WACANA KEENAM PULUH SATU
Tuan Syaikh berwejang:
Setiap mukmin ragu dan waspada di kala menerima sesuatu, hingga hukum
membolehkannya, sebagaimana Nabi Suci besabda:
“Sesungguhnya, si Mukmin itu waspada, sedang si Munafik menyambar (segala
yang datang kepadanya).”
“Sesungguhnya Mukmin ragu-ragu, campakkanlah segala penyebab keragu-raguan,
dan ambillah segala yang tak menimbulkan keragu-raguan.”
Seorang Mukmin ragu-ragu terhadap segala makanan, minuman, busana,
perkawinan dan segala hal, sebelum dikukuhkan oleh hukum, bila ia saleh;
dikukuhkan oleh perintah batin, bila ia seorang wali; dikukuhkan oleh ma’rifat,
bila ia seorang badal dan ghauts, dikukuhkan oleh tindakan-Nya, bila ia dalam
keadaan fana.
Lalu datanglah keadaan, yang di dalamnya didapat segala yang datang kepada
orang, perintah batin atau ma’rifat; tapi bila hal-hal ini bertentangan, maka campakkanlah.
Hal ini bertentangan dengan keadaan sebelumnya, yang di dalamnya berkuasa
keragu-raguan, dan pemudahan, sedang pada keadaan kedua, berkuasa penerimaan
dan penggunaan hal-hal yang dibutuhkan.
Datanglah keadaan ketiga, yang didalamnya penerimaan dan penggunaan hal-hal
yang dibutuhkan menjadi rahmat. Inilah hakikat ke-fana-an. Pada keadaan ini,
sang mukmin menjadi kebal terhadap segala bencana dan pelanggaran hukum, dan
segala kejahatan terjauhkan darinya, sebagaimana Allah Yang Mahamulia berfirman:
“Demikianlah, agar Kami palingkan darinya kemungkaran dan kekejian,
sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba pilihan Kami.” (Qs.12:24).
Maka sang hamba menjadi terlindungi dari segala pelanggaran hukum. Segala
yang datang kepadanya telah terbersihkan dari segala kesulitan di dunia dan
akhirat, dan demikian selaras dengan kehendak dan ridha-Nya. Tiada keadaan
melebihi ini. Inilah tujuannya. Inilah yang dimaksudkan bagi kepala-kepala para
wali besar, yang tersucikan, yang memiliki hikmah – orang yang telah mencapai
ambang pintu kenabian.
WACANA KEENAM PULUH DUA
Tuan Syaikh berwejang:
Sungguh aneh, kenapa sering berkata si fulan dekat kepada Allah, si fulan
teranugerahi, si fulan menjadi kaya, si fulan menjadi miskin, si fulan
senantiasa sehat, si fulan sakit, si fulan mulia, si fulan hina, si fulan
terpuji, si fulan tercela, si fulan terpercaya, dan si fulan tidak bisa
dipercaya! Tidakkah kau tahu, bahwa Dia Esa, yang mencintai keesaan, dan
mencintai yang hanya mencintai-Nya? Jika Dia mendekatkanmu kepada-Nya melalui
selain Diri-Nya, cintamu kepada-Nya menjadi tak benar dan sia-sia. Akibatnya,
cinta kepada-Nya di dalam hatimu menjadi rusak. Maka Dia menahan tangan orang
lain dari membantumu, dan lidah mereka dari memujimu, dan kaki mereka dari
mengunjungimu, agar mereka tak memalingkanmu dari-Nya. Sudah dengarkah kamu
sabda Nabi Suci saw.?
Hati mencintai yang berbuat kebaikan, dan benci kepada yang berbuat
keburukan.
Maka Dia tahan orang dari berbuat kebaikan kepadamu, hingga kau sadari
keesaan-Nya, mencintai-Nya dan sepenuhnya menjadi milik-Nya, sehingga kau tak
melihat kebaikan, kecuali yang berasal dari-Nya, kau lepas dari ciptaan,
kedirian dan dari segala selain Allah.
Melimpahkan karunia dan pujian kepadamu, hingga kau termuliakan di dunia
dan di akhirat.
Jangan berburuk-laku: Lihatlah yang melihatmu, perhatikan yang
memperhatikanmu, cintailah yang mencintaimu, ulurkan tanganmu kepada yang menjagamu
dari kejatuhan, yang mengeluarkanmu dari kegelapan kejahilanmu, yang
menyelamatkanmu dari kehancuran, yang mensucikanmu dari noda dan kekejian, yang
akan melepaskanmu dari kebusukan diri, dari kedirian, dan teman-teman sesatmu,
dari pengalang jalan menuju Allah, dan dari segala yang hina dan mempesona.
Berapa lama kau ‘kan jijik dengan hewanimu, ciptaan, ketidakpatuhan, dunia,
kehidupan setelah mati, dan segala selain Allah; Kenapa kau begitu jauh dari
sang Pencipta segalanya, yang telah memaujudkan segalanya, yang awal dan yang
akhir, tempat, kembali, yang milik-Nya-lah hati dan kesenangan jiwa, yang
memberi karunia?
WACANA KEENAM PULUH TIGA
Tuan Syaikh berwejang:
Kuberkata dalam mimpi: “Wahai yang menyekutukan Tuhan di dalam benak dengan
diri sendiri, dalam sikap lahiriah dengan ciptaan-Nya, dan dalam tindakan
dengan kedirian!” Bertanyalah seorang di sampingku, “Pernyataan apakah ini?”
“Itulah suatu pengetahuan Ruhani.” Jawabku.
WACANA KEENAM PULUH EMPAT
Tuan Syaikh berwejang:
Suatu hari, suatu masalah mengusik benakku. Jiwaku tertekan. Kuberkata:
“Aku menginginkan kematian, yang di dalamnya tiada kehidupan, dan
kehidupan yang di dalamnya tiada kematian.”
Aku ditanya, kematian apakah yang di dalamnya tidak ada kehidupan, dan kehidupan
apakah yang di dalamnya tiada kematian? “Kematian yang tiada memiliki kehidupan
ialah kematianku dari sesamaku, sehingga aku tak melihat manfaat dan mudharat
mereka, dan kematianku dari diriku, dari keinginanku, dari tujuanku di dalam
kehidupan duniawi dan kehidupan setelah matiku, sehingga aku tak berada di
dalam ini semua. Kehidupan yang tak memiliki kematian ialah kehidupanku dengan
kehendak-Nya, sehingga aku tak maujud di dalamnya, dan kematianku di dalamnya
ialah kemaujudanku dengan-Nya.
Karena aku telah mengerti, maka hal ini telah menjadi tujuan paling muliaku.
