RAHASIA
HATI
“Sudah
kita diskusikan bahwa masyarakat itu terbentuk tidak hanya dari kumpulan
individu-individu saja, melainkan harus ada ikatan yang dapat menjamin hubungan
interaksi antar anggota masyarakat tersebut agar dapat berjalan terus menerus. Dan
sekumpulan individu-individu manusia itu harus berada di suatu wilayah
tertentu, yang mempunyai kesatuan pemikiran, perasaan dan peraturan. Bila
ikatan itu tidak bisa menjamin hubungan interaksi masyarakat berlangsung secara
terus menerus, maka kumpulan masyarakat itu akan pecah, bubar dan berantakan.
Sekarang
ijinkan saya membawa tuan-tuan kedalam lingkup wilayah orang-orang yang dikatakan
sudah mempunyai kesatuan pemikiran, perasaan dan peraturan untuk menciptakan
tujuan berdasarkan kepentingan pribadi masing-masing. Sudah ada ikatan yang
dapat menjamin hubungan interaksi antar anggota masyarakat tersebut agar dapat
berjalan terus menerus. Sehingga tercipta bermacam bentuk interaksi kebutuhan
dalam berbagai jenis pekerjaan untuk memenuhi hajat hidup masyarakat. Dari
silemah perlu sikuat, si kaya perlu simiskin, si miskin berjualan
keperluan-keperluan si kaya dan seterusnya. Ikatan dan interaksi ini memang
berjalan terus-menerus, mengembangkan wilayah tempat mereka bermukim dan
bersosialisasi. Namun ada perkembangan yang bersifat keniscayaan, karena
didorong kebutuhan pribadi manusianya, mereka mulai menciptakan berbagai keterampilan
pada teknik alam, industri, perdagangan dan perniagaan, pertanian, peternakan, seni
lukis, ukir, seni patung, hiasan dan peralatan rumah, jasa hubungan antar manusia
dan lain sebagainya.
Perkembangan
kebudayaan keterampilan itu terus mengasah otak dan pemikiran untuk terus menciptakan
terobosan-terobosan baru untuk menghadapi pesaing-pesaingnya. Semangat
menciptakan terobosan itu semakin mengakar merambah menyebar liar sehingga
membentuk karakter nafsu duniawi tak terbendung. Allah SWT tidak melarang
manusia mengejar dunia, namun harus diseimbangkan dengan persiapan bekal untuk
akherat seperti tertulis dalam tuntunan kitab suci setiap agama. Dari sinilah
dimulainya perselisihan - kalau boleh dikatakan demikian - karena yang mana
dahulu akan dituruti apakah suara hati disebut nurani atau olah pikir dinamakan
akal sehat. Seorang yang melulu mendalami ilmu pengetahuan dalam bidang apa
saja, tentu akan memegang teguh hasil akal sehat. Berbeda dari para rohaniawan,
selain dia membentuk ujar-ujar fatwa keagamaan, dia juga mengutamakan dan mengasah
nurani hati kearah rasa dan qolbu yang di kehendaki penciptanya.
Dari
akal sehat kemudian lahir yang disebut ambisi, obsesi, angan-angan, mimpi atau
cita-cita. Dari ambisi dan setaranya lahirlah kata-kata sebagai pedoman, moto atau
penyemangat, diantaranya;
# Hanya
orang kecil yang berupaya mengecilkan orang lain agar dia bisa merasa benar.
# Untuk
mencapai tujuan akhirmu, kamu harus bersabar.
# Kecerdasan
tanpa ambisi bagaikan burung tak bersayap.
# Ambisi
adalah langkah pertama untuk sukses, langkah kedua adalah aksi.
# Setiap
kegagalan pasti ada kesuksesan.
# Kegagalan
adalah kesuksesan yang tertunda.
# Mereka
bilang impian saya terlalu besar dan saya bilang mereka berpikir terlalu
rendah.
# Ambisi
menjadi diri sendiri, lebih baik dibanding bangga bisa seperti orang lain.
# Ambisi
tanpa pengetahuan yang cukup, layaknya kapal di lautan kering.
# Mereka
mentertawakan saya karena saya beda, dan saya mentertawakan mereka karena sama.
#Tegaslah
pada diri sendiri, buang demua pikiran negatif, serta lakukanlah yang terbaik,
kegelisahan hanya milik mereka yang putus asa.
# Keringat
yang mengalir di medan latihan adalah penebusan darah di medan pertempuran.
# Tidak
bisa menyeberangi lautan, hanya dengan berdiri saja di tepi pantai.
#Jangan membenci ambisi, sebab ia adalah
tenaga yang diperlukan untuk berhasil, tanpa adanya ambisi, kau akan mudah
dipatahkan.
# Seseorang
pemenang selalu berpikir tentang kerjasama, sementara seorang pecundang akan
selalu berpikir bagaimana untuk menjadi penguasa.
Dan
seterusnya masih ada ribuan kata-kata pendorong semangat hidup untuk maju yang
dibuat orang di setiap bangsa, kerajaan atau pemerintahan. Disini terlihat
bahwa hati akhirnya yang dituju yang menjadi sasaran kobaran api hasil olah
pikir itu. Apakah sihati akan tergerak atau justru semakin menciut.
Tanpa
tuntunan agama yang mengarahkan gerak alur nafsu agar tetap berada dalam
koridor ridlo illahi. Celakanya, karena hati jua yang menyebabkan orang-orang
lemah iman, para munafik, para pendosa malah justru membakar-balik sang akal
agar mencari jalan pintas untuk memenuhi nafsu sahwat, kesenangan-kesenangan
duniawi, amarah dan dendam, yang mana nafsu-nafsu itu ada berupa noktah-noktah
hitam dan melekat kuat serta menutup kebeningan hati. Hati yang sudah
terlingkupi dan tercemar kotoran nafsu akan semakin menghitam, mengkristalkan
kelembutan dan membatu. Kalau sudah demikian, manusia tidak ubahnya bagai
hewan, yang dilakukan hanya untuk pemenuhan nafsu saja. Pikiran yang melahirkan
akal sehatnya hanya akan digunakan untuk mencari pembenaran berupa dalih-dalih hukum,
dalih etika, dalih agama, dalih perniagaan dan perdagangan dan dalih kemanusiaan,
demi melindungi eksistensi perbuatannya.
Agama
saja tidak cukup untuk dapat membangkitkan sang hati untuk dapat berperan lebih
pada kehidupan dan perikehidupan manusia. Diperlukan cara atau ilmu bagian
lebih dalam dari agama. Dalam islam ilmu itu dinamakan tasawwuf (tashawwuf). Pengetahuan
tersebut adalah salah satu dari empat pilar disiplin pengetahuan dalam Islam
yang harus dikuasai oleh umat Islam. Empat pilar pengetahuan tersebut adalah
fikih (fiqh), kalam (kalam), filsafat (falsafah), dan tasawwuf (tashawwuf).
Sesuai dengan disiplinnya, tasawwuf memiliki tingkatan teratas karena dalam
pengertiannya yang universal tasawwuf mencakup dimensi mistik dan mengakui
kebenaran mendasar dari seluruh agama. Agama bagaikan sebatang pohon yang
berakar pada amalan-amalan dan memiliki dahan-dahan mistisisme serta berbuah
kebenaran. Oleh karena itu, orang yang telah berhasil mencapai tingkatan ini
selalu mencari persamaan daripada perbedaan. Dengan adanya persamaan muamalah,
maka sasaran yang dituju yaitu hati, diri
dan jiwa dapat lebih terukur,
terkendali dan bersih dari nafsu kotor duniawi. Komparasi tajam antara
psikologi akal dan psikologi hati dari para sufi, yang menjelaskan secara tegas
bahwa tasawwuf merupakan pendekatan holistik (analisa secara
keseluruhan), yang mengintegrasikan
fisik, psikis, dan spirit serta membimbing jiwa untuk tidak terjebak ke dalam
bahaya model yang datar dan menanjak (linear dan hirarkis), yang cenderung mengesampingkan dan membenarkan
penindasan terhadap kaum lemah dan minoritas. Tasawwuf adalah disiplin
pengetahuan (spiritual) yang dapat dimiliki oleh budaya, siapa pun, kapan pun,
dan di mana pun.”, demikian papar Sang Imam Ghazali.
