Sunday, September 4, 2016

PENYINGKAP KEGAIBAN, wejangan 61 – 78.


WACANA KEENAM PULUH SATU
Tuan Syaikh berwejang:
Setiap mukmin ragu dan waspada di kala menerima sesuatu, hingga hukum membolehkannya, sebagaimana Nabi Suci besabda:
“Sesungguhnya, si Mukmin itu waspada, sedang si Munafik menyambar (segala yang datang kepadanya).” 
“Sesungguhnya Mukmin ragu-ragu, campakkanlah segala penyebab keragu-raguan, dan ambillah segala yang tak menimbulkan keragu-raguan.”

Seorang Mukmin ragu-ragu terhadap segala makanan, minuman, busana, perkawinan dan segala hal, sebelum dikukuhkan oleh hukum, bila ia saleh; dikukuhkan oleh perintah batin, bila ia seorang wali; dikukuhkan oleh ma’rifat, bila ia seorang badal dan ghauts, dikukuhkan oleh tindakan-Nya, bila ia dalam keadaan fana.

Lalu datanglah keadaan, yang di dalamnya didapat segala yang datang kepada orang, perintah batin atau ma’rifat; tapi bila hal-hal ini bertentangan, maka campakkanlah. Hal ini bertentangan dengan keadaan sebelumnya, yang di dalamnya berkuasa keragu-raguan, dan pemudahan, sedang pada keadaan kedua, berkuasa penerimaan dan penggunaan hal-hal yang dibutuhkan.

Datanglah keadaan ketiga, yang didalamnya penerimaan dan penggunaan hal-hal yang dibutuhkan menjadi rahmat. Inilah hakikat ke-fana-an. Pada keadaan ini, sang mukmin menjadi kebal terhadap segala bencana dan pelanggaran hukum, dan segala kejahatan terjauhkan darinya, sebagaimana Allah Yang Mahamulia berfirman:
“Demikianlah, agar Kami palingkan darinya kemungkaran dan kekejian, sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba pilihan Kami.” (Qs.12:24).

Maka sang hamba menjadi terlindungi dari segala pelanggaran hukum. Segala yang datang kepadanya telah terbersihkan dari segala kesulitan di dunia dan akhirat, dan demikian selaras dengan kehendak dan ridha-Nya. Tiada keadaan melebihi ini. Inilah tujuannya. Inilah yang dimaksudkan bagi kepala-kepala para wali besar, yang tersucikan, yang memiliki hikmah – orang yang telah mencapai ambang pintu kenabian.

WACANA KEENAM PULUH DUA
Tuan Syaikh berwejang:
Sungguh aneh, kenapa sering berkata si fulan dekat kepada Allah, si fulan teranugerahi, si fulan menjadi kaya, si fulan menjadi miskin, si fulan senantiasa sehat, si fulan sakit, si fulan mulia, si fulan hina, si fulan terpuji, si fulan tercela, si fulan terpercaya, dan si fulan tidak bisa dipercaya! Tidakkah kau tahu, bahwa Dia Esa, yang mencintai keesaan, dan mencintai yang hanya mencintai-Nya? Jika Dia mendekatkanmu kepada-Nya melalui selain Diri-Nya, cintamu kepada-Nya menjadi tak benar dan sia-sia. Akibatnya, cinta kepada-Nya di dalam hatimu menjadi rusak. Maka Dia menahan tangan orang lain dari membantumu, dan lidah mereka dari memujimu, dan kaki mereka dari mengunjungimu, agar mereka tak memalingkanmu dari-Nya. Sudah dengarkah kamu sabda Nabi Suci saw.?

Hati mencintai yang berbuat kebaikan, dan benci kepada yang berbuat keburukan.
Maka Dia tahan orang dari berbuat kebaikan kepadamu, hingga kau sadari keesaan-Nya, mencintai-Nya dan sepenuhnya menjadi milik-Nya, sehingga kau tak melihat kebaikan, kecuali yang berasal dari-Nya, kau lepas dari ciptaan, kedirian dan dari segala selain Allah.
Melimpahkan karunia dan pujian kepadamu, hingga kau termuliakan di dunia dan di akhirat.
Jangan berburuk-laku: Lihatlah yang melihatmu, perhatikan yang memperhatikanmu, cintailah yang mencintaimu, ulurkan tanganmu kepada yang menjagamu dari kejatuhan, yang mengeluarkanmu dari kegelapan kejahilanmu, yang menyelamatkanmu dari kehancuran, yang mensucikanmu dari noda dan kekejian, yang akan melepaskanmu dari kebusukan diri, dari kedirian, dan teman-teman sesatmu, dari pengalang jalan menuju Allah, dan dari segala yang hina dan mempesona.

Berapa lama kau ‘kan jijik dengan hewanimu, ciptaan, ketidakpatuhan, dunia, kehidupan setelah mati, dan segala selain Allah; Kenapa kau begitu jauh dari sang Pencipta segalanya, yang telah memaujudkan segalanya, yang awal dan yang akhir, tempat, kembali, yang milik-Nya-lah hati dan kesenangan jiwa, yang memberi karunia?

WACANA KEENAM PULUH TIGA
Tuan Syaikh berwejang:
Kuberkata dalam mimpi: “Wahai yang menyekutukan Tuhan di dalam benak dengan diri sendiri, dalam sikap lahiriah dengan ciptaan-Nya, dan dalam tindakan dengan kedirian!” Bertanyalah seorang di sampingku, “Pernyataan apakah ini?” “Itulah suatu pengetahuan Ruhani.” Jawabku.

WACANA KEENAM PULUH EMPAT
Tuan Syaikh berwejang:
Suatu hari, suatu masalah mengusik benakku. Jiwaku tertekan. Kuberkata: “Aku  menginginkan kematian, yang di dalamnya tiada kehidupan, dan kehidupan yang di dalamnya tiada kematian.”

Aku ditanya, kematian apakah yang di dalamnya tidak ada kehidupan, dan kehidupan apakah yang di dalamnya tiada kematian? “Kematian yang tiada memiliki kehidupan ialah kematianku dari sesamaku, sehingga aku tak melihat manfaat dan mudharat mereka, dan kematianku dari diriku, dari keinginanku, dari tujuanku di dalam kehidupan duniawi dan kehidupan setelah matiku, sehingga aku tak berada di dalam ini semua. Kehidupan yang tak memiliki kematian ialah kehidupanku dengan kehendak-Nya, sehingga aku tak maujud di dalamnya, dan kematianku di dalamnya ialah kemaujudanku dengan-Nya.

Karena aku telah mengerti, maka hal ini telah menjadi tujuan paling muliaku.

