Saturday, February 17, 2018

PROLOG.



Konon 150.000 tahun BC atau 75.000 tahun setelah masa Nabi Adam as. diturunkan Allah Azza wa Jalla ke dunia, pernah berkuasa sesosok manusia yang begitu digjaya, sehingga didewakan dan dipuja oleh sekelompok masyarakat dalam negeri-negeri  purba.

Manusia ‘digjaya’ ini bermukim nun jauh di atas gunung menjulang dikelilingi mega-mega menggulung. Manusia pertama yang membangun kerajaan manusia dewa dijuluki SangHyang NurCahya. Dia merupakan cucu buyut langsung Nabi Adam, atau putra SangHyang Anwar atau cucu Nabi Sys. Nabi Sys adalah merupakan salah satu dari 40 putra-putri Nabi Adam.

Sekian ribu tahun kemudian, SangHyang NurCahya mewariskan kepada salah satu dari 107 putranya, yang kemudian bergelar SangHyang NurRasa. Dan beberapa ribu tahun memegang tampuk kekuasaan tribuana, SangHyang NurRasa mewariskan kepada salah satu dari dua putra kembarnya, SangHyang Wenang dan SangHyang Wening. Masa kekuasaan terlama dipegang oleh SangHyang Wenang, karena sifatnya yang senang bertualangan mencari ilmu-ilmu kedigjayaan, ilmu-ilmu kanuragan serta ilmu-ilmu hening cipta rasa. Sehingga banyak bertualang diseluruh jagat. Banyak sudah mahkluk-makhluk seantero negeri hingga lain galaxy, jin-jin maupun dewa-dewa yang takluk akan keunggulannya.

Kemampuan untuk mencari sosok lawan tangguh melalui putaran bathin 8 penjuru angin, memungkinkan dia dapat menemukan lawan-lawan yang pantas ditantang untuk berpibu (adu kesaktian). Bahkan dia mampu menemukannya hingga menembus zaman kemuka dan kebelakang. Masa kebelakang, tentu ia akan menemukan kakek dan ayahnya yang pantas menjadi lawan tandingnya. Tapi tidak dia lakukan, karena bakti dan ‘inggih ungguh mikul duwur mendem jero’ (filsafat Jawa berarti sopan kepada yang lebih sepuh, mengangkat kelebihannya tinggi-tinggi dan menyembunyikan kekurangannya dalam-dalam), sifat yang dipegangnya erat-erat. Maka dari hasil terawangannya, dia melihat dimasa depan ada tiga sosok lawan yang teramat tangguh luar-biasa yang bukan dari galaksi lain, melainkan dari bumi ini.

Dia mencoba menyatroni salah seorang dari ketiganya, seorang raja di negeri timur tengah, sekarang di namakan Yerusalem. Raja tersebut sedemikian perkasanya sehingga semua bangsa jin takluk padanya. Semua kekuatan alampun bisa dikendalikannya, memahami berbagai bahasa makhluk dunia, bahkan beliau mampu berbicara dengan benda-benda mati. Mendengar kabar dari tiupan angin, dari bebatuan, air sungai atau laut, tumbuh-tumbuhan, pepohonan dan lain sebagainya.

Sang Raja perkasa itu bernama Sulaiman, seorang Nabi utusan Hyang Esa Allah Azza wa Jalla. Tergetar juga hati SangHyang Wenang mendengar lawannya seorang Nabi utusan Hyang Esa. Namun sifat kepenasaran membulatkan tekadnya untuk menaklukkan semua lawan yang dipandangnya tangguh.

Maka saat Nabi Sulaiman sedang berjalan-jalan bersama Permaisurinya Ratu Bilqis dari Saba’ sekarang terletak di Yaman Selatan. Raja dan Ratu berjalan-jalan bersama angin, berbulan madu, mengelilingi tujuh negeri. Saat itulah, ketika melintasi negeri “Pewayangan” sekarang Tanah Arab, Sang Raja ditantang bertarung dengan taruhan Istananya dan Istrinya harus diserahkan apabila beliau kalah. Jika beliau menang, semua Negeri Pewayangan akan menjadi hak Sang Nabi. Tentu saja Nabi Sulaiman tidak mengacuhkan tantangan itu. Dengan mengendarai angin, beliau bersama sang Ratu meninggalkan SangHyang Wenang yang merah padam karena merasa diremehkan.