Tidak
ada komentar dari kedua tamunya, Sang Imam kemudian melanjutkan pendapatnya: “Dalam
percakapan sehari-hari sering mengatakan tiga hal tersebut tanpa mengetahui
pengertian atau definisi masing-masing. Berbicara tentang hati, berbicara
tentang diri, dan berbicara tentang jiwa tanpa mengetahui perbedaan pengertian
dari ketiganya diucapkan ringan tanpa tendensi ilmiah sedikitpun, sehingga
mendistorsi hikmah maupun pesan yang hendak disampaikan.
Hati
dijelaskan sebagai sesuatu yang identik dengan spiritualitas. Ketulusan, niat
baik, belas kasih, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan spiritualitas
bersumber dari hati. Maka, kita cenderung mengatakan bahwa orang yang tidak
memiliki ketulusan, niat baik, belas kasih, dan lain sebagainya tidak memiliki
hati. Dalam psikologi sufi, hati memiliki kecerdasan dan kearifan terdalam.
Kecerdasan yang dimiliki oleh hati lebih mendalam dan mendasar daripada
kecerdasan yang cenderung abstrak, yang dimiliki oleh akal kita. Hati juga
menyimpan roh ilahiah. Karenanya, bagi para sufi hati adalah kuil Tuhan dan
rumah cinta. Semakin kita menggunakan hati kita untuk belajar mencintai orang lain,
kita semakin mampu mencintai Tuhan.
Sedangkan
diri atau nafs dalam psikologi sufi adalah sebuah aspek psikis pertama yang
menjadi musuh kita. Tapi, nafs bisa menjadi teman yang sangat berharga bagi
kita dan tak terhingga nilainya. Secara sederhana nafs memiliki beberapa
tingkatan. Tingkat terendah adalah nafs tirani. Ia merupakan nafs yang dapat
menjauhkan kita dari spritualitas. Pada sisi yang lain, tingkat tertinggi
adalah nafs yang suci. Pada tingkat ini, kepribadian mencapai tingkat yang
optimal bagaikan mencapai tingkat kesempurnaan yang dapat memantulkan cahaya
Ilahi.
Terakhir,
jiwa. Dalam psikologi sufi, jiwa diidentikkan dengan sesuatu yang selalu
berevolusi. Jiwa memiliki tujuh aspek: mineral, nabati, hewani, pribadi,
insani, rahasia, dan maharahasia. Setiap aspek memiliki penjelasan
masing-masing. Namun secara umum, ketujuh aspek jiwa tersebut dapat dicapai
secara bertahap dan tasawwuf bertujuan agar ketujuh tingkat kesadaran ini
bekerja secara seimbang dan harmonis.
Tasawwuf
memberikan pendekatan yang sangat holistik, sehingga jiwa terhindar dari bahaya
model linear dan hirarkis yang digunakan untuk pembenaran dalam melakukan
penindasan. Ketujuh aspek jiwa kita mampu mengintegrasikan fisik, psikis,
spiritual. Aspek kehidupan fisik kita ditopang oleh kearifan mineral, nabati,
dan hewani sejak dahulu kala. Fungsi psikis kita berakar dari jiwa pribadi.
Sedangkan, jiwa insani, jiwa rahasia, dan jiwa maharahasia berada dalam hati
spiritual. Jiwa insani adalah tempat kasih sayang dan kreativitas. Jiwa rahasia
adalah tempat berzikir kepada Tuhan dan jiwa maharahasia adalah percikan
ilahiah yang tak terbatas. Berbagai amalan tasawwuf, diberikan dari Nabi
Muhammad saw. kepada Para Shahabat, Tabiut, Tabiut-Tabiin dan Para wali.
Berbeda cara pengamalan tetapi tetap satu tujuan yaitu Allah SWT.
Nah
tuan-tuan berdua yang sudah dahulu berkelana keberbagai zaman, tentu sudah
lebih dahulu paham perbandingan penjelasan antara hati, diri dan jiwa.”,
demikian Sang Imam Ghazali mengakhiri pendapatnya.
Togog
mempersilahkan Semar untuk menguraikan pemahaman mereka tentang hati, diri dan
jiwa. Semar mengatupkan kedua telapak tangannya memberi hormat kepada Sang
Imam, karena penjelasan beliau itu sudah memudahkan Semar untuk memilah
pemahaman mereka tentang hati, diri dan jiwa manusia. “Kami dari zaman
pewayangan hingga zaman-zaman sesudahnya, sudah mengenal akan kemampuan
metafisik dan mengembangkan sampai ketingkatan yang sungguh diluar akal dan
mungkin tidak terbayangkan imajinasi manusia. Sehingga mampu mengendalikan
bahkan menciptakan zat dan kekuatan alam seperti api, air, angin, materi,
cahaya dan menembus ruang dan waktu. Semua itu bukanlah hal aneh lagi bagi
kami. Terlebih lagi bagi kami kaum Para Dewa, kemampuan energi alam itu merupakan
keniscayaan tidak terbantahkan, karena kami menjadi tempat dan sumber umat
manusia meminta kemampuan itu. Tempat meminta perlindungan dan tempat meminta
jawaban setiap masalah di kehidupan mereka umat manusia.
Penyerapan
energi alam kami itu kami pusatkan pada istilah yang Tuan Imam sebutkan dalam
diri (nafsu) dan jiwa. Untuk mencapai inti jiwa yang terdapat pada tujuh titik
kami namakan cakra, para pencari kesaktian harus berpuasa dan bersemedi tahunan
hingga belasan tahun, dan memencilkan diri dari pengaruh lingkungan masyarakat
luas. Melepaskan simbol-simbol, kemewahan duniawi, semuanya dengan tujuan untuk
meredam gejolak nafsu pada diri kita, yang sangat mudah menguasai roh atau
jiwa. Dengan dikuasai nafsu diri, maka kekuatan alam dengan mudah dapat diserap
hingga batas kemampuan kekuatan cakranya. Untuk mencapai hasil maksimal,
biasanya para ksatria, brahmana, empu atau para-pertapa memusatkan diri pada
pelindung-pelindung manusia, yang dipercaya sebagai payung kehidupan dan nasib
manusia. Para pelindung itu adalah kami, yang mereka sebut sebagai Para Dewa.
Bermacam-macam dewa yang mereka sembah, jadi pemusatan pikiran dalam tapanya,
para pertapa akan memilih seorang dewa yang sesuai dengan tujuan dan hajat para
pertapa.
Adapun
tujuh titik cakra dalam jiwa adalah titik pusat energi di dalam tubuh bioplasma
manusia, dan sesuatu yang bersifat ilahiah, yakni materi yang pembahasannya
belum bisa dicapai oleh kelima indra wadag kasar manusia. Namun pada
kenyataannya tidak sedikit manusia yang membenarkan bahwa cakra itu benar
adanya dan eksistensinya dari cakra dapat dirasakan oleh beberapa manusia
tertentu, misalnya para indigo, paranormal atau orang yang bakat indera keenam
yang sangat kuat. Bagi kami kaum Dewa yang hidup di alam Mayapada, cakra benar
ada dan itu sudah menjadi kantong pakaian untuk menyimpan percikan-percikan nur
ilahiah dari alam semesta. Ketujuh cakra
yang Tuan Imam disebutkan sebagai tujuh aspek berupa materi mineral, nabati,
hewani, pribadi, insani, rahasia, dan maharahasia, memendarkan cahaya yang
disebut aura. Setiap cakra mempunyai warna pendaran aura yang berbeda-beda.
Bisa dikatakan warna aura yang menyelimuti tubuh manusia itu mewakili emosi
individu manusia. Maka warna pendaran warna cahaya aura akan berubah-rubah berbarengan
dengan perubahan emosi manusia yang bersangkutan. Semisal saat individu sedang
dalam kondisi tenang, santai maka pendaran auranya akan berwarna hijau,
sebaliknya bila individu bersangkutan sedang dalam kondisi marah, dendam,
jengkel dan mendongkol maka warna
auranya adalah merah pekat.
Warna
aura cakra pada kondisi manusia yang sudah membebaskan diri dari kungkungan
nafsu, adalah
#
pertama Cakra Mahkota (Sahasrata) berwarna violet terletak di sisi bagian atas
kepala, daerah otak dan system syaraf (ubun-ubun). Fungsinya sebagai integrasi,
pemahaman dan pencerahan.
#
kedua Cakra Mata Ketiga (Ajna) berwarna biru indigo (nila) terletak di dahi
atau kening. Fungsinya sebagai penglihatan mata batin, kata-hati dan penyatuan.
