MEWARISI KITAB SIRRUL ASRAR MENGUAK
TABIR HIJAB WAHDATUL WUJUD.
Setelah
berlalunya masa keemasan Rasulullah saw. yang menurunkan, mengajarkan dan
menyebarkan Islam yang tertuang dalam ‘Kalam Illahi’, masa keemasan tidak
berhenti begitu saja, melainkan berlanjut kepada masa ‘Shahabat’, kemudian para
‘Tabi’in’ lalu kepada Tabi’it Tabi’in’. Dan seterusnya kepada penafsir-penafsir
(al-mufa'ssirin), ahli hikmat (hukama'), ulama
shufi atau para Ulama-ulama salaf’ yang sebagian kemudian menjadi Para Imam
Fiqh, Para Aulia Allah, para Anbia. Masing-masing para alim itu mewariskan
ilmunya dengan menuliskanya dalam kitab-kitab yang kemudian dikenal dan
menyebar keseluruh pelosok dunia, yang semakin menajamkan akan keagungan
KalamNya yang termaktub dalam Al-Qur’an.
Ilmu-ilmu
ke-Islam-an itu kemudian dikenal sebagai Ilmu Kalam, Ilmu Hadist, Fiqh, Tasawuf
dan lain-lain. Semua ilmu-ilmu itu kemudian dijabarkan dalam kehidupan mereka
sehari-hari, sehingga semakin mengentalkan dan membentuk kehidupan agamis.
Tentu saja kondisi seperti ini hendaknya terus dipelihara dan ditumbuh
kembangkan dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah
Subhanahu Wata’ala.
Maka
upaya menumbuh suburkan ilmu dan iman serta Ruhul Islam, telah diwariskan
tulisan hasil salah satu karya Wali Sufi, Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani yang
telah mencapai ‘Al-Gauts Al-A’zham’, yaitu Kitab “Sirrul Asrar” (dalam bahasa
Sunda: Rasaning Rasa). Kitab ini berisi terapi Iman, Islam dan Ikhsan, dalam
rangka taqarrub kepada Al-Khaliq, dan penjelasan bagaimana seharusnya jika
seseorang ingin mencapai orang yang sempurna ilmu dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu
Wata’ala.
Memang
teramat mulia dan dalam konsep petuah yang disampaikan oleh Sultan Aulia
Al-Gauts Al-A’zham Syeikh Muhyidin Abdul Qodir Al-Jailani Qaddasallahu Sirrahu
melalui Kitab Sirrul Asrar ini. Oleh karena itu dalam membaca dan memahaminya
diperlukan ketelitian, pemikiran yang jernih dan tajam, daya serap yang kuat
dan wawasan yang luas, serta yang terpenting disertai hati yang ikhlas dan
lillahi ta’ala.
Bagi
kedua Dewa itu yang sudah mewarisi Kalam-kalam Illahi dalam wujud Al-Qur’an,
Kitab-kitab dari beberapa alim shufi, Kitab Penyingkap Kegaiban dari Sultan
Aulia Syeikh Muhyidin Abdul Qodir Al-Jailani Qaddasallahu Sirrahu sendiri,
tentu tidak terlalu sukar menerima, menyerap dan menghayatinya. Tahap-tahap
pemahaman yang dilakukan Semar dan Togog untuk menyerap Kitab-kitab gaib itu
termasuk Kitab Kalamullah Al-Qur’an. Yaitu, dimulai pada asal perkataan,
kemudian pengagungan, kemudian kehadiran hati, kemudian pengertian, kemudian
pemahaman, kemudian penyingkiran dari segala pencegah paham, kemudian
pengkhususan, kemudian pembekasan, kemudian peninggian dan kemudian pelepasan.
Dengan pencapaian yang diperoleh keduanya sebagai Mahadewa, maka hasil yang
didapat tentu berbeda dengan manusia biasa. Kejernihan batin dan wawasan
kedalam rasa qolbu saja, mereka sudah sangat sukar terukur. Jadi tinggal satu
tahap untuk mencapai penyatuan dengan penciptanya. Ayahnya SangHyang Tunggal
hanya mampu sebagai perantara suara, bukan penyatuan yang hakiki, dimana untuk
mencapai penyatuan itu (Ittihad – Al Hulul), diperlukan pengosongan dan
pembersihan sifat-sifat manusiawinya.
Kembali
kepada mereka, menyerap ‘Kalam Illahi’ yang dijabarkan kepada kitab Sirrur
Asrar. Pertama kali paham akan keagungan dan ketinggian perkataan (kalam
Allah), kurnia Allah SWT. dan kelemah-lembutanNya dengan makhlukNya, pada
turunnya kalam itu, dan 'arsy kebesaranNya kepada derajat pengertian-pengertian
makhlukNya.
Mereka
memperhatikan ketika membaca Al-Qur’an dan Kitab-kitab para Ulama salaf itu, betapa
lemah-lembutNya dengan makhlukNya, pada menyampaikan pengertian-pengertian
kalamNya (perkataanNya), yang mana, adalah suatu sifat qadim yang berdiri pada zatNya, kepada pengertian-pengertian
makhlukNya. Dan bagaimanakah menampak bagi mereka akan sifat itu dalam lipatan
huruf-huruf dan suara-suara, dimana semuanya itu adalah sifat manusia. Karena
lemahlah manusia daripada sampai kepada memahami sifat-sifat Allah 'Azza wa
Jalla, kecuali dengan perantaraan sifat-sifatnya sendiri. Jikalau tidaklah
tertutup hakikat keagungan kalamNya dengan pakaian, yang diibaratkan
huruf-huruf, niscaya tidaklah terbukti tegas, 'Arasy dan bintang Tsurayya itu,
mendengar kalam Allah. Dan lenyaplah sesuatu diantara keduanya dari keagungan
kekuasaan dan kesucian nurNya. Jikalau tidaklah diberikan ketetapan oleh Allah
'Azza wa Jalla kepada Musa as., niscaya tidaklah ia sanggup mendengar kalamNya,
sebagaimana tidak sanggup gunung pada permulaan kenyataan (tajalli)nya, dimana
dia menjadi bergoncang.
Dan
tidak mungkin memahami keagungan kalam Allah, kecuali dengan contoh-contoh
dalam batas pemahaman makhluk. Kerena inilah maka disebutkan oleh sebahagian
'arifin tentang kalam itu, dengan mengatakan, bahwa tiap-tiap huruf dari kalam
Allah 'Azza wa Jalla pada Luh-mahfudh, adalah lebih besar dari bukit Qaf. Dan
sesungguhnya para malaikat as., jikalau berkumpul pada suatu huruf untuk
mengangkatkannya, niscaya mereka tiada sanggup, sehingga datanglah Israfil as.
yaitu malaikat yang mengawal Luh-mahfudh, lalu mengangkatnya. Maka dapatlah
diangkatkannya dengan izin dan rahmat Allah 'Azza wa Jalla. Tidak dengan
kekuatan dan kesanggupannya. Tetapi Allah 'Azza wa Jalla yang
menganugerahkannya kemampuan yang demikian kepadanya dan menggunakannya.
Sebahagian ulama hikmah (hukuma') telah menyusun kata-kata dengan baik, secara
halus, untuk menyampaikan pengertian kalam serta keagungan derajatnya, kepada
pemahaman dan keyakinan manusia, serta rendahnya tingkat manusia itu. Diberi
untuk itu suatu contoh, yang tidak dipendekkan padanya. Yaitu: bahwa diajak
sebagian raja-raja oleh seorang ahli hikmah kepada syari'at nabi-nabi as. Lalu
saja itu menanyakannya tentang beberapa perkara. Maka ahli hikmah tadi menjawab
dengan cara yang dapat dipahami oleh raja
itu.
Maka
berkatalah raja: "Adakah engkau lihat akan apa yang dibawa para nabi itu,
apabila engkau mendakwakan, bahwa itu bukan perkataan manusia. Dan itu kalam
Allah 'Azza wa Jalla. Maka bagaimanakah sanggup manusia memikulnya?".
Menjawab
ahli hikmah: "Kita melihat manusia, tatkala bermaksud memberi pengertian
kepada sebahagian hewan dan burung, akan apa yang mereka maksudkan, tentang
maju dan mundurnya, menghadap dan membelakanginya. Dan mereka melihat hewan-hewan
itu singkat pengertiannya, daripada memahami perkataan mereka yang dari nur
akal pikiran mereka, yang disertakan dengan kebagusan, penghiasan dan keelokan
susunannya. Lalu mereka turun kepada derajat pengertian hewan dan mereka
menyampaikan maksudnya kepada batin hewan-hewan itu dengan suara yang
diadakannya, yang layak dengan mereka, seperti mengetikkan jari, bersiul dan
berbagai suara yang mendekati dengan suara hewan-hewan itu. Supaya sanggup
memikulkannya.
Dan
begitu pula, manusia itu Iemah daripada membawa kalam Allah 'Azza wa Jalla
dengan hakikat dan kesempurnaan sifatNya. Maka jadilah dengan apa yang
dipergunakan diantara sesama mereka, dari suara-suara yang didengar mereka akan
ilmu hikmah dengan suara-suara itu, seperti suara ketikan jari dan bersiul yang
didengar oleh hewan-hewan itu dari menusia. Dan tidak dilarang oleh yang
demikian akan pengertian-pengertian yang tersemhunyi pada sifat-sifat itu, dari
kemuliaan kalam, yakni suara-suara, adalah karena mulianya sifat-sifat itu.
Dan
agungnya kalam karena pengagungan, sifat-sifat itu. Sehingga suara itu adalah
tubuh dan tempat bagi hikmah dan hikmah itu adalah nyawa dan roh bagi suara.
Maka sebagaimana tubuh manusia itu dimuliakan dan dihormati karena tempat roh,
maka seperti itu pula suara-suara kalam, dimuliakan karena hikmah yang ada
padanya.
Kalam
itu diatas kedudukan yang tinggi derajat, kekuasaan yang perkasa, dan hukum
yang tembus, pada yang hak dan yang batil. Dialah hakim yang adil, saksi yang
disenangi, menyuruh dan melarang. Tak mampulah yang batil tegak berdiri
dihadapan kalam hikmah, sebagaimana tidak mampu bayang-bayang tegak berdiri
dihadapan cahaya matahari. Dan tidak mampu manusia menjalankan penyelidikan
yang mendalam tentang hikmah, sebagaimana mereka tidak mampu menjalankan
penyelidikan dengan mata mereka akan cahaya matahari. Tetapi mereka memperoleh
dari cahaya diri matahari itu, akan apa yang dapat hidup mata mereka dan dapat
membuktikan dengan itu akan segala keperluan mereka saja. Maka kalam itu adalah
sebagai raja yang terdinding, yang wajahnya tidak kelihatan, tetapi perintahnya
tembus keluar. Dan seperti matahari yang mulia, yang menampakkan diri, yang
tersembunyi unsurnya. Dan seperti bintang-bintang yang cemerlang, yang
kadang-kadang memperoleh petunjuk dengan dia, orang yang tiada mengetahui
tentang perjalanan bintang-bintang itu.
Maka
kalam itu, adalah anak kunci gudang-gudang yang bernilai tinggi, dan minuman
kehidupan. Siapa yang minum daripadanya, niscaya tidak akan mati. Dan obat
segala penyakit dan siapa yang minum daripadanya, niscaya tidak akan
sakit".
Maka
ini yang disebutkan oleh ahli hikmah itu, adalah sekelumit dari pemahaman arti
kalam. Dan tambahan dari itu, tidaklah Iayak dengan ilmu mu'amalah. Maka
seyogialah disingkatkan sehingga itu saja.
Selanjutnya
pengagungan Yang Berkalam (Mutakallim). Maka seorang pembaca ketika memulai
tilawah Al-Qur’an dan kitab-kitab keIslaman, seyogialah menghadirkan dalam
hatinya, akan keagungan Mutakallim dan mengetahui, bahwa apa yang dibacakannya
itu, tidaklah dari perkataan manusia. Dan bahwa dalam bertilawah kalam Allah
'Azza wa JaiIla itu, adalah sangat besar bahayanya.
Maka
sebagaimana yang dhahir dari kulit Mash-haf dan kertasnya, dijaga dari yang
dhahir kulit penyentuhnya, kecuali apabila ia telah bersuci. Maka batin
pengertiannya juga, disebabkan hukum kemuliaan dan keagungannya, terhijab dari
batin hati. Kecuali apabila ia telah bersuci dari segala kotoran dan bersinar
dengan nur pengagungan dan penghormatan. Dan sebagaimana tidak pantas disentuh
kulit Mash-haf oleh semua tangan, maka tidak pula pantas untuk bertilawah
hurufnya oleh semua lidah dan untuk memperoleh pengertiannya oleh semua hati.
Maka
pengagungan kalam, adalah pengagungan Mutakallim. Dan tidak akan timbul
pengagungan Mutakalim selama tidak bertafakkur tentang sifat-sifat, keagungan
dan af'alNya. Apabila telah hadir disanubarinya 'Arasy, Kursi, langit, bumi dan
apa yang ada diantara keduanya, dari jin, manusia, hewan dan kayu dan
mengetahui bahwa yang menjadikan semuanya itu, yang berkuasa dari yang
memberikan rezeki kepadanya, adalah ESA. Dan semuanya didalam genggaman
qudrahNya, yang berkisar diantara kurnia dan rahmatNya, diantara cobaan dan
kekuasaanNya. Jika dianugerahiNya ni'mat, maka adalah dengan kurniaNya dan jika
disiksakanNya, maka adalah dengan keadilanNya. Inilah pengagungan yang
penghabisan dan tertinggi!. Maka dengan bertafakkur, akan timbullah pengagungan
Mutakallim kemudian pengagungan Kalam. Demikianlah sikap dan adab Semar dan
Togog menerima, membaca dan menelaah kalam Ilahi dalam Al-Qur’an dan semua
kitab-kitab ulama-ulama salaf.
Maka
setelah mewarisi Kitab Sirrul Asrar, maka kedua Maha-Dewa Semar dan Togog telah
mencapai tahapan lebih di atas taraf keluhuran para malaikat Alam ‘Arasy, sudah
sebagai Dewanya para Dewa, mendalami rasanya rasa qolbu, mengungkap rahasianya
segala rahasia alam semesta, menyimpan segala rahasia dari rahasianya yang
paling rahasia, kecintaan terhadapnya Tuhannya sudah setaraf Para Shahabat
Nabi, kedekatannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla sudah meretas segala 3000 tabir hijab,
dzikirnya adalah Qatam Al-Qur’an 30 juz itu sendiri. Namun sebagai makhluk dan
ummat Muhammad saw., seperti halnya para malaikat, mereka mempunyai batas titik
optimalnya, dimana setelah semua hijab tersingkap, yang memunculkan
pengungkapan segala rahasia pengertian yang terpampang jelas di hadapan
sanubarinya, maka laksana bunga kemekarannya mulai mengatup perlahan bersama
berjalannya waktu. Mengatup kelopak bunga yang diartikan sebagai keduanya telah
berada dalam keadaan fana, atau keduanya telah dapat menyatu larut ke dalam
lautan sirrullahi Tuhannya, sehingga rujudiyahnya kekal atau al-baqa. Di dalam
perpaduan itu keduanya menemukan hakikat jari dirinya sebagai makhluk yang
berasal dari Tuhan. Pencapaian ini adalah perubahan suasana yang terjadi, bukan perubahan pada sesuatu yang
nyata. Di sana tiada jarak, tiada dekat atau jauh, tiada kesampaian, tiada
ukuran, tiada arah dan tiada ruang. Yang ada kedamaian yang hakiki, kedamaian
di atas rahasianya rahasia, di atas sinarnya sinar atau di dalam kosong dari
kekosongan sejauh dari daya imajinasi dan daya pikir manusia dan para dewa
sealam semesta.
Keduanya
sudah merasa menyatu dengan penciptanya, Allah Azza wa Jalla, bukan penyatuan
secara fisik, melainkan roh Ilahiyah mereka menyatu dengan sifat kemakhlukan
Allah yang dinamakan 99 Asmaul Husnah. Penyatuan tersebut dinamakan Ittihad
atau Wahdatul Wujud. Kini mereka berdua bukan lagi merasa sebagai Dewa
Pelindung Alam, melainkan mareka adalah “Alam Semesta” itu sendiri, alam
semesta adalah wujud fisik mereka berdua, suatu wujud sebagai alat Yang Maha
Kuasa. Alam Semesta akan langgeng jika keduanya langgeng.
Kondisi
mereka sudah pada yang disebut Al-Hulul secara bahasa berarti menempati. Dalam
istilah tasawuf hulul adalah ajaran yang menyatakan bahwa Tuhan memilih tubuh
manusia-manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat
kemanusiaannya dihilangkan.
Bagaimana
wujud kecintaan Semar dan Togog kepada kekasihnya Allah ‘Azza wa Jalla, sehingga
tercipta pencapaian semacam Ittihad, Al-Hulul ataupun Wahdatul Wujud?. Wujud
kecintaan mereka merupakan wujud konsep cinta dalam Tasawuf.
Konsep
cinta tasawuf adalah suatu konsep cinta yang dibawa Nabi Muhammad sendiri, yang
diutus oleh Allah untuk membawa misi sebagai kasih sayang bagi alam semesta
(rahmah lil ‘alamin). Sedangkan tasawuf sebagai salah satu bentuk pemahaman
dalam Islam telah memperkenalkan betapa ajaran cinta (mahabbah) menempati
kedudukan yang tinggi. Hal itu terlihat dari bagaimana para ulama sufi, seperti
al-Ghazali, menempatkan mahabbah sebagai salah satu tingkatan puncak yang harus
dilalui para sufi.
Ajaran
mahabbah memiliki dasar dan landasan, baik di dalam Alquran maupun Sunah Nabi saw.
Hal ini juga menunjukkan bahwa ajaran tentang cinta khususnya dan tasawuf
umumnya, dalam Islam tidaklah mengadopsi dari unsur-unsur kebudayaan asing atau
agama lain. Dalil-dalil dalam al-Qur’an, misalnya sebagai berikut:
QS.
Al-Baqarah ayat 165. “Dan di antara
manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman, sangat besar cinta mereka kepada Allah. Dan jika seandainya
orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada
hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat
berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)”.
QS.
Al-Maidah ayat 54. “Hai orang-orang yang
beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”.
QS.
Ali Imran ayat 31. “Katakanlah: ‘Jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan
mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dalil-dalil
dalam hadis Nabi Muhammad SAW, misalnya sebagai berikut:
“Tiga hal yang barang siapa mampu
melakukannya, maka ia akan merasakan manisnya iman, yaitu: pertama Allah dan
Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya; kedua: tidak mencintai
seseorang kecuali hanya karena Allah; ketiga benci kembali kepada kekafiran
sebagaimana ia benci dilemparkan ke neraka”.
“….Tidaklah seorang hamba-Ku senantiasa
mendekati-Ku dengan ibadah-ibadah sunah kecuali Aku akan mencintainya. Jika Aku
mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk
mendengar; menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat; menjadi
tangannya yang ia gunakan untuk memukul; dan menjadi kakinya yang ia gunakan
untuk berjalan. …”
“Tidak beriman seseorang dari kalian
sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh
manusia”.
Dasar
Filosofis.
Dalam
mengelaborasi dasar-dasar filosofis ajaran tentang cinta (mahabbah) ini,
al-Ghazali merupakan ulama tasawuf yang pernah melakukannya dengan cukup bagus.
Menurut beliau, ada tiga hal yang mendasari tumbuhnya cinta dan bagaimana
kualitasnya, yaitu sebagai berikut:
Pertama,
cinta tidak akan terjadi tanpa proses pengenalan (ma’rifat) dan pengetahuan
(idrak). Manusia hanya akan mencintai sesuatu atau seseorang yang telah ia
kenal. Karena itulah, benda mati tidak memiliki rasa cinta. Dengan kata lain,
cinta merupakan salah satu keistimewaan makhluk hidup. Jika sesuatu atau
seseorang telah dikenal dan diketahui dengan jelas oleh seorang manusia, lantas
sesuatu itu menimbulkan kenikmatan dan kebahagiaan bagi dirinya, maka akhirnya
akan timbul rasa cinta. Jika sebaliknya, sesuatu atau seseorang itu menimbulkan
kesengsaraan dan penderitaan, maka tentu ia akan dibenci oleh manusia.
Kedua,
cinta terwujud sesuai dengan tingkat pengenalan dan pengetahuan. Semakin intens
pengenalan dan semakin dalam pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek, maka
semakin besar peluang obyek itu untuk dicintai. Selanjutnya, jika semakin besar
kenikmatan dan kebahagiaan yang diperoleh dari obyek yang dicintai, maka
semakin besar pula cinta terhadap obyek yang dicintai tersebut.
Kenikmatan
dan kebahagiaan itu bisa dirasakan manusia melalui pancaindranya. Kenikmatan
dan kebahagiaan seperti ini juga dirasakan oleh binatang. Namun ada lagi
kenikmatan dan kebahagiaan yang dirasakan bukan melalui pancaindra, namun
melalui mata hati. Kenikmatan rohaniah seperti inilah yang jauh lebih kuat
daripada kenikmatan lahiriah yang dirasakan oleh pancaindra. Dalam konteks
inilah, cinta terhadap Tuhan terwujud.
Ketiga,
manusia tentu mencintai dirinya. Hal pertama yang dicintai oleh makhluk hidup
adalah dirinya sendiri dan eksistensi dirinya. Cinta kepada diri sendiri
berarti kecenderungan jiwa untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
menghindari hal-hal yang bisa menghancurkan dan membinasakan kelangsungan
hidupnya.
Selanjutnya
al-Ghazali juga menguraikan lebih jauh tentang hal-hal yang menyebabkan
tumbuhnya cinta. Pada gilirannya, sebab-sebab tersebut akan mengantarkan
seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta kepada Tuhan Yang Maha Mencintai.
Sebab-sebab itu adalah sebagai berikut:
Kesatu,
cinta kepada diri sendiri, kekekalan, kesempurnaan, dan keberlangsungan hidup. Orang
yang mengenal diri dan Tuhannya tentu ia pun mengenal bahwa sesungguhnya ia
tidak memiliki diri pribadinya. Eksistensi dan kesempurnaan dirinya adalah
tergantung kepada Tuhan yang menciptakannya. Jika seseorang mencintai dirinya
dan kelangsungan hidupnya, kemudian menyadari bahwa diri dan hidupnya
dihasilkan oleh pihak lain, maka tak pelak ia pun akan mencintai pihak lain
tersebut. Saat ia mengenal bahwa pihak lain itu adalah Tuhan Yang Maha
Pencipta, maka cinta kepada Tuhan pun akan tumbuh. Semakin dalam ia mengenal
Tuhannya, maka semakin dalam pula cintanya kepada Tuhan.
Kedua,
cinta kepada orang yang berbuat baik. Pada galibnya, setiap orang yang berbuat
tentu akan disukai oleh orang lain. Hal ini merupakan watak alamiah manusia
untuk menyukai kebaikan dan membenci kejahatan. Namun pada dataran manusia dan
makhluk umumnya, pada hakikatnya kebaikan adalah sesuatu yang nisbi. Karena
sesungguhnya, setiap kebaikan yang dilaksanakan oleh seseorang hanyalah sekedar
menggerakkan motif tertentu, baik motif duniawi maupun motif ukhrawi.
Untuk
motif duniawi, hal itu adalah jelas bahwa kebaikan yang dilakukan tidaklah
ikhlas. Namun untuk motif ukhrawi, maka kebaikan yang dilakukan juga tidak
ikhlas, karena masih mengharapkan pahala, surga, dan seterusnya. Pada
hakikatnya, ketika seseorang memiliki motif ukhrawi atau agama, maka hal itu
juga akan mengantarkan kepada pemahaman bahwa Allah jugalah yang berkuasa
menanamkan ketaatan dan pengertian dalam diri dan hatinya untuk melakukan
kebaikan sebagaimana yang Allah perintahkan. Dengan kata lain, orang yang
berbuat baik tersebut pada hakikatnya juga terpaksa, bukan betul-betul mandiri,
karena masih berdasarkan perintah Allah.
Ketika
kesadaran bahwa semua kebaikan berujung kepada Allah, maka cinta kepada
kebaikan pun berujung kepada Allah. Hanya Allah yang memberikan kebaikan kepada
makhluk-Nya tanpa pamrih apapun. Allah berbuat baik kepada makhluk-Nya bukan
agar Ia disembah. Allah Maha Kuasa dan Maha Suci dari berbagai pamrih. Bahkan
meskipun seluruh makhluk menentang-Nya, kebaikan Allah kepada para makhluk
tetap diberikan. Kebaikan-kebaikan Allah kepada makhluk-Nya itu sangat banyak
dan tidak akan mampu oleh siapa pun. Karena itulah, pada gilirannya bagi orang
yang betul-betul arif, akan timbul cinta kepada Allah sebagai Dzat Yang Maha
Baik, yang memberikan berbagai kebaikan dan kenikmatan yang tak terhitung
jumlahnya.
Ketiga,
mencintai diri orang yang berbuat baik meskipun kebaikannya tidak dirasakan. Mencintai
kebaikan perseorangan juga merupakan watak dasar manusia. Ketika seseorang
mengetahui bahwa ada orang yang berbuat baik, maka ia pun akan menyukai orang
yang berbuat baik tersebut, meskipun kebaikannya tidak dirasakannya langsung.
Hal
ini pun pada gilirannya akan mengantar kepada cinta terhadap Allah. Karena
bagaimanapun, hanya karena kebaikan Allah tercipta alam semesta ini. Meski
seseorang mungkin tidak langsung merasakannya, kebaikan Allah yang menciptakan
seluruh alam semesta ini menunjukkan bahwa Allah memang pantas untuk dicintai.
Keempat,
cinta kepada setiap keindahan. Segala yang indah tentu disukai, baik yang
bersifat lahiriah maupun batiniah. Lagu yang indah dirasakan oleh telinga.
Wajah yang cantik diserap oleh mata. Namun keindahan sifat dan perilaku serta
kedalaman ilmu, juga membuat seorang Imam Syafi’i, misalnya, dicintai oleh
banyak orang. Meskipun mereka tidak tahu apakah wajah dan penampilan Imam
Syafi’i betul-betul menarik atau tidak. Keindahan yang terakhir inilah yang
merupakan keindahan batiniah. Keindahan yang bersifat batiniah inilah yang
lebih kuat daripada keindahan yang bersifat lahiriah. Keindahan fisik dan
lahiriah bisa rusak dan sirna, namun keindahan batiniah relatif lebih kekal.
Pada
gilirannya, segala keindahan itu pun akan berujung pada keindahan Tuhan yang
sempurna. Namun keindahan Tuhan adalah keindahan rohaniah yang hanya dapat
dirasakan oleh mata hati dan cahaya batin. Orang yang betul-betul menyadari
betapa Tuhan Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan segala sifat kesempurnaan melekat
dalam Zat-Nya, maka tak ayal ia pun akan menyadari betapa indahnya Tuhan,
sehingga sangat pantas Tuhan untuk dicintai.
Kelima,
kesesuaian dan keserasian. Jika sesuatu menyerupai sesuatu yang lain, maka akan
timbul ketertarikan antara keduanya. Seorang anak kecil cenderung lebih bisa
akrab bergaul dengan sesama anak kecil. Seorang dosen tentu akan mudah berteman
dengan sesama dosen daripada dengan seorang tukang becak. Ketika dua orang
sudah saling mengenal dengan baik, maka tentu terdapat kesesuaian antara
keduanya. Berangkat dari kesesuaian dan keserasian inilah akhirnya muncul
cinta. Sebaliknya, jika dua orang tidak saling mengenal, kemungkinan besar
karena memang terdapat perbedaan dan ketidakcocokan antara keduanya. Karena
ketidakcocokan dan perbedaan pula akan muncul tidak suka atau bahkan benci.
Dalam
konteks kesesuaian dan keserasian inilah, cinta kepada Tuhan akan muncul. Meski
demikian, kesesuaian yang dimaksud ini bukanlah bersifat lahiriah seperti yang
diuraikan di atas, namun kesesuaian batiniah. Sebagian hal tentang kesesuaian
batiniah ini merupakan misteri dalam dunia tasawuf yang menurut al-Ghazali
tidak boleh diungkapkan secara terbuka. Sedangkan sebagian lagi boleh
diungkapkan, seperti bahwa seorang hamba boleh mendekatkan diri kepada Tuhan
dengan meniru sifat-sifat Tuhan yang mulia, misalnya ilmu, kebenaran, kebaikan,
dan lain-lain.
Terkait
dengan sebab keserasian dan kecocokan ini, satu hal yang perlu digarisbawahi
adalah bahwa Allah tidak akan pernah ada yang mampu menandingi atau
menyerupainya. Keserasian yang terdapat dalam jiwa orang-orang tertentu yang
dipilih oleh Allah, sehingga ia mampu mencintai Allah dengan sepenuh hati,
hanyalah dalam arti metaforis (majazi). Keserasian tersebut adalah wilayah
misteri yang hanya diketahui oleh orang-orang yang betul-betul mengalami cinta
ilahiah.
RABI’AH
AL-ADAWIYAH, Perintis Cinta Tasawuf.
Sosok
sufi perempuan ini sangat dikenal dalam dunia tasawuf. Ia hidup di abad kedua
Hijriah, dan meninggal pada tahun 185 H. Meski ia hidup di Bashrah sebagai
seorang hamba sahaya dari keluarga Atiq, hal itu tidak menghalanginya tumbuh
menjadi seorang sufi yang disegani di zamannya, bahkan hingga di zaman modern
sekarang ini.
Corak
tasawuf Rabi’ah yang begitu menonjolkan cinta kepada Tuhan tanpa pamrih apapun
merupakan suatu corak tasawuf yang baru di zamannya. Pada saat itu, tasawuf
lebih didominasi corak kehidupan zuhud (asketisme) yang sebelumnya dikembangkan
oleh Hasan al-Bashri yang mendasarkan ajarannya pada rasa takut (khauf) kepada
Allah. Corak tasawuf yang dikembangkan oleh Rabi’ah tersebut kelak membuatnya
begitu dikenal dan menduduki posisi penting dalam dunia tasawuf.
Sedemikian
tulusnya cinta kepada Allah yang dikembangkan oleh Rabi’ah, bisa dilihat,
misalnya, dalam sebuah munajat yang ia panjatkan: “Tuhanku, sekiranya aku
beribadah kepada-Mu karena takut neraka-Mu, biarlah diriku terbakar api jahanam.
Dan sekiranya aku beribadah kepada-Mu karena mengharap surga-Mu, jauhkan aku
darinya. Tapi, sekiranya aku beribadah kepada-Mu hanya semata cinta kepada-Mu,
Tuhanku, janganlah Kauhalangi aku melihat keindahan-Mu yang abadi”.
Saking
besar dan tulusnya cinta Rabi’ah kepada Allah, maka seolah cintanya telah
memenuhi seluruh kalbunya. Tak ada lagi tersisa ruang di hatinya untuk
mencintai selain Allah, bahkan kepada Nabi Muhammad sekalipun. Pun, tak ada
ruang lagi di kalbunya untuk membenci apapun, bahkan kepada setan sekalipun.
Seluruh hatinya telah penuh dengan cinta kepada Tuhan semata. Hal ini juga
Rabi’ah tunjukkan dengan memutuskan untuk tidak menikah sepanjang hidupnya,
karena ia menganggap seluruh diri dan hidupnya hanya untuk Allah semata.
Doktrin-doktrin
Mahabbah.
Pertama,
Makna Cinta di Kalangan Sufi. Dalam tasawuf, konsep cinta (mahabbah) lebih
dimaksudkan sebagai bentuk cinta kepada Tuhan. Meski demikian, cinta kepada
Tuhan juga akan melahirkan bentuk kasih sayang kepada sesama, bahkan kepada
seluruh alam semesta. Hal ini bisa dilacak pada dalil-dalil syara’, baik dalam
Alquran maupun hadis yang menunjukkan tentang persoalan cinta.
Secara
terminologis, sebagaimana dikatakan al-Ghazali, cinta adalah suatu
kecenderungan terhadap sesuatu yang memberikan manfaat. Apabila kecenderungan
itu mendalam dan menguat, maka ia dinamakan rindu. Sedangkan sebaliknya, benci
adalah kecenderungan untuk menghindari sesuatu yang menyakiti. Apabila
kecenderungan untuk menghindari itu mendalam dan menguat, maka ia dinamakan
dendam.
Menurut
Abu Yazid al-Busthami mengatakan bahwa cinta adalah menganggap sedikit milikmu
yang sedikit dan menganggap banyak milik Dzat yang kau cintai. Sementara Sahl
bin Abdullah al-Tustari menyatakan bahwa cinta adalah melakukan tindak-tanduk
ketaatan dan menghindari tindak-tanduk kedurhakaan. Bagi al-Junaid, cinta
adalah kecenderungan hati. Artinya, kecenderungan hati seseorang kepada Allah
dan segala milik-Nya tanpa rasa beban.
Kedua,
Cinta Sejati adalah Cinta kepada Allah. Bagi al-Ghazali, orang yang mencintai
selain Allah, tapi cintanya tidak disandarkan kepada Allah, maka hal itu karena
kebodohan dan kepicikan orang tersebut dalam mengenal Allah. Cinta kepada
Rasulullah saw., misalnya, adalah sesuatu yang terpuji karena cinta tersebut
merupakan manifestasi cinta kepada Allah. Hal itu karena Rasulullah adalah
orang yang dicintai Allah. Dengan demikian, mencintai orang yang dicintai oleh
Allah, berarti juga mencintai Allah itu sendiri. Begitu pula semua bentuk cinta
yang ada. Semuanya berpulang kepada cinta terhadap Allah.