WACANA KEENAM PULUH LIMA
Tuan Syaikh berwejang:
Kenapa marah kepada Tuhan, karena doa-doa belum diterima? Kau bilang bahwa
tak boleh meminta kepada orang, dan diperintahkan meminta kepada-Nya, tapi
permohonanmu kepada-Nya tak dikabulkan-Nya. Jawabku : Bebas atau terikatkah
engkau? Jika kau berkata bahwa kau seorang bebas, berarti kau tak beriman. Jika
kau bilang bahwa kau seorang budak, kubertanya, salahkah Tuhan menunda
penerimaan doamu. Ragukah kau akan kearifan dan kasih-Nya kepadamu dan kepada
seluruh ciptaan, dan akan pengetahuan-Nya tentang segala hal mereka? Kau
salahkankah Dia? Jika kau tak menyalahkan-Nya dan menerima kearifan-Nya dalam
menangguhkan penerimaan doamu, maka wajib bagimu bersyukur kepada-Nya, sebab Ia
telah memilihkan yang terbaik bagimu. Jika kau salahkan Dia, berarti kau tak
beriman, sebab kau menisbahkan kepada-Nya ketak-adilan, dan mustahil Dia tak
adil. Ingat, Dia adalah pemilikmu, Pemilik segalanya. Sang pemilik berkuasa
penuh atas milik-Nya. Maka ‘ketak-adilan’ tak layak bagi-Nya. Sebab
ketak-adilan ialah keikut-campuran dalam milikan orang lain, tanpa seizin
pemiliknya.
Nah. Jangan kesal terhadap-Nya karena kehendak-Nya yang mewujud melaluimu
meski tak kau sukai dan, secara lahiriah, merugikanmu, maka wajib bagimu
bersyukur, bersabar, ridha kepada-Nya, dan mencampakkan kekesalan dan
ketak-patuhan benak dan kedirianmu – hal-hal yang akan menyesatkanmu dari jalan
Allah. Wajib pula bagimu senantiasa berdoa, berbaik sangka terhadap-Nya,
menanti saat-saat yang baik, yakni akan janji-Nya, menunjukkan sikap baik
terhadap-Nya, bersesuaian dengan perintah-Nya, senantiasa mengesakan-Nya,
segera melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauh dari melakukan hal-hal
yang dilarang-Nya.
Dan, salahkanlah dirimu sendiri, yang berbuat kekejian dan ketak-patuhan
terhadap-Nya, hal ini lebih baik. Nisbahkanlah ketidak-adilan kepada dirimu
sendiri, hal ini lebih layak. Waspadalah akan keserasian dengan diri, sebab hal
ini adalah musuh Allah dan musuhmu, kawan musuh Allah dan kawan musuhmu, yakni
si Iblis nan terlaksanat.
Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah. Waspadalah, waspadalah.
Kutuklah dirimu sendiri, nisbahkanlah ketidak adilan kepadanya, bacakanlah
kepadanya firman Allah:
“Adakah Allah menyiksamu, jika kamu bersyukur lagi beriman?” (Qs. 4:147).
“Ini dikarenakan perbuatan-perbuatanmu sebelumnya, sesungguhnya Allah adil
terhadap hamba-hamba-Nya.” (Qs.3:181).
“Sesungguhnya Allah tak menzalimi, tapi merekalah yang menzalimi diri
mereka sendiri.” (Qs.10:44).
Bacakanlah bagi dirimu kata-kata ini, ayat-ayat lain Al-Qur’an dan
sabda-sabda Nabi. Berperanglah melawan dirimu demi Allah. Jadilah komandan
pasukan-Nya, sebab kedirianmu adalah musuh terbesar di antara musuh-musuh
terbesar Allah.
WACANA KEENAM PULUH ENAM
Tuan Syaikh berwejang:
Jangan berkata: “Aku tak mau memohon sesuatu kepada Allah, sebab bila yang
ku mohon itu telah ditentukan bagiku, tentu akan datang kepadaku, entah diminta
atau tidak. Bila hal itu bukan bagianku, Dia takkan memberikannya kepadaku,
walau kuminta.” Jangan. Mintalah kepada-Nya segala yang kau inginkan, asalkan
yang kau minta itu tak terlarang dan tak merusak, sebab Allah telah
memerintahkan kita untuk memohon kepda-Nya. Dia berfirman:
“Mintaah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan permintaanmu.” (Qs.40:60).
“Mintalah kepada-Nya karunia-Nya.” (Qs.4:32).
Nabi bersabda:
“Mintalah kepada Allah dengan penuh keyakinan bahwa doamu diterima.”
“Berdoalah kepada Allah dengan kedua tapak tanganmu.”
Masih banyak sabda Nabi seperti ini. Jangan berkata: “Sesungguhnya aku
telah memohon kepada-Nya, tapi Ia tak mengabulkannya, maka kutakkan lagi
memohon sesuatu pun kepada-Nya.” Berdoalah selalu kepada-Nya. Jika sesuatu
telah ditentukan bagimu, Dia anugerahkan sesuatu itu kepadamu, setelah kau
minta. Maka hal ini akan menambah keimananmu akan keesaan-Nya, akan menolongmu
menjauh dari meminta kepada orang, kepada ciptaan, dan dari berpaling
kepada-Nya dalam segala keadaan, dan menolongmu meyakini bahwa segala
kebutuhanmu terpenuhi oleh-Nya.
Jika sesuatu tak ditentukan bagimu, Dia mencukupimu dan membuatmu ridha
kepada-Nya, meski kau miskin. Bila kau miskin dan sakit, Dia membuatmu senang
dengan kesulitan yang menimpamu itu. Bila berutang, Dia buat hati si pemberi
utang lembut terhadapmu, hingga kau lunasi utang itu. Bila permohonanmu tak
dikabulkan di dunia ini, Dia akan memberimu di akhirat.
Dia takkan mengecewakan pendoa kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat. Nabi
bersabda bahwa si mukmin akan melihat pada catatan amalnya, pada Hari
Pengadilan, amal-amal yang tak dilakukannya. “Tahukah kamu amal-amal itu?” “Aku
tak tahu.” Jawab si mukmin. Maka dikatakan kepadanya: “Sesungguhnya, amal-amal
itu adalah balasan bagi permohonanmu di dunia, sebab dalam berdoa kepada Allah
yang Mahakuasa lagi Mahaagung, kau senantiasa mengingat-Nya, mengesakan-Nya,
menempatkan sesuatu pada tempatnya, berbuat kebajikan kepada sesamamu, tak
menisbahkan daya kepada diri sendiri dan tak pongah. Semua ini menjadi
amal-amal saleh, untuk itulah ada balasannya dari Allah Yang Mahakuasa lagi
Mahaagung.
WACANA KEENAM PULUH TUJUH
Bila kau berupaya melawan dan berhasil mengatasi diri, maka Allah
membangkitkannya kembali, dan ia menuntut darimu pemuasan keinginan, baik yang
diharamkan maupun yang dihalalkan, hingga kau berupaya lagi mengatasi diri,
sampai pahala tertulis bagimu begitu kau berupaya kembali. Inilah makna sabda
Nabi saw.:
“Kita telah kembali dari jihad kecil, dan menuju jihad besar.”