#
ketiga Cakra Tenggorokan (Vishudda) berwarna biru muda terletak di tenggorokan.
Fungsinya sebagai komunikasi, energi ekspresif, kemauan untuk menyatukan
simbol-simbol ke bentuk yang ideal (kuasa dan tenaga untuk memilih).
#
keempat Cakra Jantung (Anahata) berwarna hijau terletak di tengah dada.
Fungsinya sebagai alat mencintai diri, mencintai orang lain, pemenuhan hajat
hidup, energi mental, kesadaran dan penyembuhan,
#
kelima Cakra Pusar (Manipura) berwarna kuning terletak di pusar perut.
Fungsinya sebagai pertumbuhan, penyembuhan, menerima dan mengeluarkan energi,
tenaga bagi kemauan.
#
keenam Cakra Kemaluan (Svadhisthana) berwarna jingga, terletak di bawah perut
pada titik kemaluan manusia. Fungsinya sebagai asimilasi, seksual, kesenangan,
keinginan, gaya hidup yang memanjakan emosi.
#
ketujuh Cakra Dasar (Maludara) berwarna merah, terletak di antara alat kelamin
dan anus (tulang ekor). Fungsinya sebagai pertahanan hidup (survival), gaya
hidup yang mengutamakan energi fisik.
Kapasitas
tampung cakra-cakra ini untuk menerima energi alam semesta, ternyata sangat
terbatas, pengembangan kapasitas cakra membutuhkan meditasi dan ritual-ritual
khusus selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun lamanya dengan tapa brata keras
tidak mengkonsumsi makanan minuman kesenangan duniawi. Kami para Dewa tentu
mempunyai cakra-cakra diatas semua manusia di alam marcapada. Saat kami berdua
ditunjuk Allah SWT sebagai Dewa Pengayom dan Pelindung Alam Semesta berikut
Alam Makro dan Mikro beserta semua dunia paralelnya, kami baru tersadar, masih
ada kapasitas ruang yang jauh sangat tak terhingga untuk menyimpan energi alam
semesta. Tuan Imam menyebutnya sebagai Hati sebagai sesuatu yang identik dengan
spiritualitas, ketulusan, niat baik, belas kasih, kecerdasan dan kearifan
terdalam dan mendasar, menyimpan roh
ilahiah sebagai kuil Tuhan dan rumah cinta Ilahi. Terdiri dari 73 dimensi
abstrak yang saling melapisi hingga lapisan inti dimana tempat Tuhan Allah SWT
bermukim. Maka tidak heran Allah berfirman bahwa Dia berada pada manusia dan
lebih dekat dari urat leher kita. Dengan kapasitas ruang itulah kami menerima
kekuatan Jabalkat dan Sangkala, kekuatan akherat yang tidak terbendung oleh
makhluk manapun di dunia fana ini. Dan dengan kapasitas ruang hati itulah kami
berhasil dan mampu menampung energi ledakan alam semesta disaat kelahiran dari
telur kosmik (Big Bang) saat permulaan zaman sebelum lahirnya sang waktu. Dari
pertemuan kami dengan Sultan Aulia Al-Gauts Al-A’zham Syeikh Muhyidin Abdul
Qodir Al-Jailani Qaddasallahu Sirrahu dan mewarisi Kitab Penyingkap Kegaiban
atau Futhul al-Ghaib dan Kitab SIRRUL ASRAR, ternyatalah begitu banyak ruang
yang bisa menampung energi alam semesta ini, bahkan alam Jabarut, Malakut dan
alam Layamut. Dari tirai alam Layamut, dengan Sifat Kemakhlukan Dzat Allah SWT.
dengan seijinNya dipadukan dengan sifat Illahiah kami manusia, dapat melebur
menjadi sifat Wahdatul Wujud atau Ittihad.”, Semar menenggat sejenak untuk
menerima sanggahan atau pertanyaan Imam Agung Ghazali. Namun yang nampak Sang
Imam Agung berkali-kali bertakbir mengesakan Allah SWT. atas keluasan kuasa dan
ilmuNya. Semar dipersilahkan melanjutkan pandangannya tentang hati, nafsu dan
jiwa.
Semar
pun meneruskan pendapatnya; “Kekuatan Hati melebihi kekuatan Pikiran, Diri
maupun Jiwa. Banyak orang sangat meyakini bahwa kekuatan pikiran positif dapat
membawa manusia meraih kesuksesan dalam mencapai tujuannya. Memang, tidak
diragukan lagi, kalau kekuatan pikiran positif ini akan membawa manusia pada
kesuksesan dalam meraih tujuannya. Mereka yang dapat mengarahkan pikirannya
selalu kearah positif, maka diyakini bahwa hasilnya adalah sesuatu kehidupan
yang positif juga. Meskipun demikian, kita sebagai manusia yang memiliki
keyakikan keimanan kepada Allah, sebaiknya menyadari bahwa bukan hanya
mengandalkan kekuatan otak semata, bukan hanya mengandalkan akal dan kekuatan
pikiran semata. Karena sesungguhnya ada kekuatan lain yang lebih dahsyat dari
kekuatan otak, akal dan pikiran. Kekuatan ini bukan hanya mengantarkan manusia
meraih sukses namun juga mampu mengantarkan manusia pada kemuliaan hidup. Yakni
kekuatan hati atau kekuatan hati yang positif, kekuatan hati yang jernih.
Kekuatan hati ini memiliki kedahsyatan yang melebihi kekuatan pikiran manusia.
Karena hati adalah rajanya, hatilah yang mengatur dan memerintahkan otak,
pikiran dan panca indra manusia.
Tuhan
melalui berbagai ajaran yang dibawa oleh para Nabi, maupun melalui kitab suci-NYA
telah mengajarkan kepada manusia untuk senantiasa mendengarkan suara hati
nuraninya. Mengajarkan manusia untuk dapat memelihara kejernihan hatinya,
sehingga sifat-sifat mulia yang tertanam dalam hati dapat memancar ke
permukaan. Karena di dalam hati manusia sudah tertanam bentuk percikan
sifat-sifat "Ilahiah" dari Allah Tuhan Sang Pencipta Kehidupan.
Diantara sifat-sifat mulia Allah yang tertanam dalam hati manusia adalah sifat
kepedulian, kesabaran, kebersamaan, cinta dan kasih sayang, bersyukur, ikhlas,
damai, kebijaksanaan, semangat, dan lain sebagainya. Karena itu sesungguhnya
kekuatan hati ini sangat luar-biasa untuk memicu kesuksesan dan kemuliaan dalam
segala bidang kehidupan.
Di
dalam hati tempatnya pusat ketenangan, kedamaian, kesehatan, dan kebahagiaan
sejati yang hakiki. Bahkan hati merupakan cerminan dari diri dan hidup manusia
secara keseluruhan. Di dalam hati terdapat sumber kesehatan fisik, kekuatan
mental, kecerdasan emosional, serta tuntunan bagi manusia dalam meraih kemajuan
spiritualnya. Hati menjadi tempat di mana sifat-sifat mulia dari Allah SWT.
Sang Pencipta Kehidupan bersemayam. Hati adalah tempat dimana semua hal yang
terindah, hal yang terbaik, termurni, dan tersuci berada di dalamnya. Dari Hati
yang jernih akan melahirkan pikiran-pikiran yang jernih dan pada akhirnya
melahirkan tindakan-tindakan mulia berdasarkan suara hati nurani. Kejernihan
hati dapat menjadikan manusia menjadi mampu bertindak bijaksana, memiliki
semangat positif, cerdas dan berbagai sifat-sifat mulia lainnya. Dengan hati
yang jernih, kita dapat berpikir jernih dan menjalani kehidupan dengan lebih
produktif, lebih semangat, lebih efisien dan lebih efektif untuk meraih tujuan.
Hati
adalah kunci hubungan manusia dengan Tuhannya. Karena Hati adalah tempat
bersemayamnya Iman, dengannya kita bisa berkomunikasi dengan sang Khaliq. Hati
juga menjadi kunci hubungan dengan sesama manusia. Hubungan yang dilandasi
kejernihan hati dapat menjadikan hubungan yang lebih sehat, baik dan
konstruktif dengan siapapun. Karena hubungan yang dilandasi kejernihan hati
akan mengedepankan kasih sayang, kejujuran, kebersamaan dan saling menghormati.