WACANA KEENAM PULUH LIMA
Tuan Syaikh berwejang:
Kenapa marah kepada Tuhan, karena doa-doa belum diterima? Kau bilang bahwa tak boleh meminta kepada orang, dan diperintahkan meminta kepada-Nya, tapi permohonanmu kepada-Nya tak dikabulkan-Nya. Jawabku : Bebas atau terikatkah engkau? Jika kau berkata bahwa kau seorang bebas, berarti kau tak beriman. Jika kau bilang bahwa kau seorang budak, kubertanya, salahkah Tuhan menunda penerimaan doamu. Ragukah kau akan kearifan dan kasih-Nya kepadamu dan kepada seluruh ciptaan, dan akan pengetahuan-Nya tentang segala hal mereka? Kau salahkankah Dia? Jika kau tak menyalahkan-Nya dan menerima kearifan-Nya dalam menangguhkan penerimaan doamu, maka wajib bagimu bersyukur kepada-Nya, sebab Ia telah memilihkan yang terbaik bagimu. Jika kau salahkan Dia, berarti kau tak beriman, sebab kau menisbahkan kepada-Nya ketak-adilan, dan mustahil Dia tak adil. Ingat, Dia adalah pemilikmu, Pemilik segalanya. Sang pemilik berkuasa penuh atas milik-Nya. Maka ‘ketak-adilan’ tak layak bagi-Nya. Sebab ketak-adilan ialah keikut-campuran dalam milikan orang lain, tanpa seizin pemiliknya.

Nah. Jangan kesal terhadap-Nya karena kehendak-Nya yang mewujud melaluimu meski tak kau sukai dan, secara lahiriah, merugikanmu, maka wajib bagimu bersyukur, bersabar, ridha kepada-Nya, dan mencampakkan kekesalan dan ketak-patuhan benak dan kedirianmu – hal-hal yang akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Wajib pula bagimu senantiasa berdoa, berbaik sangka terhadap-Nya, menanti saat-saat yang baik, yakni akan janji-Nya, menunjukkan sikap baik terhadap-Nya, bersesuaian dengan perintah-Nya, senantiasa mengesakan-Nya, segera melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauh dari melakukan hal-hal yang dilarang-Nya.

Dan, salahkanlah dirimu sendiri, yang berbuat kekejian dan ketak-patuhan terhadap-Nya, hal ini lebih baik. Nisbahkanlah ketidak-adilan kepada dirimu sendiri, hal ini lebih layak. Waspadalah akan keserasian dengan diri, sebab hal ini adalah musuh Allah dan musuhmu, kawan musuh Allah dan kawan musuhmu, yakni si Iblis nan terlaksanat.

Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah. Waspadalah, waspadalah. Kutuklah dirimu sendiri, nisbahkanlah ketidak adilan kepadanya, bacakanlah kepadanya firman Allah:
“Adakah Allah menyiksamu, jika kamu bersyukur lagi beriman?” (Qs. 4:147).
“Ini dikarenakan perbuatan-perbuatanmu sebelumnya, sesungguhnya Allah adil terhadap hamba-hamba-Nya.” (Qs.3:181).
“Sesungguhnya Allah tak menzalimi, tapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.” (Qs.10:44).

Bacakanlah bagi dirimu kata-kata ini, ayat-ayat lain Al-Qur’an dan sabda-sabda Nabi. Berperanglah melawan dirimu demi Allah. Jadilah komandan pasukan-Nya, sebab kedirianmu adalah musuh  terbesar di antara musuh-musuh terbesar Allah.

WACANA KEENAM PULUH ENAM
Tuan Syaikh berwejang:
Jangan berkata: “Aku tak mau memohon sesuatu kepada Allah, sebab bila yang ku mohon itu telah ditentukan bagiku, tentu akan datang kepadaku, entah diminta atau tidak. Bila hal itu bukan bagianku, Dia takkan memberikannya kepadaku, walau kuminta.” Jangan. Mintalah kepada-Nya segala yang kau inginkan, asalkan yang kau minta itu tak terlarang dan tak merusak, sebab Allah telah memerintahkan kita untuk memohon kepda-Nya. Dia berfirman:
“Mintaah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan permintaanmu.” (Qs.40:60).
“Mintalah kepada-Nya karunia-Nya.” (Qs.4:32).
Nabi bersabda:
“Mintalah kepada Allah dengan penuh keyakinan bahwa doamu diterima.”
“Berdoalah kepada Allah dengan kedua tapak tanganmu.”

Masih banyak sabda Nabi seperti ini. Jangan berkata: “Sesungguhnya aku telah memohon kepada-Nya, tapi Ia tak mengabulkannya, maka kutakkan lagi memohon sesuatu pun kepada-Nya.” Berdoalah selalu kepada-Nya. Jika sesuatu telah ditentukan bagimu, Dia anugerahkan sesuatu itu kepadamu, setelah kau minta. Maka hal ini akan menambah keimananmu akan keesaan-Nya, akan menolongmu menjauh dari meminta kepada orang, kepada ciptaan, dan dari berpaling kepada-Nya dalam segala keadaan, dan menolongmu meyakini bahwa segala kebutuhanmu terpenuhi oleh-Nya.

Jika sesuatu tak ditentukan bagimu, Dia mencukupimu dan membuatmu ridha kepada-Nya, meski kau miskin. Bila kau miskin dan sakit, Dia membuatmu senang dengan kesulitan yang menimpamu itu. Bila berutang, Dia buat hati si pemberi utang lembut terhadapmu, hingga kau lunasi utang itu. Bila permohonanmu tak dikabulkan di dunia ini, Dia akan memberimu di akhirat.

Dia takkan mengecewakan pendoa kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat. Nabi bersabda bahwa si mukmin akan melihat pada catatan amalnya, pada Hari Pengadilan, amal-amal yang tak dilakukannya. “Tahukah kamu amal-amal itu?” “Aku tak tahu.” Jawab si mukmin. Maka dikatakan kepadanya: “Sesungguhnya, amal-amal itu adalah balasan bagi permohonanmu di dunia, sebab dalam berdoa kepada Allah yang Mahakuasa lagi Mahaagung, kau senantiasa mengingat-Nya, mengesakan-Nya, menempatkan sesuatu pada tempatnya, berbuat kebajikan kepada sesamamu, tak menisbahkan daya kepada diri sendiri dan tak pongah. Semua ini menjadi amal-amal saleh, untuk itulah ada balasannya dari Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung.