Ia berkata bahwa kembali berupaya mengatasi diri senantiasa terjadi. Dan
inilah makna firman Allah:
“Mengabdilah kepada Tuhanmu, hingga kepastian (kematian) datang kepadamu.” (Qs.15:99).
Allah telah memerintahkan Nabi-Nya untuk mengabdi kepada-Nya. Hal ini
bertentangan dengan diri. Sebab semua pengabdian ditolak oleh diri yang
menginginkan sebaliknya, hingga datang kepastian (kematian). Bila ditanya:
“Bagaimana mungkin diri Nabi menolak pengabdian, padahal ia tak punya
kedirian?” Allah berfirman: “Ia tak berbicara dengan kehendaknya
sendiri, tapi dengan wahyu.” (Qs.53:84).
Ia mengalamatkan kepada Nabi-Nya kata-kata ini, untuk mengukuhkan hal ini,
dan berlaku pula bagi pengikut-pengikutnya, hingga hari Kiamat. Dia
menganugerahi Nabi-Nya daya mengatasi diri, hingga hal ini tak merugikannya,
tak pula mendorongnya berupaya mengatasi diri. Inilah pembeda antara dia dan
pengikut-pengikutnya. Bila seorang mukmin teguh dalam upaya spiritual, hingga
datang kematian, dan menemui Tuhan-nya, dengan pedang terhunus berlumuran darah
kedirian, maka Ia memberinya Surga yang dijaminkan-Nya baginya, dengan
firman-Nya:
“Bagi yang takwa kepada Tuhan-nya, dan mencegah diri dari hawa nafsunya,
maka Surgalah tempat tinggalnya.” (Qs.79:41).
Nah, bila Dia memasukannya ke dalam surga, maka Ia menjadikan surga itu
tempat tinggal, tempat beristirahat dan tempat kembalinya, yang membuatnya aman
dari pemalingan kepada duniawi; dan Ia senantiasa melimpahkan baginya, dari
hari ke hari jam ke jam, rizki dan akan mengaruniainya segala macam busana dan
hiasan yang abadi, sebagaimana Ia memperbarui, di dalam dunia ini setiap hari
setiap jam dan setiap detik, perjuangan melawan kedirian.
Sedang orang kafir, orang munafik dan pendosa, bila mereka telah berhenti
berjuang melawan kedirian mereka di dunia ini, kemudian mengikuti, bersekutu
dengan setan dan berbaur dengan aneka macam kekafiran, kemusyrikan dan hal-hal
seperti itu sampai kematian datang kepada mereka, sebelum mereka menjalankan
Islam dan bertobat, maka Allah memasukkan mereka ke dalam neraka yang
disediakan bagi orang-orang kafir, sebagaimana firman-Nya:
“Peliharalah dirimu dari neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang
disediakan bagi orang-orang kafir.” (Qs.2:24).
Setelah Dia memasukkan mereka ke dalamnya dan menjadikannya tempat kembali
dan tempat berteduh mereka, maka neraka itu membakar kulit dan daging mereka,
dan Ia mengganti kulit dan daging mereka dengan yang baru, sesuai dengan
firman-Nya:
“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang
lain.” (Qs.4:56).
Ia, Yang Mahakuasa dan Mahaagung, senantiasa memperlakukan mereka demikian,
disebabkan oleh penyekutuan mereka dengan kedirian mereka sendiri, di dunia
ini, dalam berbuat dosa. Penghuni-penghuni neraka senantiasa berganti kulit dan
daging, agar mereka tersiksa dan kesakitan. Sedang penghuni surga senantiasa
dilimpahi rizki, agar mereka senantiasa bersyukur. Hal ini dikarenakan perjuangan
mereka melawan kedirian mereka sendiri demi menyesuaikannya dengan kehendak
Allah dalam kehidupan di dunia ini, dan inilah yang dimaksud dalam sabda Nabi
saw.: “Dunia ini adalah tanah garapan bagi akhirat.”
WACANA KEENAM PULUH DELAPAN
Tuan Syaikh berwejang:
Bila Allah mengabulkan doa hamba-Nya dan memberinya yang dimintanya,
maksud-Nya sendiri, dengan demikian, tak terpatahkan dan telah diketahui-Nya
sebelumnya. Tapi, doa itu sesuai dengan kehendak Allah dan tejadi pada saat
yang telah ditentukan-Nya. Nah, diterimanya doa dan dipenuhinya kebutuhan,
terjadi pada saat yang telah ditentukan, dan sesuai dengan rencana-Nya
sebelumnya pada awal masa, dan yang bakal dipenuhi pada saat yang telah
ditentukan. Inilah yang telah dikatakan oleh seorang alim dalam menerangkan
firman-Nya:
“Setiap saat, Dia dalam kesibukan.” (Qs.55:29).
Ini berarti bahwa Allah mengaruniakan pada saat-saat yang telah ditentukan.
Dengan demikian, Allah tak memberi seseorang sesuatu di dunia ini karena doanya
semata-mata, begitu pula Ia tak menjauhkan sesuatu darinya hanya karena doanya,
dan dikatakan, Nabi saw. bersabda bahwa takdir tak bisa dihindari kecuali
dengan doa tertentu. Juga tak seorang pun masuk surga melalui amal-amal
salehnya semata, tetapi melalui kasih sayang Allah, dan hamba hamba Allah akan
diberi kedudukan di surga sesuai dengan amal-amal mereka. Aisyah ra. Berkata
bahwa ia bertanya kepada Nabi saw.: “Apakah seseorang masuk surga hanya
karena amal-amalnya? Tidak, tetapi dengan kasih sayang Allah.” Jawab
Nabi, sambil meletakkan tangannya di atas kepalanya.
Ia melakukan hal ini untuk menunjukkan bahwa tak seorang pun berhak
menentang Allah. Juga Ia tak wajib memenuhi janji. Tapi ia berbuat
sekehendak-Nya, menyiksa yang dikehendaki-Nya, mengasihi yang dikehendaki-Nya
dan mengaruniakan nikmat bagi yang dikehendaki-Nya, dan Ia Mahakuasa atas
segalanya. Ia tak ditanya tentang yang dilakukan-Nya, sedang hamba-hamba-Nya
akan ditanya. Ia memberikan rizki kepada yang dikehendaki-Nya, dengan karunia
dan kasih-Nya, dan menahan karunia-karunia-Nya dari yang dikehendaki-Nya.
Begitulah adanya, karena ciptaan, sejak dari arsy-Nya hingga dasar bumi di
lapisan ke tujuh bawah langit ini dalah milik-Nya dan ciptaan-Nya. Pencipta
mereka adalah Allah, dan pemilik mereka adalah Allah, dan Allah berfirman:
“Adakah pencipta selain-Nya?” (Qs.35:3). “Adakah Tuhan selain
Allah?” (Qs.27:63), “Dan tahukah kau, adakah yang menyamai-Nya?” (Qs.29:65).