Hubungan dengan manusia akan terasa menyenangkan, menghadirkan kedamaian dan
kebahagiaan. Dengan demikian akan semakin banyak orang lain yang akan
memberikan dukungan bagi kesuksesan kita. Dalam meraih kesuksesan sebaiknya
jangan hanya mengandalkan kekuatan otak semata. Karena otak atau pikiran
merupakan sesuatu yang terbatas dan bersifat sementara. Berusahalah menggunakan
kekuatan hati nurani, menggunakan kekuatan kejernihan hati dengan seimbang.
Gunakanlah kekuatan hati yang positif, karena dialah sesungguhnya diri sejati
Anda. Hatilah tempat sifat mulia Allah SWT. Sang Pencipta bersemayam di dalam
diri kita. Dengan senantiasa menggunakan kekuatan hati, mendengarkan suara
hati, akan membawa manusia menjalani kehidupan dengan penuh kedamaian dan
kebahagiaan. Kalau seseorang dapat merasakan kedamaian hati dan kebahagiaan
hati, maka akan memiliki hidup yang penuh dengan sukses dan kemuliaan.
Namun,
berbagai godaan kehidupan masyarakat seringkali dapat mengotori kejernihan
hati. Sikap egoisme, mementingkan hawa nafsu, mengikuti ambisi meraih kekuasaan
dengan menghalalkan segala cara dan berbagai emosi-emosi negatif seperti
amarah, dendam, benci dan iri hati dapat menjadikan kejernihan hati
terbelenggu, Hati yang terbelenggu cahaya kejernihannya tidak dapat memancar ke
permukaan. Inilah yang dapat melemahkan kehidupan spiritual umat manusia. Kalau
dibiarkan, dapat menjadikan kita semakin sulit mendengarkan bisikan hati dan
lebih mempercayai atau mengandalkan kemampuan otak serta produk-produk pikiran
atau akal semata. Inilah yang akan melahirkan ketidak seimbangan antara
kemampuan nalar dengan hati nurani, sehingga melahirkan berbagai masalah dalam
kehidupan.
Lantas
bagaimana agar kita dapat menjaga kejernihan hati dalam kehidupan masyarakat
ini?. Bagaimana dapat memelihara kejernihan hati sehingga cahayanya dapat
memancar ke permukaan?. Mungkin langkah awal adalah kita mencoba untuk mempetakan
berbagai pola hidup yang menjadi sebab dan faktor melupakan hati, kemudian
berusaha untuk menemukan suara hati yang murni lantas memberdayakannya. Jika
hati sudah terberdayakan maka akan terciptalah revolusi diri dan revolusi
kehidupan yang pada gilirannya revolusi ummat, berhijrah kearah yang lebih baik.
Bagaimana
Hati dapat mempengaruhi tubuh dan pikiran. Hati yang bekerja pada tubuh dan
pikiran kita disebut perasaan. Apakah perasaan dapat dan harus dikendalikan?. Mematikan
perasaan tidak berarti kita membiarkan pengalaman meresap ke dalam diri kita.
Sebaliknya, kita membiarkan pengalaman meresap secara penuh. Itulah sebabnya
kemudian kita bisa mematikan rasa. Ambil contoh salah satu emosi cinta kepada
seorang wanita, atau kasihan kepada orang yang kita sayangi, atau rasa takut
dan rasa nyeri akibat penyakit yang mematikan. Apabila kita menahan emosi-emosi
itu - apabila kita tidak membiarkan diri mengalaminya – kita tidak pernah dapat
mematikan rasa, kita terlalu sibuk menghadapi rasa takut. Kita takut menghadapi
rasa nyeri, kita takut mengalami rasa sedih. Kita takut mengalami penderitaan
akibat cinta. Tapi dengan membiarkan diri mengalami emosi-emosi ini, dengan membiarkan
diri terjun ke dalamnya, sampai sejauh-jauhnya, kita akan mengalaminya secara penuh dan utuh. Kita tahu
arti sakit, kita tahu arti sedih, dan hanya ketika kita mengatakan, baiklah,
aku telah mengalami emosi itu. Aku kenal betul emosi itu. Sekarang aku perlu
mematikan perasaan dari emosi itu untuk sementara waktu. Ketika cinta hanya
mencintai cinta, penuh kepasrahan pada cinta apapun yang berlaku tetap bisa
tersenyum, tahan menghadapi gempuran dan cobaan, dan kadangkala mengalah untuk
kebahagiaan orang yang dia cintai maka itulah makna cinta yang sejati”, Semar
tertunduk haru, menahan perasaannya akan keluarga dan masa lalunya, tetapi
kemudian sinar cintanya kepada Nur Illahi yang sudah menyatu dengan hatinya, menerangi
Diri, cakra-cakra dan Jiwanya. Bisa dikatakan mereka berdua adalah
sesempurna-sempurnanya Dewa atau makhluk ciptaan Allah, sudah pantas
disejajarkan dengan para malaikat dan para Nabi. Tetapi tugas mereka adalah
bukan penyampai risalah-risalah Ilahi, melainkan sebagai pengawal untuk para
penyampai risalah-risalah Ilahi dan menjaga keseimbangan alam semesta ini. Maka
risalah-risalah yang sudah meresap dalam di hatinya, hanya untuk mereka berdua
sebagai pedoman dan koridor tugas mengawal kesimbangan alam semesta ini.
Togog
merangkul saudara tuanya, dia tahu perasaan saudaranya, bukan perasaan masygul
ataupun gundah, melainkan lebih kepada perasaan haru akan kehadiran dan
karuniaNya di hati sehingga melahirkan perasaan tawakkal terdalam, dan mampu
membentuk jiwa yang sabar, ikhlas dan bersyukur. Sang Imam Agungpun dapat
merasakan perasaan kedua tamunya, matanya berkaca-kaca penuh rasa syukur kepada
karunia Allah SWT. Beliau masih belum berkomentar, membiarkan Semar dan Togog
menyampaikan pendapatnya tentang rahasia hati.
Semarpun
melanjutkan pendapatnya: “Dalam hidup, kita selalu di hadapkan pada hal-hal
sederhana yang membahagiakan andai kita mampu bijak menyadarinya. Terkadang
kita mencintai seseorang begitu dalamnya, tak ada lagi yang terindah selainnya
namun kenyataannya garis takdir tidak sejalan, tak ada penyatuan cinta pada
ujungnya. Kita menjadi terpuruk, menyalahkan cinta, terendap lara dalam luka
dalam. Dan, tanpa kita sadari bahwa orang yang dekat dengan kita yang sering
kita abaikan, yang kita anggap sebagai teman biasa, tempat bercerita, tempat
meminta pendapat sesungguhnya dialah cinta sejati kita, dialah yang selalu ada
dalam keadaan kita paling terpuruk, dia yang mengulurkan tangan saat kita
terjatuh. Dia yang meneduhkan ketika panas terik kehidupan melelahkan jiwa.
Dialah takdir Tuhan untuk kita.
Mencintai
tak mesti harus bersama, apalagi saling memiliki. Ketulusan untuk hanya
mencintai sepenuh hati tidak berharap berlebihan, pasrah dan ikhlas menerima
garis hidup dariNya membuat seseorang lebih matang, dewasa dalam menyikapi
cinta dan kalaupun cintanya tak berbalas, harapannya sia-sia maka kepasrahannya
pada takdir akan membalut kecewa hatinya, mendamaikan jiwanya dan keyakinan
bahwa dia bukan yang terbaik baginya akan menghindarkannya dari patah hati yang
sungguh menyakitkan dan kadang berujung depresi. Bijaklah dalam berlaku, pandai
pandailah membaca pertanda dariNya. Jika kita perhatikan sekeliling kita,
rasakan makna dibalik hembusan angin dan kita pasti akan menyadari ada
ketulusan, ada cinta yang suci senantiasa melingkupi menerangi dan menjagamu
tanpa suara, tanpa kata. Selalu menaungi setiap hari kita, melingkupi setiap
langkah kita dan senantiasa bersama kita
tanpa kita sadari. Lalu dimana dan kemana pikiran akan berperan.
Saat
mendengar bisikan yang mengusik pikiran meragukan sebuah keputusan yang kita
buat. Atau, merasa khawatir jangan sampai mengambil keputusan yang salah?