SangHyang Wenang mengejar Nabi Sulaiman, dan langsung menyerang tidak memberi kesempatan sang nabi untuk berpikir. Serangan-serangan teramat dahsyat dari ilmu-ilmu tingkat tinggi dikerahkan SangHyang Wenang, bahkan cenderung teramat kejam. Saat itu diutuslah Malaikat dari surga untuk menyampaikan cincin Jabalkat, cincin Malaikat Malik-raja Neraka, cincin sebagai kunci pembuka dan penyulut api neraka akherat. Dalam waktu singkat yang tidak terbayangkan cepatnya, cincin itu disematkan diantara jari Nabi Sulaiman. Dan beliaupun langsung mengangkat tinggi-tinggi lengan yang disemati cincin tersebut. Entah bagaimana seketika seluruh tubuh SangHyang Wenang menggelosoh lumpuh disertai seluruh tubuhnya panas terbakar. Semua kesaktiannya dikerahkan, tak ada satupun yang mampu menandingi kesaktian cincin gaib Nabi Sulaiman.

Sang Nabi memerintahkan Jin Ifrit dan beberapa anak buahnya untuk meringkus SangHyang Wenang. Namun apa yang terjadi, Raja Jin- Ifrit justru berhasil ditangkap dan dibawa kabur untuk disandera. Jin Ifrit, yang takluk diperintahkan SangHyang Wenang untuk mencuri cincin saat sang nabi sedang lengah. Belasan tahun penantian mencari saat sang nabi lengah. Dan saat yang ditunggu tiba, tatkala Nabi Sulaiman tengah sibuk membangun ‘Tembok Sebelah Barat’. Beliau begitu seriusnya membangun tembok itu, hingga mengerahkan pasukan jin dari berbagai pelosok. Dengan kecerdikan jin, Ifrit berhasil menyelusup, menjadi salah satu jin pekerja Nabi Sulaiman. Hingga dengan mudah dia dapat mencuri cincin tersebut.

Mengetahui cincin titipan Allah SWT. raib, Nabi Sulaiman merasa waktunya di dunia sudah habis masanya. Dia merasa sudah terlalu tua untuk memulai pekerjaan besar, apalagi Ratu Bilqis istrinya, sudah lama meninggalkan kembali kepada penciptanya. Dengan masih bersandarkan tongkat, dia masih terus mengawasi jin-jin pekerja menyelesaikan tembok itu. Tak ada satu makhlukpun yang tahu, bahwa Nabi Sulaiman yang berdiri bersandarkan tongkatnya, sebenarnya sudah menghembuskan nafas terakhirnya. Ketika tongkat itu rapuh karena rayap, tubuh Nabi Sulaimanpun akhirnya terjatuh. Barulah masyarakat dan para Jin menyadari, bahwa pemimpin mereka sebenarnya sudah lama tiada, tetapi dengan tubuh utuh tak berubah seujung rambutpun. Dan tembok yang dibangun inilah yang masih tersisa, masih berdiri kokoh hingga kini. Orang Yahudi menamakan sisa bangunan itu dengan nama ‘Wailing Wall’ atau ‘Tembok Ratapan’.

Mendengar Nabi Sulaiman yang ditakuti SangHyang Wenang sudah tiada, dia kembali malang-melintang di seantero jagat, mencari lawan-lawan tangguh untuk dijadikan lawan adu kesaktian. Cincin yang dirampasnya dari Nabi Sulaiman, terpecah menjadi empat bagian. SangHyang Wenang hanya mendapatkan seperempatnya, dimana potongan yang digenggamnya mengandung daya pemunah dan pelumpuh semua jenis kekuatan, berbagai macam kedigjayaan atau gara-gara berbagai bencana alam. Sisa potongan cincin lainnya raib kembali kepada pemiliknya yaitu Malaikat Malik (akan diceritakan kemudian bagaimana Malaikat Malik mencari sisa potongan cincin itu). Dengan kesaktiannya, diserapnya kekuatan kepingan cincin itu kedalam ‘salah satu cakranya’, dan dia menamakan daya kesaktian itu dengan nama Aji Kemayan. Selain cincin yang dicurinya, dia juga berhasil mencuri gulungan kertas bertuliskan aksara emas di dalam selongsong tabung emas bertabur berlian mutu manikam. Dia tidak bisa membaca aksara emas itu, tetapi dia bisa menyerap ‘berkah’ dari gulungan aksara emas itu untuk melipatkan gandakan kesaktiannya. Gulungan kertas beraksara emas itu kemudian dikenal sebagai ‘Aji Kalimusada’.

