sendiri. Bila gagal, ia mencari pertolongan kepada sesamanya, khususnya kepada raja, penguasa, hartawan, atau bila ia sakit, kepada dokter. Bila hal ini pun gagal, maka, ia berpaling kepada khaliknya, Tuhan Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa, dan berdoa kepada-Nya dengan kerendah-hatian dan pujian. Bila ia mampu mengatasinya sendiri, maka ia takkan berpaling kepada sesamanya, demikian pula, bila ia berhasil, karena sesamanya, maka ia takkan berpaling kepada sang Khalik.

Kemudian, bila tak juga memperoleh pertolongan dari Allah, maka dipasrahkannya dirinya kepada Allah, dan terus demikian, mengemis, berdoa, merendahkan diri, memuji dan memohon dengan harap-harap cemas. Namun, Allah Yang Mahabesar dan Mahakuasa membiarkan ia letih dalam doa, dan tak mengabulkannya, hingga ia sedemikian terkecewakan terhadap segala sarana duniawi. Maka kehendak-Nya mewujud melaluinya, dan hamba Allah ini berlalu dari segala sarana duniawi, segala aktifitas dan upaya duniawi, dan bertumpu pada ruhaninya.

Pada peringkat ini, tiada terlihat olehnya, selain kehendak Allah Yang Mahabesar lagi Mahakuasa, dan sampailah ia, tentang Keesaan Allah, pada peringkat Haqqul Yakin bahwa, pada hakikatnya, tiada yang melakukan segala sesuatu, kecuali Allah, tak ada penggerak, tak pula penghenti, selain Dia, tak ada kebaikan, kejahatan, tak pula kerugian dan keuntungan, tiada faedah, tiada memberi, tak pula menahan, tiada awal, tiada akhir, tak ada kehidupan dan kematian, tiada kemuliaan dan kehinaan, tak ada kelimpahan dan kemiskinan, kecuali karena Allah....

Maka, di hadapan Allah, ia bagai bayi di tangan perawat, bagai mayat dimandikan, dan bagai bola di tongkat pemain polo, berputar dan bergulir dari keadaan ke keadaan, dan ia merasa tak berdaya. Dengan demikian, ia lepas dari dirinya sendiri, dan melebur dalam kehendak Allah. 

Maka, tak dilihatnya, kecuali Tuhannya dan kehendak-Nya, tak didengar dan dipahaminya, kecuali Ia. Jika melihat sesuatu, maka sesuatu itu adalah kehendak-Nya; bila ia mendengar atau mengetahui sesuatu, maka ia mendengar Firman-Nya, dan mengetahui lewat ilmu-Nya. Maka terkarunialah dia dengan karunia-Nya, dan beruntung lewat kedekatan dengan-Nya, dan melalui kedekatan ini, ia menjadi mulia, ridha, bahagia, dan puas dengan janji-Nya, dan bertumpu pada firman-Nya, Ia merasa enggan dan menolak segala selain Allah, ia ridha dan senantiasa mengingat-Nya, makin mantaplah keyakinan-Nya pada-Nya, Yang Mahabesar lagi Mahakuasa. Ia bertumpu pada-Nya, memperoleh petunjuk dari-Nya, berbusana nur ilmu-Nya, dan termuliakan oleh ilmu-Nya. Yang didengar dan diingatnya adalah dari-Nya, Yang Mahabesar lagi Mahakuasa. Maka, segala syukur, puji, dan sembah tertuju kepada-Nya.

WACANA KEEMPAT
Tuan Syaikh berwejang:
Bila kau abaikan ciptaan, maka: “Semoga Allah merahmatimu.” Allah melepaskanmu dari kedirian. “Semoga Allah merahmatimu.” Ia mematikan kehendakmu; “Semoga Allah merahmatimu.” Maka Allah menempatkanmu dalam kehidupan (baru). 

Kini, kau terkaruniakan kehidupan abadi; diperkaya dengan kekayaan abadi; dikaruniai kemudahan dan kebahagiaan nan abadi; dirahmati, dilimpahi ilmu yang tak mengenal kejahilan; dilindungi dari ketakutan; dimuliakan, hingga tak terhina lagi; senantiasa terdekatkan kepada Allah, senantiasa termuliakan; senantiasa tersucikan, maka menjadilah kau pemenuh segala harapan, dan ibaan pinta orang mewujud pada dirimu; hingga kau sedemikian termuliakan; unik, dan tiada tara, tersembunyi dan terahasiakan.

Maka, kau menjadi pengganti para Rasul, para Nabi dan para shiddiq, kaulah puncak wilayat, dan para wali yang masih hidup akan mengerumunimu. Segala kesulitan terpecahkan melaluimu, dan sawah ladang terpanen melalui doamu; dan sirnalah, melalui doamu, segala petaka yang menimpa orang-orang di desa terpencil pun, para penguasa dan yang dikuasai, para pemimpin dan para pengikut, dan semua ciptaan. Dengan demikian kau menjadi agen polisi (jika boleh disebut begitu) bagi kota-kota dan masyarakat.

Orang bergegas-gegas mendatangimu, membawa bingkisan dan hadiah, dan mengabdi kepadamu, dalam segala kehidupan, dengan izin sang Pencipta segalanya. Lidah mereka senantiasa sibuk dengan doa dan syukur bagimu, di mana pun mereka berada. Tiada dua orang Mukmin berselisih tentangmu. Duhai yang terbaik di antara penghuni bumi, inilah rahmat Allah, dan Allah-lah Pemilik segala rahmat.

WACANA KELIMA
Tuan Syaikh berwejang:
Bila kau melihat dunia ini, berada di tangan mereka, dengan segala hiasan, dan tipuannya, dengan segala bisa mematikannya, yang tampak lembut sentuhannya, padahal, sebenarnya, mematikan bagi yang menyentuhnya, mengecoh mereka, dan membuat mereka mengabaikan kemudharatan tipu-daya dan janji-janji palsunya – bila kau melihat semua itu – berlakulah bagai orang yang melihat seseorang menuruti nalurinya, menonjolkan diri, dan karenanya, mengeluarkan bau busuk. Bila (dalam situasi semacam itu) kau enggan memperhatikan kebusukannya, dan menutup hidung dari bau busuk itu, bagitu pula kau berlaku terhadap dunia; bila kau melihatnya, palingkan penglihatanmu dari segala kepalsuan, dan tutuplah hidungmu dari kebusukan hawa nafsu, agar kau aman darinya dan segala tipu dayanya, sedangkan bagianmu menghampirimu segera, dan kau menikmatinya. Allah telah berfirman kepada Nabi pilihan-Nya (saw): “Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia, untuk Kami uji mereka dengannya, dan karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.” (Qs.20:131).

WACANA KEENAM
Tuan Syaikh berwejang:
Lenyaplah dari (pandangan) manusia, dengan perintah Allah, dan dari kedirian, dengan perintah-Nya, hingga kau menjadi bahtera ilmu-Nya. Lenyapnya diri dari manusia, ditandai oleh pemutusan diri sepenuhnya dari mereka, dan pembebasan jiwa dari segala harapan mereka. 

Tanda lenyapnya diri dari segala nafsu ialah, membuang segala upaya memperoleh sarana-sarana duniawi dan behubungan dengan mereka demi sesuatu manfaat, menghindarkan kemudharatan; dan tak bergerak demi kepentingan pribadi, dan tak bergantung pada diri sendiri dalam hal-hal yang berkenaan dengan dirimu, tak melindungi atau membantu diri, tetapi memasrahkan semuanya hanya kepada Allah, karena Ia pemilik segalanya sejak awal hingga akhirnya; sebagaimana kuasa-Nya, ketika kau masih disusui.

Hilangnya kemauanmu dengan kehendak-Nya, ditandai dengan ketak-pernahan menentukan diri, ketak-bertujuan, ketak-butuhan, karena tak satu tujuan pun termiliki, kecuali satu, yaitu Allah. Maka, kehendak Allah mewujud dalam dirimu, sehingga kala kehendak-Nya beraksi, maka pasiflah organ-organ tubuh, hati pun tenang, pikiran pun cerah, berserilah wajah dan ruhanimu, dan kau atasi kebutuhan-kebutuhan bendawi berkat berhubungan dengan Pencipta segalanya. Tangan Kekuasaan senantiasa menggerakkanmu, lidah Keabadian selalu menyeru namamu, Tuhan Semesta alam mengajarmu, dan membusananimu dengan nur-Nya dan busana ruhani, dan menempatkanmu sejajar dengan para ahli hikmah yang telah mendahuluimu. 

Sesudah ini. Kau selalu berhasil menaklukan diri, hingga tiada lagi pada dirimu kedirian, bagai sebuah bejana yang hancur lebur, yang bersih dari air, atau larutan. Dan kau terjauhkan dari segala gerak manusiawi, hingga ruhanimu menolak segala sesuatu, kecuali kehendak Allah. Pada maqam ini, keajaiban dan dialami ternisbahkan kepadamu. Hal-hal ini tampak seolah-olah darimu, padahal, sebenarnya, dari Allah.