Jika
sudah dipahami dan disadari dengan baik lima sebab timbulnya cinta yang telah
diuraikan al-Ghazali sebelumnya, maka juga bisa disadari bahwa hanya Allah yang
mampu mengumpulkan sekaligus kelima faktor penyebab cinta tersebut. Kelima
faktor penyebab tersebut terjadi pada diri manusia hanyalah bersifat metaforis
(majazi), dan bukanlah hakiki. Hanya Allah Yang Maha Sempurna. Ia tidak
bergantung kepada apapun dan siapa pun. Kesempurnaan itulah yang akan
mengantarkan seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta terhadap Allah.
Ketiga,
Mahabbah: antara Maqam dan Hal
Sebagaimana
diketahui, dalam terminologi tasawuf ada istilah maqam (tingkatan) dan hal
(keadaan, kondisi kejiwaan). Menurut as-Sarraj ath-Thusi dalam kitabnya al-Luma’,
maqam merujuk kepada tingkatan seorang hamba di depan Tuhan pada suatu tingkat
yang ia ditempatkan di dalamnya, berupa ibadah, mujahadah, riyadhah, dan
keterputusan (inqitha’) kepada Allah. Sedangkan hal adalah apa yang terdapat di
dalam jiwa atau sesuatu keadaan yang ditempati oleh hati. Sementara menurut
al-Junaid, hal adalah suatu “tempat” yang berada di dalam jiwa dan tidak
statis.
Menurut
al-Ghazali, cinta kepada Allah (mahabbah) merupakan tingkatan (maqam) puncak
dari rangkaian tingkatan dalam tasawuf. Tak ada lagi tingkatan setelah mahabbah
selain hanya sekedar efek sampingnya saja, seperti rindu (syauq), mesra (uns),
rela (ridla), dan sifat-sifat lain yang serupa. Di samping itu, tidak ada satu
tingkatan pun sebelum mahabbah selain hanya sekedar pendahuluan atau pengantar
menuju ke arah mahabbah, seperti taubat, sabar, zuhud, dan lain-lain. Cinta
sebagai maqam merupakan maqam cinta ilahi.
Keempat,
Tingkatan Cinta. Dilihat dari segi orangnya, cinta kepada Tuhan terbagi menjadi
tiga macam cinta. Pertama, cinta orang-orang awam. Cinta seperti ini muncul
karena kebaikan dan kasih sayang Tuhan kepada mereka. Ciri-ciri cinta ini
adalah ketulusan dan keteringatan (zikir) yang terus-menerus. Karena jika orang
mencintai sesuatu, maka ia pun akan sering mengingat dan menyebutnya. Kedua,
cinta orang-orang yang shadiq dan mutahaqqiq. Cinta mereka ini timbul karena
penglihatan mata hati mereka terhadap kekayaan, keagungan, kebesaran,
pengetahuan dan kekuasaan Tuhan. Ciri-ciri cinta ini adalah “terkoyaknya tabir”
dan “tersingkapnya rahasia” Tuhan. Selain itu, ciri lain adalah lenyapnya
kehendak serta hilangnya semua sifat (kemanusiaan dan keinginan duniawi). Ketiga,
cinta orang-orang shiddiq dan arif. Cinta macam ini timbul dari penglihatan dan
pengenalan mereka terhadap ke-qadim-an Cinta Tuhan tanpa sebab (illat) apapun. Sifat
cinta ini adalah terputusnya cinta dari hati dan tubuh sehingga cinta tidak
lagi bersemayam di dalamnya, namun yang bersemayam hanyalah segala sesuatu
dengan dan untuk Allah.
Dengan
pecapaian cintanya kepada Khaliqnya, simaklah bagaimana do’a Semar yang
diucapkan bersama santri-santri Sultan Aulia Syeikh Muhyidin Abdul Qodir
Al-Jailani Qaddasallahu Sirrahu, yang sudah mewariskan Kitab Sirru Asrar
tersebut kepadanya: "Aku pertaruhkan Allah akan agama, amanah dan
kesudahan amalan kami. Wahai Tuhanku! Engkaulah teman didalam perjalanan hidup kami
dan Engkaulah pengganti keluarga, harta, anak dan sahabat-sahabat kami! Wahai
Tuhanku! Kami bermohon kepada Engkau didalam perjalanan hidup kami ini, akan
kebajikan dan taqwa dan daripada amalan, akan apa yang Engkau relai! Wahai
Tuhanku! Bahwa kami bermohon pada Engkau, akan Engkau lipatkan bumi yang kami
jalani dan Engkau mudahkan kepada kami perjalanan, memberikan rezeki didalam
perjalanan kami akan keselamatan badan, agama dan harta. Engkau sampaikan akan
kami kerumah Engkau dan berziarah kekuburan Nabi Engkau Muhammad saw.! Wahai
Tuhanku! Bahwa kami berlindung dengan Engkau daripada kesusahan perjalanan,
kedukaan berpindah dan penglihatan yang buruk pada keluarga, harta, anak dan
sahabat! Wahai Tuhanku! Jadikanlah akan kami didalam pemeliharaanMu dan jangan
Engkau tinggalkan akan kami dari ni'mat Engkau dan jangan Engkau robahkan apa
yang ada pada kami daripada ke'afiatan Engkau.
Dengan
nama Allah, kami bertawakkal kepada Allah. Tiada daya dan upaya, selain dengan
Allah. Wahai Tuhanku! Kami berlindung dengan Engkau, daripada sesat atau
menyesatkan, daripada hina atau menghinakan, daripada tergelincir atau
menggelincirkan, daripada aniaya atau dianiayakan, daripada bodoh atau
dibodohkan akan kami! Wahai Tuhanku! Sesungguhnya kami tiada keluar karena
kebanggaan, tiada karena kebesaran, tiada karena ria dan tiada karena
memperdengarkan kepada orang. Tetapi kami keluar karena menjaga dari kemurkaan
Engkau, mengingini kerelaan Engkau, menunaikan fardlu dari Engkau, mengikuti
sunnah Nabi Engkau dan rindu bertemu dengan Engkau.
Wahai
Tuhanku! Dengan Engkau kami berjalan, kepada Engkau kami bertawakkal, pada
Engkau, kami meminta pemeliharaan dan kepada Engkau, kami menghadapkan diri!
Wahai Tuhanku! Engkaulah kepercayaan kami, Engkaulah harapan kami, maka
cukupkanlah akan kami, apa yang kami cita-citakan dan apa yang tidak kami
cita-citakan dan apa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada kami! Amat
mulialah pemeliharaanMu, amat tinggilah pujianMu, tiada Tuhan yang disembah,
selain Engkau! Wahai Tuhanku! Anugerahilah akan kami perbekalan taqwa!
Ampunilah akan dosaku! Hadapkanlah akan kami kepada kebajikan, kemana saja kami
hadapkan diri!.
Dengan
nama Allah kami memulai perjalanan dengan kendaraan taqwa ini. Dengan
pertolongan Allah, dan Allah Mahabesar, kami bertawakkal kepada Allah. Tiada
daya dan upaya, selain dengan Allah yang maha-tinggi, lagi maha-besar. Apa yang
dikehendaki Allah, adalah dia dan apa yang tiada dikehendakiNya, tidak adalah
dia. Mahasuci Tuhan yang memudahkan bagi kami ini, sedang kami tiada kuasa
padanya. Dan sesungguhnya kami kembali kepada Tuhan kami! Wahai Tuhanku! Kami
hadapkan wajah kepada Engkau, kami serahkan urusan kami kepada Engkau!
Engkaulah cukup bagi kami dan sebaik-baik tempat menyerahkan hal.
Segala
pujian bagi Allah yang telah menunjukkan bagi kami ini dan tidak adalah kami
memperoleh petunjuk, jikalau tidaklah kami diberi petunjuk oleh Allah! Wahai
Tuhanku! Engkaulah yang menanggung diatas belakang kendaraan taqwa kami dan
Engkaulah tempat meminta tolong diatas segala perbuatan kami.
Wahai
Tuhanku, Tuhan tujuh petala langit dan apa yang dinaunginya dan Tuhan tujuh
petala bumi dan apa yang didalamnya dan Tuhan bagi segala setan dan apa yang
disesatkannya. Tuhan bagi segala angin dan apa yang diterbangkannya! Tuhan
segala laut dan apa diberlalukannya! Kami bermohon padamu akan kebajikan tempat
turun ini dan kebajikan bagi penduduknya. Kami berlindung denganMu daripada
kejahatan tempat turun ini dan kejahatan segala isinya! Jauhkanlah daripada kami
akan jahatnya kejahatan mereka.
Kami
berlindung dengan kalimah Allah yang sempurna, yang tiada dilampaui akan dia
oleh orang yang baik dan orang yang jahat, dan kejahatan segala yang
dijadikanNya.
Hai
bumi Tuhanku dan Tuhanmu itu Allah! Kami berlindung dengan Allah daripada
kejahatanmu dan kejahatan segala yang ada padamu dan kejahatan barang yang
melata-lata diatasmu! Kami berlindung dengan Allah dari kejahatan segala makhluk
dan kejahatan penduduk negeri, dan kejahatan yang beranak dan yang
diperanakkan. Bagi Allah segala yang diam pada malam dan siang. Dia
maha-mendengar dan maha-tahu.
Dengan
nama Allah, apa yang dikehendaki oleh Allah, tiada upaya melainkan dengan
Allah. Memadailah Allah akan kami. Kami bertawakkal kepada Allah, apa yang
dikehendaki Allah, tiada yang mendatangkan kebajikan melainkan Allah. Apa yang
dikehendaki Allah, tiada yang memalingkan dari kejahatan, melainkan Allah.
Memadailah Allah akan kami dan mencukupilah. Allah mendengar akan siapa yang
berdo'a. Tiadalah dibelakang Allah, tempat penghabisan. Dan tiadalah selain
Allah tempat menyandaran diri. Disuratkan oleh Allah didalam firmanNya, bahwa
Akulah dan Rasul-rasul Akulah yang menang, bahwa Allah yang mahakuat, lagi
mahamulia. Kami memohonkan pemeliharaan pada Allah yang mahabesar dan meminta
pertolongan pada Yang Hidup, yang tidak mati. Wahai Tuhan kami. Peliharalah
akan kami dengan MataMu yang tidak tidur dan lindungilah kami dengan kekuatanMu
yang tiada putus-putusnya! Wahai Tuhanku! Anugerahilah rahmat kepada kami
dengan qudratMu kepada kami maka kami tidak binasa. Engkaulah kepercayaan dan
harapan kami? Wahai Tuhanku! Anugerahilah kepada kami kasih-sayang didalam
hati-segala hambaMu yang pria dan yang wanita, dengan kasih sayang dan belas
kasihan. Sesungguhnya Engkau yang maha-pengasih dan segala yang kasih.
Mahasuci
Allah yang mempunyai kerajaan yang mahakudus, Tuhan bagi segala malaikat dan
roh, Engkau anugerahkan kebesaran akan tujuh petala langit dengan kemuliaan dan
kebesaran". Semar mengatupkan kedua telapaknya menyembah hormat qiblat
Ka’bah, setelah mengakhiri do’anya diaminkan Togog dan santri-satri Tuan Syekh.
Salam
Semar kepada Rasulullah saw. kerinduannya kepadanya karena dia tidak diizinkan
menembus lorong waktu kembali kemasa Rasulullah hidup, maka Semar
mengekspresikannya dengan mengucapkan salam dalam do’anya: "Salam kepadamu
wahai Rasulu’llah! Salam kepadamu wahai Nabi Allah! Salam kepadamu wahai
kepercayaan Allah! Salam kepadamu wahai kekasih Allah! Salam kepadamu wahai
yang dibersihkan Allah! Salam kepadamu wahai pilihan Allah! Salam kepadamu wahai
Ahmad! Salam kepadamu wahai Muhammad! Salam kepadamu wahai ayah Al-Qasim! Salam
kepadamu wahai penghapus kesalahan! Salam kepadamu wahai pengganti orang
sebelumnya! Salam kepadamu wahai penghimpun! Salam kepadamu wahai pembawa kabar
gembira! Salam kepadamu wahai pembawa kabar takut! Salam kepadamu wahai yang
sangat bersih! Salam kepadamu wahai yang bersih! Salam kepadamu wahai yang
termulia dari anak Adam! Salam kepadamu wahai penghulu dari segala rasul! Salam
kepadamu wahai kesudahan segala nabi! Salam kepadamu wahai Rasul Tuhan seru
sekalian alam! Salam kepadamu wahai pahlawan kebajikan! Salam kepadamu wahai
pembuka kebaikan! Salam kepadanmu wahai Nabi kerahmatan! Salam kepadamu wahai
penunjuk umat! Salam kepadamu wahai pahlawan yang gilang-gemilang! Salam
kepadamu dan kepada kaum keluargamu yang telah dihilangkan Allah dari mereka
kekotoran dan disucikan mereka dengan kebersihan! Salam kepadamu dan kepada
para shahabatmu yang baik-baik dan kepada para isterimu yang suci -ibu
orang-orang mu'min! Dibalasi engkau oleh Allah daripada kami, yang lebih utama
daripada apa yang dibalasirrya akan seorang nabi dan kaumnya dari seorang rasul
dan umatnya. Diberi rahmat oleh Allah kepadamu, tiap kali disebut akan kamu
oleh orang-orang yang menyebutkan dan tiap kali dilupakan akan kamu oleh
orang-orang yang melupakan. Diberi rahmat oleh Allah kepadamu dalam orang-orang
yang dahulu dan orang-orang yang kemudian, seutama, sesempurna, setinggi,
semulia, sebaik dan sesuci apa yang telah diberikan rahmat olehNya kepada seseorang
daripada makhlukNya, sebagaimana la melepaskan kami dengan sebabmu daripada
kesesatan dan la menganugerahkan kami dapat melihat dengan sebabmu, daripada
kebutaan dan ditunjukiNya kami dengan sebabmu daripada kebodohan. Kami mengaku
bahwa tiada Tuhan yang disembah, selain Allah yang Mahaesa, tiada sekutu
bagiNya. Dan kami mengaku bahwa engkau hambaNya, RasulNya, kepercayaanNya,
kebersihanNya, pilihanNya, dari makhlukNya. Kami mengaku bahwa engkau telah
engkau sampaikan kerasulan (risalah), telah engkau laksanakan kepercayaan
(amanah), telah engkau nasehatkan umat, telah engkau berjihad dengan musuhmu,
telah engkau tunjuki umatmu dan telah engkau berbakti kepada Tuhanmu, sehingga
datanglah kepadamu keyakinan. Maka diberi rahmat oleh Allah kepadamu dan kepada
kaum keluargamu yang baik-baik, diberiNya kesejahteraan, kemuliaan,
kedermawanan dan kebesaran".
Kemudian
mundur, kira-kira sehasta, lalu memberi salam kepada Abubakar Ash-Shiddiq ra.,
Umar ra., kepada Al-Faruq Umar ra., dan Ali ra.
“Ya
Allah Tuhanku! Sesungguhnya kami telah mendengar firmanMu, kami ta'ati
perintahMu dan kami maksudkan akan NabiMu, dimana kami memohonkan syafa'at
dengan sebabnya kepadamu pada segala dosa kami dan barang yang memberatkan
belakang kami daripada segala dosa kami yang bertobat dan kesalahan kami, yang
mengakui dengan segala kesalahan dan keteledoran kami. Maka terimalah tobat
wahai Tuhanku kepada kami, berikanlah akan NabiMu ini syafa'at pada kami dan
tinggikanlah akan kami disebabkan kedudukannya pada sisiMu dan haknya padamu!
Ya Allah Tuhanku! Ampunilah segala orang
muhajirin dan anshar! Ampunilah kami dan segala saudara kami yang telah
mendahului kami dengan beriman!".
Selesai
mengucapkan do’a kepada Allah serta kepada Nabi Muhammad saw. beserta para
Shahabat, dengan seketika tubuh Semar dan Togog berpendar memancarkan
sinar-sinar aneh lembut dan tidak menyilaukan. Tubuh keduanya perlahan-lahan berubah
transparan digantikan pemandangan alam semesta tujuh petala langit dan bumi.
Keadaan sekeliling keduanyapun berubah-rubah memperlihatkan pemandangan seluruh
langit dan bumi. Para santri yang turut mengaminkan do’a Semar, menjadi riuh,
karena mereka merasa sudah tidak berpijak di bumi lagi. Melainkan terbang
melayang ke seantero alam. Suatu pemandangan dan peristiwa yang disuguhkan
Allah SWT. bagi orang-orang pilihannya. Para santri serempak bersujud memuji
mengagungkan Allah ‘Azza wa Jalla.
Semar
dan Togogpun amat bersyukur proses ittihad dan al-hulul tidak berlangsung lama,
perlahan-lahan situasi gaib itu kembali normal. Namun kini yang berubah adalah
perasaan hati keduanya. Memang keduanya sudah memiliki berbagai macam kesaktian
diatas para Dewa seantero alam semesta. Namun kini perasaan lahir dan
berkembang adalah perasaan lain, mereka merasa tubuh mereka bukan lagi milik
mereka sepenuhnya. Sudah ada yang Maha Tinggi mengganti dan menempati wadag
hingga sanubari mereka. Mereka adalah Dewa-dewa yang mempunyai kemampuan meraga
sukma kepada semua jenis makhluk dan semua jenis benda, menapaki seluruh
dimensi alam semesta. Tapi kini mereka dihadapkan kepada suatu ‘meraga sukma’
jenis lain oleh Pencipta Alam Semesta. Seketika Semar mengajak Togog untuk
bersujud seperti yang sudah diajarkan Nabi saw. dan para ulama penerus Nabi
saw.
Berikut
isi Kitab Sirrur Asrar karya Sultan Aulia Al-Gauts Al-A’zham Syeikh Muhyidin
Abdul Qodir Al-Jailani Qaddasallahu Sirrahu.
KITAB
SIRRUL ASRAR.
PENGENALAN
Segala puji dan puja untuk
Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Dia yang mengumpul
segala pengetahuan di dalam Zat-Nya dan
Dia jugalah Pencipta segala pengetahuan
dengan keabadian. Segala kewujudan bersumberkan Wujud-Nya. Segala puji bagi
Allah lantaran Dia menghantarkan Al-Qur’an yang mulia yang mengandungi di dalamnya sebab-sebab ia
diturunkan yaitu untuk memperingatkan manusia tentang Allah. Dihantarkan-Nya
kepada pembimbing yang memandu manusia pada jalan yang benar dengan yang paling Perkasa di antara agama-agama. Selawat dan salam ke atas Nabi
Muhammad saw. yang tidak diajar oleh makhluk tetapi diajar oleh-Nya sendiri.
Baginda saw. adalah nabi-Nya yang terakhir, penyambung terakhir pada rantaian
kenabian yang diutus kepada dunia yang
sedang hanyut di dalam huru-hara, yang paling mulia di kalangan nabi-nabi-Nya,
dimuliakan dengan kitab suci yang paling
suci dan paling mulia. Keturunan baginda saw. adalah pembimbing bagi
orang-orang yang mencari. Sahabat-sahabat baginda saw. adalah pilihan dari
kalangan orang yang baik-baik dan murah hati. Semoga kesejahteraan dan keberkatan yang melimpah-limpah dikurniakan kepada ruh-ruh
mereka.
Tentu sekali yang paling berharga di antara yang
berharga, paling tinggi, permata yang tidak ternilai, barang perniagaan
yang paling menguntungkan manusia, adalah ilmu pengetahuan. Hanya dengan hikmah
kebijaksanaan kita boleh mencapai keesaan Allah, Tuhan sekalian alam. Hanya
dengan hikmah kebijaksanaan kita boleh mengikuti rasul-rasul-Nya dan
nabi-nabi-Nya. Orang yang berpengetahuan, yang bijaksana, adalah
hamba-hamba Allah yang tulen yang Dia pilih untuk menerima perutusan Ilahi. Dia
lebihkan mereka daripada yang
lain semata-mata dengan kebaikan rahmat-Nya yang Dia curahkan kepada mereka. Mereka
adalah pewaris nabi- nabi,
pembantu-pembantu mereka, yang dipilih oleh rasul-rasul-Nya untuk menjadi
khalifah kepada sekalian manusia. Mereka berhubungan dengan nabi-nabi dengan
perasaan yang amat seni dan kebijaksanaan yang sangat
tinggi.
Allah Yang Maha Tinggi memuji orang-orang yang memiliki hikmah kebijaksanaan: "Kemudian Kami wariskan Kitab itu
kepada mereka yang Kami pilih daripada hamba-hamba Kami, tetapi sebagian
daripada mereka menganiayai diri mereka
sendiri, dan sebagian daripada mereka cermat, dan sebagian daripada mereka ke
hadapan dalam kebajikan-kebajikan dengan izin Allah, yang demikian adalah kurniaan yang
besar". ( Surat Fatir,
ayat 32).
Nabi Muhammad saw.
bersabda: "Pemegang hikmah
kebijaksanaan adalah pewaris nabi-nabi.
Penduduk langit mengasihi mereka dan di
atas muka bumi ini ikan-ikan di laut bertasbih untuk mereka
hingga kepada hari kiamat".
Dalam ayat lain Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
"Tidak takut kepada
Allah daripada hamba-hamba-Nya melainkan orang-orang yang berilmu Pengetahuan" (Surat
Fatir, ayat 28).
Nabi Muhammad saw.
bersabda: "Pada hari pembalasan,
Allah akan mengumpulkan sekalian
manusia, kemudian mengasingkan yang berilmu di antara mereka dan berkata kepada mereka: ‘Wahai
orang-orang yang berilmu. Aku kurniakan kepada kamu ilmu-Ku karena Aku
mengenali kamu. Tidak aku kurniakan hikmah kebijaksanaan kepada kamu untuk Aku
hukumkan kamu pada hari ini. Masuklah ke dalam
syurga-syurga-Ku. Aku telah ampunkan kamu' ".
Segala puji milik Allah,
Tuhan sekalian alam lantaran Dia kurniakan maqam yang tinggi kepada hamba-hamba-Nya yang taat dan
memelihara mereka daripada dosa dan menyelamatkan mereka daripada disiksa. Dia
berkati ahlul hikmah dengan menghampiri mereka.
Sebagian daripada
murid-murid kami meminta supaya kami sediakan sebuah buku yang memadai buat
mereka. Sesuai dengan permintaan dan keperluan mereka kami siapkan buku yang ringkas ini.
Semoga ia dapat mengobati dan memuaskan
mereka serta yang lain juga. Kami
namakan buku ini "Sirr al-asrar fi
ma yahtaju Ilahi al-abrar" atau "rahasia
dalam rahasia-rahasia yang Kebenarannya sangat
diperlukan". Dalam pekerjaan ini kenyataan di dalam kepercayaan dan perjalanan kami dibukakan.
Setiap orang memerlukannya.
Dalam menyampaikan hasil kerja ini kami bagikannya kepada
24 bab karena terdapat 24 huruf di
dalam pengakuan suci "Laa ilaha
illallah, Muhammadun rasulu llah" dan juga terdapat 24 jam dalam satu
hari.
PERMULAAN PENCIPTAAN
Semoga Allah SWT.
memberikan kamu kejayaan di dalam amalan-amalan kamu yang disukai-Nya dan
Semoga kamu memperolehi keredaan-Nya. Fikirkan, tekankan kepada pemikiran kamu
dan fahamkan apa yang aku katakan.
Allah Yang Maha Tinggi
pada permulaannya menciptakan cahaya Muhammad daripada cahaya suci
Keindahan-Nya. Dalam hadis Qudsi Dia berfirman: "Aku ciptakan ruh Muhammad
daripada cahaya Wajah-Ku".
Ini dinyatakan juga oleh
Nabi Muhammad saw. dengan sabdanya:
"Mula-mula Allah ciptakan ruhku. Pada permulaannya diciptakan-Nya sebagai ruh
suci".
"Mula-mula Allah ciptakan qalam".
"Mula-mula Allah ciptakan akal".
Apa yang dimaksudkan sebagai ciptaan permulaan itu
ialah ciptaan hakikat kepada Nabi Muhammad saw., Kebenaran tentang Muhammad
yang tersembunyi. Dia juga diberi nama
yang indah-indah. Dia dinamakan nur, cahaya suci, karena dia dipersucikan dari
kegelapan yang tersembunyi di bawah sifat jalal Allah. Allah Yang Maha Tinggi
berfirman: "Sesungguhnya telah
datang kepada kamu dari Allah, cahaya
dan kitab yang menerangkan".
(Al-Maaidah, ayat 15).
Dia dinamakan akal yang
meliputi (akal universal) karena dia telah melihat dan mengenali
segala-galanya. Dia dinamakan qalam karena dia menyebarkan hikmah dan ilmu dan
dia mencurahkan ilmu ke dalam
huruf-huruf.
Roh Muhammad adalah zat
atau hakikat kepada segala kejadian, permulaan dan kenyataan alam maya. Baginda
saw. menyatakan hal ini dengan sabdanya: "Aku
daripada Allah dan sekalian yang lain daripadaku". Allah Yang Maha
Tinggi menciptakan sekalian roh-roh daripada roh baginda saw. di dalam alam kejadian yang pertama, dalam bentuk yang
paling baik.
'Muhammad' adalah nama
kepada sekalian kemanusiaan di dalam alam arwah. Dia adalah sumber, asal usul
dan kediaman bagi sesuatu dan segala-galanya.
Empat ribu tahun selepas
diciptakan cahaya Muhammad, Allah ciptakan arasy daripada cahaya mata Muhammad.
Dia ciptakan makhluk yang lain daripada arasy.
Kemudian Dia hantarkan roh-roh turun kepada peringkat penciptaan yang
paling rendah, kepada alam kebendaan,
alam jirim dan badan.
"Kemudian Kami
turunkan ia kepada peringkat yang paling rendah" .
(Surat Tin, ayat 15)
Dia hantarkan cahaya itu
daripada tempat ia diciptakan, dari alam lahut, yaitu alam kenyataan bagi Zat
Allah, bagi keesaan, bagi wujud mutlak, kepada alam nama-nama Ilahi, kenyataan
sifat-sifat Ilahi, alam bagi akal asbab
kepunyaan roh yang meliputi (roh universal). Di sana Dia pakaikan roh-roh
itu dengan pakaian cahaya. Roh-roh ini
dinamakan 'roh pemerintah'. Dengan berpakaian cahaya mereka turun kepada alam
malaikat. Di sana mereka dinamakan 'roh rohani'. Kemudian Dia arahkan mereka
turun kepada alam kebendaan, alam jirim, air dan api, tanah dan angin dan mereka
menjadi 'roh manusia'. Kemudian daripada dunia ini Dia dptakan tubuh
yang berdaging, berdarah.
"Kemudian Kami jadikan kamu dan kepadanya kamu akan
dikembalikan dan daripadanya kamu akan dibangkitkan sekali lagi". (Surat
Ta Ha, ayat 55).
Selepas
peringkat-peringkat ini Allah memerintahkan roh-roh supaya memasuki badan-badan
dan dengan kehendak-Nya mereka pun
masuk.
"Maka apabila
Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiup padanya roh-Ku ... ".
(Surat Shad, ayat 72).
Sampai masanya roh-roh itu
terikat dengan badan, dengan darah dan
daging dan lupa kepada asal usul
kejadian dan perjanjian mereka. Mereka lupa tatkala Allah ciptakan mereka pada
alam arwah Dia telah bertanya kepada mereka: "Adakah aku Tuhan kamu?
Mereka telah menjawab: Iya,
bahkan!".
Mereka lupa kepada ikrar mereka. Mereka
lupa kepada asal usul mereka,
lupa juga kepada jalan untuk kembali kepada tempat asal mereka. Tetapi
Allah Maha Penyayang, Maha Pengampun,
sumber kepada segala keselamatan dan pertolongan bagi sekalian hamba-hamba-Nya,
Dia mengasihani mereka lalu Dia hantarkan kitab-kitab suci dan rasul-rasul
kepada mereka untuk mengingatkan mereka
tentang asal usul mereka.
"Dan Sesungguhnya Kami
telah utuskan Musa (membawa) ayat-ayat Kami (sambil Kami mengatakan):
‘hendaklah kamu keluarkan kaum kamu dari
kegelapan kepada cahaya, dan ingatkan
mereka kepada hari-hari Allah’ ". (Surat
Ibrahim, ayat 5).
Yaitu 'ingatkan roh-roh
tentang hari-hari di mana mereka tidak terpisah dengan Allah'. Ramai
rasul-rasul telah datang ke dunia ini, melaksanakan tugas mereka dan kemudian
meninggalkan dunia ini. Tujuan semua itu adalah membawa kepada manusia
perutusan, peringatan serta menyadarkan manusia dari kelalaian mereka.
Tetapi mereka yang mengingati-Nya, yang kembali kepada-Nya, manusia
yang ingin kembali kepada asal usul
mereka, menjadi semakin berkurangan dan terus berkurangan ditelan zaman.
Nabi-nabi terus diutuskan
dan perutusan suci berkelanjutan sehingga muncul roh Muhammad yang mulia,
yang terakhir di kalangan nabi-nabi,
yang menyelamatkan manusia daripada kehancuran dan kelalaian. Allah Yang Maha
Tinggi mengutuskannya untuk membuka mata manusia yaitu membuka mata hati
yang ketiduran. Tujuannya ialah
mengejutkan manusia dari kelalaian dan ketidaksadaran dan untuk menyatukan
mereka dengan keindahan yang abadi, dengan penyebab, dengan Zat Allah. Allah
berfirman:
"Katakan: Inilah jalanku yang aku dan orang-orang yang mengikuti daku kepada Allah dengan pandangan
yang jelas (basirah)". (Surat Yusuf, ayat 108).
Ia menyatakan jalan Nabi
Muhammad saw. Baginda saw. dalam menunjukkan tujuan kita telah bersabda: "Sahabat-sahabatku adalah umpama
bintang di langit. Siapa saja daripada mereka yang kamu ikuti kamu akan temui
jalan yang benar".
Pandangan yang jelas
(basirah) datangnya daripada mata kepada roh. Mata ini terbuka di dalam jantung
hati orang-orang yang hampir dengan
Allah, yang menjadi sahabat Allah. Semua
ilmu di dalam dunia ini tidak akan mendatangkan pandangan dalam (basirah).
Seseorang itu memerlukan pengetahuan yang
datangnya daripada alam ghaib yang
tersembunyi pengetahuan yang
mengalir daripada kesadaran Ilahi.
"Dan Kami telah ajarkan kepadanya satu ilmu dari sisi Kami
(ilmu laduni)". (Surat Kahfi, ayat 65). Apa yang perlu seseorang lakukan ialah
mencari orang yang mempunyai pandangan
dalam (basirah) yang mata hatinya celik,
dan cetusan serta perangsang daripada orang yang seperti ini adalah perlu. Guru
yang demikian, yang dapat memupuk
pengetahuan orang lain, mestilah seorang yang hampir dengan Allah dan berupaya
menyaksikan alam mutlak.
Wahai anak-anak Adam,
saudara-saudara dan saudari-saudari! Bangunlah dan bertaubatlah karena melalui
taubat kamu akan memohon kepada Tuhan agar
dikaruniakan-Nya kepada kamu hikmah-Nya. Berusaha dan berjuanglah. Allah
memerintahkan: "Dan
berlumba-lumbalah kepada keampunan Tuhan kamu dan syurga yang
lebarnya (seluas) langit dan bumi, yang
disediakan untuk orang-orang yang
berbakti. Yang menderma di waktu senang
dan susah, dan menahan marah, dan memaafkan manusia, dan Allah kasih
kepada mereka yang berbuat
kebajikan". (Surat Imraan,
ayat 133 & 134).
Masuklah kepada jalan itu
dan bergabunglah dengan kafilah kerohanian untuk kembali kepada Tuhan kamu.
Pada satu masa nanti jalan tersebut tidak dapat
dilalui lagi dan pengembara pada jalan tersebut tidak ada lagi. Kita
tidak datang ke bumi ini untuk merusakkan dunia ini. Kita dihantar ke mari
bukan untuk makan, minum dan berak. Roh penghulu kita menyaksikan kita.
Baginda saw. berdukacita melihat keadaan
kamu. Baginda saw. telah mengetahui apa yang akan berlaku kemudian hari apabila
baginda saw. bersabda: "Dukacitaku
adalah untuk umat yang aku kasihi yang
akan datang kemudian".
Apa saja yang datang
kepada kamu datang dalam keadaan salah satu bentuk, secara nyata atau tersembunyi; nyata dalam
bentuk peraturan syarikat dan tersembunyi dalam bentuk hikmah kebijaksanaan
atau makrifat. Allah Yang Maha Tinggi
memerintahkan kita supaya mensejahterakan zahir kita dengan mematuhi peraturan
syarikat dan meletakkan batin kita dalam keadaan yang baik dan teratur dengan memperolehi hikmah kebijaksanaan atau
makrifat. Bila zahir dan batin kita menjadi satu dan hikmah kebijaksanaan atau
makrifat dengan peraturan agama (syarikat) bersatu, seseorang itu sampai kepada
maqam yang sebenarnya (hakikat).
"Dia alirkan dua laut, padahal kedua-duanya bertemu. Antara
dua itu ada dinding yang kedua- duanya tidak mampu melewatinya". (Surat
Imraan, ayat 19 & 20). Kedua-duanya
mesti menjadi satu. Kebenaran atau hakikat tidak akan diperoleh dengan hanya
menggunakan pengetahuan melalui pancaindera dan deria-deria tentang alam kebendaan. Dengan cara tersebut
tidak mungkin mencapai matlamat, sumber, yaitu Zat. lbadat dan penyembahan
memerlukan kedua-duanya yaitu peraturan syarikat dan makrifat. Allah berfirman
tentang ibadat: "Dan tidak Aku
jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdikan diri kepada-Ku".