WACANA KEENAM PULUH TUJUH
Bila kau berupaya melawan dan berhasil mengatasi diri, maka Allah membangkitkannya kembali, dan ia menuntut darimu pemuasan keinginan, baik yang diharamkan maupun yang dihalalkan, hingga kau berupaya lagi mengatasi diri, sampai pahala tertulis bagimu begitu kau berupaya kembali. Inilah makna sabda Nabi saw.:
“Kita telah kembali dari jihad kecil, dan menuju jihad besar.”
Ia berkata bahwa kembali berupaya mengatasi diri senantiasa terjadi. Dan inilah makna firman Allah:
“Mengabdilah kepada Tuhanmu, hingga kepastian (kematian) datang kepadamu.” (Qs.15:99).

Allah telah memerintahkan Nabi-Nya untuk mengabdi kepada-Nya. Hal ini bertentangan dengan diri. Sebab semua pengabdian ditolak oleh diri yang menginginkan sebaliknya, hingga datang kepastian (kematian). Bila ditanya: “Bagaimana mungkin diri Nabi menolak pengabdian, padahal ia tak punya kedirian?” Allah berfirman: “Ia tak berbicara dengan kehendaknya sendiri, tapi dengan wahyu.” (Qs.53:84).

Ia mengalamatkan kepada Nabi-Nya kata-kata ini, untuk mengukuhkan hal ini, dan berlaku pula bagi pengikut-pengikutnya, hingga hari Kiamat. Dia menganugerahi Nabi-Nya daya mengatasi diri, hingga hal ini tak merugikannya, tak pula mendorongnya berupaya mengatasi diri. Inilah pembeda antara dia dan pengikut-pengikutnya. Bila seorang mukmin teguh dalam upaya spiritual, hingga datang kematian, dan menemui Tuhan-nya, dengan pedang terhunus berlumuran darah kedirian, maka Ia memberinya Surga yang dijaminkan-Nya baginya, dengan firman-Nya:
“Bagi yang takwa kepada Tuhan-nya, dan mencegah diri dari hawa nafsunya, maka Surgalah tempat tinggalnya.” (Qs.79:41).

Nah, bila Dia memasukannya ke dalam surga, maka Ia menjadikan surga itu tempat tinggal, tempat beristirahat dan tempat kembalinya, yang membuatnya aman dari pemalingan kepada duniawi; dan Ia senantiasa melimpahkan baginya, dari hari ke hari jam ke jam, rizki dan akan mengaruniainya segala macam busana dan hiasan yang abadi, sebagaimana Ia memperbarui, di dalam dunia ini setiap hari setiap jam dan setiap detik, perjuangan melawan kedirian.

Sedang orang kafir, orang munafik dan pendosa, bila mereka telah berhenti berjuang melawan kedirian mereka di dunia ini, kemudian mengikuti, bersekutu dengan setan dan berbaur dengan aneka macam kekafiran, kemusyrikan dan hal-hal seperti itu sampai kematian datang kepada mereka, sebelum mereka menjalankan Islam dan bertobat, maka Allah memasukkan mereka ke dalam neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir, sebagaimana firman-Nya:
“Peliharalah dirimu dari neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Qs.2:24).

Setelah Dia memasukkan mereka ke dalamnya dan menjadikannya tempat kembali dan tempat berteduh mereka, maka neraka itu membakar kulit dan daging mereka, dan Ia mengganti kulit dan daging mereka dengan yang baru, sesuai dengan firman-Nya:
“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain.” (Qs.4:56).

Ia, Yang Mahakuasa dan Mahaagung, senantiasa memperlakukan mereka demikian, disebabkan oleh penyekutuan mereka dengan kedirian mereka sendiri, di dunia ini, dalam berbuat dosa. Penghuni-penghuni neraka senantiasa berganti kulit dan daging, agar mereka tersiksa dan kesakitan. Sedang penghuni surga senantiasa dilimpahi rizki, agar mereka senantiasa bersyukur. Hal ini dikarenakan perjuangan mereka melawan kedirian mereka sendiri demi menyesuaikannya dengan kehendak Allah dalam kehidupan di dunia ini, dan inilah yang dimaksud dalam sabda Nabi saw.: “Dunia ini adalah tanah garapan bagi akhirat.”

WACANA KEENAM PULUH DELAPAN
Tuan Syaikh berwejang:
Bila Allah mengabulkan doa hamba-Nya dan memberinya yang dimintanya, maksud-Nya sendiri, dengan demikian, tak terpatahkan dan telah diketahui-Nya sebelumnya. Tapi, doa itu sesuai dengan kehendak Allah dan tejadi pada saat yang telah ditentukan-Nya. Nah, diterimanya doa dan dipenuhinya kebutuhan, terjadi pada saat yang telah ditentukan, dan sesuai dengan rencana-Nya sebelumnya pada awal masa, dan yang bakal dipenuhi pada saat yang telah ditentukan. Inilah yang telah dikatakan oleh seorang alim dalam menerangkan firman-Nya:
“Setiap saat, Dia dalam kesibukan.” (Qs.55:29).

Ini berarti bahwa Allah mengaruniakan pada saat-saat yang telah ditentukan. Dengan demikian, Allah tak memberi seseorang sesuatu di dunia ini karena doanya semata-mata, begitu pula Ia tak menjauhkan sesuatu darinya hanya karena doanya, dan dikatakan, Nabi saw. bersabda bahwa takdir tak bisa dihindari kecuali dengan doa tertentu. Juga tak seorang pun masuk surga melalui amal-amal salehnya semata, tetapi melalui kasih sayang Allah, dan hamba hamba Allah akan diberi kedudukan di surga sesuai dengan amal-amal mereka. Aisyah ra. Berkata bahwa ia bertanya kepada Nabi saw.: “Apakah seseorang masuk surga hanya karena amal-amalnya? Tidak, tetapi dengan kasih sayang Allah.” Jawab Nabi, sambil meletakkan tangannya di atas kepalanya.

Ia melakukan hal ini untuk menunjukkan bahwa tak seorang pun berhak menentang Allah. Juga Ia tak wajib memenuhi janji. Tapi ia berbuat sekehendak-Nya, menyiksa yang dikehendaki-Nya, mengasihi yang dikehendaki-Nya dan mengaruniakan nikmat bagi yang dikehendaki-Nya, dan Ia Mahakuasa atas segalanya. Ia tak ditanya tentang yang dilakukan-Nya, sedang hamba-hamba-Nya akan ditanya. Ia memberikan rizki kepada yang dikehendaki-Nya, dengan karunia dan kasih-Nya, dan menahan karunia-karunia-Nya dari yang dikehendaki-Nya. Begitulah adanya, karena ciptaan, sejak dari arsy-Nya hingga dasar bumi di lapisan ke tujuh bawah langit ini dalah milik-Nya dan ciptaan-Nya. Pencipta mereka adalah Allah, dan pemilik mereka adalah Allah, dan Allah berfirman:
“Adakah pencipta selain-Nya?” (Qs.35:3). “Adakah Tuhan selain Allah?” (Qs.27:63), “Dan tahukah kau, adakah yang menyamai-Nya?” (Qs.29:65).
“Katakanlah: “Ya Allah! Pemilik kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Qs.3:26).