Mungkin ini karena kata-hati atau hati Anda sedang berbicara. Setiap orang
dibekali kemampuan yang sama, yaitu kemampuan memahami berbagai hal dengan cara
tertentu, misalnya dengan mempertimbangkan pengalaman masa lalu, keinginan dan
kebutuhan yang muncul dari alam bawah sadar, atau kondisi kehidupan saat ini.
Walaupun bisa menjadi masukan yang berguna, kata-hati tidak bisa menggantikan
proses pengambilan keputusan yang normal. Pikiran dan hati, logika dan kata-hati,
keduanya akan bekerja sama dengan baik jika mau sedikit berusaha dan berlatih.
Kita
cenderung menganggap pikiran logis sebagai hal yang baik. Berpikir logis adalah
fungsi atau proses yang mengarahkan tindakan kita berdasarkan logika tanpa
melibatkan emosi atau penilaian subjektif. Pikiran membantu kita memperoleh
hal-hal yang baik dan bermanfaat. Dengan alasan tersebut kita berpendapat bahwa
pikiran lebih baik daripada kata-hati (intuisi). Pikiran bertanggung jawab
untuk berpikir bijaksana dengan melibatkan perasaan, pola pikir, penilaian, dan
ingatan. Pikiran juga membuat Anda mampu mempertimbangkan baik dan buruk
sebagai dasar untuk mengambil keputusan yang logis. Logis adalah kemampuan
mempertimbangkan berbagai perubahan (variabel) dan mengakses, mengolah, serta
menganalisis informasi untuk membuat kesimpulan yang tepat.
Pemikiran
logis adalah hal yang sangat manusiawi. Pada kenyataannya, kemampuan ini yang
membedakan manusia dari binatang sehingga kita mampu menggunakan peralatan,
membangun kota, mengembangkan teknologi, dan mempertahankan kelangsungan hidup
spesies kita. Jadi, pemikiran logis merupakan kemampuan berharga yang sangat
bermanfaat. Pemikiran logis merupakan alasan penting sehingga kita masih ada di
sini saat ini. Namun demikian, lebih banyak tidak selalu lebih baik. Dalam hal
tertentu, pemikiran logis sangat bermanfaat agar kita bisa mengatasi emosi
negatif yang cenderung mengendalikan kita saat mengambil keputusan. Pemikiran
logis membuat kita mampu melangkah lebih jauh. Kita cenderung merasa tidak
berdaya jika mengambil keputusan hanya menggunakan logika. Semua pilihan, besar
dan kecil, melibatkan banyak sekali variabel sehingga kita tidak bisa
memutuskan tanpa mempertimbangkan perasaan.
Sukar
menjelaskan perbedaan ‘perasaan’ atau ‘kata hati (intuisi)’. Istilah tersebut
bisa diartikan sebagai pemahaman yang terbentuk setelah mempertimbangkan
berbagai hal di luar pemikiran logis yang normal. Perasaan terbentuk dari
beberapa aspek, misalnya hal-hal yang terjadi masa lalu (pengalaman), kebutuhan
pribadi (keinginan), dan kondisi saat ini (orang-orang di sekitar, pilihan,
dll.). Keputusan yang diambil dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut akan
berbeda jika memutuskan hanya menggunakan logika. Kenali perbedaan hal-hal yang
berasal dari hati, misalnya pikiran yang muncul begitu saja. Logika sangat
mengandalkan analisis yang dipikirkan langkah demi langkah. Hati kita bekerja
dengan pola yang berbeda. Adakalanya, kata-hati muncul berupa perasaan yang
samar-samar dan sulit dijelaskan karena kita sendiri tidak mengerti apa yang
sedang kita rasakan. Suara hati membawa pesan untuk kita, meskipun
kadang-kadang sulit dimengerti. Mulailah belajar mendengarkan suara hati dengan
mengabaikan pikiran logis untuk sementara waktu dan berfokuslah pada suara hati.
Hati
atau perasaan lebih kuat dari pada pikiran. Pada dasarnya hatilah mengontrol
pikiran, bukan kebalikannya. Itu sebabnya mengapa orang yang jatuh cinta sulit
untuk berpikir logis dan tidak mengutamakan akal sehat, karna perasaan lebih
kuat. Ketika ingin berpikir logis terkadang ada perasaan yang dikorbankan. Perasaan
mengendalikan pikiran dan pikiran mengendalikan sikap atau tubuh kita.
Jadi
bagaimana harus menyatukan Pikiran dan Hati. Pikiran dan hati seharusnya tidak
berjalan sendiri-sendiri. Jadi perlu mencari cara agar keduanya bisa saling
bekerja sama. Mulailah dengan menentukan nilai keutamaan. Hati kita menyimpan
nilai-nilai keyakinan yang tidak dikenal saat kita berpikir logis. Penyatuan
pikiran dan hati dimulai dari sini. Ketahui nilai-nilai keyakinan yang nantinya
akan mengarahkan proses berpikir logis. Mencoba mengkaji nilai keyakinan jika
hal ini belum pernah dilakukan. Berusahalah melihat bagaimana nilai-nilai
keyakinan membentuk kehidupan.
Mencoba
mengaitkan keputusan dengan nilai keyakinan, dengan tujuan bukan untuk mengabaikan
pikiran logis, melainkan untuk memanfaatkannya. Oleh karena nilai keyakinan
tertanam di dalam hati, dan harus mengetahuinya dengan baik dan melibatkannya
saat berpikir logis. Kemudian kumpulkan informasi sebanyak mungkin yang ada
hubungannya dengan keputusan. Kebaikan apa yang akan diperoleh dari keputusan
yang akan diambil?. Apakah membawa akibat yang nantinya akan disesali?. Dalam
proses pengambilan keputusan, logika dan hati terkadang mengalami konflik. Hal
ini bisa menjadi petunjuk bahwa kita harus mencari tahu semua kemungkinan yang
akan terjadi sedetail mungkin dan melakukan evaluasi. Lakukan identifikasi
masalah dengan memikirkan akibat buruk yang mungkin terjadi. Jajaki beberapa
opsi dengan mempertimbangkan apa yang terbaik. Adakalanya, kata-hati pertama adalah
jawaban yang tepat. Namun juga harus menyeimbangkan antara hati dan pikiran
logis agar bisa mengambil keputusan yang paling tepat”, demikian Semar menutup
pendapatnya.
Sang
Imam Agung berusaha mengorek suatu cara bagaimana kedua tamunya itu
memanfaatkan kekuatan pikiran, jiwa dan hati yang bisa menciptakan
keajaiban-keajaiban seperti yang sudah diterangkan di awal pertemuan mereka:
“tuan-tuan berdua tentu mempunyai kemampuan mengangkasa, menghilang atau
bergerak secepat kilat atau keajaiban-keajaiban lainnya. Bagaimana perumusan
itu bisa terjadi dikaitkan dengan pembahasan kita tentang pikiran, jiwa dan
hati?”.
Semar
dan Togog bukan menjadi bangga dan bersombong diri dengan menunjukkan kemampuan
mereka, melainkan justru tumbuh perasaan rikuh yang menyelimuti perasaan mereka
karena diminta ‘pamer’ oleh orang yang dikasihi Tuhan Allah SWT. yang menjadi
junjungan mereka. Melihat kerikuhan kakaknya, Togog meminta ijin untuk
menjawabnya. “Dalam hal ini ada dua jalur atau jurus yang digunakan, bisa
dikatakan jalur cepat atau jalur lambat. Dua jurus itu disebut jurus putih dan
jurus hitam. Jurus hitam itu menggunakan dan memperdalam cakra-cakra dalam
jiwanya dengan memasukkan unsur-unsur kekuatan alam, tetapi tidak memperdulikan
sumber, akibat atau effek sampingnya, dosis atau takaran, sehingga upaya
mengolah dan meracik unsur-unsur itu bisa memperkuat atau mengotori
cakra-cakranya. Karena begitu kotornya jiwa yang merangkum cakra-cakra itu, pelepasan
energinya pasti tidak mengikut-sertakan hati atau kata hati. Maka tidak ada
energi hati yang memicu pelepasan energi itu. Maka juga dapat disebut cara itu
adalah jalur cepat. Peran kekuatan setan, iblis, siluman sangat besar dalam
pembentukan cakra-cakra tersebut. Saat penggunaan energi cakra itu, hanya
pikiran logis yang dilambari jiwa kotor dan hati amarah yang difokuskan
pengguna. Kita menyebut nafsu membunuh, nafsu menaklukkan dan lain sebagainya.