Maka, kau diakui sebagai orang yang hatinya telah tertundukkan, dan kediriannya telah musnah, maka kau diilhami oleh kehendak Ilahi dan dambaan-dambaan baru dalam kemaujudan sehari-hari. Mengenai maqam ini, Nabi Suci saw. bersabda : “Tiga hal yang kusenangi dari dunia – wewangian, wanita, dan shalat – yang pada mereka tersejukkan mataku.” Sungguh, hal-hal dinisbahkan kepadanya, setelah hal-hal itu sirna darinya, sebagaimana telah kami isyaratkan. Allah berfirman : “Aku bersama orang-orang yang patah hati demi Aku.”

Allah Yang Mahatinggi takkan besertamu, sampai kedirianmu sirna. Dan bila kedirianmu telah sirna, dan kau abaikan segala sesuatu, kecuali Dia, maka Allah menyegar-bugarkanmu, dan memberimu kekuatan baru, yang dengan itu, kau berkehendak. Bila di dalam dirimu masih juga terdapat noda terkecil pun, maka Allah meremukkanmu lagi, hingga kau senantiasa patah hati. Dengan cara begini Ia terus menciptakan kemauan baru di dalam dirimu, dan bila kedirian masih maujud, maka Dia hancurkan lagi, sampai akhir hayat dan bertemu (liqa) dengan Tuhan. Inilah makna firman Allah : “Aku bersama orang-orang yang putus asa demi aku.” Dan makna kata : “Kedirian masih maujud” ialah kemasih-kukuhan dan kemasih-puasan dengan keinginan-keinginan barumu.

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman kepada Nabi Suci saw.: “Hamba-Ku yang beriman senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku, dengan mengerjakan shalat-shalat sunnah yang diutamakan, sehingga Aku mencintanya, dan apabila Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi telinganya, dengannya ia mendengar, dan menjadi matanya, dengannya ia melihat, dan menjadi tangannya, dengannya ia bekerja, dan menjadi kakinya, dengannya ia berjalan.” Tak diragukan lagi, beginilah keadaan fana.

Maka Dia menyelamatkanmu dari kejahatan makhluk-Nya, dan menenggelamkanmu ke dalam samudra kebaikkan-Nya; sehingga kau menjadi pusat kebaikan, sumber rahmat, kebahagiaan, kenikmatan, kecerahan, kedamaian dan kesentosaan, Maka, fana (penafian- diri) menjadi tujuan akhir, dan sekaligus dasar perjalanan para wali. Para wali terdahulu, dari berbagai maqam, senantiasa beralih, hingga akhir hayat mereka, dari kehendak pribadi kepada kehendak Allah. Karena itulah mereka disebut badal (sebuah kata yang diturunkan dari badala yang berarti : berubah). Bagi pribadi-pribadi ini, menggabungkan kehendak pribadi dengan kehendak Allah, adalah suatu dosa.

Bila mereka lalai, terbawa oleh tipuan perasaan dan ketakutan, maka Allah Yang Mahabesar menolong mereka dengan kasih-sayang-Nya, dengan mengingatkan mereka, sehingga meraka sadar dan berlindung kepada Tuhan, karena tak satu pun mutlak bersih dari noda kehendak, kecuali para malaikat. Para malaikat senantiasa suci dalam kehendak, para Nabi senantiasa terbebas dari kedirian, sedang para jin dan manusia yang dibebani pertanggung jawaban moral, tak terlindungi. Tentu, para wali terlindung dari kedirian, dan para badal dari kekotoran kehendak. Kendati mereka tak bisa dianggap terbebas dari dua keburukan ini, karena mungkin bagi mereka berkecenderungan kepada dua kelemahan ini, tapi Allah melimpahi mereka rahmat-Nya dan menyadarkan mereka.

WACANA KETUJUH
Tuan Syaikh berwejang:
Keluarlah dari kedirian, jauhilah dia, dan pasrahkan segala sesuatu kepada Allah, jadilah penjaga pintu hatimu, patuhilah senantiasa perintah-perintah-Nya, hormatilah larangan-larangan-Nya, dengan menjauhkan segala yang diharamkan-Nya. Jangan biarkan kedirianmu masuk ke dalam hatimu, setelah keterbuangannya. Mengusir kedirian dari hati, haruslah disertai pertahanan terhadapnya, dan menolak pematuhan kepadanya dalam segala keadaan. Mengizinkan ia masuk ke dalam hati, berarti rela mengabdi kepadanya, dan berintim dengannya. Maka, jangan menghendaki segala yang bukan kehendak Allah, adalah kedirian, yang adalah rimba kejahilan, dan hal itu membinasakanmu, dan penyebab keterasingan dari-Nya. Karena itu, jagalah perintah Allah, jauhilah larangan-Nya, berpasrahlah selalu kepada-Nya dalam segala yang telah ditetapkan-Nya, dan jangan sekutukan Dia dengan sesuatu pun. Jangan berkehendak diri, agar tak tergolong orang-orang musrik. Allah berfirman: “Barangsiapa mengharap perjumpaan (liqa) dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal saleh dan tidak menyukutukan-Nya.” (Qs.18:110).

Kesyirikan tak hanya menyembahkan berhala. Pemanjaan nafsu jasmani, dan menyamakan segala yang ada di dunia dan akhirat dengan Allah, juga syirik. Sebab, selain Allah adalah bukan Tuhan. Bila kau tenggelam dalam sesuatu – selain Allah – berarti kau menyukutukan-Nya. Oleh sebab itu, waspadalah, jangan terlena. Maka, dengan menyendiri, akan diperoleh keamanan. Jangan menganggap dan mengklaim segala kemaujudan atau maqam-mu, berkat kau sendiri. Maka, bila kau berkedudukan, atau dalam keadaan tertentu, jangan membicarakan hal itu kepada orang lain. Sebab, dalam perubahan nasib yang terjadi dari hari ke hari, keagungan Allah mewujud, dan Allah mengantarai hamba-hamba-Nya dan hati-hati mereka. Bisa-bisa yang kau percakapkan, sirna darimu, dan yang kau anggap abadi, berubah, hingga kau termalukan di hadapan yang kau ajak bicara. Simpanlah pengetahuan ini di dalam lubuk hatimu, dan jangan perbincangkan dengan orang lain. Maka jika hal itu terus maujud, ketahuilah, bahwa itu adalah karunia Allah, mohonlah kekuatan untuk bersyukur, dan peningkatan ridha-Nya. Tetapi, bila hal itu berakhir maujud, maka hal itu akan membawa kemajuan dalam pengetahuan, nur, kesadaran dan pandangan. Allah berfirman: “Segala yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan terlupakan, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya, atau yang sepertinya. Tidakkah kamu ketahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Qs.2:106).

Jangan menganggap Allah tak berdaya dalam sesuatu hal, jangan menganggap ketetapan-Nya tak sempurna, dan jangan sedikit pun ragu akan janji-Nya. Dalam hal ini ada sebuah contoh luhur dalam Nabi Allah. Ayat-ayat dan surah-surah yang diturunkan kepadanya, dan yang dipraktekkan, dikumandangkan di masjid-masjid, dan termaktub di dalam kitab-kitab.

Mengenai hikmah dan keadaan ruhani yang dimilikinya, ia sering mengatakan bahwa hatinya sering tertutup awan, dan ia berlindung kepada Allah tujuh puluh kali sehari. Diriwayatkan pula, bahwa dalam sehari ia dibawa dari satu hal ke hal lain sebanyak seratus kali, sampai ia berada pada maqam tertinggi dalam kedekatan dengan Allah. Ia perintahkan untuk meminta perlindungan kepada Allah, karena sebaik-baik seorang hamba yaitu berlindung dan berpaling kepada Allah. Karena, dengan begini, ada pengakuan akan dosa dan kesalahannya, dan inilah dua macam mutu yang terdapat pada seorang hamba, dalam segala keadaan kehidupan, dan yang dimilikinya sebagai pusaka dari Adam as. “Bapak” manusia, dan pilihan Allah.

Berkatalah Adam, as.: “Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tak mengampuni kami, dan merahmati kami, niscaya kami akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs.7:23). Maka, turunlah kepadanya cahaya petunjuk dan pengetahuan tentang tobat, akibat dan tentang hikmah di balik peristiwa ini, yang takkan terungkap tanpa ini; lalu Allah berpaling kepada mereka dengan penuh kasih sayang, sehingga mereka bisa bertobat. 

Dan Allah mengembalikannya ke hal semula, dan beradalah ia pada peringkat wilayat yang lebih tinggi, dan ia dikaruniai maqam di dunia dan akhirat. Maka menjadilah dunia ini tempat kehidupannya dan keturunannya, sedang akhirat sebagai tempat kembali dan tempat perisitirahatan abadi mereka. 

Maka, ikutilah Nabi Muhammad saw., kekasih dan pilihan Allah, dan nenek-moyangnya, Adam, pilihan-Nya – keduanya adalah kekasih Allah – dalam hal mengakui kesalahan dan berlindung kepada-Nya dari dosa-dosa, dan dalam hal bertawadhu, dalam segala keadaan kehidupan.