WACANA KEENAM PULUH SEMBILAN
Tuan Syaikh berwejang:
Jangan meminta kepada Allah SWT sesuatu pun selain ampunan bagi dosa-dosamu, perlindungan dari dosa-dosa kini dan kelak, kemampuan untuk menunaikan perintah-perintah, untuk berpantang dari segala yang haram, untuk ridha dengan pahitnya ketentuan-Nya, untuk bersabar dalam menghadapi pedihnya musibah, untuk mensyukuri limpahan karunia dan, akhirnya, untuk mati dengan husnul khatimah, bersama dengan para Nabi, para Shiddiq dan para saleh. Jangan pula memohon kepada-Nya untuk menyingkirkan kemiskinan serta musibah dan untuk menganugerahkan kemudahan, tetapi mintalah kepada-Nya keridhaan dengan ketentuan dan karunia-Nya, perlindungan abadi-Nya bagi dirimu yang telah ditempatkan-Nya dari satu hal ke hal lain, sebab kau tak tahu letak kebaikan – dalam kesulitan atau kemudahan. Dia telah menyembunyikan pengetahuan tentang hal-hal darimu. Dia sendirilah yang tahu yang baik dan yang buruk. Sebuah hadits yang dibawakan oleh Hadhrat Umar bin al-Khaththab mengatakan:
“Hampir tak menjadi masalah bagiku, dalam keadaan apa aku di pagi hari --- entah hal itu membawa kepadaku yang tak ku sukai atau yang kusukai, sebab aku tak tahu keberadaan kebaikan.”

Ia berkata demikian lantaran keridhaan sempurnanya dengan kehendak Allah. Allah berfirman:
“Berperang diwajibkan atas kamu, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.” (Qs.2:216).

Allah mengetahui yang baik dan yang buruk, sedang kau tak mengetahuinya.

Senantiasalah dalam keadaan begini, sehingga hawa nafsumu pupus dan kedirianmu hancur serta tertaklukkan. Maka sirnalah kehendakmu dan segala kemaujudan dari hatimu kecuali Allah. Kemudian hatimu diisi dengan kecintaan kepada Allah dan maksudmu untuk mencapai-Nya menjadi tulus. Setelah ini, Kehendakmu dikembalikan kepadamu melalui perintah-Nya bersama dengan kehendakmu untuk menikmati dunia ini dan akhirat. Lalu kau akan meminta hal-hal ini kepada Allah dalam kepatuhan kepada-Nya dan keselarasan dengan-Nya. Jika Dia menganugerahimu suatu karunia, maka kau akan bersyukur atasnya. Jika Dia menahan darimu sesuatu, maka kau takkan gundah karenanya, jiwamu takkan berubah dan kau takkan menyalahkan-Nya, sebab kau tak mengupayakannya dengan hawa nafsumu serta kehendakmu, sebab hatimu bersih dari hal-hal ini dan kau tak menghendaki hal-hal ini melainkan hanya mengikuti perintah-Nya melalui permohonanmu kepada-Nya, dan bagimu kedamian.

WACANA KETUJUH PULUH
Tuan Syaikh berwejang:
Bagaimana baik bagimu berbangga akan kebajikanmu, padahal kau mengatakan bahwa hal ini berasal dari kekuatan yang dianugerahkan oleh Allah, melalui pertolongan, daya, kehendak dan karunia-karunia-Nya? Begitu pula dengan pencampakkan dosa, hal ini dikarenakan oleh perlindungan dan pertolongan dari-Nya. Bagaimana kau bisa tak bersyukur atas hal itu dan tak mengakui semua rahmat ini yang berasal dari-Nya? Kenapa semangat ketakpatuhan dan ketakacuhan ini, yaitu perasaan banggamu akan keberanian yang adalah bukan milikmu, akan kemurahan yang adalah milik orang lain? Bila kau tak dapat membunuh musuhmu tanpa bantuan beberapa orang yang gagah berani, yang menyerang musuhmu, sedang kau hanya menimbrunginya, maka kau akan terbunuh bukannya musuhmu; juga kau takkan bermurah bila tak ada yang patut diberi kemurahan  --  jika demikian, kenapa kau bangga akan kebajikanmu?

Jalan terbaik bagimu ialah bersyukur dan memuji sang penolong, senantiasa memuji-Nya, dan menisbahkan segala pencapaianmu kepada-Nya dalam segala keadaan kehidupanmu. Jika tidak, hal itu akan menjadi keburukan dan dosa. Bila demikian, maka kau harus menisbahkan keburukan dosa kepada dirimu sendiri. Kau harus menisbahkan kepada dirimu sendiri kezaliman, perilaku buruk dan kesalahan untuk hal-hal ini, sebab dirimu lebih patut menerima hal-hal ini daripada orang lain, sebab dirimu adalah tempat keburukan dan ia memerintahkan segala keburukan dan ketakbergunaan. Jika Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, adalah pencipta kebajikan dan upayamu, maka kau adalah pembuat upaya, sedang Dia adalah penciptanya. Inilah yang dimaksudkan oleh perkataan orang-orang yang memperoleh Ma’rifah: “Tindakan akan datang, sedang kau tak dapat mengelakkannya.”
Nabi saw. bersabda:
“Berbuat baiklah, mendekatlah kepada Allah, dan luruskanlah dirimu, sebab bagi semua orang ada kemudahan.”

WACANA KETUJUH PULUH SATU
Tuan Syaikh berwejang:
Kau tentu berada dalam salah satu dari kedua hal ini : Pengupaya atau yang diupayakan. Bila kau seorang pengupaya, maka kau terbebani dan penanggungan beban yanng memikul segala yang sulit dan berat. Hal ini dikarenakan kau adalah seorang pengupaya. Seorang pengupaya meski bekerja keras dan disalahkan, hingga ia memperoleh yang dikehendakinya. Tak patut bagimu mengelak dari kesulitan-kesulitan yang merundungmu sampai deritamu sirna. Maka kau akan diselamatkan dari segala macam suara, noda, kekejian, kehinaan, rasa sakit, derita dan ketergantungan kepada orang. Maka kau akan dimasukkan ke dalam kelompok orang yang dicintai Allah.