Sebaliknya
untuk jurus putih, cakra-cakra dan jiwa akan dimasukan sebagai ‘senjata
rahasia’ persenjataan hati. Pikiran yang timbul hanya difokuskan untuk
‘menyusun’ kekuatan-kekuatan dalam hati itu. Banyak orang menyebut kekuatan
hati adalah energi roh. Energi yang terkumpul jika akan dilepaskan, disinilah
perbedaan besar yang akan diperlihatkan, kehendak diri atau nafsu akan tunduk
dan semua akan bergantung penuh kepada hati seberapa besar akan melepas energinya.
Dalam islam kejadian itu disebut gambaran proses tawakkal, berserah diri kepada
kehendak Illahi. Jadi kejadian yang muncul adalah kekuatan diluar nalar dan
ukuran perkiraan kita. Terkadang seorang ibu rumah-tangga yang berusaha
membebaskan anaknya yang terjepit, mampu
mengangkat beban sangat berat tanpa memikirkan berat dan cara memindahkannya.
Jadi ada peran sesuatu yang ada di hati ibu itu, keluar karena dorongan
perasaan cemas akan nasib anaknya.
Untuk
mendapatkan kepasrahan kepada kehendak hati dan peredaman nafsu pikiran, memerlukan
latihan-latihan dan pantangan-pantangan. Misal banyak berpuasa, tapa-brata,
dzikir bersuci diri dari kotoran-kotoran duniawi dengan banyak memperdalam
agama dan kitab-kitab suci. Hati yang kotor menyebabkan lemah dan lalai,
sehingga mudah disusupi anasir-anasir jahat berupa teluh, guna-guna, santet
atau sihir. Sesungguhnya sihir para penyihir itu akan bekerja secara sempurna
bila mengenai hati yang lemah, jiwa-jiwa yang penuh dengan syahwat yang senantiasa
bergantung kepada hal-hal rendahan. Oleh sebab itu, umumnya sihir banyak
mengenai para wanita, anak-anak, orang-orang bodoh, orang-orang pedalaman, dan
orang-orang yang lemah dalam berpegang teguh kepada agama, sikap tawakkal dan
tauhid, serta orang-orang yang tidak memiliki bagian sama sekali dari
dzikir-dzikir Ilahi, doa-doa, dan ta’awwudzaat nabawiyah.
Terapi
pengobatan hati setelah terkena sihir antara lain; mengeluarkan dan
menggagalkan sihir tersebut jika diketahui tempatnya. Ini merupakan metode
paling ampuh untuk mengobati orang yang terkena sihir. Metode kedua, dengan
membaca doa-doa keagamaan yang disyariatkan. Misalnya dengan menggunakan Kalamullah
(ayat-ayat Al Qur`an), atau dengan Asmaul Husna atau dengan sifat-sifat Allah
Azza wa Jalla, atau dengan doa-doa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Doa-doa itu bisa dengan menggunakan bahasa Arab, atau dengan
bahasa selain Arab yang difahami maknanya.
Selain
itu, ada hal sangat penting yang juga harus diperhatikan, bahwa pengusir sihir
(ruqyah) akan bekerja secara efektif bila orang yang sakit (terkena sihir) dan
orang yang mengobati sama-sama memiliki keyakinan yang kuat kepada Allah Azza
wa Jalla, bertawakkal kepadaNya semata, bertakwa dan mentauhidkanNya, serta
meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Al Qur`an adalah penyembuh bagi penyakit
dan rahmat bagi orang-orang beriman. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka ruqyah
tersebut tidak akan berefek kepada penyakitnya, karena ruqyah itu sendiri
merupakan obat mujarab yang diajarkan oleh syari’at. Namun ibarat senjata,
setajam apapun ia, jika berada di tangan orang yang tidak lihai menggunakannya,
maka senjata itu tidak banyak manfaatnya.
Metode
ketiga, mengeluarkan sihir tersebut dengan melakukan pembekaman pada bagian
tubuh yang terlihat bekas sihir, jika hal itu memang memungkinkan. Bila tidak
memungkinkan, maka ruqyah-ruqyah di atas telah mencukupi untuk mengobati sihir.
Bagaimana rahasia pembekaman di bagian yang terkena sihir ini. Bahwa sihir itu
tersusun dari pengaruh ruh-ruh jahat dan adanya respon kekuatan alami yang
lahir dari ruh jahat tersebut. Inilah jenis sihir yang paling kuat, terutama
pada bagian tubuh yang menjadi pusat persemayaman sihir tadi. Maka pembekaman
pada bagian tersebut merupakan metode pengobatan yang sangat efektif bila
dilakukan sesuai dengan cara yang tepat.
Metode
keempat, dengan menggunakan obat-obatan alami sebagaimana disebutkan Al Qur’an
dan As Sunnah, dengan disertai keyakinan penuh terhadap kebenaran firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menerangkannya.
Maka
dapat dikatakan jurus ini yang bertolak dan berpatokan kepada keagamaan dengan
menjunjung asma-asma Ilahi untuk pembersihan hati, adalah jurus lambat tetapi
menghasilkan kekuatan tak terukur, karena adanya peran dan petunjuk Tuhan”,
demikian Togog berpendapat.
“Luar
biasa, luar biasa suatu penyingkapan pencerahan dari sudut pandang ilmu yang
jarang dikenal menusia biasa. Dan itu memudahkan saya untuk mejelaskan hati dan jiwa dalam perspektif Tasawwuf”, ujar Imam Gazhali bersemangat.
“Sebagaimana
ilmu yang lain, tasawwufpun mempunyai objek atau lapangan dan sasaran
pembahasannya sendiri. Yang menjadi objek pembahasan tasawwuf ialah
jiwa manusia. Tasawwuf membahas tentang sikap jiwa manusia dalam
berhubungan dengan Allah dan sikapnya dalam berhubungan dengan sesama makhluk.
Dalam hal ini tasawwuf ingin
membersihkan hati itu dari sifat-sifat buruk dan tercela dalam rangka hubungan
tersebut. Bila hati sudah suci dan bersih dari noda kotoran, niscaya akan
baiklah kehidupan manusia itu, seperti sabda Rasulullah SAW yang artinya: ‘ketahuilah bahwa di dalam tubuh manusia itu
ada segumpal darah, bila segumpal darah itu baik, baiklah tubuh seluruhnya dan
apabila segumpal darah itu buruk, buruk pulalah tubuh seluruhnya. Segumpal
darah itu ialah hati.’ Dimensi rohani manusia mempunyai empat kekuatan,
yakni qalb, ruh, nafs, dan akal. Keempat unsur ini dapat ditinjau
secara pisik dan psikis.
Hati
dalam bahasa arabnya disebut qalb.
Menurut ilmu pertabiban qalbu adalah segumpal darah yang terletak di dalam
rongga dada, agak sebelah kiri, warnanya agak kecoklatan dan berbentuk segi
tiga. Dalam hal pembahasan hati secara pertabiban hati adalah materi, sedangkan hati
menjadi immateri menurut objek bahasan ilmu tasawwuf. Tentang hati yang immateri
ini akan saya bahas di dalam kitab Ihya Ulumiddin: ‘yakni suatu kurnia Tuhan yang halus dan indah bersifat immateri, yang
ada hubungannya dengan hati materi. Yang halus dan indah itulah yang menjadi
hakekat kemanusiaan dan yang mengenal dan mengetahui segala sesuatu, hati juga
yang menjadi sasaran perintah, sasaran cela, sasaran hukuman dan tuntutan dari
Tuhan. Ia mempunyai hubungan dengan materi. Hubungan ini sangat menakjubkan
akal tentang caranya. Perhubungan ini penaka hubungan gaya dengan jizim dan
hubungan sifat dengan tempat lekatnya atau seperti hubungan pemakai alat dengan
alatnya, atau bagai hubungan benda dengan ruang.’
Qalb
di dalamnya terdapat lobang-lobang. Lobang-lobang ini diisi dengan darah hitam
yang merupakan sumber dan tambang dari nyawa. Secara psikis, qalb berarti
sesuatu yang halus, ruhani yang berasal dari ketuhanan. Qalb dalam pengertian
kedua ini yang disebut hakikat manusia, dialah yang merasa, mengetahui, dan
mengenal serta yang diberi beban, disiksa, dicaci, dan sebagainya. Hakikatnya
tidak bisa diketahui.