WACANA KEDELAPAN
Tuan Syaikh berwejang:
Bila kau berada dalam hal tertentu, jangan mengharapkan hal yang lain, baik yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah. Jadi, bila kau berada di pintu gerbang istana Raja, jangan berkeinginan untuk masuk ke istana itu, kecuali terpaksa. Yang dimaksud dengan terpaksa ialah diperintah terus menerus. Dan jangan menganggapnya sebagai izin masuk, karena mungkin saja sang Raja menjebakmu. Tapi, bersabarlah, sampai kau benar-benar dipaksa memasukinya oleh sang Raja. Dengan demikian, sang Raja tidak akan menghukummu, karena Dia sendiri menghendakinya. Jika toh kau dihukum, tentu disebabkan oleh keburukan kehendak, kerakusan, ketaksabaran, kekurang-ajaran, dan keinginanmu untuk berpuas dengan keadaan kehidupanmu. Bila kau harus masuk ke dalamnya, karena terpaksa, masuklah dengan penuh ketenangan dan ketundukan pandangan, bersikaplah yang layak dan indahkanlah semua perintah-Nya dengan sepenuh jiwa tanpa mengharapkan kemajuan dalam tingkat kehidupan. Allah berfirman kepada Rasul pilihan-Nya: “Dan janganlah engkau tujukan kedua matamu kepada yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka sebagai hiasan hidup, untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhanmu lebih baik dan abadi.” (Qs.20:131).

Dengan firman-Nya: “Dan karunia Tuhanmu lebih baik dan abadi.” Allah memperingatkan Nabi pilihan-Nya, agar menghargai hal yang ada, dan mensyukuri karunia-karunia-Nya. Dengan kata lain, perintah ini adalah sebagai berikut : “Segala yang telah Aku karuniakan kepadamu – kebaikan, kenabian, ilmu, keridhaan, kesabaran, kerajaan agama, dan jihad di jalan-Ku – lebih baik dan lebih berharga ketimbang semua yang Kuberikan kepada yang lain.” Jadi, segala kebaikan terletak pada menghargai dan mensyukuri keadaan yang ada, dan menghindarkan selainnya, karena hal semacam itu merupakan cobaan dari-Nya. Jadi, bila sesuatu telah ditentukan-Nya bagimu, tentu sesuatu itu akan datang kepadamu, suka atau tak suka. Karenanya, sesungguh tak patut, bila kekurang-layakan dan kerakusan terwujud padamu, kedua-duanya tertolak oleh akal dan ilmu. Dan jika sesuatu itu ditakdirkan-Nya bagi orang lain, mengapa kau bersusah payah meraih sesuatu yang tak bisa kau raih? Dan jika sesuatu tak diturunkan-Nya kepada siapa pun, hanya sebagai cobaan, bagaimana mungkin seorang arif menyukainya dan berupaya keras meraih itu? Terbuktilah, bahwa seluruh kebaikan dan keselamatan terletak pada menghargai keadaan yang ada. Maka, bila kau dinaikan ke tingkat atas, sampai ke atap istana, maka kau, sebagaimana telah kami nyakatan, mesti sadar diri, tenang, dan baik laku. Kau mesti berbuat lebih dari ini, sebab kau kini lebih dekat kepada sang Raja, dan lebih dekat kepada marabahaya.

Maka, jangan menginginkan perubahan keadaan yang ada padamu. Nah, kau tak punya pilihan dalam masalah ini, sebab hal itu mendorong ketakbersyukuran atas rahmat-rahmat yang ada, dan cinta semacam ini menjadikan terhina, baik di dunia maupun di akhirat. Maka berlakulah sebagaimana yang telah kami nasihatkan kepadamu, sampai kau dikaruniai oleh Allah maqam yang teguh, dan takkan tergoyahkan dengan segala tanda dan isyaratnya. Karena itu, tambatkanlah padanya, dan jangan biarkan dirimu lepas darinya. (Keadaan perubahan ruhani) adalah milik para wali, sedang maqam (peringkat ruhani) adalah milik para badal.

WACANA KESEMBILAN
Tuan Syaikh berwejang:
Kehendaknya terwujud, secara kasyf (penglihatan ruhani), pada para wali dan badal, yang tak terjangkau nalar manusia dan kebiasaan. Perwujudan ini terbentuk : Jalal (keagungan), dan jamal (Keindahan). Jalal menghasilkan kegelisahan, pemahaman yang menggundahkan, dan sedemikian menguasai hati, sehingga gejala-gejalanya tampak pada jasmani. Diriwayatkan, Bila Rasulullah Shalat, dan hatinya terdengar gemuruh, bak air mendidih di dalam ketel, karena intensitas ketakutan yang timbul dari penglihatan beliau akan Kekuasaan dan Kebesaran-Nya. Diriwayatkan bahwa pilihan Allah, Nabi Ibrahim as. Dan Umar sang Khalifah ra. Juga mengalami keadaan yang serupa.

Mengalami perwujudan keindahan Ilahi merupakan refleksi-Nya pada hati manusia yang mewujudkan nur, keagungan, kata-kata manis, ucapan penuh kasih sayang, dan kegembiraan atas kelimpahan karunia-Nya, maqam yang tinggi, dan keakraban dengan-Nya – yang kepada-Nya segala urusan mereka kembali – dan atas takdir yang telah ditetapkan-Nya jauh di masa lampau. Inilah karunia dan rahmat-Nya dan pengukuhan atas mereka di dunia ini, sampai waktu tertentu. Ini dilakukan agar mereka tak melampaui kadar cinta yang layak dalam keinginan mereka akan hal itu, dan karenanya, hati mereka takkan berputus asa, kendati mereka jumpai berbagai hambatan atau bahkan terkulaikan oleh hebatnya ibadah mereka, sampai datangnya kematian. Ia melakukan ini berdasarkan kelembutan, kasih sayang dan kehormatan, juga untuk melatih agar hati mereka lembut, karena Dia bijaksana, mengetahui, lembut terhadap mereka. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. sering berkata kepada Hadhrat Bilal sang muadzin: “Wahai Bilal, gembirakanlah hati kami.” Maksud beliau, hendaklah ia serukan azan agar beliau bisa shalat, guna merasakan perwujudan-perwujudan rahmat Ilahi, sebagaimana telah kita bicarakan. Itulah sebabnya Nabi saw. bersabda : “Dan mataku sejuk, bila aku shalat.”

WACANA KESEPULUH
Tuan Syaikh berwejang:
Sungguh tiada suatu, kecuali Allah, sedang dirimu adalah tandanya. Kedirian manusia bertentangan dengan Allah. Segala sesuatu patuh kepada Allah dan milik Allah, demikian pula dengan kedirian manusia, sebagai makhluk sekaligus, milik-Nya. Kedirian manusia itu pongah, darinya tumbuh dambaan-dambaan palsu. Nah, jika kau menyatu dengan kebenaran, dengan menundukkan dirimu sendiri, maka kau menjadi milik Allah dan menjadi musuh dirimu sendiri. Allah telah bersabda kepada Nabi Daud as. : “Wahai Daud, Aku-lah tujuan hidupmu, yang tak mungkin kau elakkan. Karenanya, berpegang-teguhlah kepada tujuan yang satu ini, beribadah sebenar-benarnya, sampai kau menjadi lawan keakuanmu, semata-mata karena Aku.” Maka keakrabanmu dengan Allah, dan pengabdianmu kepada-Nya menjadi kenyataan. Lalu kau peroleh bagianmu nan suci dan sungguh menyenangkan. Dengan demikian kau dicintai dan terhormat, dan segala sesuatu mengabdi dan takut kepadamu, karena semua tunduk kepada Tuhan mereka, dan selaras dengan-Nya, karena
Dia adalah Pencipta mereka, dan mereka mengabdi kepada-Nya.

Firman-Nya: “Dan, tak ada suatu pun melainkan bertasbih memuji-Nya, tetapi kamu tak mengerti tasbih mereka.” (Qs :17:44). Maka, segala sesuatu di alam raya ini menyadari keridhaan-Nya, dan menaati perintah-perintah-Nya. Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung berfirman : “Lalu Ia berkata kepadanya dan kepada bumi; Hendaklah kamu berdua datang dengan suka ataupun terpaksa, ‘keduanya menjawab’ ‘kami datang dengan suka hati.” (Qs.41:11). Jadi, segala pengabdian kepada-Nya terletak pada penentangan terhadap kedirian. Allah berfirman: “Dan janganlah engkau turuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Qs.38.26). Ia juga berfirman: “Hindarilah hawa nafsumu, karena sesungguhnya tak ada suatu pun yang menentang-Ku di seluruh kerajan-Ku, kecuali nafsu jasmani manusia.”

Suatu ketika Abu Yazid  Bustami bermimpi bertemu dengan Allah, dan bertanya kepada-Nya: “Bagaimana cara menjumpai-Mu?” Jawabnya: “Buanglah keakuanmu, dan berpalinglah kepada-Ku.” “Lalu” lanjut sang Sufi, “aku keluar dari diriku bagai seekor ular keluar dari selongsong tubuhnya.” Jadi, segala kebajikan terletak pada memerangi kedirian dalam segala hal dan segala keadaan. Karena itu, jika berada pada kesalehan, tundukkanlah kedirian, hinga kau terbebas dari hal-hal terlarang dan syubhat, dari pertolongan mereka, dari ketergantungan kepada mereka, dari rasa takut terhadap mereka, atau rasa iri terhadap milikan duniawi mereka. Lalu, jangan mengharapkan sesuatu dari mereka, baik hadiah, kemurahan, atau pun sedekah. Karenanya, bila kau bergaul dengan seorang kaya, jangan mengharapkan kematiannya demi mewarisi hartanya. Maka bebaskanlah dirimu dari ikatan makhluk, dan anggaplah mereka itu pintu gerbang yang membuka dan menutup, atau pohon yang kadang berbuah dan kadang tidak. Ketahuilah, peristiwa semacam itu terjadi oleh satu pelaksana, dirancang oleh satu perancang, dan Dia-lah Allah, sehingga kau beriman pada keesaan Allah.

