WACANA KETUJUH PULUH SEMBILAN
Kala sang wali menghadapi sakaratul maut, putranya, Abdul Wahab berkata
kepadanya: “Apa yang mesti kulakukan sepeninggal Ayah.” “Kamu mesti takut
kepada-Nya, jangan takut kepada selain-Nya, jangan berharap kepada selain-Nya,
dan berpasrahlah hanya kepada-Nya,” jawabnya.
Selanjutnya ia berkata “Aku adalah biji tak berkulit. Orang lain telah
datang kepadaku; berilah mereka tempat dan hormatilah mereka. Inilah manfaat
nan besar. Jangan membuat tempat ini penuh sesak dengan ini. Atasmu kedamaian,
kasih dan rahmat Allah. Semoga dia melindungiku dan kamu, dan mengasihiku dan
kamu. Kumulai senantiasa dengan asma Allah.”
Ia terus berkata begini satu hari satu malam: “Celakalah kau, aku tak takut
sesuatupun, baik malaikat maupun malaikul maut. Duhai malaikul maut! Bukanlah
kau, tapi sahabatku yang bermurah kepadaku.”
Lantas, pada malam kewafatannya, ia memekik keras, dan mengangkat dan
merentangkan kedua tangannya sembari berkata: “Atasmu kedamaian, kasih dan
rahmat Allah. Bertobatlah dan ikutilah jalan ini. Kini Aku datang kepadamu.”
Dia berkata: “Tunggu.” Dan, meninggalah dia.
WACANA KEDELAPAN PULUH
Tuan Syaikh berwejang:
Antara aku, kau dan ciptaan hanya ada Dia, sebagaimana antara langit dan
bumi. Maka, jangan memandangku sebagai mereka jangan pula memandang mereka
sebagai aku.
Bertanyalah Abdul Aziz, putranya, kepadanya tentang keadaannya. “Hendaknya
jangan bertanya kepadaku tentang sesuatu pun. Aku sedang mengalami perubahan
ma’rifat.” jawabnya.
Selanjutnya dikatakan, Abdul Aziz bertanya kepadanya tentang penyakitnya.
“Tak satu insan pun, tak satu jin pun, tak satu malaikat pun tahu penyakitku.
Pengetahuan-Nya tak terhapus oleh perintah-Nya. Perintah berubah, sedang
pengetahuan tak berubah. Allah Mahaberkehendak, dan oleh-Nya Kitab Suci
mewujud.”
“Dia tak ditanya tentang yang dilakukan-Nya, tapi merekalah yang ditanya.” (Qs.21:23).
Putranya, Abdul Jabbar, bertanya kepadanya: “Mana yang sakit?” “Sekujur
tubuhku sakit, kecuali hatiku.” Jawabnya.
Ia berkata: “Aku mencari pertolongan Allah dengan: “Tiada sesembahan
selain Dia, Mahaagung, Mahamulia lagi Mahaabadi Dia, dan Muhammad adalah
Rasul-Nya.”
Putranya, Musa, berkata bahwa ia berupaya mengucapkan kata Taazzaza, tapi
lidahnya tak mampu mengucapkannya dengan benar. Maka, dia ulang-ulang kata
Taazzaza ini, diperpanjangnya bunyinya dan ditekannya, sehingga ia bisa
mengucapkannya dengan benar. Lalu ia berkata: “Allah, Allah, Allah,” suaranya
melemah, lidahnya melekat pada langit-langit mulut, dan pergilah jiwa mulianya
dari jasadnya – ridha Allah atasnya. Semoga Dia Menganugerahi kita dan semua
Muslim Husnul Khatimah, dan semoga Dia memampukan kita menjadi saleh. Amin!
Amin! Amin!.
--------------------------------------------------------------------------------
Tambahan ini merupakan Mukadimah Kitab Penyingkap Kegaiban;
Kemegahan para ulama, kecerahan Irak dan Mesir, juru bicara para teolog,
penafsir ahli hikmah, pemimpin nan unik, kemuliaan agama, Syeikh Isa, Abu Abdul
Rahman menuturkan :
Ayahku – pemimpin tiada tara – sedemikian alim, pemilik ilmu ruhani dan
sempurna, pemimpin segala pemimpin, pemimpin bangsa-bangsa, penolong manusia
dan jin, pembangkit agama – Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abu Shalih bin
Abdullah bin Yahya, Wali besar, dari Jailan berkata :
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, pertama dan terakhir, lahiriah
dan batiniah, sebanyak makhluk-Nya, sepadan dengan kebesaran firman-Nya, dan
seberat ‘Arsy-Nya, seluas ridha-Nya, sebanyak segala yang sendiri dan
berpasangan, yang basah dan yang pernah Ia ciptakan dan tebarkan – dalam
segala kemurnian dan kete-rahmatannya – segala puji bagi-Nya yang telah
menciptakan, dan menyempurnakan, yang telah menjadikan segalanya sesuai dengan
kadarnya, lalu membimbing (mereka menuju tujuan mereka). Segala puji bagi-Nya,
yang mematikan dan menghidupkan, yang membuat orang tertawa dan menangis, yang
membuat orang dekat dan makin dekat, yang menunjukan keutamaan dan kehinaan,
yang memberi makanan dan minuman, yang menentukan nasib baik dan buruk, yang
menahan karunia-Nya, lalu melimpahkan. Yang dengan perintah-Nya, kukuhlah tujuh
langit, dan gunung-gunung ditancapkan bagai pasak, dan terhamparlah bumi, yang
dengan kasih sayang-Nya tiada kekecewaan, yang tak satu pun bisa lepas dari
ketentuan-Nya, yang tak satupun bisa menentang-Nya, dan yang tak satupun merasa
hampa dengan rahmat-Nya. Dia terpuji, karena melimpahkan kasih sayang, dan Dia
mesti disyukuri, karena menyelamatkan (kita).