Namun, bila kau adalah yang diupayakan, maka jangan salahkan Allah jika Dia menimpakan musibah atasmu. Juga, jangan kau ragukan kedudukanmu di hadapan-Nya, sebab Dia telah mengujimu agar kau meraih kedudukan tinggi. Dia hendak meningkatkan kedudukanmu ke tingkat wali dan badal. Sukakah kau bila kedudukanmu berada di bawah kedudukan mereka, atau bila busana kemuliaan, nur dan rahmatmu tak seperti busana kemuliaan, nur mereka? Meski kau puas dengan kedudukan rendahmu, tapi Allah SWT tak menyukainya. Dalam hal ini Dia berfirman:
“Dan Allah mengetahui, sedang kamu tak mengetahui.” (Qs.2:232).

Dia telah memilihkan untukmu sesuatu yang lebih tinggi, lebih cerah, lebih baik dan lebih mulia, sedang kau menampiknya.

Jika kau berkata: bagaimana benar pengabdi sempurna mesti diuji, sedang kau berkata bahwa ujian dimaksudkan bagi sang pencinta, padahal pilihan Allah adalah orang yang dicintai-Nya? Pertama kami sebutkan aturannya, kemudian pengecualian yang mungkin. Tiada dua pendapat bahwa Nabi saw. adalah yang paling dicintai dan yang paling banyak diuji. Nabi saw. bersabda:
“Aku telah demikian takut karena Allah, tiada seorang pun yang terancam sepertiku dan aku telah demikian menderita karena Allah, tiada seorang pun yang menderita sepertiku. Telah datang kepadaku tiga puluh hari dan malam yang di dalamnya kami tak punya makanan sebanyak yang diapit di bawah ketiak Bilal.”
“Sesungguhnya kami para Nabi adalah yang paling banyak diuji; kemudian mereka yang kedudukannya lebih rendah dan seterusnya.”
“Aku adalah yang paling tahu tentang Allah dan yang paling takut kepada-Nya di antara semua.”

Nah. Bagaimana bisa sang tercinta diuji dan takut, padahal ia adalah orang pilihan dan pengabdi sempurna? Hal ini dikarenakan Dia hendak membuat mereka meraih, sebagaimana telah kami tunjukkan, kedudukan-kedudukan yang lebih tinggi di surga, dan karena kedudukan-kedudukan kehidupan surgawi takkan meningkat kecuali melalui amal-amal saleh di kehidupan duniawi ini. Kehidupan duniawi merupakan tanah garapan kehidupan ukhrawi, dan amal-amal saleh para Nabi dan wali, setelah menunaikan perintah-perintah dan menghindari larangan-larangan, berada dalam kesabaran dan keridhaan di tengah-tengah cobaan. Kemudian cobaan dijauhkan dari mereka dan mereka dianugerahi rahmat-rahmat Allah, karunia-Nya dan kasih-sayang-Nya sampai mereka menghadap Tuhan mereka di akhirat yang abadi.

WACANA KETUJUH PULUH DUA
Tuan Syaikh berwejang:
Ada beberapa macam orang agama yang pergi ke pasar-pasar. Ada yang terkesima, ketika mereka melihat aneka barang yang dapat memuaskan jasmani mereka di sana, dan hal ini menyebabkan kehancuran dan pencampakkan mereka akan agama mereka, dan membuat mereka mengikuti hawa nafsu mereka jika Allah tak memelihara mereka dengan kasih-sayang, perlindungan dan penganugerahan kesabaran oleh-Nya untuk melawan godaan-godaan ini; dengan inilah mereka tetap selamat.

Ada yang, ketika mereka melihat hal-hal ini dan hampir terhancurkan, kembali kepada nalar agama mereka, mengendalikan diri dengan sekuat daya dan menelan pahitnya mencampakkan hal-hal itu. Mereka ini seperti prajurit-prajurit gagah berani di jalan agama yang ditolong oleh Allah untuk mengendalikan diri. Allah menganugerahkan mereka kelimpahan pahala di kehidupan ukhrawi.
Nabi saw. bersabda:
“Tujuh puluh tindak kebajikan dicatat untuk seorang mukmin yang mencampakkan dorongan hawa nafsunya ketika ia dikuasai olehnya atau ia menguasainya.”
“Dan ada di antara mereka yang mendapatkan kenikmatan-kenikmatan ini dan karunia serta rahmat Allah dalam bentuk kelimpahan kekayaan duniawi dan bersyukur kepada Allah SWT atas hal-hal itu.”

Namun mereka tetap tak memperhatikan kenikmatan-kenikmatan ini: mereka buta terhadap segala sesuatu selain Allah SWT, maka mereka tak melihat sesuatu pun selain-Nya dan tuli terhadap sesuatu pun selain-Nya. Bila kau lihat orang-orang semacam ini memasuki pasar, mereka akan berkata: “Kami tak melihat sesuatu pun.” Ya, mereka melihat hal-hal dengan mata mereka, bukan dengan mata hati, mereka melihat semua itu, tapi bukan dengan mata nafsu. Pandangan itu adalah pandangan wujud, bukan pandangan hakikat. Itu adalah pandangan lahiriah, bukan pandangan ruhaniah. Mereka melihat secara lahiriah apa yang ada di pasar, tapi hati mereka melihat Tuhan – kadang Keagungan-Nya dan kadang Kemurahan-Nya.

Ada yang, ketika mereka memasuki pasar, hati mereka penuh dengan kasih sayang kepada orang-orang di dalamnya karena Allah SWT. Rasa kasih-sayang ini membuat mereka bertafakur dalam melihat hal-hal milik orang-orang ini dan yang di hadapan mereka. Orang-orang semacam ini senantiasa, sejak masuk hingga keluar dari pasar, berdoa dan memohon perlindungan dari Allah serta menjadi perantara bagi orang-orang di pasar dengan sikap penuh kasih-sayang. Hati-hati mereka berupaya menguntungkan mereka dan mencegah kerugian mereka. Lidah-lidah mereka senantiasa memuji Allah atas semua yang telah mereka berikan kepada mereka dari rahmat dan karunia-Nya. Orang-orang semacam ini disebut pengawal-pengawal kota dan abdi-abdi Allah. Bila kau mau kau dapat menyebut mereka orang berilmu, badal, penyayang dan penahan yag tersembunyi dan yang tampak, yang dicintai-Nya dan khalifah-Nya, di bumi bagi hamba-hamba-Nya, duta-Nya dan pelaksana kebajikan-Nya. Orang-orang semacam ini, dapat dikatakan, sebagai batu filosof. Ridha dan rahmat Allah ada pada orang-orang semacam ini dan pada semua orang yang telah menghadapkan wajahnya kepada Allah dan yang mencapai puncak singkapan ruhani.