Kembali kepada pencarian dua lawan tangguhnya. Dia sudah tahu adanya dua lawan tangguh ini, tapi yang aneh dia tidak mampu melacak keberadaan keduanya, berdiam dimana dan pada masa kapan mereka ada. Inilah aneh dan sungguh keterlaluan, benar-benar mencoreng nama besarnya. Hanya yang dia tahu, keduanya adalah tokoh-tokoh pembela kebenaran dan dipuja-puji semua bangsa manusia dan jin. Semakin panas tengkuknya, mengetahui keandalan keduanya. Untuk memancing keduanya, dia harus membuat kerusuhan besar-besaran. Dipilihnya negeri nan makmur dengan masyarakatnya sudah sedemikian maju taraf hidupnya. Negeri itu bernama Sundadwipa, terletak di khatulistiwa diapit dua benua (sekarang benua itu bernama Asia, Australia dan Amerika). Dia menculik putri raja, dan mengawininya, hingga mempunyai keturunan seorang bayi laki-laki. Sang Raja demikian murkanya, mengetahui putri kesayangannya telah hamil dan melahirkan seorang putra. SangHyang Wenang mengatakan akan mengembalikan dan mengakui putri raja itu sebagai istrinya, apabila raja dan seluruh Negeri Sundadwipa mau tunduk dibawah panji kerajaan dewa Suralaya. Sang raja menolak, bahkan mengerahkan pasukan yang sudah bersenjatakan modern untuk menyerang SangHyang Wenang habis-habisan. Tetapi dengan seorang diri SangHyang Wenang, melumpuhkan seluruh pasukan Negeri Sundadwipa dengan mudah. Bahkan tidak berhenti sampai disitu, dia juga menghancurkan negeri itu, dengan membelah, mencabik-cabik dan menenggelamkan seluruh daratan kedalam lautan. Dia sudah lupa siapa dirinya sebagai dewa pujaan manusia, yang harus melindungi dan mengayomi kehidupan semua makhluk. Bahkan dia tidak perduli lagi akan nasib istri dan anaknya yang baru berusia beberapa bulan. Dari angkasa dia melihat kehancuran daratan pulau yang pecah berkeping, terberangus api gunung kemudian perlahan-lahan tenggelam kedalam lautan. Kebengisan terbersit sekejap dari raut muka alim seorang dewa berupa kepuasan melihat hasil perbuatannya. Kepuasan akan keampuhan kesaktian barunya yang diambil dari gulungan kertas Kalimusada.

Tetapi dari kepekatan asap, abu dan api muncul dua sosok dengan cepat terbang  menghampiri dirinya. Yang seorang bersosok kurus berkulit gelap berwajah bengis dan seorang lagi gemuk berkulit putih kuning langsat berwajah ramah. Yang gemuk tampak sedang mengapit seorang wanita yang pingsan di tangan kirinya, di tangan kanannya menggendong seorang bayi. SangHyang Wenang terhenyak, merekalah yang dia cari. Sebaliknya kedua sosok ini yang tidak lain adalah Semar Badranaya dan Togog Tejamantri tak kalah terkejutnya. Karena mereka sangat mengenali siapa tokoh yang diperangi dan yang menghancurkan negeri itu sehingga lenyap dari muka bumi selamanya. Dia adalah kakek mereka sendiri ketika masih sebagai penguasa di Suralaya. Mereka tidak menyangka kakeknya mau bersusah payah menembus waktu hanya untuk menjadi perusuh bagi kehidupan sebuah negeri yang sedang damai dan sentosa.