“Katakanlah: “Ya Allah! Pemilik kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada
yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari yang Engkau kehendaki. Di
tangan-Mu-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala
sesuatu.” (Qs.3:26).
WACANA KEENAM PULUH SEMBILAN
Tuan Syaikh berwejang:
Jangan meminta kepada Allah SWT sesuatu pun selain ampunan bagi
dosa-dosamu, perlindungan dari dosa-dosa kini dan kelak, kemampuan untuk
menunaikan perintah-perintah, untuk berpantang dari segala yang haram, untuk
ridha dengan pahitnya ketentuan-Nya, untuk bersabar dalam menghadapi pedihnya
musibah, untuk mensyukuri limpahan karunia dan, akhirnya, untuk mati dengan
husnul khatimah, bersama dengan para Nabi, para Shiddiq dan para saleh. Jangan
pula memohon kepada-Nya untuk menyingkirkan kemiskinan serta musibah dan untuk
menganugerahkan kemudahan, tetapi mintalah kepada-Nya keridhaan dengan
ketentuan dan karunia-Nya, perlindungan abadi-Nya bagi dirimu yang telah
ditempatkan-Nya dari satu hal ke hal lain, sebab kau tak tahu letak kebaikan –
dalam kesulitan atau kemudahan. Dia telah menyembunyikan pengetahuan tentang
hal-hal darimu. Dia sendirilah yang tahu yang baik dan yang buruk. Sebuah
hadits yang dibawakan oleh Hadhrat Umar bin al-Khaththab mengatakan:
“Hampir tak menjadi masalah bagiku, dalam keadaan apa aku di pagi hari ---
entah hal itu membawa kepadaku yang tak ku sukai atau yang kusukai, sebab aku
tak tahu keberadaan kebaikan.”
Ia berkata demikian lantaran keridhaan sempurnanya dengan kehendak Allah.
Allah berfirman:
“Berperang diwajibkan atas kamu, padahal berperang itu adalah sesuatu yang
kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.” (Qs.2:216).
Allah mengetahui yang baik dan yang buruk, sedang kau tak mengetahuinya.
Senantiasalah dalam keadaan begini, sehingga hawa nafsumu pupus dan
kedirianmu hancur serta tertaklukkan. Maka sirnalah kehendakmu dan segala
kemaujudan dari hatimu kecuali Allah. Kemudian hatimu diisi dengan kecintaan
kepada Allah dan maksudmu untuk mencapai-Nya menjadi tulus. Setelah ini,
Kehendakmu dikembalikan kepadamu melalui perintah-Nya bersama dengan kehendakmu
untuk menikmati dunia ini dan akhirat. Lalu kau akan meminta hal-hal ini kepada
Allah dalam kepatuhan kepada-Nya dan keselarasan dengan-Nya. Jika Dia
menganugerahimu suatu karunia, maka kau akan bersyukur atasnya. Jika Dia
menahan darimu sesuatu, maka kau takkan gundah karenanya, jiwamu takkan berubah
dan kau takkan menyalahkan-Nya, sebab kau tak mengupayakannya dengan hawa
nafsumu serta kehendakmu, sebab hatimu bersih dari hal-hal ini dan kau tak
menghendaki hal-hal ini melainkan hanya mengikuti perintah-Nya melalui
permohonanmu kepada-Nya, dan bagimu kedamian.
WACANA KETUJUH PULUH
Tuan Syaikh berwejang:
Bagaimana baik bagimu berbangga akan kebajikanmu, padahal kau mengatakan
bahwa hal ini berasal dari kekuatan yang dianugerahkan oleh Allah, melalui
pertolongan, daya, kehendak dan karunia-karunia-Nya? Begitu pula dengan pencampakkan
dosa, hal ini dikarenakan oleh perlindungan dan pertolongan dari-Nya. Bagaimana
kau bisa tak bersyukur atas hal itu dan tak mengakui semua rahmat ini yang
berasal dari-Nya? Kenapa semangat ketakpatuhan dan ketakacuhan ini, yaitu
perasaan banggamu akan keberanian yang adalah bukan milikmu, akan kemurahan
yang adalah milik orang lain? Bila kau tak dapat membunuh musuhmu tanpa bantuan
beberapa orang yang gagah berani, yang menyerang musuhmu, sedang kau hanya
menimbrunginya, maka kau akan terbunuh bukannya musuhmu; juga kau takkan
bermurah bila tak ada yang patut diberi kemurahan -- jika demikian,
kenapa kau bangga akan kebajikanmu?
Jalan terbaik bagimu ialah bersyukur dan memuji sang penolong, senantiasa
memuji-Nya, dan menisbahkan segala pencapaianmu kepada-Nya dalam segala keadaan
kehidupanmu. Jika tidak, hal itu akan menjadi keburukan dan dosa. Bila
demikian, maka kau harus menisbahkan keburukan dosa kepada dirimu sendiri. Kau
harus menisbahkan kepada dirimu sendiri kezaliman, perilaku buruk dan kesalahan
untuk hal-hal ini, sebab dirimu lebih patut menerima hal-hal ini daripada orang
lain, sebab dirimu adalah tempat keburukan dan ia memerintahkan segala
keburukan dan ketakbergunaan. Jika Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, adalah
pencipta kebajikan dan upayamu, maka kau adalah pembuat upaya, sedang Dia
adalah penciptanya. Inilah yang dimaksudkan oleh perkataan orang-orang yang
memperoleh Ma’rifah: “Tindakan akan datang, sedang kau tak dapat
mengelakkannya.”
Nabi saw. bersabda:
“Berbuat baiklah, mendekatlah kepada Allah, dan luruskanlah dirimu, sebab
bagi semua orang ada kemudahan.”
WACANA KETUJUH PULUH SATU
Tuan Syaikh berwejang:
Kau tentu berada dalam salah satu dari kedua hal ini : Pengupaya atau yang
diupayakan. Bila kau seorang pengupaya, maka kau terbebani dan penanggungan
beban yanng memikul segala yang sulit dan berat. Hal ini dikarenakan kau adalah
seorang pengupaya. Seorang pengupaya meski bekerja keras dan disalahkan, hingga
ia memperoleh yang dikehendakinya. Tak patut bagimu mengelak dari
kesulitan-kesulitan yang merundungmu sampai deritamu sirna. Maka kau akan
diselamatkan dari segala macam suara, noda, kekejian, kehinaan, rasa sakit,
derita dan ketergantungan kepada orang. Maka kau akan dimasukkan ke dalam
kelompok orang yang dicintai Allah.