(Surat Dzaariyat, ayat 56).
Dalam lain perkataan:
“mereka diciptakan supaya mengenali Daku”.
Jika seseorang tidak mengenali-Nya bagaimana dia boleh memuji-Nya dengan
sebenar-benarnya, meminta pertolongan-Nya dan berkhidmat kepada-Nya?
Makrifat yang diperlukan
bagi mengenali-Nya boleh dicapai dengan menyingkap tabir hitam yang menutupi
cermin hati seseorang, menyucikannya sehingga bersih dan mengkilapkannya
sehingga bercahaya. Kemudian perbendaharaan keindahan yang tersembunyi akan
memancar pada rahasia cermin hati.
Allah Yang Maha Tinggi
telah berfirman melalui rasul-Nya:
"Aku adalah
perbendaharaan yang tersembunyi. Aku suka dikenali, lalu Aku ciptakan
makhluk supaya Aku dikenali".
Tujuan suci diciptakan
manusia ialah supaya mereka mengenali Allah, memperoleh makrifat.
Ada dua peringkat makrifat
yang suci. Seseorang itu perlu mengenali sifat-sifat Allah dan dalil-dalil yang
menjadi kenyataan atau penzahiran bagi sifat-sifat tersebut. Satu lagi ialah
mengenali Zat Allah. Di dalam mengenali
sifat-sifat Allah manusia secara zahirnya dapat menikmati kedua-duanya yaitu
dunia dan akhirat. Makrifat yang
memimpin kepada Zat Allah tidak diperolehi dengan diri zahir manusia. Ia
terjadi di dalam jiwa atau roh suci manusia yang berada di dalam dirinya yang zahir ini.
"Dan Kami telah
perkuatkan dia (Isa) dengan roh kudus". (Surat Baqarah, ayat 87).
Orang yang mengenali Zat Allah menemui kuasa ini melalui roh kudus (suci) yang dikurniakan kepada mereka. Kedua-dua makrifat
tersebut diperolehi dengan hikmah kebijaksanaan yang mempunyai dua aspek;
hikmah kebijaksanaan kerohanian yang di
dalam dan pengetahuan zahir tentang benda-benda nyata. Kedua-duanya diperlukan
untuk mendapatkaan kebaikan. Nabi saw. bersabda: "Pengetahuan ada dua bagian. Satu pada lidah yang menjadi dalil tentang kewujudan
Allah, satu lagi di dalam hati manusia.
Inilah yang diperlukan bagi melaksanakan harapan kita".
Pada peringkat permulaannya seseorang itu memerlukan
pengetahuan syarikat. Ini memerlukan
pendidikan yang mengenalkan dalil-dalil luar tentang Zat Allah yang nyata di dalam alam sifat-sifat dan nama-nama
ini. Apabila bidang ini telah sempurna sampailah giliran pendidikan kerohanian
tentang rahasia-rahasia, di mana
seseorang itu masuk ke dalam
bidang makrifat yang murni untuk mengetahui yang sebenarnya (hakikat). Pada peringkat yang
pertama seseorang itu mestilah
meninggalkan segala-galanya yang
tidak dipersetujui oleh syariat malah, kesilapan di dalam melakukan perbuatan yang baik
mestilah dihapuskan. Perbuatan yang baik
mestilah dilakukan dengan cara yang
betul, sebagaimana keperluan pada jalan sufi. Keadaan ini boleh dicapai
dengan melatihkan diri dengan melakukan perkara-perkara yang tidak dipersetujui
oleh ego diri sendiri dan melakukan amalan yang
bertentangan dengan kehendak hawa
nafsu. Berhati-hatilah di dalam
beramal agar amalan itu dilakukan bukan
untuk dipertontonkan atau diperdengarkan kepada orang lain. Semuanya mestilah dilakukan semata-mata
karena Allah, demi mencari keredaan-Nya.
Allah berfirman: "Barangsiapa berharap menemui Tuhannya,
hendaklah dia mengerjakan amal salih dan janganlah dia mempersekutukan sesuatu
dengan Allah dalam ibadatnya kepada
Tuhannya". (Surat Kahfi, ayat
110).
Apa yang diuraikan sebagai daerah makrifat itu adalah
tahap penghabisan bagi daerah kejadian
yang pertama. Ia adalah permulaan dan merupakan rumah yang setiap orang kembali ke sana. Di samalah roh
suci dijadikan. Apa yang dimaksudkan dengan
roh suci adalah roh insan. Ia dijadikan dalam bentuk yang paling baik.
Kebenaran atau hakikat
tersebut telah ditanam di tengah-tengah hati sebagai amanah Allah, diamanahkan kepada manusia agar
disimpan dengan selamat. Ia bangkit dan menyatakan melalui taubat yang sungguh-sungguh dan usaha sebenarnya
mempelajari agama. Keindahannya akan memancar ke permukaan apabila seseorang
itu mengingati Allah terus menerus, mengulangi kalimat "La ilaha
illallah". Pada mulanya kalimat ini diucapkan dengan lidah. Bila hati sudah
hidup ia diucapkan di dalam, dengan hati.
Sufi menggambarkan keadaan
kerohanian yang demikian dengan menganggapnya sebagai bayi, yaitu bayi yang
lahir di dalam hati, dibela dan dibesarkan di sana. Hati memainkan peranan
seperti ibu, melahirkannya, menyusun, memberi makan dan memeliharanya. Jika
anak-anak diajarkan kepakaran keduniaan untuk kebaikannya, bayi hati pula
diajarkan makrifat rohani. Sebagaimana kanak-kanak bersih daripada dosa, bayi
hati adalah tulen, bebas daripada kelalaian, ego dan ragu- ragu. Kesucian bayi
biasanya menyata dalam bentuk zahir yang
cantik. Dalam mimpi, kesucian dan ketulenan bayi hati muncul dalam rupa
malaikat. Manusia berharap mendapat ganjaran syurga sebagai balasan kepada
perbuatan baik tetapi hadiah-hadiah yang
didatangi dari syurga didatangkan ke mari melalui tangan-tangan bayi
hati.
"Dalam kebun-kebun
kenikmatan ... melayani mereka anak-anak
muda yang tidak berubah keadaan mereka". (Surat
Waqi'ah, ayat 12-17 ).
"Melayani mereka
adalah anak-anak muda laksana
mutiara yang tersimpan". (Surat
Tur, ayat 24). Mereka adalah anak-anak kepada hati, menurut yang diilhamkan kepada sufi, dipanggil anak-anak
karena keelokan dan ketulenan mereka.
Keindahan dan ketulenan mereka
menyata dalam kewujudan zahir, dalam
darah daging, dalam bentuk manusia. Oleh karena keelokan dan kelembutan
sifatnya ia dinamakan anak-anak hati, tetapi dia adalah manusia sejati
yang mampu mengubah bentuk kejadian atau
ciptaan karena dia berhubung erat dengan Pencipta sendiri. Dia adalah wakil sebenar
kemanusiaan. Di dalam kesadarannya
tidak ada sesuatu malah dia tidak melihat dirinya sebagai sesuatu. Tiada hijab,
tiada halangan di antara kewujudannya dengan Zat Allah.
Nabi Muhammad saw.
menggambarkan suasana demikian sebagaimana sabda baginda saw.,:"Ada masa aku dengan Allah di mana tiada malaikat yang hampir dan tidak juga nabi yang diutus". Maksud 'nabi' di sini ialah kewujudan
lahiriah yang sementara bagi
Rasulullah saw. sendiri. Malaikat yang paling hampir dengan Allah ialah cahaya suci
Muhammad saw., kejadian pertama. Dalam
suasana kerohanian itu baginda
saw. sangat hampir dengan Allah sehingga
wujud zahirnya dan rohnya tidak
berkesempatan menghijabkannya dengan Allah. Baginda saw. menggambarkan lagi
suasana demikian, "Ada syurga Allah
yang tidak ada mahligai dan taman-taman
atau sungai madu dan susu, syurga yang
di dalamnya seseorang hanya menyaksikan Wajah Allah Yang Maha Suci".
Allah SWT. berfirman: "Beberapa muka pada
hari itu berseri-seri. Kepada
Tuhannya dia memandang". (Surat Qiamat, ayat 22 & 23).
Pada suasana atau maqam tersebut jika seseorang makhluk
termasuklah malaikat mendekatinya kewujudan badannya akan terbakar menjadi abu.
Allah SWT.berfirman melalui rasul-Nya:
"Jika Aku bukakan penutup sifat keperkasaan-Ku dengan
bukaan yang sangat sedikit saja,
semua akan terbakar sejauh yang dilihat oleh pandangan-Ku".
Jibrail yang menemani Nabi Muhamamd saw. pada malam mikraj, apabila sampai
di Sidratul Muntaha, telah mengatakan jika dia melangkah satu langkah
saja lagi dia akan terbakar menjadi abu.
MANUSIA KEMBALI KE KAMPUNG
HALAMAN, KEPADA ASAL-USUL atau PERMULAAN MEREKA
Manusia dipandang daripada
dua sudut; wujud lahiriah dan wujud rohani. Dalam segi kewujudan lahiriah keadaan kebanyakan
manusia adalah berlebih kurang saja di antara satu sama lain. Oleh yang
demikian peraturan kemanusiaan yang umum boleh digunakan untuk sekalian manusia
bagi urusan lahiriah mereka. Dalam sudut
kewujudan rohani yang tersembunyi dibalik wujud lahiriah, setiap manusia
adalah berbeda. Jadi, peraturan yang
khusus mengenai diri masing-masing diperlukan.
Manusia boleh kembali
kepada asalnya dengan mengikuti peraturan umum, dengan mengambil
langkah-langkah tertentu. Dia mestilah mengambil peraturan agama yang jelas dan
mematuhinya. Dengan demikian dia boleh maju ke hadapan. Dia boleh meningkat
dari satu peringkat kepada peringkat yang lebih tinggi sehingga dia sampai dan
memasuki jalan atau peringkat kerohanian, masuk ke daerah makrifat. Peringkat
ini sangat tinggi dan dipuji oleh Rasulullah saw.: “Ada suasana yang semua dan
segala-galanya berkumpul di sana dan ia adalah makrifat yang murni".
Untuk sampai ke peringkat
tersebut perlulah dibuang kepura-puraan dan kepalsuan yang melakukan kebaikan
karena menunjuk-nunjuk. Kemudian dia perlu menetapkan tiga matlamat. Tiga
matlamat tersebut sebenarnya adalah tiga jenis syurga. Yang pertama dinamakan
Ma'wa - syurga tempat kediaman yang aman. Ia adalah syurga duniawi. Kedua, Na'im
- taman keredaan Allah dan kurniaan-Nya kepada makhluk-Nya. Ia adalah syurga di
dalam alam malaikat. Ketiga dinamakan Firdaus- syurga alam tinggi. Ia adalah
syurga pada alam kesatuan akal asbab,
rumah kediaman bagi roh-roh, medan bagi nama-nama dan sifat-sifat.
Kesemua ini adalah balasan yang baik, keelokan Allah yang manusia berjasad akan
nikmati dalam usahanya sepanjang tiga peringkat ilmu pengetahuan yang
berturut-turut; usaha mematuhi peraturan syariat; usaha menghapuskan yang
berbilang-bilang pada dirinya, melawan penyebab yang menimbulkan suasana berbilang-bilang itu, yaitu ego diri sendiri,
bagi mencapai peringkat penyatuan dan kehampiran dengan Pencipta; akhirnya
usaha untuk mencapai makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya. Peringkat
pertama dinamakan syariat, kedua tarekat
dan ketiga makrifat.
Nabi Muhammad saw.
menyimpulkan keadaan-keadaan tersebut dengan sabda baginda saw.: “Ada suasana
di mana semua dan segala-galanya dikumpulkan dan ia adalah
hikmah kebijaksanaan (makrifat)". Baginda saw. juga bersabda: "Dengannya
seseorang mengetahui kebenaran (hakikat), yang berkumpul di dalamnya
sebab-sebab dan semua kebaikan. Kemudian seseorang itu mesti bertindak atas
kebenaran (hakikat) tersebut. Dia juga perlu mengenali kepalsuan dan bertindak
ke atasnya dengan meninggalkan segala yang demikian". Baginda saw. mendoakan: “Ya Allah, tunjukkan kepada kami yang benar dan jadikan pilihan kami
mengikuti yang benar itu. Dan juga tunjukkan kepada kami yang tidak benar dan permudahkan kami meninggalkannya".
Orang yang kenal dirinya dan menentang keinginannya yang salah dengan segala
kekuatannya akan sampai kepada mengenali
Tuhannya dan akan menjadi taat kepada kehendak-Nya.
Semua ini adalah peraturan
umum yang mengenai diri zahir manusia. Kemudian ada pula aspek diri rohani atau
diri batin manusia yang merupakan insan yang tulen, suci bersih dan murni.
Maksud dan tujuan diri ini hanya satu yaitu kehampiran secara keseluruhan
kepada Allah SWT. Satu cara saja untuk mencapai suasana yang demikian, yaitu pengetahuan tentang yang sebenarnya
(hakikat). Di dalam daerah wujud
penyatuan mutlak, pengetahuan ini dinamakan kesatuan atau keesaan.
Matlamat pada jalan
tersebut harus diperoleh di dalam kehidupan ini. Di dalam suasana itu tiada beda di antara tidur dengan
jaga karena di dalam tidur roh berkesempatan membebaskan dirinya untuk
kembali kepada asalnya, alam arwah, dan dari sana kembali semula ke
sini dengan membawa berita-berita dari alam ghaib. Fenomena ini dinamakan
mimpi. Dalam keadaan mimpi ia berlaku secara sebagian-bagian. Ia juga boleh
berlaku secara menyeluruh seperti israk dan mikraj Rasulullah saw. Allah
berfirman: “Allah memegang jiwa-jiwa
ketika matinya dan yang tidak mati, dalam tidurnya, lalu Dia tahan yang
dihukumkan mati atasnya dan Dia lepaskan yang lain". (Surat Zumaar,
ayat 42).
Nabi saw. bersabda: "Tidur orang alim lebih baik daripada
ibadat orang jahil". Orang
alim adalah orang yang telah memperolehi pengetahuan tentang hakikat atau yang
sebenar, yang tidak berhuruf, tidak bersuara. Pengetahuan demikian diperolehi
dengan terus menerus berzikir nama keesaan Yang Maha Suci dengan lidah rahasia.
Orang alim adalah orang yang zat dirinya ditukarkan kepada cahaya
suci oleh cahaya keesaan. Allah berfirman melalui rasul-Nya: "Insan adalah rahasia-Ku
dan Aku rahasianya. Pengetahuan batin
tentang hakikat roh adalah rahasia
kepada rahasia-rahasia-Ku. Aku campakkan ke dalam hati hamba-hamba-Ku yang baik-baik dan tiada siapa tahu Keadaannya melainkan Aku."
“Aku adalah sebagaimana hamba-Ku mengenali Daku. Bila dia
mencari-Ku dan ingat kepada-Ku, Aku besertanya. Jika dia mencari-Ku di dalam,
Aku mendapatkannya dengan Zat-Ku. Jika dia ingat dan menyebut-Ku di dalam
jamaah yang baik, Aku ingat dan
menyebutnya di dalam jamaah yang lebih
baik".
Segala yang dikatakan di
sini jika berhasrat mencapainya perlulah melakukan tafakur-cara mendapatkaan
pengetahuan yang demikian jarang digunakan oleh orang ramai. Nabi saw.
bersabda: "Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada satu
tahun beribadat". "Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada
tujuh-puluh tahun beribadat". "Satu saat bertafakur lebih bernilai
daripada seribu tahun beribadat".
Nilai sesuatu amalan itu
tersembunyi di dalam hakikat kepada yang sebenarnya. Perbuatan bertafakur di
sini nampaknya mempunyai nilai yang berbeda. Siapa saja merenungi sesuatu
perkara dan mencari penyebabnya dia akan mendapati setiap bagian mempunyai
bagian-bagian sendiri dan dia juga mendapati setiap satu itu menjadi penyebab
kepada berbagai-bagai perkara lain. Renungan begini bemilai satu tahun ibadat.
Siapa saja merenungi
kepada pengabdiannya dan mencari penyebab dan alasan dan dia dapat mengetahui yang demikian, renungannya bernilai lebih daripada
tujuh puluh tahun ibadat.
Siapa saja merenungkan
hikmah kebijaksanaan Ilahi dan bidang makrifat dengan segala kesungguhannya
untuk mengenal Allah Yang Maha Tinggi, renungannya bernilai lebih daripada
seribu tahun ibadat karena ini adalah ilmu pengetahuan yang sebenarnya.
Pengetahuan yang
sebenarnya adalah suasana keesaan. Orang arif yang menyintai menyatu dengan
yang dicintainya. Daripada alam kebendaan terbang dengan sayap kerohanian meninggi hingga kepada puncak
pencapaian. Bagi ahli ibadat berjalan di dalam syurga, sementara orang arif
terbang kepada kedudukan berhampiran dengan Tuhannya. Para pencinta mempunyai
mata pada hati mereka mereka memandang
sementara yang lain terpejam sayap
yang mereka miliki tanpa daging tanpa
darah mereka terbang ke arah malaikat Tuhan jugalah yang dicari!
Penerbangan ini terjadi di
dalam alam kerohanian orang arif. Para arifbillah mendapat penghormatan
dipanggil insan sejati, menjadi kekasih Allah, sahabat-Nya yang akrab,
pengantin-Nya. Bayazid al-Bustami berkata: "Para Pemegang makrifat adalah pengantin Allah Yang
Maha Tinggi".
Hanya pemilik-pemilik
'pengantin yang pengasih' mengenali
mereka dengan dekat dan secara mesra .
Orang-orang arif yang menjadi sahabat
akrab Allah, walaupun sangat cantik, tetapi ditutupi oleh keadaan luaran
yang sangat sederhana, seperti manusia biasa. Allah berfirman melalui
rasul-Nya: "Para sahabat-Ku tersembunyi di bawah kubah-Ku.
Tiada yang mengenali mereka kecuali
Aku".
Kubah yang di bawahnya Allah sembunyikan sahabat-sahabat
akrab-Nya adalah keadaan mereka yang
tidak terkenal, rupa yang biasa saja, sederhana dalam segala hal. Bila melihat kepada pengantin
yang ditutupi oleh tabir perkawinan, apakah yang dapat
dilihat kecuali tabir itu?
Yahya bin Muadh al-Razi berkata: "Para kekasih
Allah adalah air wangi Allah di dalam dunia. Tetapi hanya orang-orang yang
beriman yang benar dan jujur saja dapat menciumnya". Mereka mencium
keharuman baunya lalu mereka mengikuti bau itu. Keharuman itu mengwujudkan
kerinduan terhadap Allah dalam hati mereka.
Masing-masing dengan cara tersendiri mempercepatkan langkahnya,
menambahkan usaha dan ketaatannya. Darah kerinduannya, keinginannya dan
kelajuan perjalanannya bergantung kepada berapa ringan beban yang dibawanya,
sejauh mana dia telah melepaskan diri kebendaan dan keduniaannya. Semakin
banyak seseorang itu menanggalkan pakaian dunia yang kasar ini semakin dia
merasakan kehangatan Penciptanya dan semakin hampirlah kepada permukaan akan
muncul diri rohaninya. Kehampiran dengan yang sebenar (hakikat) bergantung
kepada sejauh mana seseorang itu melepaskan kebendaan dan keduniaan yang menipu daya.
Penanggalan aspek
yang berbilang-bilang pada diri membawa
seseorang hampir dengan satu-satunya kebenaran. Orang yang akrab dengan Allah
adalah orang yang telah membawa dirinya
kepada keadaan kekosongan. Hanya selepas itu barulah dia dapat melihat
kewujudan yang sebenarnya (hakikat). Tidak ada lagi kehendak pada dirinya untuk
dia membuat sebarang pilihan. Tiada lagi 'aku' yang tinggal, kecuali kewujudan satu-satunya yaitu
yang sebenarnya (hakikat).
Walaupun berbagai-bagai
kekeramatan yang muncul melalui dirinya sebagai membuktikan kedudukannya, dia
tidak ada kena mengena dengan semua itu. Di dalam suasananya tidak ada
pembukaan terhadap rahasia-rahasia karena membuka rahasia Ilahi adalah kekufuran.
Di dalam buku yang
bertajuk "Mirsad" ada dituliskan, Semua orang yang kekeramatan zahir melalui mereka adalah
ditutup daripadanya dan tidak memperdulikan keadaan tersebut. Bagi mereka masa
kekeramatan muncul melalui mereka dianggap sebagai masa perempuan keluar darah
haid. Wali-wali yang hampir dengan Allah
perlu mengembara sekurang-kurangnya seribu peringkat, yang pertamanya ialah pintu kekeramatan. Hanya
mereka yang dapat melepasi pintu ini tanpa dicederakan akan meningkat kepada
peringkat-peringkat lain yang lebih tinggi. Jika mereka leka mereka tidak akan sampai ke mana-mana.
PENURUNAN MANUSIA KE PERINGKAT RENDAH YANG PALING BAWAH
Allah Yang Maha Tinggi
menciptakan roh suci sebagai ciptaan yang paling sempurna, yang pertama diciptakan, di dalam
alam kewujudan mutlak bagi Zat-Nya. Kemudian Dia berkehendak menghantarkannya
kepada alam rendah. Tujuan Dia berbuat demikian ialah bagi mengajar roh suci
mencari jalan kembali kepada yang
sebenar di tahap Maha Kuasa,
mencari kedudukannya yang dahulu yang hampir dan akrab dengan Allah.
Dihantarkan-Nya roh suci kepada perhentian utusan-utusan-Nya, wali-wali-Nya,
kekasih-kekasih dan sahabat-sahabat-Nya. Dalam perjalanannya, Allah
menghantarkannya mula-mula kepada kedudukan akal asbab bagi keesaan, bagi roh
universal, alam nama-nama dan sifat-sifat Ilahi, alam hakikat kepada Muhammad
saw. Roh suci memiliki dan membawa bersama-samanya benih kesatuan. Apabila
melalui alam ini ia dipakaikan cahaya suci dan dinamakan 'roh sultan'. Apabila
melalui alam malaikat yang menjadi perantaraan kepada mimpi-mimpi, ia mendapat
nama 'roh perpindahan'. Bila akhirnya ia turun kepada dunia kebendaan ini ia dibaluti dengan daging yang
Allah ciptakan untuk kesesuaian makhluk-Nya. Ia dibaluti oleh jirim yang kasar bagi menyelamatkan dunia ini
karena dunia kebendaan jika berhubung
secara langsung dengan roh suci maka dunia kebendaan akan terbakar menjadi abu.
Dalam hubungannya dengan dunia ini ia dikenali sebagai kehidupan, roh manusia.
Tujuan roh suci dihantar
ke tempat ciptaan yang paling rendah ini
ialah supaya ia mencari jalan kembali
kepada kedudukannya yang asal, maqam
kehampiran, ketika ia masih di dalam bentuk berdaging dan bertulang ini. Ia
sepatutnya datang ke alam benda yang kasar ini, dan dengan melalui hatinya yang
berada di dalam mayat ini, menanamkan benih kesatuan dan menumbuhkan pokok
keesaan di dalam dunia ini. Akar pokok masih berada pada tempat asalnya.
Dahannya memenuhi ruang kebahagiaan, dan
di sana demi keredaan Allah, mengeluarkan buah kesatuan. Kemudian di dalam bumi hati roh itu menanamkan benih agama dan
bercita-cita menumbuhkan pokok agama
agar diperolehi buahnya, tiap satunya akan
menaikkannya kepada peringkat yang lebih hampir dengan Allah.
Allah membuatkan
jasad-jasad atau tubuh-tubuh untuk dimasuki oleh roh-roh dan bagi roh-roh ini masing-masing mempunyai
nama yang berbeda-beda. Dia bena ruang penyesuaian di dalam tubuh. Diletakkan-Nya
roh manusia, roh kehidupan di antara daging dan darah. Diletakkan-Nya roh suci
di tengah-tengah hati, di mana
dibena ruang bagi jirim yang sangat
seni untuk menyimpan rahasia di antara
Allah dengan hamba-Nya. Roh-roh ini berada pada tempat yang berbeda-beda dalam tubuh, dengan tugas yang berbeda, urusan
yang berbeda, masing-masing umpama
membeli dan menjual barang yang berlainan, mendapat faedah yang berbeda. Perniagaan mereka senantiasa
membawakan kepada mereka banyak manfaat dalam bentuk nikmati dan rahmat
Allah. "Daripada apa yang Kami
berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terang, (mereka)
mengharapkan perniagaan yang tidak akan
rugi". (Surat Fatir,
ayat 29).
Layaklah bagi setiap
manusia mengetahui urusannya di dalam alam kewujudan dirinya sendiri dan
memahami tujuannya. Dia mestilah faham bahwa dia tidak boleh meminda apa yang
telah dihukumkan sebagai benar untuknya dan digantungkan dilehernya. Bagi
orang yang mau meminda apa yang telah
dihukumkan untuknya, yang terikat dengan cita-cita dan dunia ini Allah berkata:
"Tidaklah (mau) dia ketahui (bagaimana keadaan) apabila dibongkarkan apa-apa yang di dalam kubur? Dan dizahirkan apa-apa yang di dalam
dada ?" (Surat 'Aadiyat, ayat 9). "Dan
tiap-tiap manusia Kami gantungkan
(catatan) amalannya pada tengkuknya ...
" (Surat Bani Israil, ayat 13).
TEMPAT ROH DI BADAN
Tempat roh manusia, roh
kehidupan, di dalam badan ialah dada. Tempat ini berhubung dengan pancaindera
dan deria-deria. Urusan atau bidangnya
ialah agama. Pekerjaannya ialah mentaati perintah Allah. Dengan peraturan-peraturan
yang ditentukan-Nya, Allah memelihara dunia nyata ini dengan teratur dan
harmonis. Roh itu bertindak menurut kewajiban yang ditentukan oleh Allah, tidak menganggap
perbuatannya sebagai perbuatannya sendiri karena dia tidak berpisah dengan
Allah. Perbuatannya daripada Allah, tidak ada perpisahan di antara 'aku' dengan
Allah di dalam tindakan dan ketaatannya. "Barangsiapa
percaya akan pertemuan Tuhannya hendaklah mengerjakan amal salih dan janganlah
ia sekutukan sesuatu dalam ibadat kepada
Tuhannya". (Surat Kahfi, ayat
110).
Allah adalah esa dan Dia
mencintai yang bersatu dan satu. Dia mau semua penyembahan dan semua amal
kebaikan, yang Dia anggap sebagai pengabdian kepada-Nya, menjadi milik-Nya
semata-mata, tidak dikongsikan dengan apa saja. Jadi, seseorang tidak
memerlukan kelulusan atau halangan daripada siapa saja pun di dalam
pengabdiannya kepada Tuhannya, juga amalannya bukan untuk kepentingan duniawi.
Semuanya semata-mata karena Allah. Suasana yang
dihasilkan oleh petunjuk Ilahi seperti menyaksikan bukit-bukti kewujudan
Allah di dalam alam nyata ini; kenyataan sifat-sifat-Nya, kesatuan di dalam
yang banyak, hakikat di balik yang nyata, kehampiran dengan Pencipta, semuanya
adalah ganjaran bagi amalan kebaikan
yang benar dan ketaatan tanpa
mementingkan diri sendiri. Namun, semuanya itu di dalam taklukan alam benda,
daripada bumi yang di bawah tapak kaki kita sehinggalah kepada langit-langit.
Termasuk juga di dalam taklukan alam
dunia ialah kekeramatan yang muncul melalui seseorang, misalnya berjalan di atas air, terbang di udara,
berjalan dengan pantas, mendengar suara
dan melihat gambaran dari tempat
yang jauh atau boleh membaca fikiran yang
tersembunyi. Sebagai ganjaran terhadap amalan yang baik manusia juga
diberikan nikmati di akhirat seperti syurga, khadam-khadam, bidadari, susu,
madu, arak dan lain-lain. Semuanya itu merupakan nikmati syurga tingkat
pertama, syurga dunia.
Tempat 'roh perpindahan atau roh peralihan' ialah di
dalam hati. Urusannya ialah pengetahuan
tentang jalan kerohanian. Kerjanya berkait dengan empat nama-nama pertama bagi
nama-nama Allah yang indah. Sebagaimana dua belas nama-nama yang lain empat
nama tersebut tidak termasuk di dalam sempadan suara dan huruf. Jadi, ia
tidak boleh disebut. Allah Yang Maha
Tinggi berfirman:
"Dan bagi Allah jugalah nama-nama yang baik, jadi serulah Dia dengan nama-nama
tersebut". (Surat A'raaf, ayat 180).
Firman Allah di atas
menunjukkan tugas utama manusia adalah mengetahui nama-nama Tuhan. Ini
adalah pengetahuan batin seseorang. Jika
mampu memperolehi pengetahuan yang demikian dia akan sampai kepada maqam
makrifat. Di sanalah pengetahuan tentang nama keesaan sempurna.
Nabi saw. bersabda: "Allah Yang Maha Tinggi mempunyai
sembilan puluh sembilan nama, siapa
mempelajarinya akan masuk syurga".
Baginda saw. juga bersabda: "Pengetahuan
adalah satu. Kemudian orang arif jadikannya seribu". Ini bermakna nama
kepunyaan Zat hanyalah satu. Ia memancar sebagai seribu sifat kepada orang
yang menerimanya.
Dua belas nama-nama Ilahi
berada di dalam lengkungan sumber pengakuan tauhid "La ilaha illallah". Tiap satunya
adalah satu daripada dua belas huruf dalam
kalimat tersebut. Allah Yang Maha Tinggi mengurniakan nama masing-masing bagi setiap huruf di dalam
perkembangan hati. Setiap satu daripada empat alam yang dilalui oleh roh
terdapat tiga nama yang berlainan. Allah Yang Maha Tinggi dengan cara ini
memegang erat hati para pencinta-Nya, dalam kasih sayang-Nya. Firman-Nya: "Allah tetapkan orang-orang yang
beriman dengan perkataan yang tetap di Penghidupan dunia dan akhirat". (Surat Ibrahim, ayat
27).
Kemudian dikurniakan
kepada mereka kehampiran-Nya. Dia sediakan pokok keesaan di dalam hati mereka,
pokok yang akarnya turun kepada tujuh lapis bumi dan dahannya meninggi kepada tujuh lapis
langit, bahkan meninggi lagi hingga ke arasy dan mungkin lebih tinggi lagi.
Allah berfirman: "Tidakkah engkau
perhatikan bagaimana Allah memisalkan, satu kalimat yang baik seperti pohon
yang baik, pangkalnya tetap dan cabangnya ke langit. (Surat Ibrahim, ayat 24).
Tempat 'roh perpindahan atau roh peralihan'
adalah di dalam nyawa
kepada hati. Alam malaikat berkelanjutan di dalam penyaksiannya. Ia boleh melihat syurga alam
tersebut, penghuninya, cahayanya dan semua malaikat di dalamnya. Kalam 'roh
peralihan' adalah bahasa alam batin, tanpa huruf tanpa suara. Perhatiannya berkelanjutan
menyentuh soal-soal rahasia-rahasia mahasuci yang tersembunyi. Tempatnya di
akhirat apabila kembali ialah syurga Na'im, taman kegembiraan kumiaan Allah.
Tempat 'roh sultan'
di mana ia memerintah, adalah di tengah-tengah hati, jantung kepada hati.
Urusan roh ini ialah makrifat. Kerjanya ialah mengetahui semua pengetahuan
ketuhanan yang menjadi perantaraan bagi semua ibadat yang sebenar-benarnya diucapkan dalam bahasa hati. Nabi saw.bersabda: "llmu ada dua bagian. Satu pada lidah, yang
membuktikan kewujudan Allah. Satu lagi di dalam hati. Inilah yang perlu bagi menyadarkan tujuan
seseorang". Ilmu yang
sebenar-benarnya bermanfaat berada di dalam sempadan kegiatan hati. Nabi saw.
bersabda: "Al-Qur’an yang mulia mempunyai makna zahir dan makna
batin". Allah Yang Maha Tinggi
membukakan Al-Qur’an kepada sepuluh lapis makna yang tersembunyi. Setiap makna
yang berikutnya lebih bermanfaat daripada yang
sebelumnya karena ia semakin
hampir dengan sumber yang sebenarnya. Dua belas nama kepunyaan Zat Allah adalah
umpama dua belas mata air yang memancar dari batu apabila Nabi Musa as. menghantamkan batu itu dengan
tongkatnya.
"Dan (ingatlah) tatkala Musa mintakan air bagi kaumnya,
maka Kami berkata, 'Pukullah batu itu
dengan tingkat kamu'. Lantas terpancar daripadanya dua belas mata air yang
sesungguhnya setiap golongan itu mengetahui tempat minumnya". (Surat
Baqarah, ayat 60) .
Pengetahuan zahir adalah
umpama air hujan yang datang dan pergi sementara pengetahuan batin umpama mata
air yang tidak pernah kering. "Dan satu tanda untuk mereka,
ialah bumi yang mati (lalu) Kami hidupkannya dan Kami
keluarkan daripadanya biji-bijian, lalu mereka
memakannya". (Surat Y aa Sin, ayat 33).