Terjadi percakapan dari sang cucu kepada kakeknya, dengan tata krama kekeluargaan dari yang muda kepada yang tua. Tetapi anehnya kakeknya tidak mengenali mereka bahkan ketika disebutkan nama asli mereka sebagai Ismaya alias Semar dan Antaga alias Togog. Sebaliknya dengan jumawa kakeknya menantang pibu (adu kesaktian) terhadap mereka berdua. Tentu saja Semar dan Togog semakin kebingungan. Namun Semar yang lebih awas dan waspada akan peristiwa ini membisiki Togog, bahwa kakeknya dan mereka berdua sedang berada dalam ‘lorong waktu’ yang berbeda. Bagai dua kereta api yang sedang saling berpapasan, hanya karena kesaktian kakeknya dan mereka berdua maka mereka masing-masing bisa melihat dan saling berkomunikasi dari dua lorong waktu tersebut.

Seperti disebut diatas bahwa SangHyang Wenang tidak dapat menembus tabir Semar dan Togog. Dia sudah merasa ketangguhan keduanya. Memang sejak mereka berdua berubah wujud dan di ‘talqin’ (pengangkatan maqam dengan sumpah setia menjalankan semua perintah), oleh Hyang Esa Allah SWT. menjadi ‘pengasuh dan pengayom’ seluruh jagad beserta dimensi-dimensi jagat yang menyertainya dan juga semua jagat-jagat paralelnya. Maka kesaktian keduanya sudah tidak lumrah manusia lagi, bahkan dewa sekalipun, bisa disebut mereka adalah ‘dewanya para dewa’ sejajar dengan para malaikat Lauhul Mahfudz di Alam Layamut kursi kerajaan Allah SWT.

Mendapat bisikan kakaknya, Togog menjadi waspada dan bersiap diri, karena yang dia hadapi sekarang adalah bukan lagi kakeknya yang mereka kenal. Sejak mereka bertiga bersama Manikmaya – Betara Guru masih kanak-kanak, kakek itulah yang mengasuh dan melatih pelbagai ilmu dan kesaktian. Tapi kini yang dia hadapi adalah sesosok pembunuh dan pemusnah kehidupan sebuah negeri beserta puluhan ribu nyawa tidak berdosa. 

Kakeknya sudah menyerang dengan berbagai ilmu-ilmu kesaktian baru tingkat tingginya. Dicecar sedemikian rupa, Togog pun balik menyerang dengan ilmu-ilmu titipan Hyang Esa. Sementara Semar sambil mengapit putri raja dan bayinya, hanya menyaksikan dengan keyakinan adiknya mampu melumpuhkan kakeknya. Pertempuran berlangsung amat dahsyat, tetapi sejurus kemudian tampak SangHyang Wenang mulai terdesak hebat dan kemudian dapat dilumpuhkan. Memucat wajah sang mahadewa ini, tubuhnya menggigil hebat. Dia sudah terkalahkan dua kali. Togog mengatakan, jika kakaknya Semar yang maju, tentu akan lebih cepat dapat meringkusnya. Hampir tidak percaya dia mendengarnya. Jadi sudah tiga orang yang berhasil melumpuhkannya. (Kisah ini akan diuraikan detil dalam sesi tersendiri).

Entah dari mana, tiba-tiba muncul tiga sosok menghampiri Hyang Wenang yang sedang meringkuk terkena ilmu pelumpuh Togog. Semar dan Togog mengenali mereka bertiga. Mereka memanggil ayahnya, yang tampak masih remaja. Ayahnya menghampiri kakeknya dan memapahnya. Dua orang lagi mereka kenal sebagai buyut dan kakek buyutnya, SangHyang NurRasa dan SangHyang NurCahya. Kali ini Semar yang maju menghampiri mereka berempat. Togog meraih putri dan bayinya, menjauh dari mereka berlima. Semar berusaha menerangkan siapa dirinya dan duduk persoalan pertikaian ini. Tetapi sama seperti kakeknya, ayahnya, buyut dan kakek buyutnya tidak mengenal mereka bahkan tidak bisa menembus tabir rahasia keduanya. Tapi baik ayahnya SangHyang Tunggal, buyut dan kakek buyutnya, masih tidak terima ketika ada seseorang yang bisa menaklukkan raja dari kerajaan Dewa Suralaya. Maka untuk mengembalikan gengsi itu, dengan serempak mereka bertiga menyerang dahsyat Semar. SangHyang Wenangpun bangkit kembali semangatnya, melihat keluarganya bela-pati terhadap kehormatan kerajaan kahyangan. Diapun turut menyerang. Pertempuran berlangsung dahsyat di angkasa. Diserbu mereka berempat, Semar bukannya menghindar tetapi bersiap meladeni para leluhurnya. Togog dicegah Semar ketika akan membantu. 