Namun, bila kau adalah yang diupayakan, maka jangan salahkan Allah jika Dia
menimpakan musibah atasmu. Juga, jangan kau ragukan kedudukanmu di hadapan-Nya,
sebab Dia telah mengujimu agar kau meraih kedudukan tinggi. Dia hendak
meningkatkan kedudukanmu ke tingkat wali dan badal. Sukakah kau bila
kedudukanmu berada di bawah kedudukan mereka, atau bila busana kemuliaan, nur
dan rahmatmu tak seperti busana kemuliaan, nur mereka? Meski kau puas dengan
kedudukan rendahmu, tapi Allah SWT tak menyukainya. Dalam hal ini Dia
berfirman:
“Dan Allah mengetahui, sedang kamu tak mengetahui.” (Qs.2:232).
Dia telah memilihkan untukmu sesuatu yang lebih tinggi, lebih cerah, lebih
baik dan lebih mulia, sedang kau menampiknya.
Jika kau berkata: bagaimana benar pengabdi sempurna mesti diuji, sedang kau
berkata bahwa ujian dimaksudkan bagi sang pencinta, padahal pilihan Allah
adalah orang yang dicintai-Nya? Pertama kami sebutkan aturannya, kemudian
pengecualian yang mungkin. Tiada dua pendapat bahwa Nabi saw. adalah yang paling
dicintai dan yang paling banyak diuji. Nabi saw. bersabda:
“Aku telah demikian takut karena Allah, tiada seorang pun yang terancam
sepertiku dan aku telah demikian menderita karena Allah, tiada seorang pun yang
menderita sepertiku. Telah datang kepadaku tiga puluh hari dan malam yang di
dalamnya kami tak punya makanan sebanyak yang diapit di bawah ketiak Bilal.”
“Sesungguhnya kami para Nabi adalah yang paling banyak diuji; kemudian
mereka yang kedudukannya lebih rendah dan seterusnya.”
“Aku adalah yang paling tahu tentang Allah dan yang paling takut kepada-Nya
di antara semua.”
Nah. Bagaimana bisa sang tercinta diuji dan takut, padahal ia adalah orang
pilihan dan pengabdi sempurna? Hal ini dikarenakan Dia hendak membuat mereka
meraih, sebagaimana telah kami tunjukkan, kedudukan-kedudukan yang lebih tinggi
di surga, dan karena kedudukan-kedudukan kehidupan surgawi takkan meningkat
kecuali melalui amal-amal saleh di kehidupan duniawi ini. Kehidupan duniawi
merupakan tanah garapan kehidupan ukhrawi, dan amal-amal saleh para Nabi dan
wali, setelah menunaikan perintah-perintah dan menghindari larangan-larangan,
berada dalam kesabaran dan keridhaan di tengah-tengah cobaan. Kemudian cobaan
dijauhkan dari mereka dan mereka dianugerahi rahmat-rahmat Allah, karunia-Nya
dan kasih-sayang-Nya sampai mereka menghadap Tuhan mereka di akhirat yang
abadi.
WACANA KETUJUH PULUH DUA
Tuan Syaikh berwejang:
Ada beberapa macam orang agama yang pergi ke pasar-pasar. Ada yang
terkesima, ketika mereka melihat aneka barang yang dapat memuaskan jasmani
mereka di sana, dan hal ini menyebabkan kehancuran dan pencampakkan mereka akan
agama mereka, dan membuat mereka mengikuti hawa nafsu mereka jika Allah tak
memelihara mereka dengan kasih-sayang, perlindungan dan penganugerahan kesabaran
oleh-Nya untuk melawan godaan-godaan ini; dengan inilah mereka tetap selamat.
Ada yang, ketika mereka melihat hal-hal ini dan hampir terhancurkan,
kembali kepada nalar agama mereka, mengendalikan diri dengan sekuat daya dan
menelan pahitnya mencampakkan hal-hal itu. Mereka ini seperti prajurit-prajurit
gagah berani di jalan agama yang ditolong oleh Allah untuk mengendalikan diri.
Allah menganugerahkan mereka kelimpahan pahala di kehidupan ukhrawi.
Nabi saw. bersabda:
“Tujuh puluh tindak kebajikan dicatat untuk seorang mukmin yang
mencampakkan dorongan hawa nafsunya ketika ia dikuasai olehnya atau ia
menguasainya.”
“Dan ada di antara mereka yang mendapatkan kenikmatan-kenikmatan ini dan
karunia serta rahmat Allah dalam bentuk kelimpahan kekayaan duniawi dan
bersyukur kepada Allah SWT atas hal-hal itu.”
Namun mereka tetap tak memperhatikan kenikmatan-kenikmatan ini: mereka buta
terhadap segala sesuatu selain Allah SWT, maka mereka tak melihat sesuatu pun
selain-Nya dan tuli terhadap sesuatu pun selain-Nya. Bila kau lihat orang-orang
semacam ini memasuki pasar, mereka akan berkata: “Kami tak melihat sesuatu
pun.” Ya, mereka melihat hal-hal dengan mata mereka, bukan dengan mata hati,
mereka melihat semua itu, tapi bukan dengan mata nafsu. Pandangan itu adalah
pandangan wujud, bukan pandangan hakikat. Itu adalah pandangan lahiriah, bukan
pandangan ruhaniah. Mereka melihat secara lahiriah apa yang ada di pasar, tapi
hati mereka melihat Tuhan – kadang Keagungan-Nya dan kadang Kemurahan-Nya.
Ada yang, ketika mereka memasuki pasar, hati mereka penuh dengan kasih
sayang kepada orang-orang di dalamnya karena Allah SWT. Rasa kasih-sayang ini
membuat mereka bertafakur dalam melihat hal-hal milik orang-orang ini dan yang
di hadapan mereka. Orang-orang semacam ini senantiasa, sejak masuk hingga
keluar dari pasar, berdoa dan memohon perlindungan dari Allah serta menjadi
perantara bagi orang-orang di pasar dengan sikap penuh kasih-sayang. Hati-hati
mereka berupaya menguntungkan mereka dan mencegah kerugian mereka. Lidah-lidah
mereka senantiasa memuji Allah atas semua yang telah mereka berikan kepada mereka
dari rahmat dan karunia-Nya. Orang-orang semacam ini disebut pengawal-pengawal
kota dan abdi-abdi Allah. Bila kau mau kau dapat menyebut mereka orang berilmu,
badal, penyayang dan penahan yag tersembunyi dan yang tampak, yang dicintai-Nya
dan khalifah-Nya, di bumi bagi hamba-hamba-Nya, duta-Nya dan pelaksana
kebajikan-Nya. Orang-orang semacam ini, dapat dikatakan, sebagai batu filosof.
Ridha dan rahmat Allah ada pada orang-orang semacam ini dan pada semua orang
yang telah menghadapkan wajahnya kepada Allah dan yang mencapai puncak
singkapan ruhani.