Kemudian shalawat bagi Muhammad, Nabi pilihan-Nya --- barang siapa
mengikuti semua yang dibawanya, maka ia menerima hidayah, dan barang siapa
berpaling darinya, maka ia sesat dan celaka – Nabi sejati, pembawa kebenaran,
tak terikat dunia, pencinta, dan pencari ridha Yang di Langit, yang terpilihdi
antara makhluk-Nya yang dengan kedatangannya, kebenaran maujud dan segala
kepalsuan sirna, dan dengan sinarnya, bumi tercerahkan.
Marilah kita, sekali lagi, bershalawat baginya --- shalawat yang
berlimpah-limpah dan suci, begitu pula bagi keturunan, sahabat, dan pengikut
sejatinya. Ridha-Nya melimpahi yang terbaik terhadap Tuhan, dla tutur kata dan
kepatuhan.
Lalu doa dan permohonan, kita panjatkan kepada-Nya. Kepada-Nya kita
berlindung, Dia-lah Pencipta, yang memberi kita makanan dan minuman, yang
melindungi kita, yang menghalau segala kemudharatan, dan semua ini semata-mata
maujud karena ridha-Nya, karena kehendak-Nya. Dia melindungi kita dalam
tutur-kata dan tata-tindak kita, yang tersembunyi dan yang lahir, dalam
kesulitan dan kemudahaan. Sungguh, Dia mengetahui segala yang tersembunyi, yang
berdosa dan sesat, yang taat dan mendekat kepada-Nya. Dia mendengar segala
suatu, dan mengabulkan doa orang-orang yang diridhai-Nya, tanpa enggan dan
jemu.
Sesungguhnya, nikmat Allah ada pada hamba-hamba-Nya, berlimpah-limpah dan
tak putus-putusnya, baik siang ataupun malam, dalam segala masa dan keadaan,
sebagaimana firman-Nya : “Dan jika kamu menghitung-hitung
nikmat-nikmat Allah, niscaya kamu takkan bisa” (QS.14:34). Dan
firman-Nya lagi : “Dan segala kebaikan yang kamu peroleh, berasal dari
Allah.” (Qs.4:79). Karena, aku tak kuasa, baik dengan hati maupun
lidah, untuk menghitung nikmat-nikmat ini. Juga tiada angka yang memadai untuk
itu. Maka di antara karunia-karunia yang menjadikan lidah bisa berbicara,
tangan bisa menulis, dan kita bisa menggambarkan inilah yang diilhamkan
kepadaku, dari dunia kegaiban. Hal ini mencerahkan dan memenuhi kalbuku, dan
hasil dari keadaan wajar ini, menampakkan semua itu. Hanya berkat kasih sayang
dan ridha Allah jualah, aku dapat mengungkapkan kata-kata ini, guna
menjadi bimbingan bagi para pencari kebenaran.
Semoga Allah meridhainya.
Semar dan Togogpun menceritakan saat akhir Tuan Syaikh, seperti termaktub
dalam ‘Manaqib Syaikh Abdul Al-Jaelani’ yaitu pada Manqobah ke-53.
MANQOBAH KELIMA PULUH TIGA MENCERITAKAN WAFATNYA SAYYID ABDUL QODIR.
Ketika sudah dekat saat meninggalnya Sayyid Abdul Qodir datanglah Malaikat
‘Izra-il ketika matahari terbenam membawa tulisan berbunyi: Yasilu
Hazal Maktubu Minal Muhibbi Ilal Mahbub. (Datangnya tulisan ini dari yang
menyayangi untuk yang disayangi).
Tulisan itu diserahkan Malaikat kepada putra beliau, Abdul Wahab. Setelah
melihat tulisan itu, iapun menangis dan menemui Sayyid Abdul Qodir. Wafatnya
malam Senin ba’da ‘Isya tanggal 10 atau 11 Rabiul Akhir tahun 561 Hijriyah.
Menjelang wafat berkata kepada putranya: menjauhlah kalian, sebab lahirnya
dirimu bersamamu, bathinnya bersama salain kalian dan harus adablah kalian.
Sehari semalam tiada henti membaca Wa’alaikum salam Warahmatullahi
Wabaratuh Ghafarallahu Lii Walakum Taballah ‘Alayya Wa’alaikum Bismillah Ghairu
Mudi’in.
Dan membaca: Tubu Wadhulu Fis Soffi Awwali Iz Akii-u Ilaikum.
Dan membaca: Rifqon-rifqon Wa’alakumussalam Ajii-u Ilaikum Qif
Atahul Haqqu Wa Syakaratul Maut.
Kata beliau: Jangan ada yang bertanya kepadaku suatu perkara sesudah aku
bolak-balik dalam Ilmu Allah.
Lalu membaca: Ista'antu bila ilaaha illallah Subhanahu wata'ala wal
haiyil lazi la yahsyal ghawast subhana manta azzaza bil qudrati wa qoharo
'ibadahu bil mauti laa illaha illaahu Muhammadur Rasullah ta'azzaza ta'azzaza
Allahu Allahu.
Suara beliau nyaring, lalu halus kemudian meninggal dunia.
Ridwaanullaah ‘Alaihii ..........................
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, semoga semua hari-hari anda sejahtera dan sukses selalu, diberi petunjuk oleh-Nya, amin.