Untuk mempersingkat waktu, Semar mengerahkan kesaktian titipan Hyang Esa. Seperti halnya Hyang Wenang, kini nasib serupa dialami ayah dan kedua leluhurnya. Keempatnya lumpuh oleh kesaktian aneh dan amat dahsyat itu. Sambil tergolek melayang di angkasa mereka menyaksikan demontrasi kesaktian yang belum pernah mereka saksikan. Semar tampak sedang mempersatukan ‘dua lorong waktu’ menarik dan menempelkannya, bagai menarik kedua lembar kain. Penyatuan kedua realita dalam lorong waktu yang berbeda, membuka pikiran dan kesadaran keempatnya. Mereka baru mengerti siapa jati Semar dan Togog sebenarnya. Ada perasaan haru dan bangga dari hati Hyang Tunggal ‘calon’ ayah mereka melihat kepiawaian ‘kedua anaknya’. Begitu pula kakeknya dan kedua leluhurnya. Terjadi reuni keluarga yang aneh karena kedua pihak berasal dari masa yang berbeda. Semar berhasil menyadarkan kakeknya Hyang Wenang agar tidak lagi mencari dan mengejar lawan hanya sekedar untuk mengetahui siapa yang lebih unggul.

Sementara Semar membawa sang putri dan bayinya kesebuah pulau kepingan dari daratan Sundadwipa (sekarang disebut Sunda Land yang diyakini sebagai benua Atlantis yang hilang).  Kepingan pulau itu kini dikenal sebagai Pulau Jawa. Putri itu ditempatkan pada daerah perhutanan yang subur dan tenang di sebelah barat pulau kecil itu. Semar menciptakan anjing hitam diberi nama si Kumang, sebagai penjaga sang ibu dan bayinya. Sang putri disarankan mengganti nama lain, dan Semar memberinya nama Dayangsumbi dan putranya si bayi diberi nama Sangkuriang. Nama lokasi ibu dan anaknya diberi nama Parahyangan. Asal kata turunan SangHyang. (Kisah Dayangsumbi bersuamikan SangHyang Wenang, berdasarkan terawangan Ustad Harry Mukti di acara Dua Dunia – tv swasta Trans7. Dan kisah SangHyang Wenang beristri Dayangsumbi akan diuraikan detil dalam sesi tersendiri).

Mengapa Semar dan Togog dapat berada dalam lorong waktu yang berbeda dengan keluarganya. Dikisahkan keduanya sedang mengejar Iblis Azazil yang berusaha menghancurkan semua realita alam semesta. Pengejaran hingga menembus lorong waktu ke masa awal zaman, yaitu saat alam semesta dilahirkan pada proses ledakan akbar (Big Bang). Azazil berusaha menghancurkan bayi jagat raya, tetapi berhasil digagalkan keduanya. Selain menggagalkan upaya Azazil, keduanya kemudian mendapat tugas dari Hyang Esa Allah Azza wa Jalla untuk ‘membidani’ kelahiran jagat ini. Menata ulang formasi dan konfigurasi seluruh jagat beserta semua dimensi yang menyertainya. Menata ulang dari kelahiran seluruh galaxy-galaxy termasuk galaxy bima sakti tempat manusia hidup sekarang. Semar dan Togog menyusun tata surya, yang semula terdiri dari tiga planet mengelilingi matahari, kini mereka membidani membentuk sembilan planet yang mengelilingi matahari. Pencapaian kelahiran jagat terus berlanjut hingga membidani terbentuknya bumi seperti sekarang ini. (Kisah ini akan diuraikan detil dalam sesi tersendiri).