Jangan pula melupakan upaya manusiawi, agar tak menjadi korban keyakinan kaum fatalis (Jabariyyah), dan yakinlah bahwa tak suatu pun terwujud, kecuali atas ijin Allah Ta’ala. Karena itu, jangan Anda puja upaya manusiawi, karena yang demikian itu melupakan Tuhan, dan jangan berkata bahwa tindakan-tindakan manusia berasal dari sesuatu. Bila demikian, berarti kau tak beriman, dan termasuk ke golongan Qadiriyyah. Hendaknya kau katakan, bahwa segala aksi makhluk adalah milik Allah, inilah pandangan yang telah diturunkan kepada kita lewat keterangan-keterangan yang berhubungan dengan masalah pahala dan hukuman.

Dan laksanakan perintah-perintah Allah yang berkenaan dengan mereka (manusia), dan pisahkanlah bagianmu sendiri dari mereka dengan perintah-Nya pula, dan jangan melampaui batas ini, karena hukum Allah itu pasti, menentukanmu dan mereka; jangan menjadi penentu diri sendiri. Kemaujudanmu bersama mereka merupakan takdir-Nya. Takdir-Nya merupakan “kegelapan”, maka masuklah “kegelapan” ini dengan pelita yang sekaligus penentu, yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasul, Jangan tinggalkan keduanya. Tapi bila di dalam pikiranmu melintas suatu gagasan, atau kau menerima ilham, maka tundukkanlah mereka kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul.

Bila kau dapati larangan dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul tentang yang terlintas pada benakmu dan yang kau terima melalui ilham, maka kau mesti menjauhi gagasan dan ilham semacam itu. Yakinilah bahwa gagasan dan ilham itu berasal dari setan yang terlaknat. Dan jika Kitab Allah dan Sunnah Rasul membolehkan gagasan dan ilhammu itu – semisal pemenuhan keinginan-keinginan yang dibolehkan hukum, seperti makan, minum, berpakaian, menikah, dan lain-lain, maka jauhilah pula gagasan dan ilham itu, jangan menerimanya. Ketahuilah, hal itu merupakan dorongan hewani, karenanya, tentanglah dan musuhilah hal itu.

Bila kau dapati tiadanya larangan atau pembolehan di dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul, tentang yang kau terima, dan kau tak mengerti – semisal kau diminta pergi ke tempat tertentu. Atau menemui seseorang yang saleh, padahal melalui karunia ilmu dan pencerahan dari Allah kepadamu, kau tak perlu pergi ke tempat itu, atau menemui si orang saleh itu -- maka bersabarlah, jangan dulu melakukan sesuatu, dan bertanyalah kepada dirimu sendiri: “Benarkan ini ilham dari Allah dan mesti aku laksanakan?” Adalah Sunnah Allah, mengulang-ulang ilham semacam itu, dan memerintahkanmu untuk segera berupaya, atau menyibakkan isyarat semacam itu bagi para ahli hikmah – suatu isyarat yang hanya bisa dimengerti oleh para wali yang arif dan para badal yang teguh. Karena itu, kau mesti tak segera berbuat, sebab kau tak tahu akibat dan tujuan akhir urusan, juga cobaan, bahaya, dan suatu rancangan gaib dari-Nya.

Maka bersabarlah, sampai Allah sendiri melakukannya bagimu. Bila tindakan itu atas kehendak-Nya, dan kau diantarkan ke maqam itu, maka bila cobaan menghadangmu, kau akan melewatinya dengan selamat, karena Allah takkan menghukummu atas tindakan yang dikehendaki-Nya sendiri, namun Ia menghukummu atas keterlibatan langsungmu dalam kemaujudan suatu hal.

Menaati perintah itu meliputi dua hal, Pertama, mengambil dari sarana penghidupan duniawi sebetas keperluanmu, dan mesti menghindari segala pemanjaan kesenangan jasmani, rampungkanlah semua tugasmu, dan ikatlah dirimu kepada penghalauan segala dosa, yang nyata dan yang tersembunyi. Kedua : berhubungan dengan perintah-perintah tersembunyi, yakni Allah tak menyuruh hamba-Nya untuk mengerjakan sesuatu, dan tak pula melarangnya. Perintah seperti ini berkaitan dengan hal-hal yang padanya tak ada hukum yang jelas; yakni hal-hal yang tak tergolong terlarang dan tak terwajibkan, dengan kata lain “tak jelas”, yang di dalamnya manusia diberi kebebasan penuh untuk bertindak, dan hal ini disebut mubah. Dalam hal ini, tak boleh mengambil prakarsa, tetapi menunggu perintah yang bertalian dengannya. Bila menerima perintah itu, ia taati. Dengan demikian, semua gerak  dan diamnya menjadi demi Allah.

Jika ada kejelasan hukumnya, ia bertindak selaras dengannya. Bila tak ada kejelasan hukumnya, ia bertindak atas dasar perintah-perintah tersembunyi. Melalui ini, ia menjadi seteguh orang memperoleh hakikat. Bila kau telah sampai pada kebenarannya kebenaran, yang disebut pencelupan atau peleburan (fana), berarti kau berada pada maqam badal yang patah hati demi Dia, suatu keadaan yang dimiliki muwahhid, orang yang tercerahkan ruhaninya. Orang arif, yang adalah amir para amir, pengawas dan pelindung umat, khalifah dan Yang Maha Pengasih, kepercayaan-Nya (alaihimussalam). Untuk menaati perintah, kau harus melawan kedirianmu, dan bebas dari ketergantungan kepada segala kemampuan dan kekuatan, dan mutlak harus terhindar dari segala kemauan dan tujuan duniawi dan ukhrawi. Dengan demikian, kau menjadi abdi Sang Raja, bukan abdi kerajaan-Nya, bukan abdi perintah-Nya, bukan pula abdi kedirian. Kau seperti bayi dalam asuhan alam, atau mayat yang dimandikan, atau pasien tak sadarkan diri di hadapan sang dokter, dalam segala hal yang berada di luar wilayah perintah dan larangan.

WACANA KESEBELAS
Tuan Syaikh berwejang:
Apabila timbul di dalam benakmu keinginan untuk kawin, padahal kau fakir dan miskin, dan kau tak mampu memenuhinya, maka bersabarlah dari-Nya, yang membuatmu berkeinginan seperti itu, atau yang mendapati keinginan semacam itu di dalam hatimu, niscaya Ia akan menolongmu, (entah dengan menghilangkan keinginan itu darimu) atau dengan memudahkanmu dalam menanggung beban hidupmu itu, dengan mengaruniaimu kecukupan, mencerahkanmu dan memudahkanmu di dunia dan akhirat. Lalu Allah akan menyebutmu sabar dan mau bersyukur, karena kesabaranmu dan keridhaanmu atas ketentuan-Nya. Maka ditingkatkan-Nya kesucian dan kekuatanmu. Dan Allah telah berjanji untuk senantiasa menambah karunia-Nya atas orang-orang yang bersyukur, sebagaimana firman-Nya: “Jika kamu bersyukur, niscara akan Aku tambahkan (nikmat) bagimu. Dan jika kamu kufur, sesungguhnya azab-Ku itu sangat pedih.” (Qs. 14:7).

Maka bersabarlah, tentanglah hawa nafsumu, dan berpegang teguhlah pada perintah-perintah-Nya. Ridhalah atas takdir Yang Mahakuasa, dan berharaplah akan ridha dan karunia-Nya. Sungguh Allah sendiri telah berfirman: “Hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan menerima ganjaran mereka tanpa batas.” (Qs.39.10).

WACANA KEDUA BELAS
Tuan Syaikh berwejang:
Apabila Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung melimpahimu kekayaan, dan kekayaan itu memalingkanmu dari kepatuhan kepada-Nya, niscaya Ia memisahkanmu dari-Nya di dunia dan akhirat. Mungkin juga Ia mencabut karunia-Nya darimu, menjadikanmu papa dan melarat, sebagai hukuman atas kepalinganmu dari sang Pemberi, dan keterpesonaanmu akan karunia-Nya.

Tetapi, bika kau senantiasa patuh kepada-Nya, dan tak terpengaruh oleh kekayaan itu, Allah akan menambahkan kerunia-Nya kepadamu, dan sedikit pun takkan menguranginya. Harta adalah abdimu, dan kau adalah abdi Sang Raja. Karena itu, hidup di dunia ini berada di bawah kasih sayang-Nya, dan hidup di akhirat terhormat dan abadi, bersama-sama para shiddiq, para syahid dan para saleh.