WACANA KETUJUH PULUH TIGA
Tuan Syaikh berwejang:
Kadang Allah memberitahu para Wali-Nya, tentang kesalahan-kesalahan dan kepalsuan orang, dan pernyataan-pernyataan palsunya tentang tindakan, kata, pikiran dan tujuannya. Para waliullah dibuat cemburu akan Tuhannya, Nabi-Nya dan agama-Nya. Kemarahan batiniah dan kemarahan lahiriah terpacu oleh pikirannya. Bagaimana bisa senang, bila mempunyai penyakit dalam dan luar. Bagaimana bisa beriman akan keesaan Tuhan, bila kecenderungan kesyirikan yang sejajar dengan kekafiran, yang menjauhkan manusia dari-Nya, dan bila masih berpihak kepada musuh, si setan yang terkutuk, dan si munafik yang kelak dicampakkan ke dasar neraka dan tinggal untuk selamanya? Menyebut kesalahan-kesalahan seperti itu, tindakan-tindakan kejinya dan pengakuannya sebagai shiddiq, kebersaingannya dengan mereka yang telah meluruhkan diri ke dalam takdir, terluncur dari lidah sang wali.

Kadang dikarenakan kecemburuan akan Keagungan Tuhan Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Kadang karena menolak orang palsu seperti itu, dan sebagai teguran baginya; kadang karena Kemahakuasaan kehendak dan kemurkaannya terhadap orang palsu yang mendustakan para wali. Para wali mengutuk pengumpatan terhadap orang semacam itu, dan “bolehkan para wali mengumpat seseorang? Bisakah mereka memperkatakan seseorang, tak hadir atau hadir, dan hal-hal yang asing bagi orang-orang yang berkedudukan?” Pengutukan semacam itu, dari  mereka, tak melebihi firman Allah:
“Dosa keduanya lebih besar daripada manfaat keduanya.” (Qs.2:219).

Wajib baginya berdiam diri dalam keadaan-keadaan semacam itu, tunduk dan berupaya mendapatkan keabsahan-Nya, tak berkeberatan terhadap kehendak-Nya dan wali-Nya yang mencerca pernyataan palsu si palsu. Jika ia bersikap demikian, maka ia mampu mencabut akar-akar kekejian dari dirinya dan dipandang sebagai kembalinya dari kejahilan dan kebiadabannya. Hal itu bagai serangan atas nama sang wali, dan juga menguntungkan si pongah yang berada di tepi jurang kehancuran, karena kepongahan dan ketakpatuhannya. Dan Allah menunjuki yang dikehendaki-Nya kepada jalan kebenaran.

WACANA KETUJUH PULUH EMPAT
Tuan Syaikh berwejang:
Hal pertama yang mesti dilihat oleh orang nalar ialah keadaan diri, kemudian ciptaan dan penemuan-penemuan, dan menyimpulkan dari kesemuanya itu kemaujudan Pencipta mereka. Sebab, ciptaan menunjukan adanya Sang Pencipta, dan kekuatan menunjukkan adanya pelaku bijak dibaliknya, sebab segala hal mewujud melalui-Nya. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dalam tafsirnya tentang firman Allah:
“Dia telah menundukkan bagimu segala yang ada di langit dan di bumi.”

Dalam menerangkan ayat ini, ia berkata:
“Pada segala sesuatu ada sifat Tuhan. Setiap nama mengisyaratakan nama-nama-Nya. Sungguh kau berada di antara nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya dan karya-karya-Nya, secara batiniah melalui kuasa-Nya, dan secara lahiriah melalui kearifan-Nya. Ia mewujud dalam sifat-sifat-Nya yag tersembunyi dalam diri-Nya. Dirinya tersembunyi dalam sifat-sifat-Nya. Sifat-sifat-Nya tersembunyi dalam karya-karya-Nya. Ia menyingkapkan pengetahuan-Nya melalui kehendak-Nya. Ia mengejawantahkan kehendak-Nya dengan gerakan-gerakan. Ia menyembunyikan kepandaian-Nya dan melahirkan kepandaian-Nya melalui kehendak-Nya. Ia tersembunyi dalam ketakterlihatan-Nya. Ia muwujud dalam kebijakan dan kekuasaan-Nya. Tiada menyerupai-Nya, dan Dia Mahamendengar lagi Mahamelihat.”

Sungguh banyak rahasia ruhani tersingkap oleh pernyataan ini, yang takkan diketahui oleh yang tak memiliki hati yang berpelita pengetahuan ruhani. Keistimewaan insan besar ini dikarenakan tangan-tangan Suci Nabi mendoakan baginya: “Ya Allah! Karuniakanlah ia pengertian tentang  agama, dan ajarilah ia penafsiran tentangnya.”

Semoga Allah menganugerahi kita rahmat, yang telah dilimpahkan-Nya kepada orang seperti itu, dan semoga Ia mengumpulkan kita bersama mereka pada Hari Kebangkitan.

WACANA KETUJUH PULUH LIMA
Tuan Syaikh berwejang:
Bertakwalah kepada Allah, taatilah Dia, milikilah kesucian hati, kendali diri, kebiasaan memberikan hal-hal bermanfaat. Jauhkanlah penderitaan dan kemiskinan, jagalah kesucian ruhaniawan, bergaullah dengan sesamamu, nasehatilah kaum muda dengan kebaikan, jauhilah permusuhan dengan sahabat, jauhilah pula mereka yang bukan salik, dan bertolong-tolonglah dalam hal agamis dan duniawi. Hakikat kemiskinan agama berupa ketakbolehan menyampaikan kebutuhan-kebutuhan kepada sesamanya. Hakikat kekayaan agamis berupa ketakbutuhan akan ciptaan, semisal diri. Tasawuf dicapai lewat kelaparan dan pemantangan dari hal-hal yang disukai dan dihalalkan. Jangan berpintar-diri di hadapan seorang darwis, sebab unjuk pengetahuan membuatnya tak senang. Bersikap lembutlah terhadapnya, sebab kelembutan membuatnya senang. Tasawuf didasarkan pada delapan hal: 1. Kemurahan Nabi Ibrahim; 2. Kepasrahan Nabi Ishak; 3. Kesabaran Nabi Ya’kub; 4. Doa Nabi Zakaria; 5. Kemiskinan Nabi Yahya; 6. Berbusana wol seperti Nabi Musa; 7. Berlanglang buana seperti Nabi Isa; 8. Kesahajaan Nabi Muhammad, saw.