Bagaimana awal kejadian ini bermula. SangHyang Tunggal penguasa Suralaya setelah mewarisi dari ayahnya SangHyang Wenang, berputra tiga orang. Yang sulung bernama SangHyang Ismaya, berkulit putih langsat, bermata biru dan berambut pirang. Dialah yang paling alim, bijaksana, kalem, penyabar dan berwibawa. Tentu dia yang tersakti diantara kedua adiknya. Kedua bernama SangHyang Antaga berperawakan tinggi besar tegap berkulit sawo matang, seperti layaknya Bima dari Pandawa. Bertabiat seperti Bima, kasar tidak suka ketidak adilan, sembrono, tidak sabaran, pemarah tetapi dia sangat menghormati dan mencintai kakaknya dan juga adiknya SangHyang Manikmaya. Yang bungsu berperawakan tidak seperti kedua kakaknya yang bertubuh tegap, tapi Manikmaya bertubuh biasa seperti ayahnya. Ketiga bersaudara ini hidup rukun saling hormat dan saling menyayangi. (Dari gambar illustrasi diatas dijelaskan SangHyang Ismaya ditengah diapit sebelah kirinya adalah SangHyang Antaga dan sebelah kanannya SangHyang Manikmaya).

Kerukunan ketiga bersaudara ini terbukti ketika ayah mereka berniat turun tahta dan akan menyerahkan kekuasaannya kepada SangHyang Ismaya. Sang Hyang Ismaya dengan sopan dan hormat menolak tawaran ayahnya, dengan alasan dia bermaksud akan mendalami berolah-rasa menyatu dengan penciptanya - Sang Hyang Esa, untuk memperoleh keunggulan dewa mumpuni linuwih, cipta-rasa dan ilmu-ilmu kadewataan tingkat tinggi. Maka pilihan kemudian ditawarkan kepada putranya yang kedua SangHyang Antaga. Seperti halnya kakaknya, diapun menolak dengan alasan sama. Maka pilihan kemudian jatuh kepada putranya yang bungsu. Tentu saja si bungsu yang selalu dimanja kakak-kakaknya merasa rikuh. Setelah diyakini kedua kakaknya, bahwa mereka akan membantu dengan segala jiwa dan raganya, akhirnya tampuk pimpinan diterima kepada SangHyang Manikmaya yang kemudian bergelar Betara Guru atau SangHyang Otipati.

SangHyang Tunggal bersabda kepada ketiga anaknya, bahwa pamor kahyangan Suralaya akan semakin berkibar memancar ke delapan arah jagatraya. Tetapi kemudian harus dibayar dengan pengorbanan mereka bertiga.

Waktu memang membuktikan, pamor kahyangan Suralaya semakin cemerlang. Ketujuh Raja dari para MahaDewa di tujuh galaxy tunduk dan mengakui akan kesaktian ketiga bersaudara itu. Dan sebagai bukti takluk, ketujuh Raja MahaDewa itu membangun patung wujud dari tubuh mereka yang tidak kasat mata oleh siapapun, kecuali oleh mereka tiga bersaudara itu. Disamping itu segala dan seluruh raja-raja Jin pun satu persatu takluk, mengakui kesaktian ketiganya.

Hanya satu ganjalan pada pikiran ketiganya, kenapa hanya tujuh Raja MahaDewa. Bukankah ayahnya mengatakan akan ada delapan MahaDewa yang takluk, tapi kemudian harus dengan pengorbanan mereka. Pengorbanan apa sebenarnya itu. Ternyata satu MahaDewa yang tersisa adalah berasal dari dunia ini, bahkan dari kahyangan Suralaya, yaitu dari kakak sulung mereka berlainan ibu bernama SangHyang Rancasan.