WACANA KETIGA BELAS
Tuan Syaikh berwejang:
Jangan berupaya menjarah sesuatu rahmat, dan jangan pula berupaya menangkis datangnya sesuatu bencana. Rahmat akan datang kepadamu, jika ia sudah ditakdirkan bagimu, baik kau suka atau pun tak suka. Bencana akan menimpamu, jika itu takdir bagimu, entah kau suka atau tak suka, dan mencoba menangkisnya dengan doa, atau menghadapinya dengan kesabaran dan keteguhan hati demi mendapatkan keridhaan-Nya.

Berpasrahlah dalam segala hal, agar Ia bertindak melalui dirimu. Jika itu suatu rahmat, bersyukurlah. Dan jika itu suatu bencana, bersabarlah, atau coba tumbuhkanlah kesabaran dan keterikatan dengan Allah dan keridhaan-Nya. Atau, coba rasakanlah rahmat-Nya di dalam bencana ini, atau menyatulah sedapat mungkin dengan-Nya lewat hal ini, lewat semua sarana spiritual yang kau miliki. Di dalamnya, kau akan digerakkan dari satu maqam ke maqam lain dalam perjalananmu menuju Allah, yaitu dalam upaya menaati dan berakrab dengan perintah, sehingga kau bisa berrjumpa dengan yang Mahabesar.

Lalu, kau ditempatkan di maqam yang sebelumnya telah dicapai oleh para shiddiq, para syahid dan para saleh. Maknanya, kau mencapai keakraban sedemikian rupa dengan Allah, sehingga memungkinkanmu melihat maqam orang-orang yang telah mendahuluimu menghadap Sang Raja, Penguasa Kerajaan yang agung, dan orang-orang yang dekat dengan-Nya dan telah menerima segala kenyamanan, kesenangan, keamanan, kehormatan dan rahmat dari-Nya. 

Biarkanlah bencana itu datang dan jangan rintangi jalannya. Jangan menghadapinya dengan doa. Jangan merasa gundah atas kedatangan dan penghampirannya, karena panas apinya tak lebih mengerikan daripada kobaran api Neraka.

Mengenai manusia terbaik, dan yang terbaik di atas bumi dan di kolong langit ini, Rasulullah Muhammad saw. diriwayatkan bersabda: “Sungguh, api neraka akan berseru kepada orang-orang beriman “Wahai Mukmin, cepatlah berlalu, karena cahayamu mematikan nyala apiku.”

Nah, bukankah nur seorang mukmin yang mematikan nyala api neraka itu adalah cahaya yang kita temui padanya di dunia ini dan yang membedakan yang patuh kepada Allah dan yang kafir? Cahaya inilah yang memadamkan kobaran bencana. Sedang kesejukan kesabaranmu dan kepatuhanmu kepada Allah-lah yang memadamkan panas yang bakal menimpamu.

Jadi, bencana yang menimpamu bukanlah untuk menghancurkanmu, tapi mencobaimu, mengukuhkan imanmu, menguatkan pilar-pilar keyakinanmu, da memberimu, secara ruhani, kabar baik dari-Nya tentang kehendak-Nya atasmu, Allah berfirma: 
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian, agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antaramu; dan agar Kami nyatakan hal ihwal kalian.” (Qs.47 : 31).

Nah, bila keimananmu dengan Allah terbukti dan sedemikian sesuai dengan ketentuan-Nya – dan hal ini berkat pertolongan-Nya – maka kau mesti selalu tetap bersabar, serasi dengan-Nya dan penuh taat kepada-Nya. Jangan biarkan segala pelanggaran terhadap perintah dan larangan-Nya, baik oleh dirimu sendiri maupun oleh orang lain. Bila datang perintah-Nya, dengarkanlah dengan saksama, dan segeralah melaksanakannya. Bertindaklah, jangan diam, jangan pasif di hadapan takdir Yang Mahakuasa, tapi curahkanlah kekuatanmu dan berupayalah memenuhi perintah itu.

Jika kau tak mampu melaksanakan perintah itu, janganlah membuang-membuang waktu, segeralah kembali kepada Allah. Berlindunglah kepada-Nya, rendahkanlah dirimu di hadapan-Nya, mohonlah ampunan-Nya. Coba carilah sebab ketakmampuanmu melaksanakan perintah-Nya dan untuk terjauhkan dari berbangga atas kepatuhanmu kepada-Nya. Mungkin ketakmampuanmu ini disebabkan oleh prasangka-prasangka buruk, atau oleh sikap tak layakmu dalam kepatuhanmu kepada-Nya, atau oleh kebanggaanmu, atau oleh kebertumpuanmu pada daya upayamu sendiri, atau oleh perbuatanmu sendiri menyekutukan-Nya dengan dirimu sendiri atau dengan makhluk-Nya. Akibatnya, Ia menjauhkanmu dari pintu-Nya dan menolak kepatuhanmu kepada-Nya. Lalu Ia tutup pintu pertolongan bagimu. Ia palingkan kemurahan wajah-Nya dari dirimu. Ia menjadi marah kepadamu, dan menjauhkan Diri darimu. Dibiarkan-Nya kau sibuk dengan cobaan-cobaanmu di dunia ini, dengan kedirianmu. Tak tahukah kau, bahwa hal ini membuatmu lupa akan Tuhanmu, dan menutupimu dari penglihatan-Nya, Ia yang telah menciptakanmu, memeliharamu dan mengaruniamu sedemikian banyak nikmat. Waspadalah, agar segala sesuatu selain Allah ini tak memisahkanmu dari-Nya. Maka, jangan mengutamakan suatu selain Allah, sebab Dia menciptakanmu semata-mata untuk beribadah kepada-Nya. Maka janganlah berlaku aniaya terhadap diri sendiri, sehingga tersibukkan oleh segala yang bukan perintah-Nya. Yang demikian itu, menjerumuskanmu ke dalam api neraka, yang bahan bakarnya manusia dan bebatuan, dan kau pasti menyesali, tapi penyesalanmu tiada guna, dan kau berdalih, tapi tiada dalih yang diterima. Kau menangis minta pertolongan, tapi takkan ada pertolongan. Kau mencoba menyenangkan Allah, tapi sia-sia. Kau minta dikembalikan ke dunia, untuk mempersiapkan bekal dan menebus kesalahan, tapi sia-sia.

Kasihanilah dirimu, dan gunakanlah segala sarana untuk mengabdi kepada Tuhanmu, seperti akalmu, keimananmu, kecerahan ruhanimu dan ilmu yang dikaruniakan kepadamu. Dan berupayalah menerangi lingkunganmu dengan cahaya ini semua di tengah-tengah kehampaan tujuan. Pegang teguhlah semua perintah dan larangan Allah, dan lewatilah, di bawah petunjuk keduanya, jalan menuju Tuhanmu. Ia yang telah menciptakan dan menumbuhkanmu. Jangan kufur nikmat kepada-Nya, Ia yang telah menciptakanmu dari debu, dan dari setets mani dijadikan-Nya kau seorang manusia sempurna. Janganlah menghendaki yang bukan perintah-Nya, dan jangan menganggap suatu itu buruk, bila tak tegas-tegas diharamkan-Nya. Bila kau serasi dengan perintah-Nya, seluruh makhluk hormat kepadamu. Bila kau menghinakan segala yang dilarang oleh Allah, maka segala yang tak nampak lari menjauhimu, di mana pun kau berada. Allah telah berfirman: 
“Wahai Bani Adam, Aku-lah Allah, tak ada ilah (sesembahan) selain Aku. Bila Kau katakan ‘Jadilah’ maka ia akan maujud. Patuhilah Aku, maka akan ku sempurnakan kamu, sehingga bila kau berkata  ‘jadilah’ ia akan maujud.” 
“Wahai bumi hormatilah orang-orang yang memuji-Ku. Dan susahkanlah orang-orang yang memujamu.”

Maka, bila datang sesuatu yang diharamkan-Nya, berlakukan bagai seorang yang lunglai sendi-sendi tulangnya, yang kehilangan kekuatan jasmaninya, yang remuk hatinya, yang tak bergairah, yang terlepas dari pesona-pesona duniawai dan dari segala nafsu hewani, bak pelataran gelap nan tak terurus, bak gedung tak berpenghuni yang atapnya sudah jebol, yang di dalamnya tak ada jejak-jejak kemaujudan hewani. Berlakulah bagai seorang tuli sejak lahir, bagai orang buta sejak lahir, seakan bibirmu penuh  bengkak nan ngeri, seakan lidahmu bisu dan kasar, seakan kedua tanganmu lumpuh dan tak kuasa memegang sesuatu pun, seakan kakimu gemetar dan penuh luka, seakan kemaluanmu lumpuh, seakan perutmu kekenyangan, seakan akalmu gila, dan tubuhmu seakan mayat tengah diangkut ke kubur.

Maka, kau mesti segera mendengarkan dan menunaikan semua perintah-Nya, sebagaimana kau mesti enggan tak bergairah terhadap semua yang diharamkan-Nya, dan berlaku bagai mayat, pasrahkanlah terhadap ketentuan-Nya. Nah, reguklah sirup ini, ambillah obat ini, dan aturlah makanmu, agar kau terbebas dari kedirian, sembuhkanlah dirimu dari segala penyakit dosa, dan lepaskanlah dirimu dari belenggu nafsu, dan dengan demikian terperbarui dirimu menjadi pribadi yang ruhaninya sehat dan sempurna.