WACANA KETUJUH PULUH ENAM
Tuan Syaikh berwejang:
Punyailah kekayaan, harga diri, kemiskinan dan kerendah-hatian. Wajib bagimu berendah hati dan bersungguh-sungguh terhadap Sang Pencipta. Jangan salahkan Dia, karena sarana duniawi. Jangan kau rusak hak saudaramu karena kau dan dia adalah kawan. Berkawanlah selalu dengan para darwis, dengan rendah hati, sikap baik dan keterbukaan. Bunuhlah kedirian hingga tercapai kehidupan dalam ruhani. Yang terdekat dengan Allah ialah yang paling besar hati dalam berperilaku. Amal terbaik adalah menjaga diri dari selain-Nya. Nasehatilah selalu orang agar berteguh pada kebenaran dan kesabaran. Cukuplah bagimu bergaul dengan para darwis, dan mengabdi kepada para wali.

Darwis adalah orang yang acuh tak acuh terhadap selain Allah. Menyerang yang di bawahmu adalah pengecut. Berbuat serupa dengan yang di atasmu adalah memalukan, dan menyerang yang sejajar denganmu adalah tak baik. Menjalani kehidupan darwis dan sufi membutuhkan upaya serius. Semoga Allah mengaruniai kita kekuatan. Duhai wali! Dikau senantiasa mengingat Allah, sebab hal ini membawa kebaikan dan juga kewajibanmu untuk berpegang teguh pada perjanjian-Nya, sebab hal ini menjauhkan segala kemudharatan. Juga kewajibanmu untuk senantiasa menghadapi segala ketentuan-Nya, sebab hal-hal itu mesti terjadi.

Ketahuilah bahwa kau akan ditanya tentang gerak-gerikmu. Selamatkanlah anasir tubuhmu dari ketakbergunaan. Wajiblah bagimu menaati Allah, Rasul-Nya dan mereka yang mesti ditaati. Pikirkanlah kaum muslim, dan jangan berburuk niat kepada mereka, entah dalam hati, ucapan atau tindakan.

Doakanlah orang yang telah menzalimimu, dan takwalah kepada Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Wajib bagimu makan segala yang dihalalkan, dan bertanyalah, tentang yang tak kau ketahui, kepada orang yang memiliki ma’rifat. Berbaiklah senantiasa terhadap Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Bersamalah dengan-Nya. Bersamalah dengan selain-Nya, sepanjang dibutuhkan untuk bersama-Nya.

Bersedekahlah di kala pagi. Berdoalah di malam hari bagi Muslim yag meninggal. Ucapkanlah tujuh kali di pagi hari dan sore hari: “Allahumma ajirna minan nar, yang maknanya: “Ya Allah! Lindungilah kami dari api neraka.” Berdoalah selalu: “A’udzubillahi-is-sma’i-il-‘Alim minasy-Syaithan-ir-rajim.” Yang maknanya: “Aku berlindung kepada Allah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui dari setan yang terkutuk.”

Lalu agungkanlah Dia dengan ayat-ayat terakhir Surah al-Hasyr: ”Dialah Allah, Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dialah yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Mahasuci. Yang Mahasejahtera, yang mengaruniakan keamanan, yang Mahamemelihara, yang mengaruniakan keamanan, yang Mahamemelihara, yang Mahaperkasa, yang Mahakuasa, yang memiliki segala keagungan, Mahasuci Allah dari segala yang mereka persekutukan. Dialah Allah, Pencipta, Pewujud, Pembentuk, Pemilik nama-nama terbaik. Bertasbihlah kepada-Nya segala yang di langit dan di Bumi. Dan Dialah yang Mahakuasa lagi Mahabijaksana.”

WACANA KETUJUH PULUH TUJUH
Tuan Syaikh berwejang:
Bersamalah dengan Allah, seolah-oleh tiada ciptaan. Bersamalah dengan ciptaan seolah-olah tiada diri. Bila bersama Allah, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, tanpa ciptaan. Dia tercapai, dan jauh dari selain-Nya. Bila bersama ciptaan, tanpa diri, keadilan tergapai, kebajikan terbantu, dan selamatlah dari kekerasan kehidupan. Tinggalkanlah segala sesuatu di luar pintu, bila memasuki pintu uzlah. Maka terlihat oleh mata batinmu temanmu dalam uzlah-mu, terasakan hal di luar ciptaan, lenyaplah diri, dan digantikan oleh perintah-Nya dan kedekatan-Nya. Maka ketak-tahuanmu menjadi ketahuanmu, kejauhanmu menjadi kedekatanmu, kediamanmu menjadi pengingatanmu akan-Nya, dan kebuasanmu menjadi kekaribanmu. Duhai! Tiada lagi tersisa di sana, selain Sang Pencipta dan ciptaan. Maka jika Sang Pencipta telah di pilih, ucapkanlah:
“Sesungguhnya mereka adalah musuh-musuhku, kecuali Tuhan semesta alam.” (Qs.26:77).

Barangsiapa telah merasakannya, ia telah mengetahuinya.

Ia ditanya: “Bagaimana kepahitan mengatasi kemanisan?” “Mesti berupaya menjauhkan kedirian. Duhai! Bila seorang mukmin berbuat kebajikan, maka hewaninya tunduk kepada hati. Bila diri mencapai kesadaran hati, maka berubahlah hati menjadi suatu rahasia; rahasiapun berubah menjadi kemusnahan; kemusnahan berubah menjadi kemaujudan lain; jawabnya. “Kawan bisa mencapai lewat setiap pintu. Duhai! Peluruhan diri ialah mengingkari semua ciptaan, merubah sifat menjadi sifat malaikat, lenyap dari sifat malaikat dan kembali ke semula. Maka Tuhan menyiramimu sesuka-Nya, dan membajakmu sesuka-Nya. Bila menghendaki peringkat ini, pilihlah Islam, dan tunduklah kepada ketetapan-Nya, maka tergapailah ma’rifat, tersadarilah Ia, termaujudlah diri di dalam-Nya, dan menjadilah diri milik-Nya, Kesalehan ialah karya satu jam dan kebertarakan dua jam, sedang pengetahuan Allah adalah karya abadi,” lanjutnya.

WACANA KETUJUH PULUH DELAPAN
Tuan Syaikh berwejang:
Ada sepuluh sifat pada salik, pemawas diri dan peraih tujuan ruhani:
Pertama. Tak bersumpah dengan-Nya, entah benar atau tidak, entah sengaja atau tidak. Sebab bila hal ini termapankan, dan lidah terbiasa dengannya, maka hal ini membawanya kepada suatu kedudukan, yang di dalamnya ia mampu menghentikan bersumpah dengan sengaja atau tidak. Nah, bila ia menjadi begini, Allah membukakan baginya pintu nur-Nya. Hatinya tahu manfaat ini, kedudukannya termuliakan, langkah dan kesabarannya terkuatkan. Maka, dipujilah dan dimuliakanlah ia di tengah-tengah tetangga dan sahabatnya, sehingga yang tahu dia, menghormatinya, dan yang melihatnya, takut kepadanya.