Jadi
Hati adalah hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, pengetahuan
dan arif, yaitu manusia yang menjadi sasaran dari segala perintah dan larangan
Tuhan, yang akan disiksa, dicela dan dituntut segala amal perbuatannya. Membicarakan
tentang alat mema’rifati Tuhan membagi alat itu menjadi tiga:
1. Qalb untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan
2. Ruh untuk mencintai Tuhan
3. Sir untuk melihat Tuhan
Sir
lebih halus dari ruh. Ruh lebih halus dari qalb. Membedakan antara Nafs, ruh,
hati, dan akal.
Nafs
mempunyai dua arti. Pertama ialah himpunan kekuatan marah dan syahwat dalam
diri insan. Kedua ialah sesuatu yang indah dan halus yang menjadi hakikat
manusia. Nafs ialah kekuatan yang menghimpun sifat-sifat tercela pada manusia,
yang harus dilawan dan diperangi. Sabda Nabi saw: ‘Musuhmu yang paling besar ialah nafsumu yang berada di antara dua
lambungmu’ . Sedang pengertian kedua ialah hakikat manusia yang akan
dimintai pertanggung-jawaban kelak di akhirat. Ia disifati dengan berbagai
sifat sesuai dengan keadaannya. Apabila tenang dan jauh dari kegoncangan, yang
menentang nafsu syahwatiyah, maka disebut nafsu muthma-innah. Sesuai dengan
QS.al-Fajr: 27-30. ‘Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah
ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.’
Apabila
keadaannya kurang sempurna ketenangannya, akan tetapi dia mencela dan menegur
kepada dirinya sendiri manakala teledor untuk berbuat tidak baik, maka disebut
nafsu lawwamah. Seperti dalam QS.al-Qiyamah: 2. Kemudian apabila nafsu tunduk
dan patuh terhadap nafsu syahwat dan panggilan setan, maka dinamakan nafsu
amarah, yang mengajak pada kejahatan. Seperti dalam QS. Yusuf: 53.
Ruh
juga mempunyai dua arti. Pertama sejenis barang halus yang bersumber dari ruang
hati meteri dan tersebar melalui syaraf keseluruh tubuh. Mengalirnya di dalam
tubuh sambil melancarkan cahaya kehidupan, dan memberikan indera pandangan,
pendengaran, penciuman, perabaan dan perasaan lidah arti kedua ialah bahwa ruh
itu merupakan suatu yang ghaib. Ruh secara biologis ialah tubuh halus (jisim
lathifah) yang bersumber dari lobang qalb, yang tersebar ke seluruh tubuh
dengan perantara urat-urat (daya hidup), bagaikan tersebarnya sinar lampu
keseluruh ruangan. Sedang pengertiannya yang kedua ialah sesuatu yang halus
yang mengetahui dan merasa. Roh yang mempunyai kekuatan inilah yang tidak dapat
diketahui hakikatnya.
Ruh
yang halus dan indah itu langsung datang dari Tuhan tanpa melalui proses
seperti kejadian tubuh. Ia langsung menempati tubuh yang telah dibentuk lebih
dahulu di dalam rahim ibu. Setelah tubuh itu melalui proses kejadiannya dalam
waktu tertentu. Ruh adalah unsur penting
dalam diri manusia, sebab kalau tanpa ruh manusia tidak akan ada. Mayat yang
sudah tidak punya ruhnya lagi tidak akan bisa menjalankan fungsinya seperti
kita yang masih hidup. Hati adalah gejala dari ruh. Ia mempunyai dua kekuatan
yaitu; Kekuatan nafsu amarah dan Kekuatan nafsu muthmainnah.
Kekuatan
nafsu amarah mendorong manusia untuk berbuat jahat. Dia menerima
bisikan-bisikan halus dari syetan dan iblis. Kekuatan nafsu amarah ini yang
harus dihadapi oleh manusia dalam setiap saat. Rasulullah menerangkan bahwa
perjuangan melawan nafsu (amarah) adalah jihad yang besar.
Kekuatan
nafsu muthmainnah. Suatu daya yang selalu ingin membawa manusia menuju
kesempurnaan jiwa dan kebersihannya yang hakiki. Nafsu muthmainnah inilah yang
menampung ilham dari Tuhan dan bisikan-bisikan halus dari malaikat. Dua daya
inilah yang menjadi manifestasi adanya
hati itu sendiri menjadi tanda gaib bahwa manusia mempunyai ruh (jiwa) yang
amat ghaib bagi ilmu manusia.
Akal
mempunyai dua arti. Pertama ialah yang digunakan dengan arti ilmu tentang
hakikat suatu hal. Arti kedua ialah suatu alat untuk mengetahui ilmu tadi yakni
sama dengan pengertian hati immateri.
Akal
ialah pengetahuan tentang hakikat segala keadaan, maka akal itu ibarat
sifat-sifat ilmu yang tempatnya di hati. Pengertian kedua ialah yang memperoleh
pengetahuan itu. Dan itu adalah hati.
Selain
arti diatas ada sebagian para sufi yang membagi hati menjadi hati sanubari dan nurani bersifat immateri.
Namun kalau kita selidiki secara mendalam, ternyata tidak satu pun definisi
yang mencapai pengertian tentang hakekah jiwa (ruh) itu yang sebenarnya. Firman
allah Q.S Al-Isra’ : 85 ‘katakanlah (ya
Muhammad) soal ruh itu adalah termasuk Tuhanku.’
Jiwa
adalah harta yang tiada ternilai mahalnya. Kesucian jiwa menyebabkan kejernihan
diri, lahir dan batin. Itulah kekayaan sejati. Berapa banyaknya orang yang kaya
harta, tetapi mukanya muram, dan berapa banyaknya orang yang miskin uang,
tetapi wajahnya berseri. Sekedar kekuatan dan usaha diri, begitu pulalah
tingkatan kesucian yang akan ditempuh jiwanya.
Hidup
adalah pertempuran dan perjuangan belaka. Manusia tidak luput dari kesalahan
dan kelemahan. Manusia pasti merasakan nikmat istirahat sesudah kerja,
kelezatan menghadap Tuhan kelak di akhirat ialah sehabis bertempur dengan
ranjau-ranjau hidup yang mengerikan pada hari ini. Orang yang takut menghadapi
kehidupan dan tidak berani menggosok dan mensucikan batinnya, tidak akan kenal
arti lezat. Seorang penganjur bangsa dan tanah air, alim ulama dsb, nampaknya
mereka disebut di singgasana kemuliaan dengan senangnya, padahal mereka
mencapai itu dengan susah payah. Demikianlah mencapai kemuliaan batin.
Tiga
unsur yaitu ruh, jiwa, dan badan, masing-masing unsur ini mempunyai sifat yang
langgeng di dalamnya. Sifat ruh adalah kecakapan aqliyah, sifat jiwa ialah hawa
nafsu, dan sifat badan ialah pengindraan. Manusia adalah suatu tipe alam
semesta. Alam semesta adalah nama dua alam, dan dalam diri manusia ada tanda
dari keduanya, karena ia terdiri dari lendir, darah, empedu dan kemurungan
hati, yang mana empat suasana jiwa berkaitan dengan empat unsur dunia ini,
yakni air, tanah, udara, dan api. Dalam diri manusia juga terjadi tarik menarik
antara unsur yang mengajak ke arah positif, yaitu roh yang mempunyai sikap
rasional, dan unsur lain berupa nafs (jiwa rendah) yang cendrung ke hal-hal
yang bersifat negatif. Posisi manusia akan ditentukan unsur mana yang menang
dalam percaturan setiap harinya. Jika sifat ruhnya yang menang, maka dia lebih
menyerupai malaikat, namun apabila yang dominan itu nafsunya, maka akan lebih
menyerupai sifat kebinatangan. Seperti dalam QS. At-Tin: 4-6. ‘Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya
(neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka
bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.’ Asbabun nuzul”’ demikian paparan Sang Imam,
kemudian melanjutkan tentang cara pembinaan hati manusia.
“Pembinaan
Nafsu Rendah. Nafs secara etimologis adalah essensi dan hakikat sesuatu. Namun
dalam bahasa sehari-hari dipakai untuk menunjukkan kepada banyak pengertian
yang saling berlawanan. Para sufi sepakat bahwa nafs adalah sumber dan prinsip
kejahatan, tetapi sebagian mengatakan bahwa nafs adalah substansi yang berada
di dalam badan. Yang lain mengatakan, ia sebagai atribut (sifat) badan. Namun
mereka semua sepakat bahwa melalui nafs, kualitas-kualitas rendah dijelmakan
dan bahwa ia adalah sebab langsung dari tindakan-tindakan tak terpuji.