WACANA KETUJUH PULUH TIGA
Tuan Syaikh berwejang:
Kadang Allah memberitahu para Wali-Nya, tentang kesalahan-kesalahan dan
kepalsuan orang, dan pernyataan-pernyataan palsunya tentang tindakan, kata,
pikiran dan tujuannya. Para waliullah dibuat cemburu akan Tuhannya, Nabi-Nya
dan agama-Nya. Kemarahan batiniah dan kemarahan lahiriah terpacu oleh
pikirannya. Bagaimana bisa senang, bila mempunyai penyakit dalam dan luar.
Bagaimana bisa beriman akan keesaan Tuhan, bila kecenderungan kesyirikan yang
sejajar dengan kekafiran, yang menjauhkan manusia dari-Nya, dan bila masih
berpihak kepada musuh, si setan yang terkutuk, dan si munafik yang kelak
dicampakkan ke dasar neraka dan tinggal untuk selamanya? Menyebut
kesalahan-kesalahan seperti itu, tindakan-tindakan kejinya dan pengakuannya
sebagai shiddiq, kebersaingannya dengan mereka yang telah meluruhkan diri ke
dalam takdir, terluncur dari lidah sang wali.
Kadang dikarenakan kecemburuan akan Keagungan Tuhan Yang Mahakuasa lagi
Mahaagung. Kadang karena menolak orang palsu seperti itu, dan sebagai teguran
baginya; kadang karena Kemahakuasaan kehendak dan kemurkaannya terhadap orang
palsu yang mendustakan para wali. Para wali mengutuk pengumpatan terhadap orang
semacam itu, dan “bolehkan para wali mengumpat seseorang? Bisakah mereka
memperkatakan seseorang, tak hadir atau hadir, dan hal-hal yang asing bagi
orang-orang yang berkedudukan?” Pengutukan semacam itu, dari mereka, tak
melebihi firman Allah:
“Dosa keduanya lebih besar daripada manfaat keduanya.” (Qs.2:219).
Wajib baginya berdiam diri dalam keadaan-keadaan semacam itu, tunduk dan
berupaya mendapatkan keabsahan-Nya, tak berkeberatan terhadap kehendak-Nya dan
wali-Nya yang mencerca pernyataan palsu si palsu. Jika ia bersikap demikian,
maka ia mampu mencabut akar-akar kekejian dari dirinya dan dipandang sebagai
kembalinya dari kejahilan dan kebiadabannya. Hal itu bagai serangan atas nama
sang wali, dan juga menguntungkan si pongah yang berada di tepi jurang
kehancuran, karena kepongahan dan ketakpatuhannya. Dan Allah menunjuki yang
dikehendaki-Nya kepada jalan kebenaran.
WACANA KETUJUH PULUH EMPAT
Tuan Syaikh berwejang:
Hal pertama yang mesti dilihat oleh orang nalar ialah keadaan diri,
kemudian ciptaan dan penemuan-penemuan, dan menyimpulkan dari kesemuanya itu
kemaujudan Pencipta mereka. Sebab, ciptaan menunjukan adanya Sang Pencipta, dan
kekuatan menunjukkan adanya pelaku bijak dibaliknya, sebab segala hal mewujud
melalui-Nya. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dalam tafsirnya tentang
firman Allah:
“Dia telah menundukkan bagimu segala yang ada di langit dan di bumi.”
Dalam menerangkan ayat ini, ia berkata:
“Pada segala sesuatu ada sifat Tuhan. Setiap nama mengisyaratakan
nama-nama-Nya. Sungguh kau berada di antara nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya dan
karya-karya-Nya, secara batiniah melalui kuasa-Nya, dan secara lahiriah melalui
kearifan-Nya. Ia mewujud dalam sifat-sifat-Nya yag tersembunyi dalam diri-Nya.
Dirinya tersembunyi dalam sifat-sifat-Nya. Sifat-sifat-Nya tersembunyi dalam
karya-karya-Nya. Ia menyingkapkan pengetahuan-Nya melalui kehendak-Nya. Ia
mengejawantahkan kehendak-Nya dengan gerakan-gerakan. Ia menyembunyikan
kepandaian-Nya dan melahirkan kepandaian-Nya melalui kehendak-Nya. Ia
tersembunyi dalam ketakterlihatan-Nya. Ia muwujud dalam kebijakan dan
kekuasaan-Nya. Tiada menyerupai-Nya, dan Dia Mahamendengar lagi Mahamelihat.”
Sungguh banyak rahasia ruhani tersingkap oleh pernyataan ini, yang takkan
diketahui oleh yang tak memiliki hati yang berpelita pengetahuan ruhani.
Keistimewaan insan besar ini dikarenakan tangan-tangan Suci Nabi mendoakan
baginya: “Ya Allah! Karuniakanlah ia pengertian tentang agama,
dan ajarilah ia penafsiran tentangnya.”
Semoga Allah menganugerahi kita rahmat, yang telah dilimpahkan-Nya kepada
orang seperti itu, dan semoga Ia mengumpulkan kita bersama mereka pada Hari
Kebangkitan.
WACANA KETUJUH PULUH LIMA
Tuan Syaikh berwejang:
Bertakwalah kepada Allah, taatilah Dia, milikilah kesucian hati, kendali
diri, kebiasaan memberikan hal-hal bermanfaat. Jauhkanlah penderitaan dan
kemiskinan, jagalah kesucian ruhaniawan, bergaullah dengan sesamamu,
nasehatilah kaum muda dengan kebaikan, jauhilah permusuhan dengan sahabat,
jauhilah pula mereka yang bukan salik, dan bertolong-tolonglah dalam hal agamis
dan duniawi. Hakikat kemiskinan agama berupa ketakbolehan menyampaikan
kebutuhan-kebutuhan kepada sesamanya. Hakikat kekayaan agamis berupa
ketakbutuhan akan ciptaan, semisal diri. Tasawuf dicapai lewat kelaparan dan
pemantangan dari hal-hal yang disukai dan dihalalkan. Jangan berpintar-diri di
hadapan seorang darwis, sebab unjuk pengetahuan membuatnya tak senang. Bersikap
lembutlah terhadapnya, sebab kelembutan membuatnya senang. Tasawuf didasarkan
pada delapan hal: 1. Kemurahan Nabi Ibrahim; 2. Kepasrahan Nabi Ishak; 3.
Kesabaran Nabi Ya’kub; 4. Doa Nabi Zakaria; 5. Kemiskinan Nabi Yahya; 6. Berbusana
wol seperti Nabi Musa; 7. Berlanglang buana seperti Nabi Isa; 8. Kesahajaan
Nabi Muhammad, saw.