Allah jadikan satu bijian,
sebiji benih di langit. Benih itu menjadi kekuatan kepada kehewanan di
dalam diri manusia. Dijadikan-Nya juga sebiji benih di dalam alam roh-roh (alam al-anfus); menjadi sumber
kekuatan, makanan roh. Bijian itu dijiruskan dengan air dari sumber hikmah.
Nabi saw.bersabda: "Jika seseorang
menghabiskan empat puluh hari dalam
keikhlasan dan kesucian sumber hikmah akan
memancar dari hatinya kepada lidahnya".
Nikmat bagi 'roh sultan
ialah kelezatan dan kecintaan yang dinikmatinya dengan menyaksikan kenyataan
keelokan, kesempurnaan dan kemurahan Allah Yang Maha Tinggi. Firman Allah: "Dia telah diajar oleh yang bersangatan
kekuatannya, yang berupa bagus, lalu ia
menjelma dengan sempurnanya padahal ia di pehak atas yang paling tinggi. Kemudian ia mendekati rapat
(kepadanya), maka adalah (rapatnya) itu kadar dua busur panah atau lebih dekat
(lagi). Lalu Ia wahyukan kepada hamba-Nya apa yang Ia mau wahyukan. Hatinya
tidak mendusta apa yang dia lihat".
(Surat Najmi, ayat 5 -11).
Nabi saw.menggambarkan
suasana demikian dengan cara lain: "Yang
beriman (yang sejahtera) adalah cermin kepada yang beriman (yang
sejahtera)". Dalam ayat ini yang sejahtera yang pertama ialah
hati orang yang beriman yang sempurna,
sementara yang sejahtera kedua itu ialah yang memancar kepada hati orang yang beriman itu, tidak lain daripada Allah Yang
Maha Tinggi sendiri. Allah menamakan Diri-Nya
di dalam Al-Qur’an sebagai Yang
Mensejahterakan. "Dia jugalah Allah
yang tiada Tuhan melainkan Dia ... Yang Mensejahterakan (Pemelihara iman),
Pemelihara segala-galanya". (Surat Hasyr, ayat 23).
Kediaman 'roh sultan' di akhirat ialah syurga Firdaus, syurga yang
tinggi.
Setesen di mana roh-roh
berhenti adalah tempat rahasia yang Allah buatkan untuk Diri-Nya di
tengah-tengah hati, di mana Dia simpankan rahasia-Nya (Sirr) untuk disimpan
dengan selamat. Keadaan roh ini
diceritakan oleh Allah melalui pesuruh-Nya: "Insan
adalah rahasia-Ku dan Aku rahasianya".
Urusannya ialah kebenaran
(hakikat) yang diperolehi dengan mencapai keesaan; mencapai keesaan itulah
tugasnya. Ia membawa yang banyak kepada kesatuan dengan cara terus menerus
menyebut nama-nama keesaan di dalam bahasa rahasia yang suci. Ia bukan bahasa yang berbunyi di luar.
"Dan jika engkau nyaringkan perkataan, maka sesungguhnya
Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi". (Surat
Ta Ha, ayat 7)
Hanya Allah mendengar
bahasa roh suci dan hanya Allah mengetahui keadaannya.
Nikmat bagi roh ini ialah
penyaksian terhadap ciptaan Allah yang pertama. Apa yang dilihatnya ialah keindahan Allah. Padanya
terdapat penyaksian rahasia. Pandangan dan pendengaran menjadi satu. Tidak ada
perbandingan dan tidak ada persamaan tentang apa yang disaksikanya. Dia
menyaksikan sifat Allah, keperkasaan dan kekerasan-Nya sebagai esa dengan
keindahan, kelembutan dan kemurahan-Nya.
ILMU PENGETAHUAN DAN PERKEMBANGAN KEROHANIAN
Ilmu pengetahuan zahir
mengenai benda-benda yang nyata dibagikan kepada dua belas bagian dan ilmu
pengetahuan batin juga dibagikan kepada dua belas bagian. Bagian-bagian
tersebut dibagikan di kalangan orang awam dan orang khusus, hamba-hamba Allah
yang sejati, menurut kadar keupayaan dan kebolehan mereka.
Bagi tujuan yang berkaitan
dengan kita pembicaraan ilmiah mengenai ini dibuat dalam empat bagian. Bagian
pertama melibatkan peraturan agama, mengenai kewajipan dan larangan berhubung
dengan perkara-perkara dan peraturan-peraturan di dalam dunia ini. Kedua
menyentuh soal pengertian atau maksud dalaman serta tujuan kepada
peraturan-peraturan tersebut dan bagian ini dinamakan bidang kerohanian yaitu
pengetahuan mengenai perkara-perkara yang
tidak nyata. Ketiga mengenai hakikat kerohanian yang tersembunyi yang
dinamakan kearifan. Keempat mengenai
hakikat dalaman kepada hakikat yaitu mengenai kebenaran yang sebenar-benarnya.
Manusia yang sempurna perlu mempelajari semua bidang atau bagian tersebut dan
mencari jalan ke arahnya.
Nabi saw. bersabda: "Agama ialah pokok, kerohanian adalah
dahannya, kearifan (makrifat) adalah
daunnya, kebenaran (hakikat) adalah buahnya. Al-Qur’an dengan ulasannya,
keterangannya, terjemahannya dan ibarat-ibaratnya mengandungi semuanya
itu". Di dalam buku al-Najma
perkataan-perkataan tafsir, ulasan dan takwil serta terjemahan melalui ibarat
dimengertikan sebagai: ulasan terhadap Al-Qur’an adalah keterangan dan
perincian bagi faedah kefahaman orang awam,
sementara terjemahan melalui ibarat adalah keterangan tentang maksud
yang tersirat yang boleh diselami
melalui tafakur yang mendalam serta memperolehi ilham sebagaimana yang dialami
oleh orang-orang beriman yang sejati. Terjemahan yang demikian adalah untuk hamba- hamba Allah yang khusus lagi teguh, berkelanjutan di dalam
suasana kerohanian mereka dan teguh dengan pengetahuan yang membolehkan mereka membuat pertimbangan yang
benar. Kaki mereka teguh berpijak di atas bumi sementara hati dan fikiran
mereka menjulang kepada ilmu ketuhanan. Dengan rahmat Allah keadaan
berkelanjutan begini yang tidak bercampur dengan keraguan di tempatkan di
tengah-tengah hati mereka. Hati
yang teguh dalam suasana ini bersesuaian
dengan bagian kalimat tauhid "La
ilaha illallah", pengakuan terakhir keesaan.
"Dia jugalah yang menurunkan Kitab kepada kamu. Sebagiannya adalah
ayat-ayat yang menghukum, yaitu ibu-ibu bagi Kitab, dan (sebagian) yang lain
adalah ayat-ayat yang perlukan takwil.
Adapun orang-orang yang di hati mereka ada kesesatan mencari-cari apa yang
ditakwil daripadanya karena hendak membuat fitnah dan karena hendak membuat
takwilnya sendiri padahal tidak mengetahui takwilnya melainkan Allah dan
orang-orang yang teguh kuat di dalam ilmu berkata: 'Kami beriman kepadanya
(karena) semua itu daripada Tuhan kami',
dan tidak mengerti melainkan orang-orang yang mempunyai fikiran". (Surat Imraan, ayat 7).
Jika pintu kepada ayat ini
terbuka akan terbuka juga semua pintu-pintu kepada alam rahasia batin. Hamba
Allah yang sejati berkewajipan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
menjauhkan diri daripada larangan-Nya. Dia juga perlu menentang ego dirinya dan
membendung kecenderungan jasad yang tidak sehat. Asas penentangan ego terhadap
agama adalah dalam bentuk khayalan dan gambaran yang bercanggah dengan kenyataan. Pada peringkat
kerohanian ego yang khianat itu menggalakkan seseorang supaya
memperakui dan mengikuti sebab-sebab dan rangsangan yang hanya hampir
dengan kebenaran (bukan kebenaran
yang sejati), walaupun ianya risalat nabi dan fatwa wali yang telah diubah, juga mengikuti guru yang
pendapatnya salah. Pada peringkat makrifat ego coba menggalakkan seseorang
supaya memperakui kewalian dirinya
sendiri malah ego juga menyeret seseorang kepada mengakui ketuhanannya - dosa
paling besar menganggapkan diri sendiri sebagai bersekutu dengan Allah. Allah
berfirman: "Tidakkah engkau
perhatikan orang yang mengambil hawa nafsunya sebagai tuhan.. ". (Surat Furqaan, ayat 43).
Tetapi peringkat kebenaran
sejati adalah berbeda. Ego dan iblis
tidak boleh sampai ke sana. Malah malaikat
juga tidak sampai ke sana. Siapa saja saja kecuali Allah jika sampai ke sana pasti terbakar. Jibrail berkata
kepada Nabi Muhamamd saw. pada sempadan peringkat ini: "Jika aku maju satu langkah lagi aku
akan terbakar menjadi abu".
Hamba Allah yang sejati
bebas daripada perlawanan egonya dan iblis karena dia dilindungi oleh perisai
keikhlasan dan kesucian.
"Ia (iblis) berkata: ‘Oleh itu demi kemuliaan-Mu, aku akan
sesatkan mereka semuanya, kecuali di
antara mereka hamba-hamba-Mu yang dibersihkan’.". (Surat
Shad, ayat 82 & 83).
Manusia tidak dapat
mencapai hakikat kecuali dia suci murni karena sifat-sifat keduniaannya tidak
akan meninggalkannya sehinggalah hakikat menyatu dalam dirinya.
Ini adalah keikhlasan sejati. Kejahilannya hanya akan meninggalkannya
bila dia menerima pengetahuan tentang Zat Allah. Ini tidak dapat dicapai dengan
pelajaran; hanya Allah tanpa pengantaraan boleh mengajarnya. Bila Allah Yang
Maha Tinggi sendiri yang menjadi Guru, Dia kurniakan ilmu yang daripada-Nya
sebagaimana Dia lakukan kepada Khaidhir. Kemudian manusia dengan kesadaran yang
diperolehnya sampai kepada peringkat
makrifat di mana dia mengenali Tuhannya dan menyembah-Nya yang dia kenal.
Orang yang sampai
kepada suasana ini memiliki penyaksian roh suci dan dapat melihat
kekasih Allah, Nabi Muhamamd saw. Dia boleh bercakap dengan baginda saw.
mengenai segala perkara daripada awal hingga ke akhirnya dan semua nabi-nabi
yang lain memberikannya khabar gembira tentang janji penyatuan dengan yang dikasihi. Allah menggambarkan suasana ini: "Karena
barangsiapa taat kepada Allah dan rasul-Nya, maka mereka beserta orang-orang
yang diberi nikmat daripada nabi-nabi, siddiqin, syuhada dan salihin dan
alangkah baiknya mereka ini sebagai
sahabat rapat". (Surat
Nisaa' ,ayat 69).
Orang yang tidak diizinkan
menemui pengetahuan ini di dalam dirinya tidak akan menjadi arif walaupun dia membaca seribu buah
buku. Nikmat yang boleh diharapkan oleh orang yang mempelajari ilmu zahir ialah
syurga; di sana semua yang dapat dilihat adalah kenyataan sifat-sifat Ilahi
dalam bentuk cahaya. Tidak kira bagaimana sempurna pengetahuannya tentang
perkara nyata yang boleh dilihat dan dipercayai, ia tidak membantu seseorang
untuk masuk kepada suasana kesucian dan
mulia, yaitu kehampiran dengan Allah, karena seseorang itu perlu terbang ke
tempat tersebut dan untuk terbang perlu kepada dua sayap. Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang ke sana dengan
menggunakan dua sayap, yaitu pengetahuan zahir dan pengetahuan batin, tidak
pernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa saja yang ditemui
dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya: "Hamba-Ku, jika kamu ingin masuk kepada kesucian berhampiran
dengan-Ku jangan pedulikan dunia ini
ataupun alam tinggi para malaikat, tidak juga yang lebih tinggi di mana kamu
boleh menerima sifat-sifat-Ku yang
suci".
Dunia kebendaan ini
menjadi godaan dan tipu daya syaitan kepada orang yang berilmu. Alam malaikat menjadi rangsangan
kepada orang yang bermakrifat dan suasana sifat-sifat Ilahi menjadi godaan
kepada orang yang memiliki kesadaran terhadap hakikat. Siapa saja yang berpuas
hati dengan salah satu daripada yang
demikian akan terhalang daripada kurniaan Allah yang membawanya hampir
dengan Zat-Nya. Jika mereka tertarik dengan godaan dan rangsangan tersebut
mereka akan berhenti, mereka tidak boleh
maju ke hadapan, mereka tidak boleh terbang lebih tinggi. Walaupun matlamat
mereka adalah kehampiran dengan Pencipta
mereka tidak lagi boleh sampai ke sana. Mereka telah terpedaya, mereka hanya
memiliki satu sayap.
Orang yang mencapai
kesadaran tentang hakikat yang sebenar, menerima rahmat dan kurniaan dari Allah
yang tidak pernah mata melihatnya dan tidak pernah telinga mendengarnya dan
tidak pernah hati mengetahui namanya. Inilah syurga kehampiran dan keakraban dengan Allah. Di sana
tidak ada mahligai permata juga tidak ada bidadari yang cantik sebagai
pasangan. Semoga manusia mengetahui nilai dirinya dan tidak berkehendak, tidak
menuntut apa yang tidak layak baginya. Saidina Ali ra. berkata: "Semoga
Allah merahmati orang yang mengetahui harga dirinya, yang tahu menjaga diri
agar berada di dalam sempadannya, yang memelihara lidahnya, yang tidak menghabiskan masanya dan umurnya
di dalam sia-sia".
Orang yang berilmu mestilah menyadari bahwa bayi roh yang lahir
dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang sebenar, yaitu insan
yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, ajarkan keesaan melalui
berkelanjutan menyadari tentang keesaan - tinggalkan keduniaan kebendaan ini
yang berbilang-bilang, cari alam
kerohanian, alam rahasia di mana tiada yang lain kecuali Zat Allah. Dalam kenyataannya di sana bukan tempat, ia tidak
ada permulaan dan tidak ada penghujung. Bayi hati terbang melepasi padang yang
tiada berkesudahan itu, menyaksikan perkara-perkara yang tidak pernah dilihat
mata sebelumnya, tiada Siapa saja
bercerita mengenainya, tiada siapa saja boleh menggambarkannya. Tempat
yang menjadi rumah kediaman bagi mereka
yang meninggalkan diri mereka dan
menemui keesaan dengan Tuhan
mereka, mereka yang memandang dengan
pandangan yang sama dengan Tuhan mereka, pandangan keesaan. Bila mereka menyaksikan keindahan dan kemuliaan Tuhan
mereka tidak ada apa lagi yang tinggal
dengan mereka. Bila dia melihat matahari dia tidak dapat melihat yang lain, dia juga tidak dapat
melihat dirinya sendiri. Bila keindahan dan kemurahan Allah menjadi nyata apa
lagi yang tinggal dengan seseorang?
Tidak ada apa-apa!
Nabi saw. bersabda: "Seseorang perlu dilahirkan dua kali
untuk sampai kepada alam malaikat". Ia adalah kelahiran maksud
daripada perbuatan dan kelahiran rohani
daripada jasad. Kemungkinan yang demikian ada dengan manusia. Ini
adalah keanehan rahasia manusia. Ia
lahir daripada percampuran pengetahuan tentang agama dan kesadaran terhadap hakikat,
sebagaimana bayi lahir hasil daripada percampuran dua titik air.
"Sesungguhnya Kami telah jadikan manusia daripada setitik
(mani) yang bergiliran, yang Kami
berikan percobaan kepada mereka, yaitu Kami jadikan dia mendengar dan
melihat".
(Surat Insaan, ayat 2).
Bila maksud menjadi nyata
dalam kewujudan ia menjadi mudah untuk melepasi bagian yang dangkal dan masuk
ke dalam laut penciptaan dan membenamkan dirinya ke dasar hukum-hukum peraturan
Allah. Sekalian alam kebendaan ini hanyalah satu titik jika dibandingkan dengan
alam kerohanian. Hanya bila semua ini difahamkan maka kuasa kerohanian dan
cahaya keajaiban yang bersifat
ketuhanan, hakikat yang sebenar-benarnya,
memancar ke dalam dunia tanpa perkataan tanpa
suara.
TAUBAT DAN PENGAJARAN MELALUI PERKATAAN
Tahap-tahap dan
peringkat-peringkat perubahan kerohanian telah pun disebut. Perlu ditegaskan
bahwa setiap peringkat dicapai terutamanya dengan taubat. Bolehlah dipelajari
cara bertaubat dengan orang yang mengetahui cara berbuat demikian dan yang
telah sendirinya bertaubat. Taubat yang sebenar dan menyeluruh merupakan
langkah pertama di dalam perjalanan.
"(Ingatlah) tatkala orang-orang kafir itu adakan dalam hati mereka
kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliah. Lalu Allah turunkan ketentaraman atas
rasul-Nya dan atas mukmin. Dan Dia wajibkan mereka (ucapkan) perkataan menjaga keselamatan
(taubat) karena mereka lebih berhak dengan itu, dan memang (mereka) ahlinya,
dan adalah Allah mengetahui tiap sesuatu". (Surat Fath, ayat 26).
Keadaan takutkan Allah
mempunyai maksud yang sama dengan
kalimat "La ilaha iliallah" - tiada Tuhan, tiada apa-apa, kecuali Allah. Bagi orang yang
mengetahui ini akan ada perasaan takut kehilangan-Nya, kehilangan
perhatian-Nya, cinta-Nya, keampunan-Nya; dia takut dan malu melakukan kesalahan
sedangkan Dia melihat, dan takutkan azab-Nya. Jika seseorang itu tidak
berkeadaan demikian dia perlu mendapatkaan orang yang takutkan Allah dan menerima keadaan takutkan
Allah itu daripada orang berkenaan.
Sumber dari mana perkataan
itu diterima mestilah bersih dan suci daripada segala-galanya kecuali Allah,
dan siapa saja yang menerimanya mestilah ada kebolehan untuk membedakan antara
perkataan orang yang suci hatinya dengan perkataan orang awam. Penerimanya
mestilah sadar cara perkataan itu diucapkan, karena perkataan yang bunyinya sama mungkin mempunyai maksud
yang jauh berbeda. Tidak mungkin
perkataan yang datangnya daripada sumber yang asli sama dengan perkataan yang
datangnya daripada sumber lain.
Hatinya menjadi hidup bila
dia menerima benih tauhid daripada hati yang hidup karena benih yang demikian sangat subur, itulah benih
kehidupan. Tidak ada yang tumbuh
daripada benih yang kering lagi tiada kehidupan. Kalimat suci "La ilaha iliallah" disebut dua kali di dalam Al-Qur’an menjadi
bukti. "(Karena) apabila dikata kepada mereka
"Tiada Tuhan melainkan Allah" mereka menyombong. Dan
mereka berkata, 'Apakah kami mesti
tinggalkan tuhan-tuhan kami buat (mengikut) seorang ahli syair dan gila?". (Surat
Shaaffaat. Ayat 35 & 36).
Ini adalah keadaan orang
awam yang baginya rupa luar termasuk kewujudan zahirnya adalah tuhan-tuhan. "Oleh itu ketahuilah bahwa tidak ada
Tuhan melainkan Allah. Dan mintalah perlindungan bagi buah amal kamu, dan bagi
mukmin dan mukminat, dan Allah mengetahui tempat usaha kamu (di siang hari) dan
tempat kembali kamu (pada malam
hari)". (Surat Muhammad,
ayat 19).
Firman Allah ini menjadi
panduan kepada orang-orang beriman yang tulen yang takutkan Allah. Saidina Ali ra. meminta
Rasulullah saw. mengajarkan kepadanya cara yang mudah, paling bernilai, paling
cepat kepada keselamatan. Baginda saw. menanti Jibrail memberikan jawabannya
daripada sumber Ilahi. Jibrail datang dan mengajarkan baginda saw. mengucapkan
"La ilaha" sambil memusingkan mukanya yang diberkati ke kanan, dan mengucapkan
"iliallah" sambil memusingkan
mukanya ke kiri, ke arah hati sucinya yang diberkati. Jibrail mengulanginya
tiga kali; Nabi saw. mengulanginya tiga kali dan mengajarkan yang demikian
kepada Saidina Ali ra. dengan
mengulanginya tiga kali juga. Kemudian baginda saw. mengajarkan yang demikian
kepada sahabat-sahabat baginda. Saidina Ali ra. merupakan orang yang pertama bertanya dan menjadi orang yang
pertama diajarkan.
Kemudian satu hari selepas
kembali daripada peperangan, Nabi saw. berkata kepada pengikut- pengikut
baginda, "Kita baru kembali daripada peperangan yang kecil untuk menghadapi peperangan yang
besar". Baginda saw. merujukkan
kepada perjuangan dengan ego diri sendiri, keinginan yang rendah yang menjadi
musuh kepada penyaksian kalimat tauhid. Baginda saw. bersabda: "Musuh kamu yang paling besar ada di bawah rusuk kamu ".
Cinta Ilahi tidak akan hidup
sehinggalah musuhnya, hawa nafsu
badaniah kamu, mati dan meninggalkan kamu.
Mula-mulanya kamu mesti
bebas daripada ego kamu yang menyeret
kamu kepada kejahatan. Kemudian kamu akan mula memiliki suara hati yang belum
penuh, walaupun kamu masih belum bebas sepenuhnya daripada dosa. Kamu akan memiliki perasaan mengkritik diri sendiri -
tetapi ia belum mencukupi. Kamu mesti
melepasi tahap tersebut kepada peringkat di mana hakikat yang sebenarnya
dibukakan kepada kamu, kebenaran tentang benar dan salah. Kemudian kamu akan
berhenti melakukan kesalahan dan akan hanya melakukan kebaikan. Dengan demikian
diri kamu akan menjadi bersih. Di dalam menentang hawa nafsu dan tarikan badan
kamu, kamu mestilah melawan nafsu kehewanan - kerakusan, terlalu banyak tidur,
pekerjaan yang sia-sia - dan menentang
sifat-sifat hewan liar di dalam diri
kamu- kekejian, marah, kasar dan berkelahi. Kemudian kamu mesti usahakan
membuang perangai-perangai ego yang jahat, takabur, sombong, dengki,
dendam, tamak dan lain-lain penyakit
tubuh dan hati kamu. Cuma orang yang berbuat demikian yang benar-benar
bertaubat dan menjadi bersih, suci murni dan tulen. "Sesungguhnya Allah kasih kepada orang yang bertaubat dan
memelihara kesuciannya". (Surat Baqarah, ayat 222).
Dalam melakukan taubat
seseorang itu mestilah mengambil perhatian supaya penyesalannya tidak samar-samar dan tidak
juga secara umum agar dia tidak jatuh ke dalam ancaman Allah: "Tidak kira berapa banyak mereka
bertaubat mereka tidak sebenarnya
menyesal. Taubat mereka
tidak diterima".
Ini ditujukan kepada
mereka yang hanya mengucapkan kata-kata taubat tetapi tidak tahu sejauh mana
dosa mereka, malah tidak mengambil tindakan pembaikan dan pencegahan. Itulah
taubat yang biasa, taubat zahir yang tidak menusuk kepada punca dosa. Ia adalah
umpama orang yang coba menghapuskan rumput dengan memotong bagian di atas tanah
tetapi tidak mencabut akarnya yang di dalam bumi. Tindakan yang demikian
membantu rumput untuk tumbuh dengan lebih segar. Orang yang bertaubat dengan
mengetahui kesalahannya dan punca
kesalahan itu berazam tidak mengulanginya dan membebaskan dirinya
daripada kesalahan itu, mencabut akar pokok yang merusakkan itu. Cangkul yang
digunakan untuk menggali akarnya, punca
kepada dosa-dosa, ialah pengajaran kerohanian daripada guru yang benar. Tanah mestilah dibersihkan sebelum ditanam pokok orkid.
"Dan Kami bawakan
perumpamaan kepada manusia supaya mereka
memikirkannya". (Surat Hasyr, ayat 21 ).
"Dia jugalah Penerima taubat hamba-hamba-Nya dan
mengampunkan dosa, dan Dia mengetahui apa yang
kamu kerjakan".
(Surat Syura, ayat 25).
"Kecuali orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan
amal salih, maka mereka itu Allah
tukarkan kejahatan mereka dengan kebaikan karena adalah Allah itu Pengampun,
Penyayang". (Surat Furqaan, ayat 70).
Ketahuilah taubat yang
diterima tandanya ialah seseorang
itu tidak lagi jatuh ke dalam dosa
tersebut.
Ada dua jenis taubat,
taubat orang dan taubat mukmin sejati. Orang awam berharap meninggalkan
kejahatan dan masuk kepada kebaikan dengan cara mengingati Allah dan mengambil
langkah usaha bersungguh-sungguh, meninggalkan hawa nafsunya dan kesenangan
badannya dan menekankan egonya. Dia mesti meninggalkan keegoannya yang ingkar terhadap peraturan Allah dan masuk
kepada taat. Itulah taubatnya yang menyelamatkannya dari neraka dan
memasukkannya ke dalam syurga.
Orang mukmin sejati, hamba
Allah yang tulen, berada di dalam suasana
yang jauh berbeda. Mereka berada pada maqam makrifat yang jauh lebih
tinggi daripada maqam orang awam yang paling baik. Sebenarnya bagi mereka tidak
ada lagi anak tangga untuk
dipanjat; mereka telah sampai kepada kehampiran dengan Allah. Mereka telah
meninggalkan kesenangan dan nikmat dunia ini dan menikmati kelezatan alam
kerohanian- rasa kehampiran dengan Allah, nikmat menyaksikan Zat-Nya dengan
mata keyakinan.
Perhatian orang awam
tertuju kepada dunia ini dan kesenangan mereka adalah merasai nikmat kebendaan dan kewujudan
kebendaannya. Malah, jika kewujudan kebendaan manusia dan dunia merupakan satu
kesilapan begitu jugalah nikmat dan kecacatan yang paling baik daripadanya.
Kata-kata yang diucapkan oleh orang arif, "Kewujudan dirimu merupakan
dosa, menyebabkan segala dosa menjadi kecil jika dibandingkan dengannya".
Orang arif selalu mengatakan bahwa kebaikan yang dilakukan oleh orang baik-baik tidak mencapai
kehampiran dengan Allah tidak lebih daripada kesalahan orang yang hampir
dengan-Nya. Jadi, bagi mengajar kita memohon keampunan terhadap kesalahan yang
tersembunyi yang kita sangkakan kebaikan, Nabi saw. yang tidak pernah berdosa
memohon keampunan daripada Allah sebanyak seratus kali sehari. Allah Yang Maha
Tinggi mengajarkan kepada rasul-Nya: "Pintalah
perlindungan bagi buah amal kamu dan bagi mukmin dan mukminat". (Surat
Muhamamd, ayat 19).
Dia jadikan rasul-Nya yang
suci murni sebagai teladan tentang cara bertaubat - dengan merayu kepada Allah
supaya menghilangkan ego seseorang, sifat-sifatnya dan dirinya, semuanya pada diri seseorang,
mencabut kewujudan diri seseorang.
Inilah taubat yang sebenarnya.
Taubat yang demikian
meninggalkan segala-galanya kecuali Zat Allah, dan berazam untuk kembali
kepada-Nya, kembali kepada kehampiran-Nya untuk melihat Wajah Ilahi. Nabi saw.
menjelaskan taubat yang demikian dengan sabda baginda saw., "Ada sebagian
hamba-hamba Allah yang tulen yang tubuh mereka berada di sini tetapi hati
mereka berada di sana, di bawah arasy".
Hati mereka berada pada langit kesembilan, di bawah arasy Allah
karena penyaksian suci.
Di sini hanya kenyataan
atau penzahiran sifat-sifat suci-Nya yang
dapat disaksikan, memancar ke
atas cermin yang bersih kepunyaan hati
yang suci. Saidina Umar ra. berkata: "Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya
Tuhanku". Hati yang suci
adalah cermin di mana keindahan,
kemuliaan dan kesempurnaan Allah memancar. Nama
lain yang diberi kepada suasana ini ialah pembukaan (kasyaf),
menyaksikan sifat-sifat Ilahi yang suci.
Bagi memperolehi suasana
tersebut, untuk membersihkan dan menyinarkan hati, perlulah kepada guru yang
matang, yang di dalam keesaan dengan Allah, yang disanjung dan dimuliakan oleh semua, dahulu
dan sekarang. Guru berkenaan mestilah
telah sampai kepada maqam
kehampiran dengan Allah dan dihantar balik ke alam rendah oleh Allah untuk
membimbing dan menyempurnakan mereka
yang layak tetapi masih mempunyai kecacatan.
Di dalam penurunan mereka
untuk melakukan tugas tersebut wali-wali Allah mestilah berjalan sesuai dengan
sunnah Rasulullah saw. dengan mengikuti
teladan baginda saw., tetapi tugas
mereka berlainan dengan tugas rasul. Rasul diutuskan untuk menyelamatkan
orang ramai dan juga orang-orang yang
beriman. Guru-guru tadi pula tidak dihantar untuk mengajar semua orang tetapi
hanyalah sebilangan yang dipilih saja. Rasul-rasul diberi kebebasan dalam
menjalankan tugas mereka, sementara
wali-wali yang mengambil tugas sebagai
guru mesti mengikuti jalan rasul-rasul dan nabi-nabi.
Guru kerohanian yang
mengaku diri mereka merdeka, menyamakan dirinya
dengan nabi, jatuh kepada kesesatan dan kekufuran. Bila Nabi saw.
mengatakan sahabat-sahabat baginda yang arif adalah umpama nabi-nabi Bani
Israil, baginda memaksudkan lain daripada ini - karena nabi-nabi yang datang
selepas Musa as. semuanya mengikuti prinsip agama yang dibawa oleh Musa a.s.
Mereka tidak membawa peraturan baru. Mereka mengikuti undang-undang yang sama.
Seperti mereka juga orang-orang arif dari kalangan umat Nabi Muhammad saw.yang
bertugas membimbing sebagian daripada orang-orang suci yang dipilih, mengikuti
kebijaksanaan Nabi saw., tetapi menyampaikan perintah dan larangan dengan cara
baru yang berbeda, terbuka dan jelas, menunjukkan kepada
murid-murid mereka dengan perbuatan yang
mereka kerjakan pada masa dan keadaan
yang berlainan. Mereka memberi dorongan kepada murid-murid mereka dengan
menunjukkan kelebihan dan keindahan prinsip-prinsip agama. Tujuan mereka ialah
membantu pengikut-pengikut mereka menyucikan hati yang menjadi tapak untuk
membena tugu makrifat.
Dalam semua itu mereka mengikut teladan daripada
pengikut-pengikut Rasulullah saw.yang
terkenal sebagai 'golongan yang memakai baju bulu' yang telah meninggalkan
semua aktifititas keduniaan untuk berdiri
di pintu Rasulullah saw. dan berada hampir dengan baginda. Mereka menyampaikan
khabar sebagaimana mereka menerimanya secara langsung daripada mulut Rasulullah
saw. Dalam kehampiran mereka dengan
Rasulullah saw. mereka telah sampai
kepada peringkat di mana mereka boleh
bercakap tentang rahasia israk dan mikraj Rasulullah saw. sebelum baginda
membuka rahasia tersebut kepada sahabat-sahabat baginda.
Wali-wali yang menjadi guru memiliki kehampiran yang serupa
dengan Nabi saw. dengan Tuhannya. Amanah dan penjagaan terhadap ilmu ketuhanan
yang serupa dianugerahkan kepada
mereka. Mereka merupakan Pemegang
sebagian daripada kenabian, dan diri batin mereka. Tidak semua orang yang memiliki
ilmu berada di dalam keadaan tersebut. Mereka yang sampai ke situ adalah yang
lebih hampir kepada Rasulullah saw. daripada anak-anak dan keluarga mereka
sendiri dan mereka adalah umpama anak-anak kerohanian Rasulullah saw. yang
hubungannya lebih erat daripada hubungan darah. Mereka adalah pewaris sebenar
kepada Nabi saw. Anak yang sejati memiliki zat dan rahasia bapaknya pada rupa
zahirnya dan juga pada batinnya. Nabi saw. menjelaskan rahasia ini: "Ilmu khusus adalah umpama khazanah rahasia yang hanya mereka
yang mengenali Zat Allah boleh mendapatkannya. Namun bila rahasia itu dibukakan
orang yang mempunyai kesadaran dan ikhlas tidak menafikannya".
Ilmu tersebut dimasukkan
kepada Nabi saw. pada malam baginda saw. mikraj kepada Tuhannya. Rahasia itu
tersembunyi di dalam diri baginda di balik tiga ribu tabir hijab. Baginda saw.
tidak membuka rahasianya melainkan kepada sebagian pengikut baginda yang sangat
hampir dengan baginda. Melalui penyebaran dan keberkatan rahasia inilah Islam
akan terus memerintah sehingga ke hari
kiamat.
Pengetahuan batin tentang
yang tersembunyi membawa seseorang
kepada rahasia tersebut. Ilmu-pengetahuan, kesenian dan kemahiran keduniaan
adalah umpama kerangka kepada pengetahuan batin. Mereka yang memiliki
pengetahuan kerangka itu bolehlah mengharapkan satu hari nanti mereka diberi
kesempatan untuk memiliki apa yang di dalam kerangka. Sebagian daripada mereka
yang berilmu memiliki apa yang patut dimiliki oleh seorang manusia secara
umumnya sementara sebagian yang lain
menjadi ahli dan memelihara ilmu tersebut daripada hilang. Ada golongan yang menyeru kepada Allah dengan nasihat yang baik. Sebagian daripada mereka mengikuti sunnah Nabi saw. dan dipimpin oleh
Saidina Ali ra. yang menjadi pintu
kepada gudang ilmu yang melaluinya masuklah mereka yang menerima undangan dari
Allah. "Serulah ke jalan Tuhanmu
dengan bijaksana dan nasihat dan
bantahlah mereka dengan cara yang lebih
baik". (Surat Nahl, ayat 125).