WACANA KEEMPAT BELAS
Tuan Syaikh berwejang:
Wahai budak nafsu! Jangan mengklaim bagi dirimu sendiri maqam para rabbani. Kau adalah pemuja nafsu, sedang mereka adalah penyembah Allah. Dambaanmu adalah dunia, sedang dambaan mereka adalah akhirat. Matamu hanya melihat dunia ini, sedang mata mereka melihat Tuhan Bumi dan langit. Kau pecinta ciptaan, sedang mereka pecinta Allah. Hatimu terpaut pada yang ada di bumi, sedang hati mereka terpaut pada Tuhan Arsy. Kau adalah korban segala yang kau lihat, sedang mereka tak melihat segala yang kau lihat. Mereka hanya melihat sang Pencipta segalanya, yang tak mungkin terlihat (oleh mata-mata ini). Orang-orang ini meraih tujuan hidup mereka, dan keselamatan mereka terjamin, sedang kau tetap menjadi korban nafsu duniawi.

Orang-orang ini lepas dari ciptaan, nafsu duniawi dan kedirian. Dengan demikian mereka  melicinkan jalan bagi penghampiran mereka kepada Tuhan Yang Mahabesar, yang menganugerahi mereka kekuatan untuk meraih akhir kemaujudan yang baik, kepatuhan kepada Tuhan. Inilah ridha Allah, yang dianugerahkan-Nya kepada yang dikehendaki-Nya. Mereka jadikan taat dan pemujaan sebagai kewajiban mereka, dan kukuh dalam keduanya dengan bantuan-Nya tanpa mengalami kesulitan. Maka kepatuhan, dapat dikatakan, menjadi jiwa dan keseharian mereka.

Akhirnya, dunia menjadi rahmat dan menyenangkan bagi mereka, bagai surga laiknya. Sebab, bila mereka melihat sesuatu, mereka melihat di balik sesuatu itu penciptaan-Nya. Maka orang-orang ini memberi daya kepada bumi dan lelangit dan menyenangkan bagi yang mati dan yang hidup. Karena Tuhan mereka telah menjadikan mereka pasak bumi. Mereka bagai gunung-gunung yang berdiri kukuh. Orang-orang ini adalah yang terbaik di antara yang telah diciptakan dan ditebarkan-Nya di dunia ini. Semoga kedamaian dari Allah melimpahi mereka, juga salam dan rahmat-Nya, selama bumi dan lelangit maujud.

WACANA KELIMA BELAS
Tuan Syaikh berwejang:
Aku melihat dalam mimpi seolah aku berada di suatu tempat seperti masjid, yang di dalamnya ada beberapa orang menjauh dari menusia-manusia lain. Aku berkata kepada diriku: “Jika si anu hadir di sini, tentu ia bisa mendisiplinkan orang-orang ini, dan memberi mereka petunjuk yang benar, dan seterusnya.” Lalu terbayang olehku seorang saleh tengah dikerumuni mereka, dan salah seorang dari mereka bertanya: “Kenapa anda diam?” Jawabku: “Jika kalian menjauh dari orang-orang demi kebenaran, jangan meminta sesuatu pun dengan lidah kepada manusia. Jika kau berhenti meminta secara demikian, maka jangan meminta sesuatu pun kepada mereka, walau di dalam benak, sebab meminta di dalam benak sama saja dengan meminta dengan lidah. Dan ketahuilah, setiap hari Allah selalu kuasa mengubah, mengganti, meninggikan dan merendahkan (orang-oran). Ia naikkan derajat beberapa orang. Lalu mereka yang telah dinaikkan-Nya ke derajat tertinggi, diancam-Nya bahwa Ia bisa menjatuhkan mereka ke derajat terendah, diancam-Nya dengan kehinaan dan abadi, dan diberinya mereka harapan dinaikkan ke derajat tertinggi.” Kemudian aku terjaga dari mimpiku.

WACANA KEENAM BELAS
Tuan Syaikh berwejang:
Tak ada yang menjauhkanmu dari ridha dan rahmat-Nya, kecuali ketergantunganmu kepada manusia, sarana-sarana keterampilan, akal dan perolehan. Manusia termasuk penghalang bagimu dalam mencari rizki yang sesuai dengan Sunnah Rasul, semisal bekerja mencari nafkah. Selama bergantung pada manusia, selama itu pula kau mengharapkan kesudian dan uluran tangan mereka, bahkan kau meminta dengan beriba hati di depan pintu rumah mereka. Perbuatan seperti ini termasuk syirik, karena kau menyekutukan Ia dengan makhluk-Nya. Setimpal dengan (dosa besarmu) itu, kau dihukum dengan pencabutan sumber rizkimu, semisal kehilangan pekerjaan yang halal. Bila kau campakkan ketergantungan dan pengemisanmu kepada mereka dan berlindung kepada mata pencaharianmu, hidup dengannya, bergantung padanya, puas dengannya, dan lupalah kamu akan ridha Allah, maka hal ini juga termasuk syirik, malah lebih berbahaya dari yang pertama, karena kemusyrikan semacam ini halus sekali sehingga sulit dilihat. Tentu, Allah akan menghukummu atas kedurhakaanmu ini, dengan makin menjauhkanmu dari ridha-Nya.

Bila telah berpaling dari kesesatan semacam itu, membuang jauh-jauh segala kemusyrikan dari kehidupan, dan mencampakkan semua ketergantungan dari kehidupan, dan kemampuan diri, dan yakin hanya Dia-lah Pemberi Rizki, Pencipta segala kemudahan, Pemberi kekuatan untuk mencari nafkah, Pemberi segala kebaikan, dan bahwa rizki sepenuhnya berada di tangan-Nya, maka rizki itu kadang dilimpahkan-Nya kepadamu melalui orang lain, kala kau mendapat musibah dan sedang berupaya mengatasinya. Kadang rizki itu datang kepadamu melalui upahmu dari bekerja, kadang rizki  itu datang kepadamu melalui ridha-Nya, sehingga kau tak melihat sebab dan perantaranya.

Nah, berpalinglah kepada-Nya, campakkanlah segera di hadapan-Nya kedirian, maka diangkat-Nya tabir penghalang antara kau dan ridha-Nya, dan dibuka-Nya pintu-pintu rizki dengan ridha-Nya seperti seorang dokter merawat pasiennya – sebagai perlindungan-Nya atasmu, agar kau tak menyimpang. Sungguh Ia menyayangimu dengan limpahan ridha-Nya.

Nah, bila telah diusir-Nya dari hatimu kedirian dan kesenangan, maka tinggallah di sana kehendak-Nya semata. Lalu, bia Ia ingin memberikan bagianmu kepadamu, yang tak mungkin lepas dari tanganmu, dan memang bukan hak orang lain, maka ditimbulkan-Nya di dalam hatimu keinginan untuk meraih bagianmu, dan diserahkan-Nya ke tanganmu kala kau membutuhkannya. Lalu, diberi-Nya kau kemampuan mensyukuri nikmat tersebut. Kau akan selalu disadarkan-Nya kepadamu sebagai bagianmu. Untuk itu, kau mesti menyadarinya dan bersyukur kepada-Nya. Semua ini meneguhkanmu dalam menjauhi manusia, dan mengosongkan hatimu dari segala selain Allah.

Bila hikmah ilmumu tinggi, keyakinanmu teguh, hatimu tercerahkan, maqam derajatmu makin dekat dengan-Nya, maka kau diberi-Nya kemampuan “melihat ke depan”, sebagai tanda kerelaanmu dan sebagai penghargaan atas harkatmu. Ini hanyalah sebagian dari keridhaan-Nya, sebagai rahmat dan petunjuk-Nya. Allah telah berfirman: “Dan Kami jadikan ia (al-Kitab) itu petunjuk bagi Bani Israil. Dan kami jadikan di antara mereka itu, pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka sabar, dan meyakini ayat-ayat kami.” (Qs. 32 :23-24). “Dan orang-orang yang berjihad demi Kami, sungguh akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Qs.29.69). Dan, takutlah kepada Allah, niscaya Ia mengajarimu, dan memberimu kemampuan untuk mengawasi semesta alam, dengan izin yang jelas, yang tiada kegelapan di dalamnya, dan dengan tanda yang nyata, yang terang benderang bagai sang surya, dan dengan tutur kata yang manis, yang lebih menarik daripada segala apa pun, dan dengan ilham yang benar, yang tak sedikit pun mengandung kekaburan, yang bersih dari dorongan setan dan dari rayuan iblis yang terkutuk.

Allah berfirman:
“Wahai Bani Adam, Akulah Allah, tak sesuatu pun layak dipuja kecuali Daku. Aku berfirman ‘jadilah’ maka ia akan maujud. Taatilah Aku, niscaya kau akan Kubuat sedemikian rupa, sehingga jika berseru ‘jadilah’, ia pun akan maujud.” Dan Ia telah membuat ihwal serupa ini kepada beberapa Rasul-Nya, beberapa Wali-Nya, dan orang-orang  yang sangat diridhai-Nya, di antara hamba-hamba-Nya.