Ketundukan kepada nafs syahwiyyah (jiwa rendah) menyebabkan kebinasaan dirinya,
dan penguasa atas jiwa rendah ini akan melahirkan keselamatan hidup.
Keadaan
jiwa rendah (nafs) adalah Tabir (hijab) yag paling dahsyat, ialah jiwa rendah
dan ajakan-ajakannya, mengikutinya berarti ketidak-taatan kepada Tuhan, yang
menjadi hijab antara manusia dengan Dia. Sebenarnya yang menjadi hijab itu
bukan nafsnya, akan tetapi perilakunya yang berupa kemaksiatan. Hati adalah
kebaikan cermin. Bisa mengkilap dan bisa hitam pekat, karena perbuatan yang
dilakukannya. Seperti dalam QS. al-Muthaffifin: 14. ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutup hati mereka.’
Keadaan
jiwa rendah, adalah Sifat yang tidak pernah tenang kecuali dalam kebathilan,
yakni selamanya tidak pernah mencari jalan kebenaran. Seseorang tidak mungkin
mengenal Tuhan, selama dia tetap kekal dengan jiwa rendahnya, karena ia tak
mampu mengenal dirinya, apalagi terhadap yang lain. Untuk menekan sifat nafs
yang demikian itu, maka upaya pembinaannya adalah dengan menjalankan ibadah dan
mujahadah, yang diharapkan manusia dapat menemukan Tuhan atau jalan menuju
kepada Tuhannya.
Bagaimana
selanjutnya untuk Penyucian Hati. Untuk mensucikan hati haruslah ia bebani
dengan amal-amal ibadah, dzikir, tasbih, tahlil dan sebagainya. Sesuai dengan
cara yang ditentukan oleh nash Al-Qur’an dan Hadis. Disamping ibadah yang
merupakan inti hubungan manusia dengan Tuhan, hati juga dibebani dengan
akhlak-akhlak yang terpuji dan mengosongkan diri dari perangai-perangai bejat.
Aktivitas pensucian hati inilah yang disebut dengan “riyadhah” di dalam ilmu tasawwuf.
Bila
hati mengamalkan segala bentuk ibadah, baik yang wajib maupun sunnat dan
dikerjakan dengan penuh khusyuk dan ikhlas dan serta menetapi perangai-perangai
yang terpuji dan merubah dari perangai-perangai yang tercela niscaya berhaklah
ia menerima ridha ilahi seperti dalam Q.S Al-Fajr 27-30. ‘Wahai nafsu muthmainnah kembalilah dikau kepada Tuhanmu dalam ridha
dan diridhai. Masuklah dikau kedalam golongan hamba-hamba-Ku masuklah dikau
kedalam Jannah-Ku’
Dan
dalam hadis ; bahwasanya pernah ditanyakan : Ya Rasulullah ! Siapakah orang
yang terbaik itu? Jawab Nabi : ‘semua
orang mukmin yang bersih hatinya’. Maka ditanyakan lagi : Apa arti orang
bersih hati itu? Nabi menjawab : ‘ialah
orang yang takwa, suci, tidak ada kepalsuan padanya, tak ada kedzaliman,
dendam, khianat dan dengki’. Dalam QS. Asy-Syams :9-10. ‘sesungguhnya beruntunglah orang yang
menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya’.
Yang
dimaksud membersihkan hati ialah berhasilnya cahaya iman dalam hati, yakni
terpancarnya cahaya ma’rifat. Itulah yang dimaksud oleh Allah dalam QS.
Al-An’am : 125. ‘Barang siapa yang Allah
menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya
untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah
ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada
orang-orang yang tidak beriman’.
Cara
yang dapat dilakukan dalam upaya membersihkan hati dan jiwa adalah sebagai
berikut:
1.
Membersihkan jiwa dari pengaruh materi
Bahwasannya
kebutuhan manusia itu bukan hanya pemenuhan tubuh materi saja, tetapi dia
mempunyai batin yang disebut jiwa yang memerlukan kebutuhannya pula. Tubuh
manusia akan merasa puas jika diberi makanan dengan protein nabati dan hewani,
dengan demikian dia akan sehat.
Kebutuhan
lahiriyah manusia erat hubungannya dengan jiwanya. Kebutuhan lahiriyah itu ada,
karena adanya dorongan jiwa untuk mempertahankan dan melindungi tubuh dari berbagai
macam bahaya yang dapat merusakkannya, seperti panas, dingin, dan bahaya lain
yang berasal dari makhluk hidup lainnya.
2.
Menerangi jiwa dari kegelapan
Untuk
melindungi dari bahaya inilah mulanya
manusia berpakaian, memakai senjata dan lain-lainnya. Tapi sekarang semua itu
terlebih pakaian hanya digunakan untuk menjaga gengsi. Karena itu dipilihlah
model-model terbaru dan termodern yang selalu berubah setiap bulannya berkat
penemuan daya fikir manusia. Orang pun sibuk mencari uang untuk mengejar mode
terbaru. Akhirnya orang lupa diri. Orang tidak tahu dengan kebutuhan jiwanya
lagi, karena memuaskan kebutuhan tubuh yang dipengaruhi oleh nafsu buruk
sehingga manusia menjadi materialistik, penyembah benda. Pada akhirnya manusia
diperbudak oleh benda dan menghancurkan diri mereka sendiri. Dengan ini
berkembanglah korupsi, perampokan, pungutan liar, pelacuran dan seribu satu
macam maksiat lainnya.
Semua
kejadian ini tidak lain terpengaruh nafsu amarah yang senantiasa menyeret
manusia kedalam jurang kehancuran. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan
manusia dari godaan-godaan materi yang menyebabkan orang menjadi materialistik ialah
dengan membersihkan jiwanya, dengan mempelajari agama.
Membersihkan
hati dalam berhubungan dengan Allah. Hubungan manusia dengan Allah dalam bentuk
ibadah tidak akan mencapai sasarannya kalau tidak dengan kebersihan hati dan
selalu ingat denganNya. Contohnya dalam shalat. Shalat diperintahkan Tuhan,
karena efeknya ialah untuk mencegah perbuatan munkar. Efek ini tidak akan dicapai
manusia kalau shalat itu tidak dikerjakan dengan penuh keikhlasan dan
kekusyukan.
Nabi
bersabda: ‘berapa banyak orang yang
berdiri shalat, yang bagiannya dari shalatnya hanya penat dan letih semata.’ Mengapa
Nabi mengatakan banyak yang penat dan letih saja?. Padahal kita mengerjakan
shalat dengan syarat dan rukun yang lengkap menurut ilmu Fiqh. Ini tidak lain
karena kurangnya syarat batin yaitu kebersihan jiwa yang menjadi sumber ikhlas,
khusyuk, dan khudhu’. Dan untuk menumbuhkan yang demikian itu maka diperlukan
mempelajari ilmu Tasawwuf.
Kesimpulannya,
Hati adalah hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, pengetahuan
dan arif, yaitu manusia yang menjadi sasaran dari segala perintah dan larangan
Tuhan, yang akan disiksa, dicela dan dituntut segala amal perbuatannya.
Jiwa
adalah harta yang tiada ternilai mahalnya. Kesucian jiwa menyebabkan kejernihan
diri, lahir dan batin. Itulah kekayaan sejati. Dimensi rohani manusia mempunyai
empat kekuatan, yakni qalb, ruh, nafs dan akal. Keempat unsur ini dapat ditinjau
secara pisik dan psikis. Untuk
mensucikan hati haruslah ia bebani dengan amal-amal ibadah, dzikir, tasbih,
tahlil dan sebagainya. Sesuai dengan cara yang ditentukan oleh nash Al-Qur’an
dan Hadis”, demikian paparan lengkap sang Imam Agung Ghazali.
“Tuan
Imam tentu sudah menyusun paparan tadi dalam buku ke-3 itu, sudikah kiranya
memaparkan kepada kami?, mohon Semar hormat.
Imam
Ghazali tersenyum, kemudian mencari tempat teduh untuk mereka memaparkan isi buku
Ihya Ulumiddin yang ke-3.
Ceritanya Mohon Di Unggah
ReplyDeleteIa lama sekali diunggahnya ya om.
ReplyDelete