Maksud dan perkataan
mereka adalah sama. Perbedaan pada
zahirnya hanyalah pada perkara-perkara terperinci dan cara
pelaksanaannya.
Sebenarnya ada tiga makna
yang kelihatan sebagai tiga jenis ilmu
yang berbeda - dilakukan secara berbeda,
tetapi menjurus kepada yang satu. Sesuai dengan sunnah Rasulullah saw. Ilmu
dibagikan kepada tiga yang tidak ada seorang manusia boleh menanggung keseluruhan
beban ilmu itu juga tidak berupaya mengamalkan dengan sekaliannya.
Bagian pertama ayat di
atas, "Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana (hikmah)", Sesuai
dengan makrifat, zat dan permulaan kepada segala sesuatu, pemiliknya mestilah
sebagaimana Nabi saw. beramal Sesuai dengannya. Ia hanya dikurniakan kepada
lelaki sejati yang berani, tentara kerohanian yang akan mempertahankan kedudukannya dan menyelamatkan
ilmu tersebut. Nabi saw. bersabda: "Kekuatan
semangat lelaki sejati mampu menggoncang gunung". Gunung di sini
menunjukkan keberatan hati sesetengah manusia. Doa lelaki sejati yang menjadi tentara kerohanian dimakbulkan. Bila
mereka menciptakan sesuatu ia berlaku, bila mereka maukan sesuatu hilang maka
ia pun hilang. "Dia kurniakan hikmah
kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan barangsiapa dikurniakan hikmah maka
sesungguhnya dia telah diberi kebajikan yang
banyak". (Surat Baqarah, ayat 269).
Jenis kedua ialah ilmu
zahir yang disebut Al-Qur’an sebagai
‘seruan yang baik’. Ia menjadi
kulit kepada hikmah kebijaksanaan rohani. Mereka yang memilikinya menyerum
kepada kebaikan, mengajar manusia berbuat baik dan meninggalkan larangan-Nya.
Nabi saw. memuji mereka. Orang yang berilmu menyeru dengan lemah lembut dan
baik hati, sementara yang jahil menyeru dengan kasar dan kemarahan.
Jenis ketiga ialah ilmu
yang menyentuh kehidupan manusia di dalam dunia. Ia disebut sebagai ilmu agama
(syariat) yang menjadi sarang kepada hikmah kebijaksanaan (makrifat). Ia
adalah ilmu yang diperuntukkan kepada mereka yang
menjadi pemerintah manusia; menjalankan keadilan ke atas sesama
manusia; pentadbiran manusia ke atas
sesama manusia. Bagian terakhir ayat
Al-Qur’an yang di atas tadi menceritakan
tugas mereka, “dan berbincanglah dengan
mereka dengan cara yang lebih baik". Mereka ini menjadi kenyataan
kepada sifat Allah ‘al-Qahhar’ Yang Maha Keras.
Mereka berkewajipan
menjaga peraturan di kalangan manusia selaras dengan hukum Tuhan, seumpama
sabut melindungi tempurung dan tempurung melindungi isi.
Nabi saw. menasihatkan: "Biasakan dirimu berada di dalam majlis orang-orang arif, taatlah kepada
pemimpin kamu yang adil. Allah Yang Maha Tinggi menghidupkan hati dengan hikmah
seperti Dia jadikan bumi yang mati hidup dengan tumbuh-tumbuhan dengan
menurunkan hujan".
Baginda saw. juga
bersabda: "Hikmah adalah harta yang
hilang bagi orang yang beriman,
dikutipnya di mana saja ditemuinya".
Malah perkataan yang
diucapkan oleh manusia biasa datangnya daripada Loh Terpelihara menurut hukum
Allah terhadap segala perkara daripada awal hingga akhir. Loh itu disimpan pada
alam tinggi pada akal asbab tetapi perkataan diucapkan menurut maqam seseorang.
Perkataan mereka yang telah mencapai maqam makrifat adalah secara langsung
daripada alam tersebut, maqam kehampiran dengan Allah. Di sana tidak ada perantaraan.
Ketahuilah bahwa semua
akan kembali kepada asal mereka. Hati, zat, mesti dikejutkan; jadikan
dirinya hidup untuk mencari jalan
kembali kepada asalnya yang suci murni.
Ia mesti mendengar seruan. Seseorang mesti mencari orang yang orang yang daripadanya seruan itu muncul,
melaluinya zahir seruan. Itulah guru yang
sebenarnya. Ini merupakan kewajipan bagi kita. Nabi saw. bersabda: "Menuntut ilmu wajib bagi setiap orang
Islam lelaki dan perempuan". Ilmu tersebut merupakan peringkat
terakhir semua ilmu, itulah ilmu makrifat, ilmu yang akan membimbing seseorang
kepada asalnya, yang sebenar
(hakikat). Ilmu yang lain perlu
menurut sekadar mana keperluannya. Allah menyukai mereka yang meninggalkan
cita-cita dan angan-angan kepada dunia, kemuliaan dan kebesarannya, karena
kepentingan duniawi ini menghalang seseorang kepada Allah. "Katakanlah: ‘ Aku tidak meminta kepadamu upah atas
(menyampaikan)nya, kecuali percintaan (kepadaku) lantaran kerabat’.” (Surat
Syura, ayat 23).
KEROHANIAN ISLAM DAN AHLI
SUFI
Sufi adalah perkataan Arab
- saf, yang berarti tulen. Alam batin sufi dipersucikan, menjadi tulen dan
diterangi oleh cahaya makrifat, penyatuan dan keesaan.
Istilah sufi dikaitkan
juga dengan bidang kerohanian mereka yang sentiasa berhubung dengan
sahabat-sahabat Rasulullah saw.yang dikenali sebagai 'puak yang memakai baju bulu'. Saf, pakaian bulu yang kasar menggambarkan keadaan mereka yang
miskin lagi hina. Kehidupan dunia di dalam kesempatan. Mereka berjimat cermat
di dalam makanan, minuman dan lain-lain. Dalam buku 'al-Majm' ada dikatakan,
“Apa yang terjadi kepada ahli suluk yang suci ialah pakaian dan kehidupan
mereka sangat sederhana dan hina". Walaupun mereka kelihatan tidak menarik secara keduniaan
tetapi hikmah kebijaksanaan (makrifat) mereka ternyata pada sifat mereka yang
lemah lembut dan halus, yang menjadikan
mereka menarik kepada siapa saja
yang mengenali mereka. Mereka menjadi contoh kepada alam manusia. Mereka
berpandukan ilmu Ilahi. Pada pandangan Tuhan mereka berada pada
martabat pertama kemanusiaan. Dalam
pandangan mereka yang mencari
Tuhan puak sufi ini kelihatan cantik walaupun pada zahirnya buruk.
Mereka mesti dikenali dan berupaya mengenali, dan mereka dengan mesti dengan
cara itu yaitu satu dan semua, karena mereka semua berada pada maqam keesaan
dan mesti nyata sebagai satu.
Dalam bahasa Arab
perkataan tasawwuf, kerohanian Islam, terdiri daripada empat huruf - 'ta', 'sin', 'wau' dan 'pa'
(t,s,w,f). Huruf pertama, t, bermaksud taubat. Ini adalah langkah pertama perlu
diambil pada jalan ini. Ia adalah seolah-olah dua langkah, satu zahir dan satu batin. Taubat zahir dalam perkataan,
perbuatan dan perasaan, menjaga kehidupan agar bebas daripada dosa dan
kesalahan dan cenderung untuk berbuat kebaikan dan ketaatan; meninggalkan
keingkaran dan penentangan, mencari kesejahteraan dan kedamaian. Taubat batin
dilakukan oleh hati. Penyudan hati daripada hawa nafsu duniawi yang huru-hara
dan hati bulat berazam mau mencapai alam ketuhanan. Taubat - mengawasi
kesalahan dan meninggalkannya, menyadari kebenaran dan berjuang ke arahnya -
membawa seseorang kepada langkah kedua.
Langkah kedua ialah
keadaan aman dan sejahtera, safa. Huruf 's' adalah simbolnya. Dalam peringkat ini juga ada dua
langkah perlu diambil. Pertama ialah ke arah kesucian di dalam hati dan kedua
pula ke arah pusat hati. Hati yang tenang
datang daripada hati yang bebas daripada kesusahan, keresahan yang
disebabkan oleh masalah semua kebendaan ini, masalah makan, minum, tidur,
perkataan yang sia-sia. Dunia ini
seumpama tenaga tarikan bumi, menarik hati ke bawah, dan untuk membebaskan hati
daripada masalah tersebut menyebabkan berlaku tekankan kepada hati. Di sana ada
pula ikatan-ikatan - hawa nafsu dan kehendak, pemilikan, kasihkan keluarga dan
anak-anak - yang mengikat hati seni kepada bumi dan menghalangnya terbang
tinggi.
Cara membebaskan hati,
bagi menyucikannya, adalah dengan mengingati Allah. Pada permulaan ingatkan ini
berlaku secara luaran, dengan mengulangi nama-nama Tuhan, menyebutnya kuat-kuat
sehingga kamu dan orang lain boleh mendengarnya. Apabila ingatkan kepada-Nya sudah
berkelanjutan ingatkan tersebut masuk ke dalam hati dan berlaku di dalam
senyap. Allah berfirman: "Sesungguhnya
orang mukmin itu ialah mereka yang
apabila disebut (nama) Allah, takutlah hati-hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayat Allah menambahkan lagi keimanan mereka, dan kepada Tuhan merekalah
mereka kembali". (Surat Anfaal,
ayat 2).
Takutkan Allah dalam ayat
tersebut bermaksud takut dan harap, hormat dan kasihkan Allah. Dengan ingatan
dan ucapan nama-nama Allah hati menjadi jaga dari ketiduran dan kelalaian,
menjadi suci bersih dan bersinar. Kemudian bentuk dan rupa dari alam ghaib menyata
di dalam hati. Nabi saw. bersabda: “Ahli
ilmu zahir mendatangi dan menerkam sesuatu dengan akal fikirannya sementara
ahli ilmu batin sibuk membersihkan dan mengkilap hati mereka".
Kesejahteraan pada pusat
rahasia bagi hati diperolehi dengan membersihkan hati daripada segala sesuatu
dan menyediakannya untuk menerima Zat Allah semata-mata yang memenuhi ruang
hati apabila hati sudah diperindahkan dengan kecintaan Allah. Alat
pembersihannya ialah berkelanjutan mengingati dan menyebut di dalam hati, dengan lidah rahasia akan kalimat tauhid "La ilaha iliallah". Bila hati dan
pusat hati berada dalam suasana tenang dan damai maka peringkat kedua yang
disimbolkan sebagai huruf 's' selesai.
Huruf ketiga 'w' bermaksud
wilayah, suasana kesucian dan keaslian pencinta-pencinta Allah dan
sahabat-sahabat-Nya. Keadaan ini
bergantung kepada kesucian batin. Allah menggambarkan sahabat-sahabat-Nya
dengan firman-Nya: "Ketahuilah,
sesungguhnya pembantu-pembantu Allah tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak
mereka berdukacita. Bagi merekalah
kegembiraan di penghidupan dunia dan akhirat ... ". (Surat Yunus, ayat
62 - 64).
Seseorang yang di dalam
kesucian menyadari sepenuhnya tentang Allah, mencintai-Nya dan berhubungan
dengan-Nya. Hasilnya dia diperelokkan dengan peribadi, akhlak dan perangai yang
terbaik. Ini merupakan hadiah suci yang dikurniakan kepada mereka. Nabi saw.
bersabda: "Perhatikanlah akhlak yang
mulia dan berbuatlah sesuai dengannya". Dalam peringkat ini orang
yang di dalam kesadaran tersebut meninggalkan sifat-sifat
keduniaannya yang sementara dan kelihatanlah dia diliputi oleh sifat-sifat
Ilahi yang suci. Dalam hadist Qudsi
Allah berfirman: "Bila Aku kasihkan hamba-Ku, Aku menjadi pendengarannya,
penglihatannya, percakapannya, pemegangnya dan perjalanannya".
Keluarkan segala-galanya
dari hati kamu dan biarkan Allah saja yang berada di sana. "Dan katakanlah telah datang kebenaran dan telah lenyap kepalsuan
karena sesungguhnya kepalsuan itu akan
lenyap". (Surat Bani Israil, ayat
81).
Bila kebenaran telah
datang dan kepalsuan telah lenyap maka selesailah peringkat wilayah. Huruf keempat 'f' bermakna fana, lenyap diri
sendiri ke dalam ketiadaan. Diri yang
palsu akan hancur dan hilang apabila sifat-sifat yang suci memasuki
seseorang, dan apabila sifat-sifat serta keperibadian yang banyak
menghalang tempatnya akan diganti oleh satu saja sifat keesaan.
Dalam kenyataan hakikat
sentiasa hadir. Ia tidak hilang dan tidak juga berkurangan. Apa yang berlaku
adalah orang yang beriman menyadari dan menjadi satu dengan yang
menciptakannya. Dalam suasana berada dengan-Nya orang yang beriman memperolehi
kurniaan-Nya; manusia yang sementara menemui kewujudan yang sebenar dengan menyadari rahasia abadi. "Semua akan binasa kecuali
Wajah-Nya". (Surat Qasas, ayat
88).
Cara untuk menyadari
hakikat ini ialah melalui anugerah-Nya, dengan kehendak-Nya. Bila kamu berbuat
kebaikan semata-mata karena-Nya dan bersesuaian dengan kehendak-Nya kamu akan
menjadi hampir dengan hakikat-Nya, Zat-Nya. Kemudian semua akan lenyap kecuali
Yang Esa yang meredai dan yang Dia diredai, bersatu. Perbuatan baik adalah ibu
yang melahirkan bayi kebenaran; kehidupan dalam
kesadaran bagi manusia yang sebenar-benarnya.
"Perkataan yang baik dan perbuatan yang baik naik kepada
Allah". (Surat Fatir, ayat 10). Jika seseorang
berbuat sesuatu dan jika kewujudannya bukan untuk Allah saja maka dia
mengadakan sekutu bagi Allah, dia meletakkan yang lain pada
tempat Allah - dosa yang tidak diampunkan yang akan memusnahkannya,
lambat atau cepat. Tetapi bila diri dan kepentingan diri fana seseorang itu
mencapai peringkat bersatu dengan Allah. Allah menggambarkan maqam tersebut: "Sesungguhnya orang-orang yang berbakti (adalah) dalam kebun-kebun dan
(dekat) sungai-sungai. Di tempat duduk kebenaran, di sisi Raja Agung yang
sangat berkuasa". (Surat Qamar, ayat 54 & 55).
Tempat itu ialah tempat
bagi hakikat yang penting, hakikat kepada hakikat-hakikat, tempat penyatuan dan
keesaan. Ia adalah tempat yang disediakan untuk nabi-nabi, untuk mereka yang
dikasihi oleh Allah, untuk para sahabat-Nya. Allah beserta orang-orang yang benar. Bila kewujudan bersatu dengan wujud
yang abadi ia tidak boleh dipandang sebagai kewujudan yang terpisah. Bila semua
ikatan keduniaan ditanggalkan dan seseorang itu dalam suasana kesatuan dengan
Allah, dengan kebenaran (hakikat) Ilahi, dia menerima kesucian yang abadi, tidak akan tercemar lagi, dan masuk ke dalam golongan: "Mereka itu ahli syurga yang kekal di
dalamnya". (Surat A'raaf, ayat 42).
Mereka adalah: "Orang-orang yang beriman dan beramal
salih". (Surat A'raaf, ayat 42). Bagaimanapun: "Kami tidak memberatkan satu diri melainkan sekadar kuasanya". (Surat A'raaf, ayat 42).
Tetapi seseorang
memerlukan kesabaran yang kuat: "Dan
Allah beserta orang yang sabar". (Surat Anfaal, ayat 66).
SYARAT YANG PERLU UNTUK
MELAKUKAN ZIKIR
Salah satu syarat menyediakan seseorang untuk berzikir ialah
berada di dalam keadaan berwudlu; basuh
dan bersihkan tubuh badan dan sucikan hati. Pada peringkat permulaan, supaya zikir itu
berkesan, perlulah disebut kuat-kuat akan
perkataan dan ayat yang dijadikan zikir - kalimat tauhid, sifat-sifat
Allah. Bila perkataan tersebut diucapkan usahakan agar kamu berada di dalam
kesadaran (tidak lalai). Dengan cara ini hati mendengar ucapan zikir dan
diterangi oleh apa yang dizikirkan. Ia menerima tenaga dan menjadi hidup -
bukan saja hidup di dunia ini bahkan
juga hidup abadi di akhirat. "Mereka
tidak akan merasa padanya kematian, hanya kematian pertama, dan Dia pelihara
mereka daripada azab jahanam". (Surat Dukhaan, ayat 56).
Nabi saw. menceritakan
bahwa keadaan orang mukmin yang mencapai
yang hak melalui zikir: "Orang
mukmin tidak mati. Mereka hanya meninggalkan hidup yang sementara ini dan pergi kepada kehidupan
abadi". Dan mereka lakukan di sana apa yang mereka lakukan dalam
dunia. Nabi saw. bersabda: "Nabi-nabi
dan orang-orang yang hampir dengan Allah terus beribadat di dalam kubur seperti
yang mereka lakukan di dalam rumah
mereka". Ibadat yang dimaksudkan itu adalah penyerahan dan merendahkan
diri rohani kepada Allah bukan sembahyang yang lima waktu sehari. Tawaduk yang
di dalam diri, dengan diam, adalah nilai utama yang menunjukkan iman yang sejati.
Makrifat tidak dicapai
oleh manusia dengan usaha tetapi ia adalah anugerah dari Allah. Setelah
dinaikkan kepada maqam tersebut orang arif menjadi akrab dengan rahasia-rahasia
Allah. Allah membawa seseorang kepada rahasia-rahasia-Nya apabila hati orang itu
hidup dan sadar dengan zikir atau ingatan kepada-Nya dan jika hati yang sadar
itu bersedia menerima yang hak. Nabi saw. bersabda: "Mataku tidur tetapi hatiku jaga".
Pentingnya memperolehi
makrifat dan hakikat diterangkan oleh Nabi saw.: "Jika seseorang berniat mempelajari dan beramal menurut
keinginannya itu tetapi mati sebelum mencapai tujuannya, Allah melantik dua
orang malaikat sebagai guru yang
mengajarnya ilmu dan makrifat sampai ke hari kiamat. Orang itu dibangkitkan
dari kuburnya sebagai orang arif yang telah memperolehi hakikat".
Dua orang malaikat di sini
menunjukkan roh Nabi Muhammad saw. dan cahaya
cinta yang menghubungkan insan dengan Allah. Pentingnya niat dan hajat
selanjutnya diceritakan oleh Nabi saw.: "Ramai
yang berniat belajar tetapi mati ketika masih di dalam kejahilan tetapi mereka
bangkit daripada kubur pada hari pembalasan sebagai orang arif.Ramai ahli ilmu
dibangkitkan pada hari itu dalam keadaan
rusak akhlak hilang segalanya dan jahil keseluruhannya".
Mereka adalah orang-orang yang bermegah dengan ilmu mereka,
yang menuntut ilmu karena muslihat duniawi dan berbuat dosa. Mereka diberi
amaran: "Dan (ingatkanlah mereka) hari yang akan dibawa
orang-orang kafir ke neraka (dan dikata), 'Kami telah habiskan bagian kamu yang
baik di dalam penghidupan dunia. Dan kamu telah bersuka-sukaan dengannya. Maka
pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang keji lantaran kamu pernah
berlaku sombong di dunia secara tidak benar dan lantaran kamu telah melewati
batas". (Surat Ahqaaf, ayat 20).
Nabi saw. bersabda: "Setiap amal bergantung pada niat. Niat
dan tujuan orang beriman lebih baik dan bernilai pada pandangan Allah daripada
amalannya. Niat orang yang tidak beriman lebih buruk daripada apa yang nyata
dengan amalannya". Niat adalah asas amalan. Nabi saw.: "Adalah
baik membena kerja kebajikan di atas tapak yang baik, dan dosa adalah perbuatan yang dibina di atas tapak yang jahat". "Barangsiapa hendak ke taman akhirat
Kami tambah untuknya pada ke tamannya, dan barangsiapa mau ke taman dunia Kami
akan beri kepadanya sebagian daripadanya, tetapi tidak ada baginya bagian akhirat". (Surat
Syura, ayat 20).
ZIKIR
Allah Yang Maha Tinggi
menunjukkan jalan kepada para pencari supaya
mengingati-Nya: "Dan
hendaklah kamu sebut Dia sebagaimana Dia pimpin
kamu”. (Surat Baqaraah, ayat
198).
Ini bermakna Pencipta kamu
telah membawa kamu ke peringkat kesadaran dan keyakinan yang tertentu dan kamu
hanya boleh mengingati-Nya menurut kadar keupayaan tersebut. Nabi saw.
bersabda: "Ucapan zikir yang paling
baik adalah yang aku dan sekalian nabi-nabi bawa, itulah kalimat ‘La ilaha illallah’.".
Terdapat berbagai-bagai
peringkat zikir dan masing-masing ada cara yang
berlainan. Ada yang diucap dengan lidah secara kuat dan ada pula yang diucapkan secara senyap,
dari lubuk hati. Pada peringkat permulaan seseorang perlu menyebutkan ucapan
zikirnya dengan lidahnya secara berbunyi. Kemudian peringkat demi peringkat
zikir mengalir ke dalam diri, turun kepada hati, naik kepada roh dan seterusnya
pergi semakin jauh yaitu kepada bagian rahasia-rahasia, pergi lagi kepada yang
lebih jauh yaitu bagian yang tersembunyi sehinggalah kepada yang paling tersembunyi daripada yang tersembunyi.
Sejauh mana zikir masuk ke dalam, peringkat yang dicapainya, bergantung kepada
sejauh mana Allah dengan kemurahan-Nya membimbing seseorang.
Zikir yang diucapkan
dengan perkataan menjadi kenyataan bahwa hati tidak Iupa kepada Allah. Zikir
secara senyap di dalam hati adalah pergerakan perasaan. Zikir hati adalah
dengan cara merasakan di dalam hati tentang kenyataan tentang keperkasaan dan
keelokan Allah. Zikir adalah melalui pancaran cahaya suci yang dipancarkan oleh keperkasaan dan keelokan
Allah. Zikir pada tahap rahasia ialah melalui keghairahan (zauk) yang diterima
daripada pemerhatian rahasia suci itu. Zikir pada bagian tersembunyi membawa
seseorang kepada: "Di tempat
duduk yang hak, di sisi Raja Agung yang sangat
berkuasa". (Surat Qamar, ayat 55).
Zikir peringkat terakhir
yang dipanggil khafi al-khafi - yang paling tersembunyi daripada yang
tersembunyi - membawa seseorang kepada suasana fana diri sendiri dan penyatuan
dengan yang hak. Dalam kenyataannya tiada siapa saja kecuali Allah yang
mengetahui keadaan orang yang telah masuk ke dalam alam yang mengandungi semua pengetahuan, kesudahan
kepada semua dan segala perkara. "Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi". (Surat Ta Ha,
ayat 7).
Bila seseorang telah
melepasi tahap zikir-zikir tersebut suasana jiwa yang berlainan seolah-olah roh
lain lahir dalam diri seseorang. Roh ini lebih tulen dan seni daripada roh-roh
yang lain. Ia adalah bayi kepada hati, bayi kepada hakikat. Ketika dalam bentuk benih bayi ini mengajak dan menarik
orang lain untuk mencari dan menemui yang hak. Setelah ia lahir bayi ini
menggesa orang lain supaya mendapatkaan Zat Allah Yang Maha Tinggi. Roh
baru ini yang dinamakan bayi kepada hati dan juga benih serta keupayaannya
tidak terdapat pada semua orang. Ia hanya terdapat pada orang mukmin yang
tulen. "Dia jugalah yang tinggi derajat-Nya, yang memiliki arasy. Dia kirim roh dari
perintah-Nya kepada Siapa saja yang Dia kehendaki”. (Surat Mukmin,
ayat 15).
Roh khusus ini dihantar
daripada maqam Yang Maha Perkasa dan diletakkan di dalam alam maya yang nyata
di mana sifat-sifat Pencipta menyata pada
penciptaan, tetapi roh ini adalah kepunyaan alam yang hak. Ia tidak berminat
dan tidak memperdulikan apa saja melainkan Zat Allah. Nabi saw. bersabda: "Dunia
ini tidak disukai dan tidak dihajati oleh orang yang inginkan akhirat.
Akhirat pula tidak dihajati oleh orang
yang inginkan dunia, dan ia tidak
akan diberi kepada mereka. Tetapi bagi roh yang mencari Zat Allah dunia
dan akhirat tidak menarik perhatiannya" .
Roh untuk yang hak. Orang
yang memilikinya akan mencari, menemui dan bersama Tuhannya.
Apa saja yang kamu buat di
sini zahir kamu mestilah menurut jalan
yang lurus. Ia hanya mungkin dengan
mengikuti dan mematuhi serta memelihara peraturan dan hukum agama. Untuk
berbuat demikian seseorang haruslah menyadari, mengingati Allah malam dan
siang, zahir dan batin, berkelanjutan. Bagi mereka yang menyaksikan yang hak mengingati Allah adalah
wajib sebagaimana perintah-Nya: "Maka hendaklah kamu ingat kepada Allah
sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil (berbaring) atas rusuk-rusuk
kamu". (Surat Nisaa', ayat
103).
"Yang mengingati Allah sambil berdiri dan sambil duduk dan
sambil berbaring dan memikirkan tentang kejadian langit-langit dan bumi (sambil berkata), 'Wahai Tuhan kami, Engkau
tidak jadikan (semua) ini dengan sia-sia. Maha
Suci Engkau’.". (Surat Imraan, ayat 191).
PENYUCIAN DIRI
Dua jenis penyucian:
Pertama zahir, ditentukan oleh peraturan agama dan dilakukan dengan membasuh
tubuh badan dengan air yang bersih.
Keduanya ialah penyucian batin, diperolehi dengan menyadari kekotoran di dalam
diri, menyadari dosanya dan bertaubat dengan ikhlas .
Penyucian batin memerlukan
perjalanan kerohanian dan dibimbing oleh guru kerohanian.
Menurut hukum dan
peraturan agama, seseorang menjadi tidak suci dan wudlu menjadi batal jika
keluar sesuatu dari rongga badan. Ini perlu diperbarui dengan wudlu. Dalam
hal keluar mani dan darah haid
mandi wajib diperlukan. Dalam hal lain, bagian tubuh yang terdedah- tangan,
lengan, muka dan kaki - mesti dibasuh. Mengenai pembaruan wudlu Nabi saw.
bersabda: "Pada setiap pembaruan wudlu
Allah perbarui kepercayaan hamba-Nya yang cahaya iman digilap dan memancar
dengan lebih bercahaya". Dan: "Mengulangi
bersuci dengan wudlu adalah cahaya di
atas cahaya''.
Kesucian batin juga boleh
hilang, mungkin lebih kerap daripada kesucian zahir, dengan sifat buruk, buruk
perangai, perbuatan dan sifat yang merusakkan seperti sombong, takabur, menipu,
mengumpat, fitnah, dengki dan marah. Perbuatan secara sadar dan tidak sadar
memberi kesan kepada roh, mulut yang memakan makanan haram, bibir yang
berdusta, telinga yang mendengar umpatan dan fitnah, tangan yang memukul, kaki
yang membawa kepada kejahatan. Zina, yang juga satu dosa, bukan saja dilakukan
di atas katil. Nabi saw. bersabda: "Mata juga berzina".
Bila kesucian batin
ditanamkan demikian dan wudlu kerohanian batal, membarui wudlu demikian adalah
dengan taubat yang ikhlas, yang dilakukan dengan menyadari kesalahan sendiri,
dengan penyesalan yang mendalam disertai oleh tangisan (yang menjadi air
yang membasuh kekotoran jiwa), dengan
berazam tidak akan mengulangi kesalahan
tersebut, berhasrat meninggalkan semua kesalahan, dengan memohon keampunan
Allah, dan dengan berdoa agar Dia mencegahnya daripada melakukan dosa lagi.
Sembahyang adalah
menghadap Tuhan. Berwudlu, berada di
dalam keadaan suci, menjadi syarat untuk bersembahyang. Orang arif tahu
penyucian zahir saja tidak memadai, karena Allah melihat jauh ke dalam lubuk
hati, yang perlu diberi wudlu
dengan cara bertaubat. Firman Allah: "Inilah apa yang
dijanjikan untuk kamu, untuk tiap-tiap orang yang bertaubat, yang
menjaga (batas-batas)". (Surat Qaaf, ayat 32).
TABIR CAHAYA DAN KEGELAPAN
Allah berfirman: "Siapa saja yang buta di dunia buta
juga di akhirat". (Surat Bani Israil, ayat 72). Bukan buta mata yang
di kepala tetapi buta mata yang di hati yang
menghalang seseorang daripada melihat cahaya hari akhirat. Firman Allah:
"Bukan matanya yang buta tetapi hatinya yang di dalam
dada". (Surat Hajj, ayat
46).
Hati menjadi buta
disebabkan oleh kelalaian, yang membuat seseorang lupa kepada Allah dan lupa
kepada kewajipan mereka, tujuan mereka, ikrar mereka dengan Allah, ketika
mereka masih berada di dalam dunia. Sebab utama kelalaian adalah kejahilam terhadap hakikat (kebenaran)
undang- undang dan peraturan Tuhan. Apa yang menyebabkan seseorang itu
berkelanjutan di dalam kejahilan ialah kegelapan yang menyeluruh menutupi
seseorang dari luar dan sepenuhnya menguasai batinnya. Sebagian daripada
nilai-nilai itu yang mendatangkan
kegelapan ialah sifat- sifat angkuh, sombong, megah, dengki, bakhil, dendam,
bohong, mengumpat, fitnah dan lain-lain sifat keji. Sifat-sifat yang keji
itulah yang merendahkan ciptaan Tuhan yang sangat baik sehingga jatuh kepada
tahap yang paling rendah.
Untuk membebaskan
seseorang daripada kejahatan itu dia perlu menyucikan dan menyinarkan cermin
hatinya. Penyucian ini dilakukan dengan mendapatkan pengetahuan, dengan beramal
menurut pengetahuan itu, dengan usaha dan keberanian, melawan ego diri,
menghapuskan yang banyak pada diri, mencapai keesaan. Perjuangan ini
berkelanjutan sehingga hati menjadi hidup dengan cahaya keesaan
- dan dengan cahaya keesaan itu mata bagi hati yang suci akan melihat
hakikat sifat-sifat Allah di sekeliling dari pada dirinya.
Hanya selepas itu baru
kamu ingat akan kediaman kamu yang sebenar yang
darinya kamu datang. Kemudian kamu akan ada rasa kerinduan dan keinginan
untuk kembali kepada rumah kediaman yang sebenar, dengan pertolongan Yang Maha
Mengasihani roh suci pada diri kamu akan menyatu dengan-Nya.
Bila sifat-sifat kegelapan
terangkat cahaya mengambil alih tempatnya dan orang yang memiliki mata rohani akan melihat. Dia
mengenali apa yang dia lihat dengan cahaya nama-nama sifat Ilahiah. Kemudian
dirinya dibanjiri oleh cahaya dan bertukar menjadi cahaya. Cahaya ini masih
lagi hijab menutupi cahaya suci Zat, tetapi masanya akan sampai bila ini juga
akan terangkat, yang tinggal hanya cahaya
suci Zat itu sendiri.
Hati mempunyai dua mata,
satu yang sempat dan satu lagi yang
luas. Dengan mata yang sempat
seseorang boleh melihat kenyataan sifat-sifat dan nama-nama Allah. Penglihatan
ini berkelanjutan sepanjang perkembangan kerohaniannya. Mata yang luas melihat hanya kepada apa yang dijadikan
kelihatan oleh cahaya keesaan dan yang esa. Hanya bila seseorang sampai kepada
daerah kehampiran dengan Allah dia akan melihat, di dalam alam penghabisan bagi
kenyataan Zat Allah, Yang Esa dan Mutlak.
Bagi mencapai maqam-maqam
ini ketika masih di dalam dunia, di
dalam kehidupan ini kamu mestilah
membersihkan diri kamu daripada sifat-sifat keduniaan, yang ego dan keegoan.
Jarak yang kamu mengembara di dalam kenaikan kamu ke arah maqam-maqam tersebut
bergantung kepada sejauh mana kamu mengasingkan diri daripada hawa nafsu yang
rendah dan ego diri kamu.
Pencapaian kamu kepada
matlamat yang kamu inginkan bukanlah seperti barang kebendaan sampai ke tempat
kebendaan. Ia juga bukan ilmu yang membawa seseorang kepada sesuatu yang
menjadi diketahui (daripada tidak tahu), juga bukan pertimbangan yang
memperolehi apa yang difikirkan, bukan juga khayalan yang menyatu dengan apa yang dikhayalkan. Matlamat
yang kamu ingin capai ialah kesadaran tentang ketiadaan (kekosongan) kamu
daripada segala sesuatu kecuali Zat Allah. Pencapaian ini adalah perubahan
suasana yang terjadi, bukan perubahan
pada sesuatu yang nyata. Di sana tiada jarak, tiada dekat atau jauh, tiada
kesampaian, tiada ukuran, tiada arah, tiada ruang.