Kedua. Menghindar dari berbicara tak benar, entah serius atau bercanda. Sebab bila ia melakukan dan mengukuhkan hal ini pada dirinya sendiri, dan lidahnya terbiasa dengannya, maka Allah membuka dengannya hatinya, dan menjernihkan dengannya pengetahuannya, sehingga ia tampak tak tahu kepalsuan. Bila ia mendengarnya dari orang lain, ia memandangnya sebagai noda besar, dan termalukan olehnya. Bila ia memohon kepada Allah agar menjauhkannya, maka baginya pahala.

Ketiga. Menjaga janji. Sungguh, hal ini demikian menguatnya, sebab mengingkari janji termasuk kepalsuan. Maka terbukalah baginya pintu kemurahan, dan baginya kemuliaan, dan dicintailah ia oleh para shiddiq dan mulialah ia di hadapan Allah.

Keempat. Tak mengutuk sesuatu makhluk pun, tak merusak sesuatu pun, meski sekecil atom pun, dan bahkan yang lebih kecil darinya. Sebab hal ini termasuk tuntutan kebenaran dan kebaikan. Berlaku berdasarkan prinsip ini, memperoleh husnul khatimah di bawah naungan-Nya, Ia meninggikan kedudukannya, Ia melindunginya dari kehancuran, dan mengaruniainya kasih sayang dan kedekatan dengan-Nya.

Kelima. Tak mendoakan keburukan bagi seorang pun, meski ia telah dizalimi. Lidah dan geraknya tak mendendam, tapi bersabar demi Allah. Hal ini membawanya kepada kedudukan mulia di dunia dan di akhirat. Ia menjadi dicintai dan disayangi oleh semua penerima kebenaran, baik dekat maupun jauh.

Keenam. Tak berpihak kepada kemusyrikan, kekafiran dan kemunafikan mereka yang se-kiblat. Sifat ini menciptakan kesempurnaan dalam mengikuti Sunnah, dan amat jauh dari mencampuri pengetahuan Allah dan juga dari penyiksaan-Nya, dan amat dengan ridha dan kasih sayang-Nya. Inilah pintu kemuliaan dan keagungan dari Allah Yang Mahamulia, yang menganugerahkannya kepada hamba beriman-Nya sebagai balasan atas kasih sayangnya terhadap semua orang.

Ketujuh. Tak memlihat sesuatu kedosaan, baik lahiriah maupun batiniah. Mencegah anasir tubuhnya darinya, sebab hal ini merupakan suatu tindakan tercepat dalam membawa balasan bagi hati dan anasir tubuh di dunia dan pahala di akhirat. Semoga Allah menganugerahi kita daya untuk berlaku begini, dan menjauhkan kedirian dari hati kita.

Kedelapan. Tak membebani seorang pun, entah dengan beban ringan atau berat. Tapi, melepaskan orang dari beban, entah diminta atau tidak. Hal ini menjadikan hamba-hamba Allah dan para saleh mulia, dan memacu orang untuk ber-amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini menciptakan kemuliaan penuh bagi hamba-hamba Allah dan para saleh, dan baginya segenap makhluk tampak sama. Maka Allah membuat hatinya tak butuh, yakin dan bertumpu pada Allah. Allah tak meninggikan seorang pun, bila masih terikat kedirian. Bagi orang semacam ini, semua makhluk memiliki hak yang sama, dan mesti diyakini bahwa inilah pintu kemuliaan bagi para mukmin dan para saleh, dan pintu terdekat kepada keikhlasan.

Kesembilan. Bersih dari segala harapan insan, dan tak merasa tergoda hatinya oleh milikan mereka. Sungguh, inilah kemuliaan besar, ketakbutuhan sejati, kerajaan besar, pujian agung, kepastian nan tegar kepasrahan sejati kepada-Nya. Inilah pintu segala pintu kepasrahan kepada-Nya, yang memampukan orang meraih ketakwaan kepada-Nya, dan pencipta keterikatan sempurna dengan-Nya.

Kesepuluh. Rendah hati. Dengan ini, sang hamba termuliakan dan sempurna di hadapan Allah (Mahaagung Dia) dan insan. Inilah sifat penyempurna kepatuhan, dan dengannya sang hamba meraih kebajikan di kala suka dan duka, dan inilah kesalehan nan sempurna. Rendah hati membuat sang hamba merasa rendah daripada orang lain. Ia berkata: “Mungkin orang ini lebih baik dariku di hadapan Allah, dan lebih tinggi kedudukannya.” Mengenai orang kecil, sang hamba berkata: “Orang ini tak menantang Allah, sedang aku menentang-Nya, sungguh ia lebih baik dariku.” Mengenai orang besar, sang hamba berkata: "Orang ini telah mengabdi kepada-Nya sebelum aku." Mengenai orang alim, sang hamba berkata: “Orang ini telah dianugerahi yang tak ada padaku, ia telah memperoleh yang tak kuperoleh, ia mengetahui yang tak kuketahui dan ia bertindak dengan pengetahuan.“ Mengenai orang bodoh, sang hamba berkata: “Orang ini tak mematuhi-Nya karena tak tahu, dan aku tak mematuhi-Nya meski aku tahu, dan kutak tahu akhir hayatku dan akhir hayatnya.” Mengenai orang kafir, sang hamba berkata: “Entahlah mungkin ia akan menjadi seorang Muslim, dan mungkin aku akan menjadi tak beriman.”

Inilah pintu kasih sayang dan ketakutan.
Bila hamba Allah telah menjadi begini, maka Allah menyelamatkannya dari segala bencana, dan menjadikannya pilihan-Nya, dan menjadilah ia musuh Iblis, sang musuh Allah. Keadaan ini menciptakan pintu kasih. Dengan mencapainya, pintu kebanggaan tertutup dan tali kesombongan diri terputus, dan cita keunggulan diri agamis, duniawi dan ruhani tercampakan. Inilah hakikat pengabdian kepada-Nya: Tiada sebaik ini. Dengan meraih keadaan ini, lidah terhenti menyebut insan dunia dan yang sia-sia, dan karyanya tak sempurna tanpa hal ini; kebencian, kepongahan dan keberlebihan terhapus dari hatinya pada segala keadaan, lidahnya sama; orang baginya sama. Ia tak menegur seseorang dengan keburukan, sebab hal ini membencanai hamba-hamba Allah dan pengabdi-pengabdi-Nya, dan menghancurkan kezuhudan.




No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, semoga semua hari-hari anda sejahtera dan sukses selalu, diberi petunjuk oleh-Nya, amin.