WACANA KETUJUH PULUH ENAM
Tuan Syaikh berwejang:
Punyailah kekayaan, harga diri, kemiskinan dan kerendah-hatian. Wajib
bagimu berendah hati dan bersungguh-sungguh terhadap Sang Pencipta. Jangan
salahkan Dia, karena sarana duniawi. Jangan kau rusak hak saudaramu karena kau
dan dia adalah kawan. Berkawanlah selalu dengan para darwis, dengan rendah
hati, sikap baik dan keterbukaan. Bunuhlah kedirian hingga tercapai kehidupan
dalam ruhani. Yang terdekat dengan Allah ialah yang paling besar hati dalam
berperilaku. Amal terbaik adalah menjaga diri dari selain-Nya. Nasehatilah
selalu orang agar berteguh pada kebenaran dan kesabaran. Cukuplah bagimu
bergaul dengan para darwis, dan mengabdi kepada para wali.
Darwis adalah orang yang acuh tak acuh terhadap selain Allah. Menyerang
yang di bawahmu adalah pengecut. Berbuat serupa dengan yang di atasmu adalah
memalukan, dan menyerang yang sejajar denganmu adalah tak baik. Menjalani
kehidupan darwis dan sufi membutuhkan upaya serius. Semoga Allah mengaruniai
kita kekuatan. Duhai wali! Dikau senantiasa mengingat Allah, sebab hal ini
membawa kebaikan dan juga kewajibanmu untuk berpegang teguh pada
perjanjian-Nya, sebab hal ini menjauhkan segala kemudharatan. Juga kewajibanmu
untuk senantiasa menghadapi segala ketentuan-Nya, sebab hal-hal itu mesti
terjadi.
Ketahuilah bahwa kau akan ditanya tentang gerak-gerikmu. Selamatkanlah
anasir tubuhmu dari ketakbergunaan. Wajiblah bagimu menaati Allah, Rasul-Nya
dan mereka yang mesti ditaati. Pikirkanlah kaum muslim, dan jangan berburuk
niat kepada mereka, entah dalam hati, ucapan atau tindakan.
Doakanlah orang yang telah menzalimimu, dan takwalah kepada Allah Yang
Mahakuasa lagi Mahaagung. Wajib bagimu makan segala yang dihalalkan, dan
bertanyalah, tentang yang tak kau ketahui, kepada orang yang memiliki ma’rifat.
Berbaiklah senantiasa terhadap Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Bersamalah
dengan-Nya. Bersamalah dengan selain-Nya, sepanjang dibutuhkan untuk
bersama-Nya.
Bersedekahlah di kala pagi. Berdoalah di malam hari bagi Muslim yag
meninggal. Ucapkanlah tujuh kali di pagi hari dan sore hari: “Allahumma
ajirna minan nar, yang maknanya: “Ya Allah! Lindungilah kami dari api
neraka.” Berdoalah selalu: “A’udzubillahi-is-sma’i-il-‘Alim
minasy-Syaithan-ir-rajim.” Yang maknanya: “Aku berlindung kepada Allah Yang
Mahamendengar lagi Mahamengetahui dari setan yang terkutuk.”
Lalu agungkanlah Dia dengan ayat-ayat terakhir Surah al-Hasyr: ”Dialah
Allah, Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata.
Dialah yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan
selain Dia, Raja, Yang Mahasuci. Yang Mahasejahtera, yang mengaruniakan
keamanan, yang Mahamemelihara, yang mengaruniakan keamanan, yang
Mahamemelihara, yang Mahaperkasa, yang Mahakuasa, yang memiliki segala
keagungan, Mahasuci Allah dari segala yang mereka persekutukan. Dialah Allah,
Pencipta, Pewujud, Pembentuk, Pemilik nama-nama terbaik. Bertasbihlah
kepada-Nya segala yang di langit dan di Bumi. Dan Dialah yang Mahakuasa lagi
Mahabijaksana.”
WACANA KETUJUH PULUH TUJUH
Tuan Syaikh berwejang:
Bersamalah dengan Allah, seolah-oleh tiada ciptaan. Bersamalah dengan
ciptaan seolah-olah tiada diri. Bila bersama Allah, Yang Mahakuasa lagi
Mahaagung, tanpa ciptaan. Dia tercapai, dan jauh dari selain-Nya. Bila bersama
ciptaan, tanpa diri, keadilan tergapai, kebajikan terbantu, dan selamatlah dari
kekerasan kehidupan. Tinggalkanlah segala sesuatu di luar pintu, bila memasuki
pintu uzlah. Maka terlihat oleh mata batinmu temanmu dalam uzlah-mu, terasakan
hal di luar ciptaan, lenyaplah diri, dan digantikan oleh perintah-Nya dan
kedekatan-Nya. Maka ketak-tahuanmu menjadi ketahuanmu, kejauhanmu menjadi
kedekatanmu, kediamanmu menjadi pengingatanmu akan-Nya, dan kebuasanmu menjadi
kekaribanmu. Duhai! Tiada lagi tersisa di sana, selain Sang Pencipta dan
ciptaan. Maka jika Sang Pencipta telah di pilih, ucapkanlah:
“Sesungguhnya mereka adalah musuh-musuhku, kecuali Tuhan semesta alam.” (Qs.26:77).
Barangsiapa telah merasakannya, ia telah mengetahuinya.
Ia ditanya: “Bagaimana kepahitan mengatasi kemanisan?” “Mesti berupaya menjauhkan
kedirian. Duhai! Bila seorang mukmin berbuat kebajikan, maka hewaninya tunduk
kepada hati. Bila diri mencapai kesadaran hati, maka berubahlah hati menjadi
suatu rahasia; rahasiapun berubah menjadi kemusnahan; kemusnahan berubah
menjadi kemaujudan lain; jawabnya. “Kawan bisa mencapai lewat setiap pintu.
Duhai! Peluruhan diri ialah mengingkari semua ciptaan, merubah sifat menjadi
sifat malaikat, lenyap dari sifat malaikat dan kembali ke semula. Maka Tuhan
menyiramimu sesuka-Nya, dan membajakmu sesuka-Nya. Bila menghendaki peringkat
ini, pilihlah Islam, dan tunduklah kepada ketetapan-Nya, maka tergapailah
ma’rifat, tersadarilah Ia, termaujudlah diri di dalam-Nya, dan menjadilah diri
milik-Nya, Kesalehan ialah karya satu jam dan kebertarakan dua jam, sedang
pengetahuan Allah adalah karya abadi,” lanjutnya.
WACANA KETUJUH PULUH DELAPAN
Tuan Syaikh berwejang:
Ada sepuluh sifat pada salik, pemawas diri dan peraih tujuan ruhani:
Pertama. Tak bersumpah dengan-Nya, entah benar atau tidak, entah sengaja
atau tidak. Sebab bila hal ini termapankan, dan lidah terbiasa dengannya, maka
hal ini membawanya kepada suatu kedudukan, yang di dalamnya ia mampu
menghentikan bersumpah dengan sengaja atau tidak. Nah, bila ia menjadi begini,
Allah membukakan baginya pintu nur-Nya. Hatinya tahu manfaat ini, kedudukannya
termuliakan, langkah dan kesabarannya terkuatkan. Maka, dipujilah dan
dimuliakanlah ia di tengah-tengah tetangga dan sahabatnya, sehingga yang tahu
dia, menghormatinya, dan yang melihatnya, takut kepadanya.