Dia Maha Besar, segala
puji untuk-Nya. Dia Maha Pengampun. Dia menjadi nyata dalam apa yang Dia sembunyikan daripada kamu.
Dia menyatakan Diri-Nya sebagaimana Dia
melabuhkan tirai di antara Dia dengan kamu. Pengenalan tentang Diri-Nya
tersembunyi di dalam ketidak-upayaan mengenali-Nya.
PENYUCIAN INSAN SEMPURNA,
YANG TELAH MENGASINGKAN DIRINYA DAN MEMBEBASKAN DIRINYA DARI PADA SEGALA
URUSAN DUNIA.
Tujuan penyucian itu ada
dua jenis: Pertama untuk membolehkannya masuk
kepada alam sifat-sifat Ilahi dan kedua untuk mencapai maqam Zat.
Penyucian untuk memasuki
alam sifat-sifat Ilahi memerlukan pelajaran yang membimbing seseorang di dalam
proses penyucian cermin hati daripada gambaran hewan manusia dengan cara
rayuan, ucapan atau memikirkan dan mendoakan pada nama-nama Ilahi. Ucapan itu menjadi kunci, perkataan rahasia yang
membuka hati. Hanya bila mata itu terbuka barulah boleh dia melihat sifat-sifat
Allah yang sebenar. Kemudian mata itu melihat gambaran kemurahan Allah, nikmat,
rahmat dan kebaikan-Nya di atas cermin hati yang murni itu. Nabi saw. bersabda:
"Mukmin adalah cermin bagi samanya
mukmin". Juga sabda baginda: "Orang
berilmu membuat gambaran sementara orang
arif menggilap". Juga sabda
baginda: "Orang berilmu membuat gambaran
sementara orang arif menggilap cermin hati yang
menangkap kebenaran". Bila cermin hati sudah dicuci sepenuhnya
dengan digilap terus-menerus secara menzikirkan nama-nama Allah, seseorang itu
mendapat jalan kepada pengetahuan dan sifat Ilahi. Penyaksian terhadap
pemandangan ini hanya mungkin berlaku di dalam
hati.
Penyucian yang bertujuan
mencapai Zat Ilahi adalah melalui terus-menerus mentafakurkan kalimat tauhid.
Ada tiga nama keesaan, tiga yang akhir
daripada dua belas nama-nama Ilahi. Nama-nama tersebut ialah: LA ILAHA ILLA
LLAH: Tiada yang ada kecuali Allah.
ALLAH: Nama khusus bagi
Tuhan,
HU: Allah yang bersifat
melampaui sesuatu,
HAQ: Yang sebenarnya
(Hakikat),
HAYYUN: Hidup Ilahi yang
kekal abadi,
QAYYUM: Berdiri dengan
sendiri yang segala kewujudan bergantung kepada-Nya,
QAHHAR: Yang Maha Memaksa,
meliputi segala sesuatu,
WAHHAB: Pemberi tanpa
batas,
WAHID: Yang Esa,
AHAD: Esa,
SAMAD: Sumber kepada segala sesuatu.
Nama-nama ini mestilah
diseru bukan dengan lidah biasa tetapi dengan lidah rahasia bagi hati. Hanya
dengan itu mata hati melihat cahaya keesaan. Bila cahaya suci Zat menjadi nyata semua nilai-nilai kebendaan
lenyap, semua menjadi tiada apa-apa. Ini adalah suasana menghabiskan sepenuhnya
segala perkara, kekosongan yang melampaui semua kekosongan. Kenyataan cahaya
Ilahi memadamkan semua cahaya: "Tiap-tiap
sesuatu akan binasa kecuali Zat-Nya". (Surat Qasas, ayat 88). "Allah hapuskan apa yang Dia kehendaki
dan Dia tetapkan apa yang Dia kehendaki, karena pada sisi-Nya ibu kitab". (Surat ar-Ra' d, ayat 39).
Bila semuanya lenyap apa yang
tinggal selamanya adalah roh suci. Ia melihat dengan cahaya
Allah. Ia melihat-Nya, Dia
melihatnya. Di sana tiada gambaran,
tiada persamaan di dalam melihat- Nya:
"Tiada sesuatu yang serupa dengan-Nya. Dia mendengar dan
melihat". (Surat asy-Syura, ayat
11).
Apa yang ada hanyalah
cahaya murni yang mutlak. Tidak ada apa untuk diketahui lebih dari itu. ltu
adalah alam fana diri. Tiada lagi fikiran untuk memberi khabar berita. Tiada lagi
siapa saja melainkan Allah yang memberi khabar berita. Nabi saw. bersabda: “Ada ketika aku sangat hampir dengan Allah, tiada siapa, malaikat
yang hampir atau nabi yang diutus, boleh
masuk antara aku dengan-Nya". Ini adalah suasana pemisahan di mana seseorang itu telah
membuang semua perkara kecuali Zat Allah. ltu adalah suasana keesaan. Allah
memerintahkan melalui Rasul- Nya: "Pisahkan diri kamu dari segala perkara
dan carilah keesaan".
Pemisahan itu bergerak
daripada semua yang keduniaan kepada kekosongan dan ketiadaan. Hanya dengan itu
kamu memperolehi sifat-sifat Ilahi. Itulah yang
dimaksudkan oleh Nabi saw. apabila bersabda: "Sucikan diri kamu, benamkan diri kamu dalam sifat-sifat yang suci
(sifat Ilahi)".
Sirrul Assrar dari Syeikh
Abdul Qadir Jailani
MIMPI-MIMPI.
Mimpi yang dimimpikan di
antara masa seseorang hampir lena hingga dia tidur lena adalah benar dan
berfaedah. Mimpi-mimpi ini selalunya merupakan pembawa pembukaan dan
perantaraan kepada yang luar biasa. Bukti kebenaran mimpi dinyatakan oleh Allah dengan firman-Nya: "Sesungguhnya Allah akan buktikan mimpi
itu benar kepada Rasul-Nya, kamu akan masuk Masjidil Haram jika dikehendaki
Allah dengan aman". (Surat al-Fath, ayat 27).
Dan memang benar Nabi saw.
memasuki kota Makkah yang masih dikuasai oleh musuh-musuh baginda, tahun
sesudah baginda bermimpi. Contoh lain ialah mimpi Nabi Yusuf as.: "Tatkala Yusuf berkata kepada bapanya, 'Wahai bapaku, sesungguhnya
aku melihat sebelas bintang dan matahari serta bulan - aku lihat - bersujud
kepadaku". (Surat Yusuf, ayat 4).
Nabi saw. bersabda: “Tidak ada nabi yang datang selepas aku
tetapi boleh datang pembukaan- pembukaan yang
lain. Orang yang beriman akan melihat pembukaan itu dalam mimpi mereka
atau pembukaan itu akan ditunjukkan kepada mereka menerusi mimpi. Bagi mereka pembukaan tentang
khabar baik dalam dunia ini dan di akhirat". (Surat Yunus, ayat 64).
Mimpi datangnya dari Allah
tetapi kadang-kadang ada juga yang datang dari syaitan. Nabi saw. bersabda: "Siapa saja yang melihatku di dalam
mimpi sesungguhnya dia benar-benar melihatku karena syaitan tidak dapat
mengambil bentukku". Syaitan juga tidak dapat mengambil bentuk mereka
yang mengikut iman, jalan kebenaran, makrifat, kebenaran dan cahaya Nabi saw.
Orang arif mentafsirkan hadis Nabi saw. di atas dengan mengatakan syaitan bukan
saja tidak dapat mengambil bentuk Nabi saw. malah syaitan juga tidak dapat
berpura-pura mengakui seseorang atau sesuatu yang ada sifat kemurahan dan
kebaikan atau kasih sayang dan lemah lembut dan beriman. Sesungguhnya
Nabi-nabi, wali-wali, malaikat, Masjidil haram, matahari, bulan, awan putih,
Al-Qur’an yang suci, merupakan kewujudan yang ke dalamnya syaitan tidak boleh
masuk juga tidak dapat mengambil bentuk mereka. Ini karena syaitan adalah tempat dan keadaan yang
menzahirkan kekerasan, hukuman dan kesengsaraan. Ia hanya boleh menggambarkan
kekeliruan dan keraguan. Bila seseorang
sudah memiliki di dalam dirinya kenyataan nama Allah, Pembimbing Mutlak Kepada Kebenaran',
bagaimana sifat yang membawa kekacauan itu boleh menyata dalam dirinya?
Sifat-sifat yang bertentangan satu sama lain tidak boleh bertukar ternpat,
seperti air dengan api. Kemurkaan tidak
dapat mengambil tempat kemurahan,
juga tidak boleh api menyerupai air. Mereka menolak sesama mereka, mereka berjauhan, mereka kepunyaan ruang yang
berlainan. Allah Pisahkan kebenaran daripada kepalsuan: "Demikianlah Allah nyatakan kebenaran dan kepalsuan ... dengan misalan dan ibarat ... ".
(Surat ar-Ra' d, ayat 17).
Tetapi syaitan boleh
mengaku menjadi Allah dan menipu manusia, membawa mereka menjadi sesat. Ini
hanya boleh dilakukan dengan izin Allah. Allah mempunyai banyak sifat-sifat
yang kelihatan bertentangan satu sama lain. Misalnya sifat-Nya Yang Gagah dan Keras kelihatan
berlawanan dengan sifat-Nya Yang Indah dan Lemah-lembut. Syaitan dilaknati
hanya boleh berpura-pura mengambil watak kemarahan dan keperkasaan karena ia
secara kejadian asalnya adalah bentuk
menyatakan kekerasan Allah. Allah memiliki kedua-dua sifat, Pembimbing Mutlak
kepada kebenaran dan juga Pembawa kepada kesesatan. Syaitan tidak boleh
menjelma dengan watak sifat yang mengandungi nilai pembimbingan. Jika syaitan
berpura-pura menjelmakan sebarang sifat Allah, ia lakukannya dengan kehendak
dan izin Allah, bagi membimbing orang yang beriman kepada kebaikan dengan
menentang kejahatan, membawanya kepada kebenaran dengan cara menentang
kepalsuan. Dalam kenyataannya syaitan tidak ada sebarang kuasa untuk merampas iman daripada seseorang yang
beriman; ia hanya boleh mengambilnya jika orang yang beriman itu sendiri
mencampakkan imannya.
Allah memerintahkan
Nabi-Nya supaya: "Katakanlah:
'Inilah jalanku, yang aku dan orang-orang yang
mengikuti daku menyeru (manusia)
kepada Allah dengan basirah (penyaksian yang jelas). Maha Suci Allah! Dan bukanlah
aku dari golongan musyrikin’.". (Surat Yusuf, ayat 108).
Dalam ayat ini 'orang yang
mengikuti daku' adalah manusia sempurna, guru
kerohanian yang sebenarnya yang akan datang selepas Nabi Muhamamd saw.,
yang akan mewarisi ilmu batin baginda
dan kebijaksanaan baginda dan yang akan berada hampir dengan Allah. Manusia
yang demikian digambarkan sebagai 'pelindung dan pembimbing sebenarnya'. (Surat al-Kahfi, ayat 17).
Ada dua jenis mimpi;
subjektif (memberi pandangan atau perasaan sendiri) dan objektif (bermatlamat),
masing-masing dibahagi kepada dua jenis. Jenis pertama mimpi subjektif ialah
bayangan atau gambaran suasana kerohanian yang tinggi dan hasil daripada
keharmonian, dan kelihatan dalam gambar seperti matahari, bulan, bintang,
pemandangan padang pasir putih bermandikan cahaya, taman syurga, mahligai, roh yang cantik dalam bentuk
malaikat dan lain-lain. Ini semua adalah
sifat-sifat hati yang murni. Jenis kedua mimpi subjektif mengandungi
gambaran yang berkaitan dengan suasana
seseorang yang bebas daripada keresahan, yang mengenal diri dan menemui ketentaraman
fikirannya. Gambaran-gambaran ini adalah kelezatan yang dia akan temui dalam
syurga, bau-bauan dan suara di dalam
syurga. Dia akan bermimpikan beberapa jenis hewan dan burung yang
menyerupai yang paling cantik yang jenisnya ada dalam dunia. Hewan yang dilihat
di dalam mimpi itu adalah hewan
syurga. Misalnya, unta
adalah hewan syurga. Kuda dihantar sebagai hewan yang membawa tentara
suci di dalam peperangan menentang orang-orang kafir di sekelilingnya dan di
dalamnya. Lembu jantan kepada Nabi Adam as. bagi menenggala tanah untuk ditanam
gandum. Kambing biri-biri datangnya dari madu syurga, unta diciptakan dari
cahaya syurga, kuda daripada selasih
manis di dalam syurga, biri-biri daripada kunyit syurga.
Baghal menggambarkan
suasana terendah seseorang yang menemui hati dan fikiran yang tenang. Bila dia
mimpikan baghal itu tandanya dia cuai dan malas di dalam melakukan ibadat sebab
hawa nafsu badannya menahan, dan usaha
kerohaniannya tidak memberi hasil. Kemudian dia harus bertaubat dan
teruskan melakukan kebajikan supaya dia
akan mendapat hasil.
Keldai diciptakan dari
batu syurga dan diberikan untuk berkhidmat kepada Nabi Adam as. dan
keturunannya. Keldai adalah lambang jasad dan keperluan kebendaannya, ego dan
pentingkan diri sendiri. Jasad adalah hewan yang membawa beban, membawa roh. Jika seseorang
menjadi hamba kepada jasad dia adalah umpama orang yang memikul keldai di atas
bahunya, tetapi manusia sebenar
menunggangi keldai jasad kebendaannya. Jadi, keldai melambangkan cara
atau alat dia mengarahkan urusan akhiratnya di dalam dunia ini.
Berkata-kata dengan jejaka
tampan dengan wajah yang berseri-seri adalah tanda kenyataan Ilahi sampai kepada seseorang itu
karena mereka yang sudah memperoleh
makrifat kepada kenyataan Ilahi di dalam syurga akan muncul di dalam rupa yang cantik. Nabi saw. menggambarkan
orang demikian sebagai berkeadaan serba-kena,
serba-elok, lemah lembut dan mempunyai mata kehitaman yang indah.
Baginda bahkan mengatakan: "Aku
lihat Tuhanku dalam rupa jejaka tampan". Karena Allah tidak menyerupai
sesuatu, hadis ini diartikan sebagai kenyataan sifat- sifat Allah Yang Maha
Indah digambarkan di dalam cermin roh yang suci. Gambaran ini dinamakan bayi
bagi hati. Rupa kebendaan, badan, adalah cermin kepada kebijaksanaan ketuhanan
yang mengajarkan dan membentuk kita. Gambaran ini juga adalah perhubungan
di antara hamba dengan Tuhan.
Saidina Ali ra. berkata: "Jika aku tidak dibentuk oleh Tuhanku aku tidak
akan mengenal-Nya".
Bagi pembentukan
kerohanian, seseorang itu memerlukan petunjuk, bimbingan dan teladan daripada
pembimbing yang masih hidup. Guru-guru yang menjadi pembimbing adalah nab-nabi
dan orang-orang yang hampir dengan Allah yang
mewarisi kebijaksanaan nabi-nabi. Melalui pengajaran mereka hati dan
diri seseorang diterangi cahaya, menerangi perjalanan mereka. Murid menemui roh
yang diilhamkan di dalam dirinya
melalui mereka yang menjadi guru
kerohanian tersebut. "Dia
jugalah yang tinggi derajat-Nya,
yang memiliki arasy. Dia kirimkan roh
(dari perintah- Nya) kepada Siapa saja yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya
buat Dia ancam dengan hari
pertemuan". (Surat Mukmin, ayat
15).
Untuk keselamatan hati
kamu mestilah mendapatkan guru yang mengilhamkan kamu dengan roh itu.
Imam al-Ghazali berkata:
"Tidak menjadi kesalahan bagi seseorang melihat Allah dalam mimpinya
sebagai gambaran yang indah. Gambaran itu adalah symbol menurut peringkat
kerohanian seseorang. Apa yang dilihat tentu sekali bukan Zat Yang Maha Suci
yang tidak serupa dengan sesuatu. Begitu juga Nabi saw. tidak dapat dilihat dalam rupa baginda yang asli,
kecuali mereka yang menjadi waris kepada hikmah kebijaksanaan baginda, ilmu dan
amalan baginda, dan yang mengikuti
baginda secara keseluruhan. Yang lain, bila mereka mimpikan Rasulullah saw., mimpikan simbol menurut kemampuan dan
suasana mereka, tetapi mereka tidak
sebenarnya melihat baginda".
Kata qil (kata orang bijak
pandai): "Dibolehkan melihat Allah di dalam mimpi sebagai cahaya atau rupa manusia". Dia menyatakan Diri-Nya dalam
bentuk sifat-sifat-Nya. Kepada Nabi Musa
as. Dia kelihatan sebagai api pada pokok jujube yang terbakar. Itu adalah
penzahiran tentang Kalam Suci yang Nabi Musa as. dengan sebagai Belukar
Terbakar, mengatakan: "Wahai Musa,
apakah di tangan kamu?” (Surat Ta Ha, ayat 15).
Apa yang kelihatan kepada
Musa as. sebagai api adalah cahaya Ilahi. Dia melihatnya sebagai api menurut
peringkat dan hasratnya, karena dia sedang
mencari api. Bagi manusia, peringkat kewujudan terendah pada dirinya
ialah tumbuh-tumbuhan, kemudian hewan. Apakah yang ganjil jika manusia yang telah menyucikan dirinya daripada tahap-tahap
rendah itu sehingga menjadi manusia sempurna, melihat kenyataan Tuhan
dizahirkan sebagai Belukar Terbakar. Bagi manusia sempurna yang lain Allah
menzahirkan Kalam-Nya sebagai perkataan mereka sendiri, keluar daripada mulut
mereka. Bayazid al-Bustami berkata: "Zatku adalah Yang Maha Mulia. Betapa
besarnya kemuliaan daku". Kalam Suci keluar daripada mulut Junaid al-Baghdadi: "Tiada
yang lain kecuali Allah di dalam jubahku". Terdapat rahasia-rahasia besar
di dalam peringkat seperti ini yang dicapai oleh manusia sempurna. Terlalu
sukar untuk menerangkannya dan terlalu panjang untuk menguraikannya. Ia hanya
berkaitan dengan mereka yang menghabiskan hayatnya mengejar ilmu batin.
Untuk menjadi penerima
penzahiran Ilahi dan untuk berhubung dengan roh Nabi saw., seseorang mesti
diajar dan dididik dan dibawa ke peringkat kerohanian tersebut. Orang yang baru
memasuki perjalanan kerohanian tidak boleh berharap dapat berhubung dengan Allah
dan Rasul-Nya. Di antara guru yang suci yang
hampir dengan Allah dan Rasul-Nya ada hubungan yang mengatasi zahiriah.
Jika Nabi saw.masih hidup seseorang boleh mengambil ilmu secara langsung
daripada baginda dan tidak perlulah kepada perantaraan. Tetapi oleh karena
baginda sudah wafat dan berpindah kepada
alam baqa, baginda berpisah dengan keadaan keduniaan dan kebendaan. Jadi,
seseorang tidak dapat berhubung secara langsung dengan baginda. Hal yang sama
juga terjadi pada guru yang benar. Bila mereka
meninggal dunia orang ramai tidak boleh lagi belajar dengan mereka.
Kamu akan faham jika kamu
mempunyai pengertian yang mendalam, jika kamu mencari bukan untuk menjadi luar biasa. Mencari untuk
memperolehi kefahaman ini dengan renungan mendalam, agar kamu melepasi
kegelapan ego diri kamu dengan cahaya yang dinyalakan. Kamu perlu cahaya untuk
melihat, untuk mengerti. Kamu tidak boleh melihat di dalam kegelapan. Cahaya
itu hanya jatuh pada tempat yang sesuai,
yang teratur dan suci, tempat yang
mulia. Orang yang baru, dengan dirinya
sendiri, tidak dapat meletakkan dirinya dalam kesesuaian dan sebab itu
memerlukan guru.
Guru yang masih hidup
mestilah ada hubungan dengan Nabi saw. - yaitu jika dia benar-benar pewaris
suasana Nabi saw. Dalam perjalanannya dia menerima bimbingan daripada Nabi saw.
dan diajarkan untuk menjadi hamba Allah yang
sabar. Dengan bantuan ini dia menjadi alat bagi penerusan jalan batin.
Selebihnya adalah rahasia. Hanya orang yang layak mengalaminya
akan mengalaminya.
"Bagi Allah jugalah kemuliaan dan bagi Rasul-Nya dan bagi
orang mukmin". (Surat Munafiquun, ayat 8).
Suasana yang mulia ini adalah rahasia.
Latihan kerohanian
bukanlah perkara mudah. Roh kebendaan berada di dalam tubuh dan dilatih dengannya. Tempat roh
kerohanian di dalam hati. Tempat roh sultan adalah pusat hati. Tempat roh kudus
(roh suci) adalah rahasia. Rahasia itu adalah jalan yang menghubungkan yang hak
dengan orang yang beriman. Ia adalah
juru bahasa, menterjemahkan yang hak kepada si pencari, karena rahasia
itu kepunyaan Allah, adalah hampir dengan-Nya dan amanah-Nya.
Ada juga mimpi akibat
kelakuan buruk. Ia menunjukkan sifat-sifat ego yang menguasai atau kesadaran terhadap kesalahan
tetapi dia tidak mampu menghentikannya.
Malah dalam suasana yang
lebih baik bila seseorang diingatkan oleh Allah tentang kesalahan dan dosanya
dia mimpikan hewan liar seperti harimau dan singa, serigala dan beruang, anjing
dan babi jantan, dan hewan-hewan kecil - musang, amab, kucing ular, kala
jengking dan hewan yang memakan daging dan juga hewan berbisa, hewan yang
merusakkan.
Untuk menyatakan sebagian
kecil kejahatan yang ditunjukkan oleh gambaran-gambaran itu: Harimau adalah
simbol; ujub dan besar diri serta takabur yang
sampai kepada peringkat angkuh dengan Allah: "Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan tidak mau terima
dia, maka tidak akan dibuka pintu-pintu langit dan tidak akan mereka masuk
syurga sehingga unta boleh masuk ke lubang
jarum". (Surat
al-A'raaf, ayat 40).
Hukuman yang sama juga
bagi mereka yang angkuh dengan sesama manusia. Serigala adalah simbol kasihkan diri yang melampau dan
inginkan pujian. Beruang melambangkan kemarahan dan keberangan dan kezaliman ke
atas orang yang dia kuasai. Serigala melambangkan kerakusan tanpa memperdulikan
haram dan halal, bersih atau kotor. Anjing melambangkan kasihkan dunia dan huru
harinya. Babi melambangkan kedinginan, cita-cita tinggi, berendam dan hawa
nafsu yang kuat. Musang menunjukkan
penipuan, pembohongan, menipu dalam urusan dunia. Arnab menunjukkan kelakuan yang sama, kecuali
dilakukan secara tidak sadar dan dalam
kelalaian. Harimau bintang - usaha yang digunakan tanpa pertimbangan dan
menyakitkan hati, juga ingin menjadi terkenal. Kucing - kebakhilan dan memutar
belit. Ular - berbohong, mengata-ngata, membuat tuduhan palsu dan menyakitkan
orang lain dengan perkataannya. Kala jengking-kritik yang tidak sihat,
mempersendakan orang dan tidak menerima mereka. Tebuan-bahasa kesat yang menyakitkan hati orang.
Jika seseorang bermimpi
berlawan dengan salah satu daripada hewan tersebut tetapi tidak dapat
mengalahkannya dia perlu memperkuatkan lagi usaha, ibadat dan ingatan secara
sadar, sehingga sekali pukul binatang itu dapat dihapuskan. Jika bermimpi
membunuh binatang itu bermakna dia telah berhenti melakukan kesalahan dan
menyakitkan hati orang lain. Allah berfirman: "Dia akan hapuskan daripada mereka kejahatan dan Dia akan
perbaiki keadaan mereka". (Surat Muhammad, ayat 2).
Jika dia bermimpi salah
satu daripada binatang itu berubah menjadi manusia itu tandanya suasananya yang
salah dahulu telah diperbetulkannya dan taubatnya diterima, karena tanda sebenar taubat diterima ialah
ketidak-upayaan melakukan kesalahan yang sama. "Kecuali orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan akal
salih, maka mereka itu Allah tukarkan kejahatan mereka dengan kebaikan ...
" (Surat al-Furqaan, ayat 70).
KEBAHAGIAAN KARENA BERAMAL SALIH DAN KESENGSARAAN KARENA INGKAR.
Kamu patut tahu bahwa
manusia akan termasuk kepada salah satu daripada dua golongan, golongan pertama
ialah yang berada dalam kedamaian, keimanan, bahagia dalam melakukan ketaatan
kepada Allah, sementara golongan kedua
berada dalam keadaan tidak selamat, keraguan dan kerisauan dalam
keingkaran terhadap peraturan Tuhan. Kedua-dua nilai, ketaatan dan keingkaran,
ada di dalam diri seseorang. Jika
kesucian, kebaikan dan keikhlasan lebih menguasai, sifat-sifat mementingkan
diri akan bertukar menjadi suasana kerohanian
dan bagian diri yang ingkar akan dikalahkan oleh bagian diri yang baik.
Baliknya jika seseorang mengikuti hawa nafsu yang rendah dan kesenangan ego
dirinya, sifat-sifat ingkar akan
menguasai bagian diri yang satu lagi untuk menjadikannya ingkar dan
jahat. Jika kedua-dua sifat yang berlawanan itu sama-sama kuat diharapkan yang
baik itu boleh menang, sebagaimana yang dijanjikan: "Barangsiapa kerjakan kebaikan maka baginya (ganjaran) sepuluh kali ganda, dan
barangsiapa kerjakan kejahatan maka Tidaklah
dibalas dia melainkan sebanyak (kejahatannya) itu, dan mereka tidak akan diniayai”. (Surat An' aam, ayat 160).
Dan jika Allah kehendaki ditambah-Nya lagi ganjaran atas
kebaikan. Namun orang yang kebajikan dan kejahatannya sama banyak mesti lulus
perbicaraan pada hari pembalasan. Orang yang berjaya mengubah sifat
mementingkan diri kepada tidak mementingkan diri, hawa nafsu yang rendah kepada
cita-cita kerohanian, baginya tiada hisab, tiada catatan akan diberikan
kepadanya. Dia akan memasuki syurga tanpa
melalui huru-hara hari kiamat. "Oleh
sebab itu barangsiapa berat (timbangan)
kebaikannya maka dia di dalam kehidupan (akhirat) yang sentosa".
(Surat Qari' ah, ayat 6 & 7).
Orang yang kejahatannya
lebih berat daripada kebaikannya akan dihukum menurut kadar kejahatannya.
Kemudian dia dikeluarkan daripada neraka, jika dia beriman, dan akan masuk
syurga.
Taat dan ingkar bermakna
baik dan jahat. Kedua-dua ini ada dalam diri seseorang manusia. Yang baik boleh
berubah menjadi jahat dan yang jahat boleh berubah menjadi baik. Nabi saw.
bersabda: "Orang yang kebaikan
menguasainya menemui keselamatan, keimanan dan kegembiraan dan menjadi baik.
Orang yang kejahatan lebih menguasai kebaikan, dia menjadi ingkar dan jahat.
Orang yang menyadari kesalahannya dan bertaubat dan mengubah haluannya akan
mendapati suasana ingkar akan bertukar
menjadi taat dan beribadat".
Telah menjadi ketentuan
bahwa baik dan jahat, kehidupan yang diberkati bagi orang yang taat dan
kesengsaraan bagi yang ingkar, adalah
keadaan yang setiap orang dilahirkan
dengannya. Kedua-duanya tersembunyi di dalam bakat atau keupayaan seseorang.
Nabi saw. bersabda: "Orang yang
bertuah menjadi baik adalah baik ketika di dalam kandungan ibunya, dan orang
berdosa yang jahat adalah pendosa di
dalam kandungan ibunya". Begitulah
keadaannya dan tiada siapa yang berhak berbincang mengenainya. Urusan
takdir bukan untuk dibincangkan. Jika
dibiarkan perbincangan demikian ia akan
membawa kepada bid’ah dan kekufuran.
Lagipun tiada siapapun
boleh menjadikan takdir sebagai alasan untuk membuang segala ikhtiar, semua
perbuatan baik. Seseorang itu tidak boleh mengatakan, 'Jika aku ditakdirkan
menjadi baik maka aku bersusah payah membuat kebaikan sedangkan aku sudahpun
diberkati'. Atau berkata, 'Jika aku sudah
ditakdirkan menjadi jahat apa gunanya aku berbuat kebaikan'. Jelas sekali
pendirian demikian tidak benar. Tidak wajar mengatakan, 'Jika keadaan aku sudah
ditakdirkan pada azali apa untung atau
rugi yang aku harapkan dengan usahaku
sekarang'. Contoh yang baik diberikan
kepada kita adalah perbandingan di antara Adam as. dengan iblis yang dilaknat.
Iblis meletakkan kesalahan kepada takdir, yang menyebabkan dia menjadi derhaka,
maka dia menjadi kafir dan dibuang jauh daripada keampunan dan kehampiran Tuhan.
Adam as. mengakui kesilapannya dan memohon keampunan, menerima keampunan dari
Allah dan diselamatkan.
Menjadi kewajipan bagi
orang Islam yang beriman untuk tidak coba memahami sebab-sebab yang tersimpan
di dalam takdir. Orang coba berbuat demikian akan menjadi keliru dan tidak mendapat apa-apa
melainkan keraguan. Bahkan dia mungkin kehilangan keyakinan. Orang yang beriman
mestilah mempercayai kepada kebijaksanaan Allah yang mutlak. Segala yang
manusia lihat terjadi pada dirinya di dalam dunia ini mesti ada alasan tetapi
alasan itu bukan untuk difahami melalui logika manusia karena ia berdasarkan
kebijaksanaan Tuhan. Di dalam kehidupan ini bila kamu temui pencacian terhadap
Tuhan, kemunafikan, keingkaran, penipuan dan lain-lain yang jahat, jangan biarkan
perkara-perkara tersebut menggoncangkan iman kamu. Ketahuilah Allah Yang Maha
Tinggi dengan kebijaksanaan mutlak bertanggungjawab kepada semua perkara dan
Dia lakukan apa yang kelihatan sebagai tidak baik sebagai menyatakan
kekuasaan-Nya yang mutlak. Penzahiran kekuasaan yang demikian mungkin menyebabkan ada orang
yang tidak tertahan dan menganggapnya
sebagai tidak baik tetapi ada rahasia besar di baliknya yang tiada makhluk yang tahu melainkan Rasulullah
saw. Ada kisah orang arif berdoa kepada
Tuhannya: "Wahai Yang Maha Suci, semua telah diatur oleh Engkau. Takdirku
adalah kepunyaan-Mu. Ilmu yang Engkau letakkan padaku adalah milik-Mu".
Ketika itu dia mendengar jawapan tanpa suara tanpa sepatah perkataan, keluar dari dalam dirinya mengatakan: "Wahai hamba-Ku. Segala yang engkau
katakan adalah kepunyaan Yang Maha Esa dan dalam keesaan. Ia bukan milik
hamba-hamba". Hamba yang
beriman itu berkata: "Wahai Tuhanku, aku telah menzalimi diriku,
aku bersalah, aku berdosa". Selepas pengakuan itu sekali lagi dia
mendengar dari dalam dirinya: "Dan Aku mempunyai keampunan terhadap
dirimu. Aku telah hapuskan kesalahan-kesalahan kamu, Aku telah ampun
kamu".
Biar mereka yang beriman
tahu dan bersyukur yang segala kebaikan yang mereka lakukan bukanlah dari mereka tetapi melalui
mereka, kejayaan datangnya dari Pencipta. Bila mereka bersalah biar mereka tahu
bahwa kesalahan mereka datangnya dari
diri mereka sendiri, kepunyaan mereka dan mereka boleh bertaubat. Kesalahan
datangnya dari keegoan mereka yang batil. Jika kamu memahami ini dan
mengingatinya kamu termasuk ke dalam golongan yang disebut Allah: "Dan yang apabila telah berbuat kejelikan atau
menganiayai diri-diri mereka maka mereka
ingat kepada Allah dan mereka minta diampunkan dosa-dosa mereka -
bukankah tidak ada yang mengampunkan dosa-dosa melainkan Allah? Dan mereka
tidak berkekalan di atas dosa yang mereka kerjakan, dan mereka tahu. Mereka itu
balasannya ialah keampunan dari Tuhan mereka, syurga-syurga yang mengalir
padanya sungai-sungai, mereka akan kekal padanya, dan alangkah baiknya balasan
bagi orang-orang yang beramal". (Surat
Imraan, ayat 135 & 136).
Adalah baik bagi orang
yang beriman mengakui yang dirinya sendirilah puncak semua kesalahan dan dosanya. ltulah yang
akan menyelamatkannya. ltu lebih
baik dan lebih benar daripada meletakkan kesalahan dirinya kepada Yang
Maha Perkasa, Maha Kuasa, Pencipta semua perkara.