WACANA KETUJUH BELAS
Tuan Syaikh berwejang:
Bila ‘bersatu’ dengan Allah dan mencapai kedekatan dengan-Nya lewat pertolongan-Nya, maka, makna hakiki ‘bersatu’ dengan Allah ialah berlepas diri dari makhluk dan kedirian, dan sesuai kehendak-Nya, tanpa gerakmu, yang ada hanya kehendak-Nya. Nah, inilah keadaan fana (peluruhan), dan dengannya itulah “manunggal” dengan Tuhan. “Bersatu” dengan Allah tentu tak sama dengan bersatu dengan ciptaan-Nya. Bukankah Ia telah menyatakan: “Tak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia-lah Yang Mahamendengar lagi Mahamelihat.” (Qs.42:11).

Allah tak terpadani oleh semua ciptaan-Nya. “Bersatu” dengan-Nya lazim dikenal oleh mereka yang mengalami kebersatuan ini. Pengalaman mereka berlainan, dan khusus bagi mereka sendiri.

Pada diri setiap Rasul, Nabi dan Wali Allah, terdapat suatu rahasia yagn tak dapat diketahui oleh orang lain. Sering terjadi, seorang murid menyimpan suatu rahasia yang tak diceritakannya kepada sang syeikh, dan sebaliknya sang syeikh kadang merahasiakan sesuatu yang tak diketahui si murid, kendati mungkin suluk si murid sudah mendekati ambang pintu maqam sang syeikh sendiri. Apabila sang murid meraih maqam ruhani sang syeikh, ia terpisah dari syeikh-nya, dan Allah-lah yang menjadi pembimbingnya. Allah memutuskan hubungannya dengan ciptaan.

Dengan demikian sang Syeikh menjadi bagai seorang inang pengasuh yang berhenti menyusui sang bayi setelah dua tahun. Tiada lagi baginya hubungan dengan ciptaan, setelah lenyapnya kedirian. Sang Syeikh diperlukan, selama si murid masih terbelenggu kedirian, yang mesti dihancurkan. Tapi, bagitu kelemahan manusiawi ini musnah, maka pada dirinya tak ada lagi noda, dan kerusakan, dan ia tak lagi membutuhkan sang syeikh.

Jadi, bila sudah “bersatu” dengan Allah sebagaimana yang digambarkan di atas, kau bersih dari segala selain Allah. Tak kau lihat lagi sesuatu pun kecuali Allah, di kala suka maupun duka, ketakutan maupun berharap, kau hanya menjumpai Dia, Allah SWT, yang patut kau takuti, yang layak kau mintai perlindungan-Nya. Nah, perhatikan senantiasa kehendak-Nya, dambakanlah perintah-Nya, dan patuhlah selalu kepada-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Jangan biarkan hatimu tertambat pada salah satu ciptaan-Nya.

Pandanglah semua ciptaan bagai orang yang ditahan oleh Raja sebuah kerajaan besar, lalu sang raja merantai leher dan kedua lengannya, menyalinkannya pada sebatang pohon pinus yang berada di tebing sungai berarus deras, bergelombang dan amat dalam. Sementara itu sang raja duduk di atas singgasana yang tinggi, bersenjatakan lembing, panah dan berbagai senjata bidik. Lalu mulailah sang raja mengarahkan dan membidikkan salah satu senjata bidiknya kepada si tawanan. Dapatkah kita hargai orang yang melihat ini semua, dan memalingkan penglihatannya dari sang raja, sama sekali tak takut kepada raja itu, tak berharap kepadanya, tak iba pada tawanan itu dan tak memohonkan ampunan untuknya? Bukankah, menurut pertimbangan akal sehat orang semacam ini tergolong tolol, gila, tak berbudi, dan tak manusiawi?

Nah, berlindunglah kepada Allah dari kebutaan hati, sesudah memiliki Bashirah (mata hati) dari keterpisahan sesudah ‘bersatu’, dan dari keterangan sesudah keakraban, dari ketersesatan sesudah memperoleh petunjuk, dan dari kekufuran sesudah beriman.

Dunia ini bak sungai besar berarus deras. Setiap hari airnya bertambah, dan itulah perumpamaan nafsu hewani manusia dan segala kesenangan duniawi. Sedang anak panah dan berbagai senjata bidik, melambangkan ujian hidup manusia. Jelaslah, unsur-unsur yang menguasai kehidupan manusia yaitu berbagai cobaan hidup, musibah, penderitaan, dan semua upaya mengatasinya. Bahkan semua karunia dan nikmat yang diterimanya, dibayang-bayangi oleh berbagai musibah.

Oleh karena itu, bila seorang cerdik-cendekia sudi menyigi masalah ini terus-menerus, maka ia akan memperoleh pengetahuan tentang hakikat, bahwa tak ada kehidupan sejati kecuali kehidupan akhirat. Rasulullah saw. besabda: “Tak ada kehidupan selain kehidupan di akhirat.”

Ihwal semacam ini benar-benar terbukti bagi seorang Mukmin, sesuai dengan sabda Nabi saw: “Dunia ini adalah penjara bagi seorang Mukmin dan surga bagi seorang kafir.” 

Beliau juga bersabda : “Orang saleh terkekang.” 

Bagaimana bisa hidup enak di dunia ini, bila diingat hal ini? Sesungguhnya, kenyamanan hakiki terletak pada hubungan sempurna dengan Allah SWT, penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya. Bila kau lakukan hal ini, niscaya kau terbebas dari dunia ini, dan kepadamu dilimpahkan rahmat, kebahagiaan, kebajikan, kesejahteraan, dan keridhaan-Nya.

WACANA KEDELAPAN BELAS
Tuan Syaikh berwejang:
Janganlah kau mengeluh tentang sesuatu bencana yang menimpamu kepada siapapun, baik kepada kawan maupun kepada lawan. Jangan pula menyalahkan Tuhanmu atas semua takdir-Nya bagimu, dan atas ujian yang ditimpakan-Nya atasmu. Berikanlah semua kebaikan yang dilimpahkan-Nya kepadamu, dan segala puji syukurmu atas semua itu. Kedustaanmu menyatakan puji syukurmu atas sesuatu rahmat yang sesungguhnya belum datang kepadamu, lebih baik ketimbang cerita-ceritamu perihal kepedihan hidup. Adakah ciptaan yang sunyi dari rahmat-Nya? Allah SWT berfirman: “Dan jika kamu hitung nikmat-nikmat Allah, kamu takkan sanggup menghitungnya.” (Qs.14:34) Betapa banyak nikmat yang telah kau terima, dan tak kau sadari! Jangan merasa senang dengan ciptaan, jangan menyenanginya, dan jangan menceritakan hal ihwalmu kepada siapapun. Cintamu harus kau tujukan hanya kepada-Nya, merasa senanglah dengan-Nya dan mngeluhlah hanya kepada-Nya.

Jangan kau lihat orang lain, karena mereka tak memberi manfaat dan mudharat. Segala sesuatu adalah ciptaan-Nya, di tangan-Nyalah sumber gerak atau diam mereka. Kemaujudan mereka sampai detik ini pun semata-mata karena kehendak-Nya. Dialah penentu derajat mereka. Barang siapa dimuliakan-Nya, maka takkan ada yang mampu menjadikannya hina. Dan barang siapa dihinakan-Nya, tak akan ada yang mampu menjadikannya mulia. Jika Allah berkehendak menimpakan keburukan untukmu, tak seorang pun sanggup mencegahnya, selain Ia sendiri. Dan Jika Ia berniat melimpahkan kebaikan, tak seorang pun sanggup menahan turunnya rahmat-Nya. 

Nah, bila kau mengeluh terhadap-Nya, padahal kau nikmati rahmat-Nya, kau tamak, dan menutup mata atas yang kau miliki, maka Allah murka kepadamu, mencabut kembali nikmat-Nya darimu. Mewujudkan segala keluhanmu, melipatgandakan kesusahanmu, dan memperhebat hukuman, kemurkaan dan kebencian-Nya kepadamu. Kau menjadi terhinakan di mata-Nya.

Oleh karena itu, janganlah mengeluh sedikitpun, walau jasadmu digunting-gunting menjadi serpihan-serpihan kecil daging. Selamatkanlah dirimu! Takutlah kepada Allah! Takutlah kepada Allah! Takutlah kepada Allah!. 

Sesungguhnya, sebagian besar musibah yang menimpa anak Adam, dikarenakan oleh keluhan-keluhan mereka terhadap-Nya. Kenapa menyalahkan-Nya? Padahal Ia Mahapengasih, Maha Adil, Mahasabar, Mahapengasih, Mahapenyayang, dan yang lemah-lembut terhadap hamba-hamba-Nya, melebihi seorang dokter yang sabar, pengasih, penyayang, ramah, yang juga kerabat si pasien. Dapatkah kau temui sesuatu kesalahan pada diri seorang ayah atau Ibu yang berhati mulia. 

Nabi Suci saw., telah bersabda: “Allah lebih penyayang terhadap hamba-hamba-Nya ketimbang seorang ibu terhadap anaknya.”