SangHyang Rancasan yang sangat pendengki terhadap ketiga bersaudara itu, kemudian dia menciptakan kahyangan tandingan bernama Kahyangan Tunjung Biru, dan menyombongkan diri sebagai dewa tersakti karena ageman gulungan aksara emas Kalimusada. Dengan ditemani kedua kakaknya, SangHyang Otipati mengunjungi SangHyang Rancasan, meminta baik-baik untuk bergabung dan menyerahkan gulungan aksara emas warisan SangHyang Wenang. Dari dialog ramah tamah berubah menjadi pertengkaran yang berakhir adu kesaktian. SangHyang Rancasan tidak dapat dilumpuhkan oleh SangHyang Otipati, bahkan setelah dibantu kakaknya SangHyang Antaga sekalipun. Kesaktiannya hanya dapat diimbangi oleh SangHyang Ismaya. Setelah terjadi pertempuran satu lawan satu, tangan kanan SangHyang Rancasan yang memegang Gulungan Aksara berhasil ditangkap dan ditarik. Ismaya bermaksud melakukakan pukulan terakhir untuk melumpuhkan ‘kakaknya’ itu, akan tetapi dengan kecepatan luar-biasa SangHyang Antagapun menangkap dan menarik tangan kiri SangHyang Rancasan. Tarik menarik dengan disertai kekuatan ajian tingkat tinggi membuat tubuh SangHyang Rancasan terbelah dua. Sebelum meninggal dunia, dia melempar kutukan, bahwa SangHyang Ismaya dan SangHyang Antaga akan kehilangan ketampanan, keluar dari kahyangan dan hidup melalang buana. Sedangkan SangHyang Manikmaya akan mengalami kecelakaan-kecelakaan.

Kutukan SangHyang Rancasan terbukti, SangHyang Ismaya berubah ujud menjadi buruk rupa kemudian bernama Semar Badranaya. Sedangkan SangHyang Antaga menjadi Togog Tejamantri. SangHyang Manikmaya mengalami kecelakaan sehingga bertangan empat, bertaring, berleher ungu dan kedua kakinya menjadi sangat ringkih. Rupanya itulah pengorbanan yang dimaksud ayahnya. Tetapi untuk Semar dan Togog, perubahan ujud itu merupakan babak peristiwa baru. Mereka mendapat talqin dan titah Hyang Esa untuk menjadi pengayom dan pengasuh seluruh alam semesta, dengan disertai diturunkanya berbagai ilmu dari alam Jabarrut, Malakut dan Layamut. Ilmu-ilmu akherat yang tidak ada makhluk yang bisa menahannya.

Kemudian Semar merasa kehidupan dunia tidak lagi menarik hatinya. Dia bermaksud untuk mendalami tapa brata kedewataan seperti yang dilakukan leluhur-leluhurnya. Semar terus ‘berjalan’ dalam penelusurannya, hingga batas yang bahkan kakek dan kedua buyutnya tidak berani menyentuhnya. Dalam Islam batas itu disebut Ittihad atau Wahdatul Wujud.  Suatu upaya untuk mencapai terbuka hijab rahasia dari segala rahasianya super rahasia. Togog yang setia mengikuti kakaknya terus membayangi apa yang dilakukan Semar, sehingga keduanya harus meninggalkan kahyangan untuk mendapatkan apa yang dicarinya.

Maka petulangan keduanya dimulai untuk mengayom dan mengasuh alam semesta terutama dari upaya pemusnahan Raja Iblis Akherat Azazil. Petualangan keduanya berlanjut terus dengan bertemu dan mengayomi para biksu, pendeta, orang yang menempuh kehidupan suci, ksatria. Bahkan kepada para Nabi Rasul, keduanya menyamar untuk melindungi para Nabi dan Rasul yang menyiarkan ajaran Illahi. Keduanya tidak segan-segan untuk berguru kepada Nabi-nabi tersebut, terutama kepada Nabi Ulul Azmi (lima nabi utama), yaitu Nabi Nuh as., Nabi Ibrahim as., Nabi Musa as., Nabi Isa as. dan Nabi Muhammad saw. Tidak sampai disitu, keduanya terus bersilahturahim kepada para penerus Nabi Muhammad saw. Pengabdiannya terus berlangsung hingga akhir zaman membantu Imam Mahdi dan Nabi Isa as. memerangi Dajjal laknattullah pada perang akhir zaman.

                                                            **%***


7 comments:

Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, semoga semua hari-hari anda sejahtera dan sukses selalu, diberi petunjuk oleh-Nya, amin.