Bila Nabi saw. bersabda: "Telah diketahui bila seseorang itu
berada di dalam kandungan ibunya baik
dia akan menjadi baik atau pendosa", baginda maksudkan 'dalam
kandungan ibu' itu adalah empat anasir
yang melahirkan semua kekuatan atau tenaga dan kebolehan lahiriah. Dua daripada
anasir tersebut adalah tanah dan air
yang bertanggungjawab kepada pertumbuhan keyakinan dan pengetahuan, melahirkan
kehidupan dan lahir dalam hati sebagai tawaduk (kerendahan diri). Dua anasir
lain ialah api dan angin yang bertentangan dengan tanah dan air-membakar,
membinasa, membunuh. Kudrat Tuhan yang menyatukan
anasir-anasir yang berlawanan dan berbeda menjadi satu. Bagaimana air
dan api boleh wujud bersama? Bagaimana cahaya dan kegelapan boleh terkandung di
dalam awan? "Dia yang mengunjukkan
kepada kamu kilat untuk menakutkankan dan karena harapan, dan Dia jadikan mega
yang berat. Dan petir itu beribadat dengan memuji Tuhannya, dan malaikat juga,
lantaran takut kepada-Nya, dan Dia kirim halilintar dan Dia kenakannya kepada
Siapa saja yang Dia kehendaki. .. ". (Surat ar-Ra'd, ayat 12 & 13). Satu hari wali Allah Yahya bin
Mua'adh ar-Razi ditanya, "Bagaimana
mengenali Allah?' Dia menjawab: "Melalui gabungan yang bertentangan".
Pertentangan termasuk
pada, dan sebenarnya keperluan bagi, memahami sifat-sifat Allah. Dengan
menghadapkan diri kepada hakikat Ilahi seseorang menjadi cermin yang membalikkan
kebenaran itu, juga sifat Yang Maha Perkasa dibalikkan. Dalam diri manusia terkandung seluruh alam maya.
Sebab itu dia dipanggil penggabung yang banyak. Allah menciptakan manusia
dengan dua tangan-Nya, tangan kemurahan-Nya dan tangan keperkasaan-Nya, keperkasaan
dan kekuasaan.
Jadi, manusia adalah
cermin yang menunjukkan kedua-dua belah, yang kasar serta tebal dan yang halus
serta indah.
Semua nama-nama Ilahi
menyata pada manusia. Semua makhluk yang lain hanya sebelah saja. Allah
menciptakan iblis dan keturunannya dengan sifat kekerasan-Nya. Dia ciptakan
malaikat dengan sifat kemurahan-Nya. Nilai-nilai kesucian dan kebaktian yang
berkelanjutan terkandung dalam kejadian malaikat, sementara iblis dan
keturunannya yang diciptakan dengan sifat kekerasan-Nya, mempunyai nilai
kejahatan, karena itu iblis menjadi takabur, dan bila Allah perintahkan sujud
kepada Adam dia ingkar.
Oleh karena manusia
mempunyai kedua-dua ciri alam tinggi dan rendah, dan Allah telah memilih
utusan-utusan dan wali-wali-Nya dari kalangan manusia, mereka tidak bebas
daripada kesilapan. Nabi-nabi dipelihara dari dosa-dosa besar tetapi kesilapan
kecil harus berlaku pada mereka. Wali-wali pula tidak terjamin dipelihara daripada dosa tetapi adalah dikatakan
wali-wali itu hampir dengan Tuhan, mencapai maqam kesempurnaan, mereka masuk ke
bawah perlindungan Tuhan daripada dosa-dosa besar.
Syaqiq al-Baqi berkata,
"Terdapat lima tanda kebenaran: perangai yang lemah lembut dan lembut
hati, menangis karena menyesal, mengasingkan diri dan tidak peduli tentang
dunia, tidak bercita- cita tinggi, dan
memiliki rasa hati (gerak hati atau intuisi). Tanda-tanda pendosa juga lima;
keras hati, mempunyai mata yang tidak pernah menangis, mencintai dunia dan
kesenangannya, bercita-cita tinggi, tidak bermalu dan tidak ada rasa atau gerak
hati".
Nabi saw. meletakkan empat
nilai pada orang yang baik-baik: "Boleh
dipercayai dan menjaga apa yang diamanahkan kepadanya dan mengembalikannya.
Menepati janji. Bercakap benar, tidak berbohong. Tidak kasar dalam perbincangan
dan tidak menyakitkan hati orang lain". Baginda saw. juga memberitahu
empat tanda pendosa: "Tidak boleh dipercayai dan merusakkan
amanah yang diberikan kepadanya, mungkir janji, menipu, suka bertengkar, memaki
apabila berbincang dan menyakitkan hati orang lain". Seterusnya
pendosa tidak dapat memaafkan kawan-kawannya. Ini tanda tiada iman karena
kemaafan menjadi tanda utama orang beriman. Allah memerintahkan rasul-Nya: "Berilah maaf, dan suruhlah mereka (manusia) berbuat kebaikan, dan berpalinglah
daripada orang-orang yang bodoh". (Surat A'raaf, ayat 199).
Perintah 'maafkanlah'
bukan hanya tertuju kepada Rasulullah saw. seorang saja. Ia mengenai semua
orang dan tentu saja termasuk mereka yang beriman dengan Rasulullah saw. Perkataan 'maafkanlah' bermakna jadikan
tabiat memafkan, jadikan sifat atau peribadi. Siapa saja yang ada sifat pemaaf
menerima satu daripada nama-nama Allah -ar-Rauf- Yang Memaafkan. "Barangsiapa memaafkan dan membereskan
maka ganjarannya (adalah) atas (tanggungan) Allah". (Surat Syura, ayat 40).
Ketahuilah ketaatan kepada
Allah bertukar menjadi ingkar, kejahatan dan dosa menjadi kebaikan, tidak
berlaku dengan sendiri, tetapi dengan rangsangan, pengaruh, tindakan serta
usaha diri sendiri. Nabi saw. bersabda: "Semua
anak dilahirkan muslim. Ibu bapanya yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi". Setiap orang ada bakat
untuk menjadi baik atau jahat, boleh memiliki sifat-sifat baik dan buruk dalam
masa yang sama. Jadi, adalah salah
menghukum seseorang atau sesuatu sebagai
sepenuhnya baik atau buruk. Tetapi benar jika dikatakan seseorang itu lebih
banyak kebaikannya daripada kejahatannya ataupun sebaliknya.
Ini bukan bermakna manusia
masuk syurga tanpa amalan baik, juga bukan dia dihantar ke neraka tanpa amalan
buruk. Berfikir cara demikian bertentangan dengan prinsip Islam. Allah
menjanjikan syurga kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal salih dan
diancam-Nya orang-orang yang berdosa dengan azab neraka. "Barangsiapa berbuat baik maka (adalah) untuk kebaikan dirinya dan
barangsiapa berbuat jahat maka untuk dirinya. Kemudian kepada Tuhan kamulah
kamu akan dikembalikan". (Surat
Jaasiaah, ayat 15).
"Di hari ini dibalas setiap jiwa dengan apa yang dia telah
usahakan. Tidak ada kezaliman pada hari ini. Sesungguhnya Allah cepat
menghitung". (Surat Mukmin, ayat 17).
"Karena apa juga
amal yang baik yang kamu sediakan untuk diri kamu nanti kamu
dapati (ganjaran)nya di sisi Allah". (Surat Baqaraah,
ayat 110).
DARWIS (SUFI)
Ada satu golongan yang
dikenali sebagai sufi. Empat tafsiran diberikan kepada istilah sufi. Ada yang
melihatnya pada keadaan zahir mereka memakai baju bulu yang kasar. Bulu dalam bahasa Arab ialah suf. Dari perkataan ini
mereka dipanggil sufi. Yang lain melihat kepada kehidupan mereka yang bebas
daripada kekacauan dunia ini serta kedamaian dan ketentaraman mereka, keadaan
yang sesuai dengan bahasa Arab safa. Daripada perkataan safa itu timbul istilah
sufi. Yang lain pula memandang lebih mendalam, kepada hati mereka yang suci
murni dan bebas daripada apa saja kecuali Zat Allah. Dalam bahasa Arab safi
bererti kesucian hati dan dari perkataan itu dikatakan timbul istilah sufi.
Yang lain memanggil mereka sufi karena mereka hampir dengan Allah dan akan
berdiri di barisan pertama di hadapan Allah pada hari kiamat. Safi dalam bahasa Arab bermakna barisan.
Terdapat empat alam,
empat dunia. Pertama ialah alam atau
dunia jirim- tanah, air, api dan angin merupakan jirim dalam alam ini. Kedua
ialah alam makhluk rohani - malaikat, jin, mimpi dan kematian, ganjaran Allah-
lapan syurga dan keadilan Allah- tujuh neraka. Ketiga ialah alam huruf,
nama-nama indah bagi sifat-sifat Allah, dan Loh Tersembunyi (Loh Mahfuz) yang
menjadi sumber kepada perintah-perintah Allah. Keempat ialah alam Zat Allah
Yang Maha Suci, alam yang tidak boleh digambarkan atau diuraikan karena pada
alam ini atau tahap ini tidak ada perkataan, nama-nama, sifat-sifat atau
persamaan. Tiada siapa kecuali Allah mengetahuinya.
Terdapat pula empat jenis
ilmu. Pertama ilmu tentang peraturan-peraturan Allah, dan berhubung dengan
aspek lahir kehidupan dunia ini. Kedua ialah ilmu kerohanian, pengetahuan batin
tentang sebab dan akibat. Ketiga ialah ilmu tentang jiwa, roh, mengenal diri
dan melaluinya pengetahuan tentang ketuhanan diperolehi. Akhirnya ilmu tentang
kebenaran atau hakikat.
Roh juga ada empat jenis,
roh kebendaan, roh yang arif, roh yang memerintah (roh sultan) dan roh kudus
(roh suci).
Yang zahir, kenyataan bagi
Pencipta, juga ada empat jenis. Pertama ialah kenyataan di dalam rupa, bentuk,
warna, seumpama gubahan-Nya. Kedua ialah kenyataan perbuatan dan tindak balas
dalam perkara yang berlaku. Ketiga ialah kenyataan dalam sifat-sifat,
bakat-bakat, perangai-perangai sesuatu. Akhirnya kenyataan bagi zat-Nya.
Akal atau daya menimbang
juga ada empat jenis: akal yang
menguruskan soal-soal kehidupan duniawi, akal yang menimbang dan
memikirkan soal-soal akhirat, akal bagi roh yang bertugas dalam bidang makrifat
dan akhirnya akal yang meliputi.
Perkara yang dibincangkan
juga ada empat jenis. Empat jenis ilmu, empat
jenis roh, empat jenis penzahiran (kenyataan) dan empat jenis akal. Ada orang yang berada pada tahap
pertama ilmu, roh, kenyataan dan akal. Mereka adalah penghuni syurga pertama yang dipanggil syurga yang menjadi
tempat kembali yang mensejahterakan,
yaitu syurga keduniaan. Mereka yang berada pada tahap kedua ilmu, roh, kenyataan dan akal tergolong ke dalam syurga yang lebih tinggi, taman
kesukaan dan kesenangan kumiaan Allah kepada makhluk-Nya, syurga di dalam alam malaikat. Sebagian manusia yang mencapai
tahap ketiga ilmu, roh, kenyataan dan akal (makrifat) berada di dalam syurga
peringkat ketiga, syurga langit-langit, syurga nama-nama dan sifat-sifat Ilahi
dalam alam keesaan.
Namun, mereka yang mencari
dan terikat dengan ganjaran Allah, walaupun syurga, tidak dapat melihat hakikat sebenar dalam
diri mereka dan dalam benda-benda di sekeliling mereka. Mereka yang arif, yang
mencari hakikat, mereka yang mencapai suasana sebenar sufi, suasana keinginan
menyeluruh-tidak inginkan sesuatu apa pun kecuali Allah, berhajat kepada Allah
saja - meninggalkan segala-galanya dan tidak mencari apa-apa kecuali yang hak.
Mereka temui apa yang mereka cari dan masuk ke dalam alam yang hak, dan
kehampiran dengan Allah, dan hidup semata-mata karena Zat Allah, tidak
karena yang lain.
Ini sesuai dengan perintah
Allah, "Carilah keselamatan dengan
Allah" dan ikut nasihat Nabi saw.: “Kedua-dua dunia dan akhirat terlarang bagi
orang yang mencintai Allah".
Nabi saw. tidak memaksudkan kedua-dua dunia dan akhirat dihukumkan haram. Apa
yang baginda maksudkan ialah orang yang
berkehendak menemui Allah menyekat keinginan hawa nafsunya, egonya, kasih
sayang dan cita-citanya kepada dunia dan akhirat.
Pencari yang hak memberi
alasan: Dunia ini adalah ciptaan dan kita juga ciptaan. Semua yang dicipta
berhajat kepada Pencipta. Bagaimana
mungkin yang berhajat meminta kepada yang berhajat juga. Apa lagi jalan bagi
yang diciptakan kecuali mencari Pencipta.
Allah berfirman melalui
Rasul-Nya: "Kecintaan-Ku, Wujud-Ku,
adalah kecintaan mereka kepada- Ku".
Nabi saw. bersabda: "Keadaanku yang sangat berhajat,
kemiskinanku, adalah kemegahanku".
Keadaan yang sangat berhajat dan kecintaan kepada Allah menjadi asas kepada
pencarian sufi. Keadaan kemiskinan yang menjadi kebanggaan Nabi saw. bukanlah
kekurangan sesuatu berbentuk keduniaan atau kebendaan. Ia adalah pelepasan segala-galanya kecuali keinginan
kepada Zat Allah. Ia adalah segala sesuatu- bukan saja yang di dalam dunia ini,
malah yang dijanjikan di akhirat juga -
dan lantaran itu suasana berhajat sepenuhnya untuk dipersembahkan kepada Allah.
Inilah keadaan yang
membawa seseorang kepada kekosongan atau ketiadaan diri, lenyap di dalam zat
Allah. Ia adalah mengosongkan diri seseorang daripada apa saja kecuali cinta
Allah. Kemudian hati menjadi bernilai atau layak untuk menerima janji Allah, “Aku tidak dapat ditanggung oleh langit
dan bumi tetapi layak ditanggung oleh hati hamba-hamba-Ku yang beriman".
Hamba yang beriman adalah
yang melepaskan apa saja kecuali Yang Esa dari hatinya. Bila hati sudah
disucikan, Allah melapangkannya dan memuatkan Diri-Nya ke dalamnya. Bayazid Bustami menggambarkan
keluasan hatinya dengan katanya, "Jika segala yang maujud di dalam dan di
sekeliling arasy, keluasan semua ciptaan
Allah, diletakkan di penjuru hati manusia sempurna dia tidak akan
merasai beratnya".
Begitulah keadaan kekasih
Allah. Kasihilah mereka dan sentiasalah bersama mereka karena yang mencintai
akan bersama-sama yang dicintai pada hari akhirat nanti. Tanda kecintaan itu
ialah mencari kehadiran bersama-sama mereka,
berkehendak mendengar perkataan mereka, dan dengan pandangan serta
perkataan mereka, dapat merasakan kerinduan terhadap Allah Yang Maha
Tinggi.
Allah berfirman melalui
Nabi-Nya: “Aku merasai kerinduan para
hamba-Ku yang beriman, yang baik-baik,
hamba yang sejati, terhadap Diri-Ku dan Aku juga merindui mereka".
Kekasih Allah kelihatan
berbeda daripada orang lain, kelakuan
dan tindakan mereka juga berbeda. Pada
peringkat permulaan, ketika masih baru, tindakan mereka kelihatan seimbang antara baik dengan buruk.
Bila mereka maju lagi dan sampai kepada
peringkat pertengahan, perbuatan mereka penuh dengan manfaat. Dalam semua hal
kebaikan yang keluar melalui mereka bukan saja dalam ketaatan mereka mematuhi perintah Allah dan peraturan
agama, tetapi juga dalam perbuatan
yang mengandungi puncak kebahagiaan dan
bersinar dengan cahaya kepada maksud bagi yang
zahir.
Mereka seolah-olah
dipakaikan dengan pakaian daripada cahaya yang berwarna warni yang memancar
daripada mereka menurut maqam mereka.
Apabila mereka dapat
mengalahkan ego mereka dan kejahatan nafsu yang rendah dengan berkat kalimat
tauhid "La ilaha iliallah" dan
sampai kepada kewujudan yang boleh membedakan
antara yang hak dengan yang batil, yang benar dengan yang salah, cahaya biru langit memancar keluar
daripada mereka.
Bila dalam peringkat
tersebut, dengan pertolongan dan ilham dari Allah, mereka berpindah sepenuhnya ke dalam kebaikan dan
meninggalkan kejahatan keseluruhannya, cahaya
merah membungkus atau membaluti mereka.
Dengan berkata nama Allah
- HU - nama itu tiada yang lain kecuali yang hak dapat menceritakannya, mereka
sampai kepada peringkat dipersucikan daripada segala sifat-sifat keji dan
perbuatan jahat dan menemui suasana tenang dan aman, kemudian cahaya hijau keluar daripada mereka.
Bila semua ego dan
keinginan, bila semua kehendak diri sendiri dihapuskan melalui berkat HAQ, yang
sebenarnya, dan bila mereka menyerahkan kehendak mereka kepada kehendak Allah dan reda dengan apa
juga yang datang daripada-Nya, warna mereka berubah menjadi cahaya putih.
Inilah gambaran
orang-orang sufi daripada peringkat permulaan mereka di dalam perjalanan sampailah kepada peringkat
pertengahan. Tetapi seseorang yang
sampai kepada perbatasan peringkat ini tidak mempunyai bentuk atau
warna. Dia menjadi seolah-olah sinaran cahaya matahari. Cahaya matahari tidak
berwarna. Sufi yang sampai kepada maqam yang paling tinggi tidak mempunyai
kewujudan untuk membalikkan cahaya atau warna. Jika ada, warnanya ialah hitam,
yang menyerap semua warna. Inilah tanda
keadaan fana. Orang ramai
yang melihat kepadanya, keadaan yang tiada warna ini,
kelihatan gelap, menjadi tabir menutupi cahaya
makrifat yang dia miliki, seperti malam menutupi sinaran matahari. Allah
berfirman: "Dan Kami jadikan malam
itu (sebagai) pakaian. Dan Kami jadikan siang itu tempat penghidupan".
(Surat Nabaa, ayat 10 & 11).
Bagi mereka yang sampai
kepada hakikat atau intipati akal dan ilmu, ada tanda dalam
ayat di atas.
Mereka yang sampai kepada
kebenaran (hakikat) ketika di dalam dunia ini merasakan seolah-olah di
penjarakan di sini di dalam bilik kurungan di bawah tanah yang gelap. Mereka menghabiskan hayat mereka
di dalam kesusahan dan kesengsaraan. Mereka menanggung kesusahan yang besar,
tekanan-tekanan keadaan, di dalam dunia
yang gelap sepenuhnya. Nabi saw.
bersabda: "Dunia ini adalah penjara bagi orang beriman".
Seperti yang baginda saw. khabarkan percobaan yang paling besar menimpa para
nabi, kemudian yang hampir dengan Allah, kemudian dengan kadar menurun mengikut
kadar seseorang itu mau menghampiri Allah. Jadi, adalah sesuai bagi sufi
memakai pakaian hitam dan mengikat serban hitam di kepalanya, karena ia adalah
pakaian orang yang bersedia menempuh kesusahan dan kesakitan di
dalam perjalanan ini.
Di dalam kenyataan, hitam
adalah pakaian paling sesuai bagi mereka yang
berkabung karena kehilangan kemanusiaan dan kewujudan diri mereka. Ramai
manusia yang kehilangan anugerah yang berharga karena kecuaian, sesuai hanya
untuk kemanusiaan, bagi mereka yang sadar, bagi yang boleh melihat kebenaran,
enggan itu membunuh kehidupan abadi dengan tangan mereka sendiri. Membuang
kasih Ilahi yang kerinduan di dalam hati mereka, memisahkan diri mereka enggan
roh suci, mereka hilang kesempatan untuk kembali kepada asal mereka, kepada
penyebab. Walaupun mereka tidak mengetahuinya, merekalah yang menderita bala
yang paling besar. Jika mereka sadar yang mereka sudah kehilangan segala nikmat
akhirat, kehidupan abadi, mereka tentunya memakai pakaian hitam, pakaian
berkabung. Janda yang kematian suami berkabung selama empat bulan sepuluh hari.
Ini adalah berkabung karena kehilangan sesuatu di dalam dunia. Orang
yang kehilangan kebaikan hidup yang
abadi seharusnya berkabung secara abadi juga.
Nabi saw. bersabda: "Mereka yang tidak ikhlas sentiasa
berada di tepi bahaya besar". Betapa tepat gambaran ini mengenai orang
yang terpaksa berjalan berjingkit-jingkit dengan penuh kewaspadaan! Tetapi
inilah suasana sufi yang meninggalkan kewujudan
dirinya dan berada di dalam alam fana. Kefakirannya terhadap dunia ini yang
ditinggalkannya dan hajatnya yang penuh kepada Allah sangat besar, dan dia
melepasi kemanusiaan sebagai keindahan yang bersangatan.
MAKSUD IBADAT SECARA AMALAN ZAHIR DAN IBADAT BATIN
Lima kali sehari semalam,
pada masa yang telah ditentukan, sembahyang diwajibkan kepada sekalian Muslim
yang baligh dan berkuasa. Ini diperintahkan oleh Allah: "Kerjakan sembahyang dengan tetap dan akan sembahyang yang
terlebih penting”. (Surat al-Baqaraah, ayat 238).
Sembahyang menurut
peraturan agama (rukun sembahyang) terdiri daripada berdiri, membaca Al-Qur’an,
rukuk, sujud, duduk, membaca dengan kedengaran beberapa doa. Pergerakan dan
perbuatan ini melibatkan bagian-bagian tubuh, pembacaan diucap dan didengar
melibatkan pancaindera dan deria, adalah sembahyang diri zahir. Karena tindakan
diri zahir ini dilakukan berulang-ulang, acapkali, di dalam setiap lima waktu sehari, bagian pertama
menurut perintah Allah "Dirikan sembahyang", adalah lebih dari satu.
Bagian kedua perintah Allah "terutamanya sembahyang pertengahan"
merujuk kepada sembahyang hati, karena
hati berada di tengah-tengah pada kejadian manusia. Tujuan sembahyang
ini adalah mendapatkan kesejahteraan
pada hati. Hati berada di tengah-tengah, antara kanan dengan kiri, antara
hadapan dengan belakang, antara atas dengan bawah, antara kebaikan dengan
keburukan. Hati adalah pusat, titik pengimbang, penengah. Nabi saw. bersabda: "Hati anak Adam berada di antara dua jari Yang Maha Penyayang.
Dia balikkan ke arah mana yang Dia kehendaki". Dua jari Allah adalah
sifat kekerasan-Nya yang berkuasa
menghukum dan sifat keindahan-Nya dan pengasih-Nya yang memberi rahmat dan
nikmat.
Sembahyang sebenar adalah
sembahyang hati. Jika hati lalai daripada sembahyang, sembahyang zahir tidak
akan teratur. Bila ini terjadi kesejahteraan dan kedamaian diri zahir yang
diharapkan diperolehi daripada sembahyang zahir itu tidak diperolehi. Sebab itu Nabi saw. bersabda: “Amalan sembahyang mungkin dengan hati
yang diam".
Sembahyang adalah
penyerahan yang dicipta kepada Pencipta. Ia adalah pertemuan di antara hamba dengan Tuannya.
Tempat pertemuan itu ialah hati. Jika
hati tertutup, lalai dan mati, begitu juga maksud sembahyang itu, tidak ada
kebaikan yang sampai kepada diri zahir daripada sembahyang yang demikian,
karena hati adalah intipati atau hakikat
atau zat bagi jasad, semua yang lain bergantung kepadanya. Nabi saw.bersabda: "Ada sekeping daging di dalam tubuh
manusia, jika ia baik maka baiklah semua anggota tetapi jika ia jahat maka
jahat pula anggota. Ketahuilah, itulah hati".
Sembahyang yang
diperintahkan oleh agama (syariat) dilakukan pada waktu tertentu, lima kali sehari semalam. Sebaiknya
dilakukan di dalam masjid secara berhemah, menghadap ka'bah, mengikut imam yang
tidak munafik dan tidak ria'.
Masa untuk bersembahyang
batin tidak mengira masa dan tidak berkesudahan, bagi kehidupan ini dan juga
akhirat. Masjid bagi sembahyang ini ialah hati. Jamaahnya ialah bakat-bakat
kerohanian, yang mengingat dan mengucapkan nama-nama Allah Yang Esa di dalam
bahasa alam batin.
Imam sembahyang ini ialah
kehendak yang tidak dapat disekat, arah kiblatnya ialah keesaan Allah, yang di
mana-mana, dan keabadian-Nya dan keindahan-Nya. Hati yang sejati adalah yang
boleh melakukan sembahyang yang demikian. Hati yang seperti ini tidak tidur dan tidak mati. Hati
dan roh yang demikian berada di dalam
sembahyang yang berkelanjutan, dan manusia yang memiliki hati yang
demikian, sama saja dia dalam jaga atau tidur, senantiasa berbuat kebaktian.
Sembahyang batin yang dilakukan oleh hati adalah keseluruhan kehidupannya.
Tiada lagi bunyi bacaan, berdiri, rukuk, sujud atau duduk. Pembimbingnya, imam
sembahyang itu adalah Rasulullah saw. sendiri. Baginda berkata-kata dengan
Allah Yang Maha Tinggi: "Engkau yang kami sembah dan Engkau
jugalah yang kami minta
pertolongan". (Surat Fatihaah, ayat 4). Ayat suci ini
ditafsirkan sebagai tanda manusia
sempurna, yang melewati atau melepasi dari menjadi kosong, hilang kepada segala kebendaan, kepada suasana
keesaan. Hati yang sempurna demikian menerima rahmat yang besar daripada Ilahi.
Satu daripada rahmat itu dinyatakan oleh Nabi saw.: "Nabi-nabi dan yang dikasihi Allah meneruskan ibadat mereka di
dalam kubur seperti yang mereka lakukan
di dalam rumah mereka ketika mereka hidup di dalam dunia". Dalam lain
perkataan kehidupan abadi adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt.
ZAKAT
Ada dua jenis zakat:
zakat yang diajarkan oleh syariat dan zakat
kerohanian yang berlainan
sifatnya. Zakat yang diajarkan oleh syariat ialah mengeluarkan daripada
barang-barang dalam dunia ini. Setelah ditolak jumlah tertentu yang
diperuntukkan sebagai kegunaan keluarga, satu bagian dibagikan kepada orang
miskin. Zakat rohani bagaimanapun diambil daripada perolehan barangan akhirat.
Ia juga diberikan kepada orang miskin,
yaitu miskin kerohanian.
Zakat adalah memberi bantuan kepada orang miskin. Allah
perintahkan: "Sedekah-sedekah itu untuk faqir-faqir dan miskin". (Surat at-Taubah, ayat 60).
Apa juga yang diberi untuk
tujuan ini sampai kepada tangan Allah Yang Maha
Tinggi sebelum dihantar kepada yang memerlukannya. Jadi, tujuan zakat
dan sedekah ini bukanlah terutamanya untuk membantu yang memerlukan, karena
Allah adalah Pemberi kepada semua yang memerlukan, tetapi supaya niat baik
pemberi zakat dan sedekah itu diterima
oleh Allah.
Mereka yang hampir dengan
Allah menjadikan ganjaran rohani daripada perbuatan baiknya sebagai kebaktian
kepada orang yang berdosa. Allah Yang Maha Tinggi menyatakan keampunan-Nya
mengampunkan orang-orang yang berdosa mengikut kadar doa, permohonan, pujian,
puasa, sedekah, hajji dan lain-lain kebaikan para hamba-Nya yang berhasrat
mengorbankan ganjaran kerohanian yang mereka
harapkan sebagai hasil daripada ibadat dan ketaatan mereka, Allah dengan
kemurahan-Nya menutup dan menyembunyikan dosa para pendosa sebagai balasan
terhadap kebaktian para hamba-Nya yang baik-baik.
Kemurahan hati
hamba-hamba-Nya yang beriman hingga
kepada peringkat mereka tidak memiliki
apa-apa lagi, tidak menyimpan sesuatu apa pun untuk diri mereka, hinggakan tidak ada nama baik dari kebaikan
mereka juga tidak ada harapan untuk balasan akhirat. Orang yang memasuki jalan
ini kehilangan segala-galanya termasuklah kewujudan dirinya sendiri. Dia
menjadi muflis sepenuhnya karena dia benar-benar murah hati. Allah mengasihi
orang yang murah hati sampai kepada peringkat muflis seluruhnya pada dunia ini.
Nabi saw. bersabda: "Orang yang
membelanjakan semua yang dimilikinya dan
tidak berharap untuk memiliki apa-apa berada di dalam penjagaan Allah di dunia
dan akhirat".
Rabiatul Adawiyah berdoa: "Wahai Tuhan. Berikan semua
bagianku daripada dunia ini kepada
orang-orang kafir dan jika ada bagianku di akhirat bagikannya kepada
hamba-hamba-Mu yang beriman. Apa yang aku inginkan dalam dunia ini ialah
merindui-Mu dan yang aku inginkan di akhirat ialah bersama-Mu, karena manusia
dan apa saja yang diperolehnya adalah milik- Mu''.
Allah membalas sehingga
sepuluh kali ganda kepada orang yang bersedekah. "Barangsiapa kerjakan kebaikan maka baginya (ganjaran) sepuluh
kali ganda". (Surat al-An' aam,
ayat 160).
Faedah lain daripada sedekah ialah kesan
penyuciannya. Ia menyucikan harta dan diri seseorang. Jika diri dibersihkan
daripada sifat-sifat ego maka tujuan sedekah
atau zakat batin (kerohanian) tercapai.
Memisahkan seseorang
dengan apa yang dia anggap sebagai miliknya
mendatangkan balasan yang berganda di akhirat: "Siapakah yang hendak meminjamkan kepada Allah satu pinjaman yang
baik lalu Dia gandakan (ganjaran) baginya, padahal (adalah) baginya ganjaran
yang mulia?". (Surat al-Hadiid, ayat
11).
"Berbahagialah orang yang
membersihkannya (jiwanya)". (Surat asy-Syams, ayat 9).
Zakat, 'sedekah yang
indah' adalah perbuatan yang baik, sebagian daripada yang kamu terima, kebendaan dan kerohanian.
Belanjakanlah karena Allah, kepada Allah. Walaupun balasan berganda dijanjikan
jangan pula melakukannya karena balasan tersebut. Berikan zakat dan sedekah
secara mengambil berat, dengan kasih sayang
dan kasihan belas bukan sebagai budi, mengharapkan pujian, membuat
penerima merasa terhutang budi dan terikat.
"Wahai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu batalkan
(pahala) sedekah kamu dengan bangkitan
dan gangguan". (Surat al-Baqarah, ayat 264).
Jangan meminta dan
mengharapkan faedah keduniaan bagi
perbuatan baik kamu. Lakukannya karena Allah semata-mata. Firman Allah: "Kamu tidak akan dapat (balasan) kebaikan kecuali kamu mendermakan
sebagian daripada apa yang kamu sayangi, dan sesuatu apa yang kamu dermakan itu
Allah mengetahui akan dia".
(Surat al-'Imraan, ayat 92).
MENYAKSIKAN YANG HAK MELALUI SUASANA KEDAMAIAN YANG DATANG
DARIPADA PELEPASAN SEGALA KEDUNIAAN DAN MELALUI ZAUK.
Nabi saw. bersabda: "Satu ilham Ilahi yang memutuskan
seseorang daripada dunia ini dan kurniaan atas seseorang akan
kenyataan atau cermin sifat-sifat Tuhan, menampakkan kepada seseorang keesaan
Ilahi, lebih baik daripada pengalaman dunia dan akhirat". Dan, "Orang yang tidak mengalami zauk
(kegairahan) yang daripadanya menerima
kenyataan makrifat Ilahi dan yang hak adalah tidak hidup".
Banyak ayat-ayat dan
hadis-hadis serta perkhabaran daripada wali-wali menceritakan suasana ini. "Dan
apakah orang yang Allah luaskan dadanya kepada Islam, yaitu ia berjalan atas
nur dari Tuhannya (sama dengan yang beku hatinya?). Maka kecelakaan (adalah) bagi mereka yang
beku hatinya dari mengingat Allah. Mereka itu (adalah) dalam kesesatan yang
nyata. Allah telah turunkan sebaik-baik perkataan, kitab yang sebagiannya
menyerupai sebagiannya, yang diulang-ulangkan, yang seram lantarannya
kulit-kulit badan orang yang takut kepada Tuhannya. Kemudian jadi lemas
kulit-kulit mereka dan hati-hati mereka kepada mengingat Allah. Yang demikian
itu pimpiman Tuhan, yang Ia pimpin
dengannya siapa yang Ia kehendaki, dan barangsiapa disesatkan oleh Allah maka
tidaklah ada baginya sebarang pimpinan". (Surat az- Zummar, ayat 22
& 23).
Junaid al-Baghdadi berkata, "Bila zauk (kegairahan) bertemu dengan kenyataan Ilahi
di dalam diri seseorang, dia itu berada di dalam keadaan baik kelezatan
yang amat sangat atau keharuman yang
mendalam".
Ada dua jenis zauk:
zauk lahiriah dan zauk rohaniah. Zauk
lahiriah adalah hasil daripada ego diri. Ia tidak memberi kepuasan secara
rohaniah. Ia dipengaruhi oleh pancaindera. Sering kali ianya kepura-puraan,
berlaku agar dilihat atau diketahui oleh orang lain. Zauk jenis ini tidak
berharga sedikit pun karena ianya disengajakan, dengan kehendak atau niat:
orang yang mengalaminya masih merasakan
yang dia boleh berbuat dan memilih (tidak ada fana padanya). Tidak guna
menganggap penting pengalaman yang demikian.