Wahai yang dirundung malang! Tunjukkanlah perilaku terbaik. Tunjukkanlah kesabaranmu bila musibah menimpamu, meski kau tak berdaya karenanya. Bersabarlah selalu, miski kau kepayahan dalam menyerahkan diri kepada-Nya. Bertakwalah selalu kepada-Nya. Ridha dan rindulah kepada-Nya.

Jika masih kau temui kedirianmu, bergegaslah keluar darinya. Bila kau terhilang, dimanakah kau ‘kan didapat? Dimanakah kau? Belumkah kau dengar firman Allah: 
“Diwajibkan atas kamu berperang, sesungguhnya berperang itu sesuatu yang kamu benci. Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagimu, dan mungkin kamu menyukai sesuatu, padahal ia buruk bagimu. Dan Allah Mahamengetahui, sedang kamu tak mengetahui.” (Qs. 2.:216).

Pengetahuan ihwal hakikat segala sesuatu tercabut dari hatimu dan tertutup dari penglihatanmu oleh tabir. Oleh karena itu, jangan berlebih-lebihan dalam membenci ataupun mencintai sesuatu. Ikutilah segala ketentuan syariat dalam segala keadaan, jika kau benar-benar saleh. Setelah kau jalani hal ini, maka ikutilah semua perintah tentang wilayat, dan teguhkanlah selalu. Ridhalah atas ketentuan-Nya dan berdamailah dengan kehendak-Nya. Dan, luruhlah ke dalam keadaan badal, ghauts dan shiddiq. Bertolaklah senantiasa dari jalan nasib, jangan berdiri di tengah-tengahnya, gantilah dirimu dan hasratmu (dengan kehendak-Nya) dan tahanlah lidahmu dari segala keluhan.

Bila hal ini telah kau jalani, maka Tuhanmu mengaruniaimu kebaikan berlimpah, kehidupan yang nyaman dan bahagia, dan melindungimu, karena ketaatanmu kepada-Nya. 

Bila di dalam diri manusia, bersarang berbagai dosa, noda dan kesalahan, maka tak layak baginya bersama-Nya, sebelum ia bersih dari dosa-dosa. Tak seorang pun dapat mencium ambang pintu-Nya, kecuali ia suci dari noda ujub, sebagaimana tak seorang pun layak bersama raja, kecuali ia bersih dari noda dan bau busuk. Nah, semua musibah tak lain adalah sarana penebus dan pembersih diri. Nabi saw. telah bersabda : “Demam sehari dapat menebus dosa sepanjang tahun.”

WACANA KESEMBILAN BELAS
Tuan Syaikh berwejang:
Bila kau lemah iman, bila dijanjikan kepadamu sesuatu, janji itu dipenuhi, sehingga keimananmu tak sirna. Tapi, bila keyakinan dan kepastian ini jadi kuat dan mantap di dalam hatimu, maka, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya kamu pada hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi terpercaya di sisi Kami.” (Qs.12.54). dan menjadilah kau salah seorang yang terpilih, bahkan yang terpilih dari yang terpilih. Maka sirnalah tujuan maupun kehendak pribadimu.

Lalu, kau seolah-olah sebuah bejana, yang tak cairan pun bisa berada di atasnya, sehingga tiada kedirian di dalam dirimu. Kau menjadi bersih dari segala selain Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Kau menjadi ridha kepada-Nya. Kepadamu dijanjikan keridhaan-Nya, sehingga kau dapat menikmati dan terahmati atas semua tindakan-Nya. 

Maka kepadamu dijanjikan sesuatu bila kau puas dengan (janji) itu, dan tanda kepuasan ada pada mu, maka kau dipindahkan-Nya ke janji lain yang lebih tinggi. Dijadikan-Nya kau lebih terhormat, dianugerahkan-Nya kepadamu rasa cukup diri terhadap janji. Dibuka-Nya bagimu pintu-pintu hikmah, disingkapkan-Nya bagimu misteri Ilahiah, kebenaran hakiki, makna perubahan janji-Nya. Dan dalam maqam barumu, kau alami peningkatan kemampuan memelihara keadaan ruhanimu.

Lalu kepadamu dianugerahkan derajat ruhani, yang didalamnya dipercayakan kepadamu rahasia-rahasia, dan kau alami perluasan dada, ketercerahan hati, kefasihan lidah, derajat tinggi ilmu dan kecintaan. Maka kau menjadi kesayangan semua makhluk baik manusia maupun jin, dan makhluk-makhluk lainnya, di dunia dan di akhirat. Bila kau menjadi ‘pilihan’ Allah, maka orang tunduk kepada-Nya, cinta mereka berada di dalam cinta-Nya, dan kebencian mereka berada di dalam kebencian-Nya.

Dengan ini, kau telah diantarkan-Nya ke tempat yang amat tinggi, dan di sana tak kau jumpai lagi kedirianmu akan segala benda. 

Lalu, dibuat-Nya kau penuh hasrat terhadap sesuatu, maka nafasmu ini dimusnahkan dan di lenyapkan, dan kau dipalingkan-Nya jauh-jauh dari keinginan serupa itu lagi. Jadi, tak diberikan-Nya yang kau inginkan di dunia ini, akan dilimpahkan kepadamu di akhirat kelak, sehingga meningkatkan keakrabanmu dengan-Nya, dan menyejukkan kedua matamu di surga yang tinggi, di dalam taman yang abadi.

Tapi selama di dunia ini kau tak berhasrat terhadap sesuatu pun, tak berharap kepada siapa pun, tak condong kepada apa pun – karena kau sadar bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara, dan tipuannya menyesatkan yang mencintainya – tapi, tujuanmu adalah sang Khalik, yang telah menciptakan, mewujudkan, menahan dan melimpahkan segala sesuatu, yang telah membentangkan bumi dan menegakkan langit, maka kepadamu dilimpahkan segala yang kau butuhkan di dunia ini. Tentu saja, ini semua diberikan kepadamu, setelah kau putus asa akbiat dipalingkan dari semua hasrat duniawi, dan sesudah kau merasa mantap akan kehidupan akhirat, sebagaimana yang telah kita bicarakan.

WACANA KEDUA PULUH
Tuan Syaikh berwejang:
Nabi Suci Muhammad saw. bersabda: “Campakkanlah segala yang menimbulkan keraguan di benakmu, tentang yang halal dan yang haram, dan ambilah segala yang tak menimbulkan keraguan pada dirimu.” 

Bila sesuatu yang meragukan berbaur  dengan sesuatu yang tak meragukan, maka ambillah jalan yang di dalamnya tiada sedikit pun keraguan. Nabi bersabda: “Dosa menciptakan kekacaun dalam hati.” Tunggulah, bila dalam keadaan begini, perintah batin. Bila kau diperintahkan untuk mengambilnya, maka lakukanlah sesukamu. Jika kau dilarang, maka jauhilah dan anggplah itu sebagai tak pernah maujud, dan berpalinglah ke pintu Allah, dan mintalah pertolongan dari Tuhanmu. 

Andaikata kau merasa kehabisan kesabaran, keprasrahan dan kefanaan, maka ingatlah bahwa Dia SWT. tak butuh diingat, Dia tak lupa kepadamu dan selainmu. Ia yang maha kuasa lagi Mahaagung memberikan rizki kepada para kafir, munafik dan mereka yang tak mematuhi-Nya. Mungkinkah Dia lupa kepadamu, duhai yang beriman, yang mengimani keesaan-Nya, yang senantiasa patuh kepada-Nya dan yang teguh dalam menunaikan perintah-perintah-Nya siang dan malam. 

Sabda Nabi Suci yang lain: “Campakkanlah segala yang menimbulkan keraguan dibenakmu, dan ambillah yang tak menimbulkan keraguan.” Memerintahkanmu untuk melecehkan yang ada di tangan manusia, untuk tak mengharapkan sesuatu pun dari manusia, atau untuk tak takut kepada mereka, dan untuk menerima karunia Allah. Dan inilah yang takkan membuatmu ragu.

Karena itu, hanya ada satu, yang kepadanya kita meminta, satu pemberi dan satu tujuan, yaitu Tuhanmu, Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, yang di tangan-Nya kening para raja dan hati manusia, yang adalah raja tubuh, berada – yaitu bahwa hati mengendalikan tubuh–tubuh dan uang manusia adalah milik-Nya, sedang manusia adalah agen dan kepercayaan-Nya. Bila mereka menggerakkan tangan mereka kepadamu, hal ini atas izin, perintah dan gerak-Nya. Begitu pula, bila karunia ditahan darimu.

Allah SWT berfirman: “Mintalah kepada Allah karunia-Nya.” Sesungguhnya yang kau abdi selain Allah, tak memberimu sesuatu pun karena itu, mintalah karunia kepada Allah dan abdilah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya.” Bila hamba-hamba Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku sangat dekat; Aku menerima doa dan yang berdoa bila ia berdoa kepada-Ku.” “Serulah Aku, maka Aku akan menyahutmu.” “Sesungguhnya Allah adalah Pemberi karunia, Tuhan kekuatan,” “Sesungguhnya Allah memberika karunia kepada yang dikehendaki-Nya tanpa batas.”


1 comment:

Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, semoga semua hari-hari anda sejahtera dan sukses selalu, diberi petunjuk oleh-Nya, amin.