Kedua. Menghindar dari berbicara tak benar, entah serius atau bercanda.
Sebab bila ia melakukan dan mengukuhkan hal ini pada dirinya sendiri, dan
lidahnya terbiasa dengannya, maka Allah membuka dengannya hatinya, dan
menjernihkan dengannya pengetahuannya, sehingga ia tampak tak tahu kepalsuan.
Bila ia mendengarnya dari orang lain, ia memandangnya sebagai noda besar, dan
termalukan olehnya. Bila ia memohon kepada Allah agar menjauhkannya, maka
baginya pahala.
Ketiga. Menjaga janji. Sungguh, hal ini demikian menguatnya, sebab
mengingkari janji termasuk kepalsuan. Maka terbukalah baginya pintu kemurahan,
dan baginya kemuliaan, dan dicintailah ia oleh para shiddiq dan mulialah ia di
hadapan Allah.
Keempat. Tak mengutuk sesuatu makhluk pun, tak merusak sesuatu pun, meski
sekecil atom pun, dan bahkan yang lebih kecil darinya. Sebab hal ini termasuk
tuntutan kebenaran dan kebaikan. Berlaku berdasarkan prinsip ini, memperoleh
husnul khatimah di bawah naungan-Nya, Ia meninggikan kedudukannya, Ia
melindunginya dari kehancuran, dan mengaruniainya kasih sayang dan kedekatan
dengan-Nya.
Kelima. Tak mendoakan keburukan bagi seorang pun, meski ia telah dizalimi.
Lidah dan geraknya tak mendendam, tapi bersabar demi Allah. Hal ini membawanya
kepada kedudukan mulia di dunia dan di akhirat. Ia menjadi dicintai dan
disayangi oleh semua penerima kebenaran, baik dekat maupun jauh.
Keenam. Tak berpihak kepada kemusyrikan, kekafiran dan kemunafikan mereka
yang se-kiblat. Sifat ini menciptakan kesempurnaan dalam mengikuti Sunnah, dan
amat jauh dari mencampuri pengetahuan Allah dan juga dari penyiksaan-Nya, dan
amat dengan ridha dan kasih sayang-Nya. Inilah pintu kemuliaan dan keagungan
dari Allah Yang Mahamulia, yang menganugerahkannya kepada hamba beriman-Nya
sebagai balasan atas kasih sayangnya terhadap semua orang.
Ketujuh. Tak memlihat sesuatu kedosaan, baik lahiriah maupun batiniah.
Mencegah anasir tubuhnya darinya, sebab hal ini merupakan suatu tindakan
tercepat dalam membawa balasan bagi hati dan anasir tubuh di dunia dan pahala di
akhirat. Semoga Allah menganugerahi kita daya untuk berlaku begini, dan
menjauhkan kedirian dari hati kita.
Kedelapan. Tak membebani seorang pun, entah dengan beban ringan atau berat.
Tapi, melepaskan orang dari beban, entah diminta atau tidak. Hal ini menjadikan
hamba-hamba Allah dan para saleh mulia, dan memacu orang untuk ber-amar ma’ruf
nahi munkar. Hal ini menciptakan kemuliaan penuh bagi hamba-hamba Allah dan
para saleh, dan baginya segenap makhluk tampak sama. Maka Allah membuat hatinya
tak butuh, yakin dan bertumpu pada Allah. Allah tak meninggikan seorang pun,
bila masih terikat kedirian. Bagi orang semacam ini, semua makhluk memiliki hak
yang sama, dan mesti diyakini bahwa inilah pintu kemuliaan bagi para mukmin dan
para saleh, dan pintu terdekat kepada keikhlasan.
Kesembilan. Bersih dari segala harapan insan, dan tak merasa tergoda
hatinya oleh milikan mereka. Sungguh, inilah kemuliaan besar, ketakbutuhan
sejati, kerajaan besar, pujian agung, kepastian nan tegar kepasrahan sejati
kepada-Nya. Inilah pintu segala pintu kepasrahan kepada-Nya, yang memampukan
orang meraih ketakwaan kepada-Nya, dan pencipta keterikatan sempurna
dengan-Nya.
Kesepuluh. Rendah hati. Dengan ini, sang hamba termuliakan dan sempurna di
hadapan Allah (Mahaagung Dia) dan insan. Inilah sifat penyempurna kepatuhan,
dan dengannya sang hamba meraih kebajikan di kala suka dan duka, dan inilah
kesalehan nan sempurna. Rendah hati membuat sang hamba merasa rendah daripada
orang lain. Ia berkata: “Mungkin orang ini lebih baik dariku di hadapan Allah,
dan lebih tinggi kedudukannya.” Mengenai orang kecil, sang hamba berkata:
“Orang ini tak menantang Allah, sedang aku menentang-Nya, sungguh ia lebih baik
dariku.” Mengenai orang besar, sang hamba berkata: "Orang ini telah mengabdi kepada-Nya sebelum aku." Mengenai orang alim, sang hamba berkata: “Orang ini telah dianugerahi
yang tak ada padaku, ia telah memperoleh yang tak kuperoleh, ia mengetahui yang
tak kuketahui dan ia bertindak dengan pengetahuan.“ Mengenai orang bodoh, sang
hamba berkata: “Orang ini tak mematuhi-Nya karena tak tahu, dan aku tak
mematuhi-Nya meski aku tahu, dan kutak tahu akhir hayatku dan akhir hayatnya.”
Mengenai orang kafir, sang hamba berkata: “Entahlah mungkin ia akan menjadi
seorang Muslim, dan mungkin aku akan menjadi tak beriman.”
Inilah pintu kasih sayang dan ketakutan.
Bila hamba Allah telah menjadi begini, maka Allah menyelamatkannya dari
segala bencana, dan menjadikannya pilihan-Nya, dan menjadilah ia musuh Iblis,
sang musuh Allah. Keadaan ini menciptakan pintu kasih. Dengan mencapainya,
pintu kebanggaan tertutup dan tali kesombongan diri terputus, dan cita
keunggulan diri agamis, duniawi dan ruhani tercampakan. Inilah hakikat
pengabdian kepada-Nya: Tiada sebaik ini. Dengan meraih keadaan ini, lidah
terhenti menyebut insan dunia dan yang sia-sia, dan karyanya tak sempurna tanpa
hal ini; kebencian, kepongahan dan keberlebihan terhapus dari hatinya pada
segala keadaan, lidahnya sama; orang baginya sama. Ia tak menegur seseorang
dengan keburukan, sebab hal ini membencanai hamba-hamba Allah dan
pengabdi-pengabdi-Nya, dan menghancurkan kezuhudan.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, semoga semua hari-hari anda sejahtera dan sukses selalu, diberi petunjuk oleh-Nya, amin.