Zauk kerohanian,
bagaimanapun, keseluruhannya berbeda, suasana yang dihasilkan oleh pengaliran tenaga kerohanian
yang melimpah ruah. Secara biasa, pengaruh luar - seperti puisi yang indah yang
dibaca, atau Al-Qur’an dibaca dengan suara yang
merdu, atau keghairahan yang dicetuskan oleh upacara zikir sufi- boleh
mengakibatkan peningkatan kerohanian. Ini berlaku karena pada ketika itu
penentangan lahiriah seseorang dihapuskan, kehendak dan kekuatan akal untuk
memilih diatasi. Bila kekuatan badan dan
fikiran sudah dilemahkan suasana zauk
adalah semata-mata bersifat kerohanian. Meneruskan perjalanan dengan
pengalaman yang demikian sangat besar gunanya bagi seseorang. "Dan orang yang menjauhi berhala-hala daripada
menyembahnya dan kembali kepada Allah adalah bagi mereka khabar yang
menggirangkan. Oleh itu girangkanlah hamba-hamba-Ku. Yang mendengar perkataan
lalu menurut yang sebaik-baiknya. Merekalah orang-orang yang dipimpin oleh
Allah dan mereka itu ialah orang-orang yang mempunyai fikiran". (Surat
az-Zumar, ayat 17 & 18).
Nyanyian merdu
burung-burung, keluhan pencinta, adalah sebagian daripada penyebab luar yang
menggerakkan tenaga kerohanian. Dalam suasana tenaga kerohanian yang demikian syaitan dan ego
tidak boleh campur tangan; iblis bertindak di dalam alam kegelapan
perbuatan-perbuatan yang muncul daripada
ego diri dan tidak boleh berbuat apa-apa di dalam alam kemurahan dan keampunan
yang bercahaya. Dalam alam kemurahan dan keampunan Allah, syaitan menjadi cair
laksana garam di dalam air, sama seperti ia hilang apabila dibaca: "La
haula wala quwwata illa billahil
'aliyyil 'azim" - Tiada daya dan
upaya melainkan dengan Allah Yang Maha Tinggi, Maha Mulia.
Pengaruh-pengaruh yang
merangsangkan zauk kerohanian diterangkan oleh hadis, "Ayat-ayat Al-Qur’an, puisi yang berhikmah dan ajaib mengenai
cinta dan bunyi serta suara kerinduan
menyalakan wajah roh".
Zauk sebenar adalah
hubungan cahaya dengan cahaya bila roh insan bertemu dengan cahaya Ilahi. Allah
berfirman: "Yang suci untuk yang suci pula". (Surat an-Nuur, ayat 26).
Jika zauk datang dari
rangsangan ego dan syaitan tiada cahaya di sana. Di sana hanya ada kegelapan
tanpa cahaya, ragu-ragu, penafian dan kekeliruan. Kegelapan menjadi bapak kepada kegelapan. Dalam bagian
roh dan jiwa, ego tidak ada bagian. Firman Tuhan: "Yang tidak suci untuk yang tidak
suci pula". (Surat
an-Nuur, ayat 26).
Penzahiran suasana zauk
ada dua jenis: penzahiran zauk lahiriah yang bergantung kepada kehendak diri
sendiri dan penzahiran zauk kerohanian yang di luar pilihan dan kehendak
seseorang. Dalam kasus pertama yang nyata ialah disengajakan. Jika seseorang
menggeletar, bergoyang dan meraung walaupun bukan di bawah pengaruh kesakitan
atau gangguan dalam tubuh, ia tidak dianggap sah. Apa yang sah ialah perubahan yang nyata pada keadaan
lahiriah yang tidak disengajakan dan disebabkan oleh keadaan batin seseorang.
Penzahiran yang tidak
disengajakan adalah akibat tenaga kerohanian yang tidak dapat dikawal oleh seseorang. Rohnya yang di
dalam zauk mengatasi pancaindera. Ia adalah umpama keadaan meracau orang yang
demam panas, agak tidak mungkin mencegah orang yang demikian daripada
terketar-ketar, bergoyang dan menjadi kaku di dalam meracau itu karena dia
tidak ada kuasa terhadap penzahiran yang keluar atau berlaku kepadanya itu.
Begitu juga bila tenaga kerohanian membesar sehingga mengalahkan kehendak,
fikiran dan tubuh badan, zauk yang lahir
daripada yang demikian adalah benar, jujur dan bersifat kerohanian. Keadaan
zauk kerohanian yang demikian, yang di masuki oleh para sahabat akrab Allah di
dalam melakukan pergerakan dan pusingan pada upacara mereka, adalah cara untuk
menimbulkan keghairahan dan dorongan pada hati mereka. Ini adalah makanan bagi mereka yang mengasihi Allah; ia
memberikan tenaga di dalam perjalanan mereka yang sukar dalam mencari yang hak.
Nabi saw. bersabda: "Upacara keghairahan
yang dilakukan oleh para pencinta Allah,
tarian dan nyanyian mereka, merupakan kewajipan bagi sebagian, dan bagi
sebagian yang lain adalah harus
sementara bagi yang lain pula adalah bid’ah. Ia adalah kewajipan bagi manusia yang sempurna, harus
bagi kekasih Allah dan bagi yang lalai
adalah bid’ah". Dan: "Adalah
sifat yang tidak sihat bagi orang yang tidak merasa kelezatan berada bersama kekasih Allah: puisi
orang arif yang mereka nyanyikan, musim
bunga, warna dan keharuman bunga, burung dan nyanyiannya".
PENGASINGAN DIRI DARI DUNIA DENGAN MEMASUKI KHALWAT DAN SULUK
Khalwat dan suluk harus
dilihat secara zahir dan batin. Khalwat zahir ialah apabila seseorang mengambil keputusan untuk
memisahkan dirinya daripada dunia, memencilkan dirinya di dalam satu ruang yang
terpisah daripada orang ramai supaya
manusia dan makhluk di dalam dunia selamat daripada kelakuan dan kewujudannya
yang tidak diingini. Dia juga berharap agar dengan berbuat demikian sumber kepada kewujudan yang tidak diingini, egonya dan hawa nafsu
badannya akan terpisah daripada bekalan hariannya dan terhenti juga segala
yang memuaskan dan mengenyangkannya.
Seterusnya dia berharap pengasingan itu akan
mendidik egonya dan seleranya, memberi peluang kepada perkembangan diri
rohaninya.
Bila seseorang memutuskan
demikian niatnya mestilah ikhlas. Dalam
satu segi dia seumpama meletakkan dirinya di dalam kubur, dalam keadaan mati,
mengharapkan semata-mata keredaan Allah, berhasrat dalam hatinya melahirkan
yang asli dan beriman, yang boleh lahir daripada kewujudannya yang hina ini.
Nabi saw.bersabda, "Yang beriman adalah
yang orang lain selamat daripada
tangan dan lidahnya".
Dia mengikat lidahnya dari
berkata yang sia-sia karena Nabi saw. bersabda: "Keselamatan manusia datang dari lidah dan kebinasaannya juga dari
lidah" . Dia menutupkan matanya daripada yang diharamkan agar
pandangannya yang khianat dan menipu daya tidak jatuh ke atas apa yang dimiliki
oleh orang lain. Dia menutup telinganya
dari mendengar pembohongan dan kejahatan, dan mengikat kakinya, membelenggunya
dari pergi kepada dosa.
Nabi saw.bersabda
menceritakan setiap anggota badan boleh melakukan dosa sendirian: "Mata boleh berzina". Bila
salah satu daripada pancaindera berdosa satu makhluk hitam yang bodoh
diciptakan daripadanya dan pada hari pembalasan ia menjadi saksi terhadap dosa
yang kamu lakukan. Kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka.
Tuhan memuji orang yang
menghindarkan dirinya daripada kesalahan karena yang demikian merupakan penyesalan yang sebenar,
taubat yang kuat. "Adapun orang yang
takut kepada kebesaran Tuhannya, dan mencegah diri daripada hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurga itu tempat
kembalinya". (Surat an-Naazi'aat, ayat 40 & 41).
Orang yang takutkan
Tuhannya dan bertaubat, mengeluarkan kewujudannya yang hina daripada yang beriman dan mengeluarkan
keburukannya daripada imannya, ditukarkan di dalam khalwatnya, sehingga jadilah
ia jejaka tampan. Kewujudan yang elok ini
menjadi khadam kepada penghuni syurga.
Mengasingkan diri adalah
benteng menghalang musuh bagi dosa diri sendiri dan kesalahan. Di dalamnya,
sendirian, seseorang terpelihara di dalam kesucian. Firman Allah: "Barangsiapa percaya akan pertemuan Tuhannya hendaklah ia kerjakan amal
salih dan janganlah ia sekutukan seseorang juga dalam ibadat
kepada Tuhannya". (Surat al-Kahfi, ayat 110).
Semua yang diceritakan
hingga kini adalah maksud bagi suasana khalwat zahir. Maksud khalwat batin pula
ialah mengeluarkan dari hati walaupun hanya memikirkan hal keduniaan, kejahatan
dan ego, meninggalkan makan, minum. Harta, keluarga, isteri, anak-anak dan
perhatian serta kasih sayang semuanya.
Anggapan orang lain
melihat atau mendengar tentangnya jangan masuk kepada khalwat ini. Nabi
saw.bersabda: "Kebesaran dan apa
yang diburunya adalah bala, dan melarikan diri daripada kebesaran dan
mengharapkan pujian orang dan apa yang dibawanya adalah keselamatan." Orang yang bercadang
memasuki khalwat batin mestilah menutupi hatinya daripada kemegahan,
sombong, takabur, marah, dengki, khianat
dan yang seumpamanya. Jika sebarang perasaan yang demikian masuk kepadanya di
dalam khalwatnya hatinya menjadi terikat. Ia tidak lagi terlepas daripada dunia
dan khalwat demikian tidak berguna. Sekali kekotoran memasuki hati ia
kehilangan kesuciannya dan semua kebaikan terbatal. “Apa
yang kamu bawa itu sihir, sesungguhnya Allah akan membatalkannya (karena) Allah
itu tidak membaguskan amal orang- orang yang berbuat bencana". (Surat Yunus, ayat 81).
Walaupun perbuatan
seseorang itu kelihatan bagus pada pandangan orang lain, bila sifat-sifat buruk
memasukinya, orang itu dianggap berlaku khianat dan menipu dirinya sendiri dan
juga orang lain. Nabi saw. bersabda: "Sombong
dan takabur mencemarkan iman. Fitnah dan umpatan lebih buruk dari dosa
zina". Juga, "Sebagaimana
api membakar kayu dendam membakar dan menghapuskan perbuatan baik
seseorang". Juga, "Fitnah
itu tidur, laknati ke atas siapa yang mengejutkannya". Juga, "Orang
yang bakhil tidak masuk syurga walaupun dia habiskan umurnya dengan
ibadat". Juga, "Kepura-puraan adalah bentuk sembunyi mengadakan sekutu bagi
Tuhan". Juga, "Syurga menolak orang yang menolak orang lain".
Banyak lagi tanda-tanda
sifat buruk yang dikutuk oleh Rasulullah saw. Apa yang dinyatakan sudah memadai untuk menunjukkan
kepada kita bahwa dunia ini adalah tempat yang memerlukan berkelanjutan di dalam
berhati-hati dan berwaspada, perlu berjalan melaluinya dengan penuh cermat dan
perhatian. Matlamat pertama jalan kerohanian ialah menyucikan hati dan langkah
untuk memperolehinya ialah memberantas keegoan dan keinginan hawa nafsu. Di
dalam khalwat, dengan berdiam diri, bertafakur dan berzikir terus menerus, ego
seseorang diperbaiki. Kemudian Allah Yang Maha Tinggi menjadikan hati seseorang
itu bercahaya.
Tiada yang dilakukan di
dalam khalwat secara perbuatan sendiri. Apa yang perlu ialah cinta, ikhlas dan
keyakinan yang sebenar. Cara ini bukan cara orang tersebut sendiri. Dia
menuruti cara para sahabat Rasulullah saw., cara orang-orang yang mengikuti mereka dan cara orang yang
mengetahui cara mereka dan mengikutinya.
Bila orang yang yakin
berada pada jalan ini menurut jalan taubat, ilham dan menyucikan hatinya, Allah
mencabut dari hatinya dan dirinya segala yang
merusakkan dan yang keji dan melindunginya agar dia tidak kembali kepadanya.
Wajahnya akan menjadi cantik; perasaannya, baik dipendamkan atau dizahirkan,
menjadi tulen. Apa saja yang dia lakukan dilakukannya dengan cara yang terpuji karena dia berada di dalam kehadiran Ilahi. “Allah mendengar orang yang memuji-Nya". Jadi, Allah menjaganya. Allah menerima
doanya, kerinduannya dan puji- pujiannya
dan mengabulkan segala keinginannya. "Barangsiapa
maukan kemuliaan maka bagi Allah jugalah semua kemuliaan. Kepada-Nya naik
perkataan yang baik, amal yang salih itu Dia angkat". (Surat Fatir, ayat 10).
Perkataan yang baik
menyelamatkan lidah daripada perkataan yang sia-sia. Lidah adalah alat yang
baik untuk memuji Tuhan, mengulangi nama-nama-Nya yang indah, memperakui keesaan-Nya. Allah memberi
amaran terhadap perkataan yang sia-sia: "Tidak sekali-kali! Sesungguhnya yang
demikian perkataan yang ia ucapkan padahal di belakang mereka satu dinding
hingga hari mereka dibangkitkan (mereka tidak benar dalam perkataan
mereka)". (Surat Mukminuun, ayat 100).
Allah mengurniakan
keampunan-Nya, belas kasih-Nya kepada orang yang belajar dan mengamalkannya dengan niat yang
baik. Dia membawanya hampir dengan membawanya kepada derajat yang lebih tinggi.
Dia reda kepadanya, Dia maafkan kesalahannya.
Bila seseorang telah
dinaikkan kepada derajat itu hatinya menjadi seperti laut. Bentuk dan warna
laut itu tidak berubah karena sedikit kekejaman dan penganiayaan yang orang
ramai buangkan kepadanya. Nabi saw. bersabda: "Jadilah seperti laut yang tidak berubah, tetapi di dalamnya
tentara gelap (ego) kamu akan lemas", seperti Firaun lemas di dalam
Laut Merah. Dalam lautan itu kapal agama
timbul dengan selamat dan sejahtera, ia berlayar di dalam lautan yang luas itu. Roh orang yang di dalam
khalwat terjun ke dasarnya untuk mendapatkan mutiara kebenaran, membawa ke
permukaan mutiara kebijaksanaan (makrifat) dari batu karang budi pekerti dan
menyebarkannya ke tempat yang jauh. Firman
Allah: “Keluar daripadanya mutiara dan marjan (batu karang)". (Surat
ar-Rahmaan, ayat 22).
DOA DAN ZIKIR BERHUBUNG DENGAN JALAN SULUK
Siapa saja yang memilih
untuk memisahkan dirinya daripada dunia supaya dia dapat menghampiri Allah hendaklah tahu
ibadat-ibadat seperti doa dan zikir yang sesuai untuk tujuan tersebut.
Melakukan ibadat tersebut memerlukan suasana yang suci dan sebaik-baiknya
berada di dalam keadaan berpuasa. Bilik khalwat biasanya berhampiran dengan
masjid karena syarat bagi salik perlu meninggalkan bilik khalwatnya lima kali
sehari bagi mengerjakan sembahyang berjamaah dan pada ketika tersebut hendaklah menjaga dirinya
agar tidak menonjol, menyembunyikan diri dan tidak berkata-kata walau sepatah
perkataan pun. Siapa saja yang di dalam
suluk hendaklah mengambil langkah tegas untuk lebih menghayati dan
mematuhi prinsip-prinsip, dasar-dasar dan syarat-syarat sembahyang berjamaah.
Setiap malam, ketika
tengah malam, salik mestilah bangun untuk mengerjakan sembahyang tahajjud, yang
bermaksud suasana jaga sepenuhnya di tengah-tengah tidur. Sembahyang tahajjud
membawa symbol kebangkitan setelah mati. Bila seseorang berjaya bangun untuk
melakukan sembahyang tahajjud dia adalah
Pemilik hatinya dan pemikirannya bersih. Agar suasana jaga ini
tidak rusak dia tidak seharusnya melibatkan diri dengan kegiatan
harian seperti makan dan mmum.
Sebaik saja bangun dengan
menyadari dibangkitkan daripada kelalaian kepada kesadaran, ucapkan:
“Alhamdulillahi ahyani ba' da ma amatani wa-ilaihin-nusyur- Segala puji bagi
Allah yang membangkitkan daku setelah mengambil hidupku. Selepas mati semua
akan dibangkitkan dan kembali kepada-Nya".
Kemudian bacakan sepuluh ayat terakhir Surat al-'Imraan, yaitu ayat 190 - 200. Selepas itu
mengambil wudlu dan berdoa:
"Kemenangan untuk
Allah! Segala puji untuk-Mu. Tidak ada yang lain daripada-Mu yang layak
menerima ibadat. Daku bertaubat dari dosaku. Ampuni dosaku, maafkan kehadiranku, terimalah
taubatku. Engkau Maha Pengampun, Engkau suka memaafkan. Wahai Tuhanku! Masukkan
daku ke dalam golongan mereka yang
menyadari kesalahan mereka dan masukkan daku ke dalam golongan
hamba-hamba-Mu yang salih yang memiliki kesabaran, yang bersyukur, yang mengingati Engkau dan
yang memuji Engkau malam dan
siang".
Kemudian dongakkan pandangan ke langit dan buat pengakuan:
"Aku naik saksi tiada Tuhan melainkan Allah, Esa, tiada
sekutu, dan aku naik saksi Muhamamd adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Daku
berlindung dengan keampunan-Mu daripada azab-Mu. Daku berlindung dengan
keredaan-Mu daripada murka-Mu. Daku berlindung dengan-Mu daripada-Mu. Aku tidak
mampu mengenali-Mu sebagaimana Engkau kenali Diri-Mu. Aku tidak mampu memuji-Mu
selayaknya. Daku adalah hamba-Mu, daku adalah
anak kepada hamba-Mu. Dahiku yang
di atasnya Engkau tuliskan takdir adalah dalam tangan-Mu. Perintah-Mu
berlari menerusi daku. Apa yang Engkau tentukan untukku adalah baik bagiku.
Daku serahkan kepada-Mu tanganku dan
kekuatan yang Engkau letakkan padanya.
Daku buka diriku di hadapan-Mu, mendedahkan semua dosaku. Tiada Tuhan kecuali
Engkau, dan Engkau Maha Pengampun, aku yang zalim, aku yang berbuat kejahatan,
daku menzalimi diriku. Untukku karena daku adalah hamba-Mu ampunkan
dosa-dosaku. Engkau jugalah Tuhan, hanya Engkau yang boleh mengampunkan".
Kemudian menghadap ke arah
kiblat dan ucapkan: "Allah Maha
Besar! Segala puji untuk-Nya. Aku ingat dan membesarkan-Nya".
Kemudian ucapkan
sepuluh kali: "Segala kemenangan buat Allah".
Kemudian ucapkan
sepuluh kali: "Segala puji dan
syukur untuk Allah".
Kemudian ucapkan
sepuluh kali: "Tiada
Tuhan melainkan Allah".
Kemudian lakukan
sembahyang sepuluh rakaat, dua rakaat satu salam.
Nabi saw. bersabda: "Sembahyang malam dua, dua". Allah
memuji orang yang bersembahyang malam”.
"Dan di sebagian malam hendaklah
engkau sembahyang tahajjud sebagai sembahyang sunat untukmu, supaya Tuhanmu
bangkitkan kamu di satu tempat yang terpuji". (Surat Bani Israil, ayat 79).
"Renggang rusuk-rusuk mereka dari tempat tidur, dalam
keadaan menyeru Tuhan mereka dengan takut dan penuh harapan, dan sebagian
daripada apa yang Kami kurniakan itu mereka belanjakan". (Surat as-Sajadah, ayat 16 & 17).
Kemudian pada akhir malam bangun semula untuk mengerjakan
sembahyang witir tiga rakaat, sembahyang yang menutup semua
sembahyang-sembahyang pada hari itu.
Pada rakaat ketiga selepas al-Faatihah bacakan satu Surat dari Al-Qur’an,
kemudian angkatkan tangan seperti pada permulaan sembahyang sambil ucapkan
"Allahu Akbar!" dan bacakan doa qunut. Kemudian selesaikan sembahyang
seperti biasa.
Setelah matahari terbit
orang yang di dalam suluk perlu melakukan sembahyang isyraq, sembahyang yang
menerangi, dua rakaat. Selepas itu melakukan sembahyang istihadha' dua rakaat,
mencari perlindungan dan keselamatan daripada syaitan. Pada rakaat pertama
selepas al- Faatihah bacakan Surat
al-Falaq. Dalam rakaat kedua
selepas al-Faatihah bacakan Surat
an-Nas.
Bagi mempersiapkan diri
untuk hari itu lakukan sembahyang sunat istikharah, sembahyang meminta petunjuk
Allah untuk keputusan yang benar pada hari itu. Pada tiap rakaat selepas al-
Faatihah bacakan ayat al-Kursi. Kemudian
tujuh kali Surat al-Ikhlas. Kemudian pagi itu lakukan sembahyang dhuha,
sembahyang kesalihan dan kedamaian hati. Lakukan enam rakaat. Bacakan Surat
asy-Syams dan Surat ad-Dhuha. Sembahyang dhuha diikuti oleh dua rakaat kaffarat,
sembahyang penebusan terhadap kekotoran yang mengenai seseorang tanpa boleh dielakkan atau disadari. Tersentuh
dengan kekotoran walaupun secara tidak
sengaja masih berdosa, boleh dihukum. Ini boleh berlaku walaupun di
dalam suluk, misalnya melalui keperluan
tubuh badan. Nabi saw. bersabda: "Jaga-jaga
dari najis - walaupun ketika kamu kencing, satu titik tidak mengenai kamu -
karena ia adalah kesiksaan di dalam
kubur". Setiap rakaat, selepas membaca al- Faatihah bacakan Surat
al-Kausar tujuh kali.
Satu lagi
sembahyang-panjang, walaupun empat rakaat-harus dilakukan dalam satu hari semasa khalwat atau suluk. Ini
adalah sembahyang tasbih - sembahyang penyucian atau pemujaan. Jika seseorang
itu mengikuti mazhab Hanafi dia melakukannya empat rakaat satu salam. Jika dia berfahaman
Syafi'e dilakukannya dua rakaat satu salam, dua kali. Ini jika dilakukan di
siang hari. Jika dilakukan malam hari
Hanafi dan Syafi'e sependapat, dua
rakaat satu salam, dua kali.
Nabi saw. memberitahu
mengenai sembahyang ini kepada bapak
saudara baginda, Ibnu Abbas: "Wahai
bapak saudaraku yang ku kasihi. Ingatlah aku akan berikan kepada kamu satu
pemberian. Perhatikanlah aku akan sampaikan kepada kamu satu yang sangat baik.
Ingatlah aku akan berikan kepada kamu kehidupan dan harapan baru. Ingatlah aku
akan berikan kepada kamu sesuatu yang bernilai
sepuluh daripada perbuatan-perbuatan yang baik. Jika kamu kerjakan apa
yang aku beritahu dan ajarkan kepada kamu Allah akan ampunkan dosa-dosa kamu
yang lalu dan yang akan datang, yang
lama dan yang baru, yang kecil dan yang besar. Lakukan secara diketahui atau
tidak diketahui, secara tersembunyi atau terbuka".
"Engkau kerjakan sembahyang empat rakaat. Pada tiap-tiap
rakaat selepas al-Faatihah kamu bacakan satu Surat dari Al-Qur’an. Ketika kamu berdiri bacakan
lima belas kali: Subhanallahi il-hamdu lillahi la ilaha illallahu wa-llahu
akbar, wa-la hawla wa-la quwwata illa billahil l-'Ali I-'Azim. Bila kamu rukuk,
tangan di atas lutut, bacakan sepuluh kali. Ketika berdiri ulanginya sepuluh
kali lagi. Ketika kamu sujud bacakan sepuluh kali. Bila kamu bangun dari sujud
bacakan sepuluh kali. Ketika duduk bacakan sepuluh kali. Sujud semula bacakan
sepuluh kali. Duduk semula bacakan sepuluh kali. Kemudian bangun untuk rakaat
kedua. Lakukan serupa untuk rakaat yang lain sehingga empat rakaat".
"Jika kamu mampu lakukan sembahyang ini setiap hari. Jika tidak lakukan
sekali sebulan. Jika tidak mampu juga lakukan sekali setahun. Jika masih tidak
mampu lakukan sekali seumur hidup".
Jadi, empat rakaat itu
tasbih diucapkan sebanyak tiga ratus kali. Sebagaimana Nabi saw. ajarkan kepada
bapak saudara baginda Ibnu Abbas,
dianjurkan juga kepada orang yang
bersuluk melakukan sembahyang tersebut.
Selain daripada tugas
tersebut orang yang di dalam suluk juga dianjurkan membaca Al-Qur’an
sekurang-kurangnya sebanyak 200 ayat sehari. Dia juga hendaklah mengingati
Allah secara terus menerus dan menurut suasana rohani, baik menyebut
nama-nama-Nya yang indah secara kuat atau senyap di dalam hati. Ingatan di
dalam hati secara senyap hanya bermula bila hati kembali jaga dan hidup. Bahasa
zikir ini adalah perkataan rahasia yang
tersembunyi.
Setiap orang mengingati Allah menurut keupayaan
masing-masing. Allah berfirman: "Hendaklah
kamu sebut Dia sebagaimana Dia pimpin kamu". (Surat al-Baqarah, ayat
198).
Ingatlah kepada-Nya
menurut kemampuan kamu. Pada setiap tahap kerohanian ingatan itu berbeda-beda.
Ia mempunyai satu nama lagi, ia mempunyai satu sifat lagi, satu cara lagi.
Hanya orang yang ditahap itu tahu zikir yang sesuai.
Orang yang di dalam suluk
juga dianjurkan membaca Surat al-Ikhlas seratus kali sehari. Perlu juga membaca
Selawat seratus kali sehari. Dia juga perlu membaca doa ini sebanyak seratus
kali:
“Astaghfirullah al-'Azim, la ilaha illa Huwal-Hayy ul-Qayyum -
mimma qaddamtu wa-ma akhkhartu wa-ma 'alantu wa-ma asrartu wa-ma anta a'lamu bihi minni. Anta
l-Muqaddimu wa- antal Muakhkhiru wa-anta 'ala kulli syai in Qadir".
PENGIKUT-PENGIKUT JALAN KEROHANIAN
Orang-orang yang mengikuti
jalan kerohanian terbagi kepada dua bagian atau golongan. Golongan pertama
ialah yang termasuk ke dalam kumpulan Sunnis; mereka yang mengikuti peraturan
Al-Qur’an dan amalan serta peraturan yang
berasal daripada kelakuan dan perbuatan Rasulullah saw. Mereka ikuti peraturan ini dalam
perkataan, perbuatan, pemikiran dan perasaan, dan mereka mengikuti maksud batin
agama - yaitu mereka mengerti bukan ikut secara taklid buta. Mereka beramal dan
hidup menurut peraturan agama, merasainya dan menikmatinya, bukan semata-mata
menanggung sesuatu yang dipaksakan ke atas mereka. Inilah jalan kerohanian yang
mereka ikut. Inilah persaudaraan hamba-hamba Allah yang berkasih sayang. Sebagian daripada mereka
dijanjikan syurga tanpa hisab, yang lain
akan menderita sedikit azab hari kiamat dan kemudian masuk syurga. Namun ada
juga sebagian yang memasuki neraka beberapa ketika yang singkat untuk
menyucikannya daripada dosa sebelum masuk syurga. Tiada yang akan kekal di
dalam neraka. Yang akan kekal di dalam
neraka ialah orang kafir dan munafik.
Golongan kedua
terdiri daripada kumpulan-kumpulan yang
bid’ah. Nabi saw. telah memberi peringatan: “Kamu, seperti Bani Israil sebelum kamu, seperti umat Isa anak Maryam, akan dibagikan dan dipisahkan di antara
satu sama lain. Sebagaimana mereka mereka-reka dan mengubah-ubah, kamu juga
akan mengadakan bid’ah. Dengan masa berlalu dalam bid’ah, tentangan dan dosa,
kamu akan jadi seperti mereka dan berbuat yang sama. Jika mereka masuk ke dalam
lubang ular yang berbisa kamu juga akan
mengikuti mereka. Kamu patut tahu Bani
Israil berpecah kepada tujuh puluh satu kumpulan. Kesemuanya dalam kesesatan kecuali satu. Dan orang Nasrani
berpecah kepada tujuh puluh dua kumpulan, dan semuanya sesat kecuali satu. Aku
bimbang umatku akan dipecahkan kepada tujuh puluh tiga kumpulan. Ini terjadi
karena mereka mengubah yang benar kepada
yang salah dan yang haram kepada yang halal menurut pertimbangan mereka
sendiri, untuk muslihat dan keuntungan mereka, kecuali satu, semua kumpulan itu
akan ke neraka, dan kumpulan yang satu
itu akan selamat." Bila ditanya siapakah yang satu diselamatkan itu
baginda bersabda: "Mereka yang
mengikuti kepercayaan dan perbuatanku serta para sahabatku".
Di bawah ini dinyatakan
sebagian daripada jalan bid’ah yang
dipegang dan diikuti oleh orang- orang
yang mengakui diri mereka orang
kerohanian:
Hululiyya - percaya kepada penjelmaan dalam bentuk makhluk atau
manusia, mendakwa halal melihat tubuh
dan wajah yang cantik, baik perempuan atau lelaki, siapa saja baik isteri-
isteri atau suami-suami, anak-anak perempuan atau saudara-saudara perempuan
orang lain. Mereka juga bercampur dan menari bersama-sama. Ini jelas
bertentangan dengan peraturan Islam dan menjaga kesucian dan kehormatan di dalam peraturan tersebut.
Haliyya - mencari kerasukan zauk dengan cara menari, menyanyi, menjerit dan
bertepuk tangan. Mereka mendakwa syeikh mereka berada dalam suasana yang mengatasi batasan hukum agama.
Jelas sekali mereka terpasung jauh
daripada perjalanan Nabi saw.yang dalam tindak tanduk mematuhi hukum agama.
Awliya'iyya - mendakwa mereka berada dalam kehampiran dengan Allah dan mengatakan bila
hamba hampir dengan Tuhan semua kewajipan agama terangkat daripada mereka. Seterusnya mereka mendakwa seorang wali,
orang yang hampir dengan Allah, menjadi sahabat akrab-Nya, mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi daripada nabi. Mereka
mengatakan ilmu sampai kepada Rasulullah saw. melalui Jibrail sementara
wali menerima ilmu secara langsung dari Tuhan. Pandangan salah tentang suasana
mereka dan apa yang mereka sifatkan
kepada diri mereka adalah dosa mereka
yang paling besar yang membawa mereka kepada bid’ah dan kekufuran.
Syamuraniyya - percaya dunia ini kekal abadi, dan Siapa saja yang mengucapkan perkataan abadi akan terlepas
daripada tuntutan agama, lagi mereka
tidak ada hukum halal dan haram. Mereka menggunakan alat musik dalam upacara ibadat mereka. Mereka tidak
memisahkan lelaki dengan perempuan. Mereka tidak membedakan dua jantina itu.
Mereka adalah kumpulan kafir yang tidak boleh diperbetulkan lagi.
Hubiyya - mengatakan bila manusia sampai ke peringkat cinta mereka
bebas daripada semua kewajipan agama.
Mereka tidak menutup kemaluan mereka.
Huriyya - seperti Haliyya, enggan menjerit, menyanyi, menari dan
bertepuk tangan, mereka menjadi kerasukan dan di dalam suasana kerasukan itu
mereka mendakwa mengadakan hubungan jenis dengan bidadari, bila keluar dari kerasukan mereka mandi junub. Mereka
dimusnahkan oleh pembohongan mereka
sendiri.
Ibahiyya - enggan mengajak kepada kebaikan dan melarang kemungkaran.
Mereka menghukumkan haram sebagai halal. Mereka memahatkan pendapat ini kepada
kaum perempuan. Bagi mereka semua perempuan halal bagi semua lelaki.
Mutakasiliyya - menjadikan prinsip kemalasan dan meminta sedekah dari
rumah ke rumah sebagai cara mendapatkan keperluan harian mereka. Mereka mendakwa telah meninggalkan segala hal
ihwal dunia. Mereka gagal dan terus
gagal di dalam kemalasan mereka.
Mutajahiliyya - berpura-pura jahil dan dengan sengaja berpakaian
tidak sopan, coba menunjukkan dan
berkelakuan seperti orang kafir, sedangkan Allah berfirman, "Jangan cenderung kepada yang berbuat
dosa". (Surat Hud, ayat 113). Nabi saw. bersabda: "Siapa saja yang coba berlagak seperti
satu kaum dia dianggap salah seorang dari mereka".
Wafiqiyya - mendakwa hanya Allah yang boleh kenal Allah. Jadi,
mereka membuang jalan kebenaran.
Kejahilan yang disengajakan membawa
mereka kepada kemusnahan.
** & **
(Berikut,
SEBARIS PUISI ILLAHI
MENGGORES INTI QOLBU).
Amin...Terima kasih, semoga membawa kebaikan terus menerus. semogasejah tera dan sukses selalu buatkita semua
ReplyDelete